Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PENGENDALIAN PROSES

ASSIGNMENT 1 & 2
LUVY AMANAH PUTRI - 1141805002
SOAL :
1) Cari sumber-sumber di internet yang menjelaskan tentang :
1. Feedback Control
2. Feedforward Control
3. Cascade control
Kemudian selesaikan assignment berikut.
Tuliskan ringkasan tentang:
a. Prinsip kerja feedback, feedforward dan cascade control
b. Contoh penerapan strategi pengontrolan feedback, feedforward dan cascade control

Prinsip kerja feedback, feedforward dan cascade control

Feedback Control (Kontrol Umpan Balik)


Feedback control atau seringkali disebut sebagai pengendalian pasca tindakan
(postaction control), dilaksanakan setelah seluruh kegiatan selesai. Pengendalian ini
menitikberatkan pada hasil akhir yang dicapai. Pengendalian ini memberikan umpan balik
yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kegiatan yang lebih baik di masa yang
akan datang. Pengendalian ini juga memberikan dasar dalam pencatatan secara formal
tentang pencapaian serta pengambilan keputusan atas dasar kinerja.
Pada sistem pengaturan kalang tertutup, aksi pengendalian dipengaruhi oleh sinyal
kesalahan penggerak (selisih antara sinyal referensi dengan sinyal umpan balik). Sistem
pengaturan kalang tertutup melibatkan umpan balik negatif. Secara umum, diagram blok
sistem pengaturan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram blok feedback control


Feedforward Control (Kontrol Umpan Maju)
Feedforward control sering juga disebut pengendalian awal, merupakan pelaksanaan
kegiatan pengendalian sebelum aktivitas kerja dimulai. Pengendalian ini memastikan bahwa
arah yang ditentukan sudah benar serta sumber daya yang tepat untuk mencapainya sudah
tersedia. Feedforward control dirancang untuk mengantisipasi timbulnya masalah potensial
serta mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari terjadinya permasalahan
tersebut.

Gambar 2 Diagram blok feedforward control


Berdasarkan Gambar 2 konfigurasi kontrol feedforward mengukur gangguan secara
langsung dan mengambil aksi kontrol untuk mengeliminasi dampak gangguan tersebut
terhadap keluaran (output proses).

Cascade control (Pengendalian Bertingkat)


Prinsip kerja daripada cascade control (pengendalian bertingkat) adalah untuk
mempertahankan kestabilan proses dengan menggunakan 2 buah kontroler yang
dikonfigurasi sebagai kontroler master dan kontroler slave, jadi ada istilah kontroler primer
dan kontroler sekunder dalam cascade control.
Ciri khas sistem pengendalian cascade (bertingkat) adalah adanya manipulated
variable (variabel yang dimanipulasi) sebuah pengendali yang menjadi set point dari
pengendali lain. Diagram blok pengendalian bertingkat dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari Gambar 3. terlihat bahwa ada dua jalur umpan balik pada sistem pengendalian
bertingkat (cascade control), sehingga terbentuk dua mata rantai pengendalian (kalang).
Mata rantai atau kalang bagian luar (outer loop) disebut primary loop atau master, dan mata
rantai atau kalang bagian dalam (inner loop) disebut secondary loop atau slave. Master atau
primary loop mengendalikan proses variabel primer (proses suhu fluida). Sedangkan slave
atau secondary loop mengendalikan proses variabel sekunder (aliran uap).
Gambar 3. Diagram blok sistem pengendalian bertingkat (cascade)

Alasan penggunaan pengendalian bertingkat (cascade control) dalam mengendalikan


plant adalah sebagai berikut :
1. Respon keluaran dari single control tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. Terdapat penambahan variabel sekunder di dalam pengendalian plant.
3. Dengan adanya pengendali sekunder yang lebih cepat, dapat mengatasi gangguan pada
kalang sekunder.
Alasan tidak digunakannya pengendalian bertingkat (cascade control) adalah :
1. Biaya atau rugi-rugi pengukuran variabel sekunder.
2. Keruwetan pada pengendaliannya.
Perbedaan respon keluaran antara single loop dengan pengendalian bertingkat (cascade
control) dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4. Perbandingan respon keluaran antara single loop dengan


pengendalian bertingkat (a) single loop (b) pengendalian bertingkat (cascade
control)
Berikut langkah-langkah penalaan di dalam pengendalian bertingkat (cascade control) :
1. Meletakkan kedua kalang pada posisi manual.
2. Pengoperasian kalang harus selalu dimulai dari kalang sekunder.
3. Memilih mode manual untuk mencari parameter PID pada kalang sekunder, namun tidak
sampai mengganggu proses variabel primer.
4. Setelah menyetting di kalang sekunder menghasilkan respon yang cukup mantap,
kemudian mempersiapkan metode auto tuning untuk mencari parameter PID pada kalang
primer.
5. Meletakkan kalang primer pada posisi auto tuning dan melakukan penalaan kalang
primer.
6. Setelah parameter-parameter PID pada kalang primer dan kalang sekunder diketahui,
maka mode cascade dapat dijalankan untuk pengendalian plant.

Contoh penerapan strategi pengontrolan feedback, feedforward dan cascade


control
TANGKI PEMANAS
FEEDBACK CONTROL

Gambar 5. Tangki pemanas


Gambar 5 diatas merupakan sebuah tanki pemanas yang digunakan untuk
memanaskan air. Air dingin dengan temperature Ti dialirkan kedalam tanki dengan
kecepatan aliran w. Tanki dilengkapi dengan pemanas berupa steam/uap yang selalu
memberikan kalori q kedalam tanki. Air panas dengan temperature To dialirkan
keluar dari tanki dengan kecepatan aliran yang sama dengan aliran masuk yaitu w.
Jika suatu waktu temperature air yang keluar menyimpang dari To, maka
untuk mengembalikannya ke To dapat dilakukan dengan merubah jumlah kalori yang
diberikan pemanas. Untuk keperluan ini, seorang operator ditugaskan untuk
mengukur temperature air yang keluar , membandingkannya dengan To, kemudian
melakukan aksi untuk mengubah jumlah kalori yang masuk ke tanki apabila terjadi
penyimpangan antara temperature yang diukur dan To.
Pekerjaan operator tersebut yaitu mengukur temperature air, membandingkan
dengan harga yang dikehendaki serta melaksanakan aksi koreksi terhadap sistem di
atas disebut control system, dan karena dilakukan terhadap variabel process (flow,
pressure, level dan temperature ) maka disebut process control system atau cukup
dengan process control.
Agar temperature air yang keluar tetap berharga To, maka operator di atas harus
melaksanakan pekerjaannya secara terus menerus. Untuk lebih efisien dan efektif, maka
pekerjaan operator ini dapat diganti dengan menggunakan peralatan instrumen, seperti
terlihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Feedback control


Sebuah alat ukur temperature/thermocouple (TT) digunakan untuk mengukur
temperature air dalam tanki, sinyal dari thermocouple akan dikirim ke controller (TC).
Controller membandingkan sinyal hasil pengukuran thermocouple dengan sinyal referensi,
hasil pembandingan akan digunakan untuk mengubah jumlah kalori yang masuk ke tanki
dengan jalan membuka atau menutup control valve (CV). Hal ini dilakukan secara terus
menerus sehingga nilai temperature air dalam tanki selalu constant.
Untuk mempermudah analisa dan design, maka interaksi antara semua variable dari
sistem pada gambar diatas dapat digambarkan dalam bentuk block diagram berikut.
Gambar 7. Diagram blok feedback control
Dari block diagram diatas terlihat bahwa temperature dalam tanki To diukur oleh
thermocouple kemudian dikembalikan ke comparator untuk dibandingkan dengan
referensi/set point Tsp. Perbedaan antara Tsp dan To merupakan sinyal error yang akan
digunakan oleh controller untuk melakukan aksi perbaikan yaitu dengan mengubah harga
kalori q. Karena dalam sistem ini ada aksi umpan balik (feedback) dari output ke input
maka sistem ini disebut juga feedback control (kontrol umpan balik). Secara umum diagram
blok feedback control dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar 8. Diagram blok feedback control secara umum


Dari diagram ini terlihat elemen-elemen dalam process control adalah:
Measurement element / Sensor : sistem pengukuran yang digunakan untuk mengukur
variable process yang akan dikontrol (controlled variable).
Controller : yaitu elemen yang akan melakukan aksi koreksi terhadap deviasi antara aktual
control variable dengan set point. Pada prakteknya comparator dan controller merupakan
satu kesatuan.
Final control : merupakan penghubung antara controller dan plant, bisa berupa control
valve, solenoid valve, dumper, relay dan sebagainya.
Feedback controller mempunyai kerugian, yaitu valve akan bekerja setelah controlled
variable mengalami penyimpangan dari setpoint. Jadi hal ini kurang tepat untuk
pengendalian temperature yang mana temperature mempunyai delay time jika mengalami
kenaikan atau penurunan. Jadi ketika TT mendeteksi adanya error pada controlled variable
maka bukaan valve akan berubah tetapi pada saat itu temperature masih mengalami
kenaikan sehingga masih agak rumit untuk pengendalian temperature.

CASCADE CONTROL
Dalam sistem feedback control, temperature air dalam tanki dijaga agar tetap
konstan dengan mengatur kecepatan alir kalori (uap), q sebagai variabel yang dimanipulasi
(manipulated variable). Jika pada suatu saat terjadi gangguan pada tekanan supply uap,
maka kecepatan alir uap juga akan berubah, sehingga dengan sendirinya akan mengubah
temperature air dalam tanki sebagai variabel yang dikontrol (control variable).
Karena sistem ini mempunyai time delay yang cukup besar, maka perubahan pada
temperature air tadi tidak langsung terukur oleh elemen sensing (thermocouple – TT)
sehingga aksi koreksi yang dilakukan oleh feedback control juga mengalami penundaan.
Sementara itu, akibat dari gangguan ini terus masuk kedalam sistem. Apabila gangguan
perubahan tekanan supply uap ini berlangsung terus menerus, maka akan menyebabkan
control variable (temperature air) tidak akan berada pada setpointnya untuk waktu yang
lama (akan berosilasi terus menerus).

Gambar 9. Feedback control (Cascade Control adalah mengendalikan CV dengan


mengukur besaran MV dan CV itu sendiri)
Pada feedback control, temperature air dijaga konstan dengan memasang
thermocouple sebagai pendeteksi temperature air dengan memasang valve untuk mengatur
panas yang diunakan untuk memanaskan air dengan steam sebagai Manipulated Variable,
jika aliran uap mengalami perubahan (berpengaruh pada temperature air) maka bukaan
valve juga akan berubah karena sensor mendeteksi perubahan suhu pada air.
Sistem ini memiliki tunda waktu yang besar karena mengendalikan suhu. Perubahan
suhu air tidak secara langsung terukur pada alat ukur (sensor) sehingga proses koreksi yang
dilakukan oleh valve (FCE) tidak secara langsung bekerja dan pada saat itu valve masih
membuka padahal aliran steam mengalami perubahan. Jika gangguan ini terus menerus
maka suhu otput air tidak mencapai setpoin karena mengalami osilasi terus menerus. Untuk
menanggulangi masalah ini maka feedback control harus ditambakan sistem lagi agar
bekerja dengan efektif dan efisien.
Untuk memperbaiki sistem ini, control loop kedua ditambahkan seperti pada gambar
berikut:

Gambar 10. Cascade control


Pada sistem ini, fluktuasi pada tekanan supply uap diukur oleh sensor tekanan (PT)
dan kontrol tekanan (pressure control – PC) akan memanipulasi bukaan control valve uap
(CV) sedemikian sehingga tekanan uap yang masuk ke tanki tetap konstant. Dengan jalan
ini, efek fluktuasi tekanan supply uap terhadap temperature air dalam tanki dapat
dihilangkan, dengan demikian kinerja control dapat dipertahankan.
Blok diagram untuk sistem pada gambar diatas, dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram blok cascade control
Dari kedua gambar terakhir ini dapat dilihat bahwa yang menjadi setpoint untuk pressure
control (PC) adalah output dari temperature control (TC). Konfigurasi kontrol seperti ini,
yang mana output suatu controller memanipulasi setpoint controller yang lainnya disebut
sebagai sistem kontrol kaskad (cascade control system).

Bentuk umum diagram blok cascade control dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 12. Bentuk umum diagram blok dari cascade control


Dari gambar tersebut terlihat kedua controller masing-masing mempunyai elemen
pengukur (sensing) sendiri. Akan tetapi hanya satu controller yang disebut primary atau
master controller mempunyai setpoint yang bebas, dan hanya satu controller yang disebut
sebagai secondary atau slave controller yang berhubungan langsung dengan atau
mempunyai output ke process.
Secondary controller, variable yang dimanipulasi (manipulated variable) serta elemen
pengukurnya akan mempentuk satu loop sendiri yang disebut secondary loop atau inner
loop. Inner loop ini jika dilihat dari primary controller bisa dianggap sebagai satu elemen
dinamik baru sehingga dapat digambarkan sebagai satu blok sendiri. Dengan demikian
diagram blok diatas dapat disederhanakan menjadi seperti gambar berikut.

Gambar 13. Diagram blok cascade control yang lebih sederhana


Gambar 13 merupakan outer loop atau primary loop yang terdiri dari semua elemen cascade
control termasuk inner loop yang sudah digambarkan sebagai satu blok.
Untuk menjamin agar cascade control berfungsi sebagaimana mestinya, maka dinamika
inner loop harus lebih cepat dari outter loop, atau dalam frequency domain dikatakan bahwa
bandwidth inner loop harus lebih besar (lebar) dari bandwidth outer loop, sehingga inner
controller akan mengoreksi sendiri loop-nya sebelum ia mengubah control variable. Jika
kondisi ini tidak dipenuhi, maka kinerja cascade control tidak akan memuaskan.

Gambar 14. Cascade control pada HE


Tekanan steam sebelum melalui valve diukur oleh PT (Pressure Transmitter),
kemudian output dari PT ditransmisikan ke PC (Pressure Control) untuk dihitung dan
dibandingkan dengan sinyal dari temerature control TC, (TC ini sebagai setpoint dari FC.
Sehingga sinyal error dari PC ditransmisikan ke actuator untuk dikoreksi sehingga bukaan
valve akan bekerja sesuai dengan sinyal eror yang diterima.
Pada cascade control, penambahan sistem bertujuan untuk mengatasi gangguan
yang terjadi pada Manipulated Variable (MV) dan meminimalkan keterlambatan proses
pengukuran pada feedback control (loop primer), proses pengukuran yang dilakukan PC
(loop sekunder) dapat langsung mempengaruhi actuator (valve).

FEEDFORWARD CONTROL
Sama dengan pada cascade control, konfigurasi feedforwad control dibuat untuk mengatasi
adanya gangguan (disturebance). Perbedaan antara keduanya terletak pada dari sisi mana
gangguan tersebut terjadi. Pada cascade control, penambahan control kedua (slave/inner
control) bertujuan untuk mengatasi gangguan (disturbance) yang terjadi pada manipulated
variable, sedangkan feedforward control digunakan untuk mengatasi gangguan pada
beban (load).
Manipulated variable adalah variable yang dimanipulasi (diubah-ubah besarnya) oleh
controller dalam rangka menjaga agar control variable tetap berada pada setpointnya.
Untuk menentukan manipulated variable tidak sulit, kita tinggal melihat dimana letak control
valve berarti disitulah manipulated variablenya, seperti dalam sistem diatas, yang menjadi
manipulated variable adalah flow (aliran) steam. Gangguan pada aliran steam bisa berupa
perubahan tekanan/pressure steam (seperti yang diasumsikan pada tulisan mengenai
cascade control yang lalu) atau bisa juga perubahan pada temperature steam. Jika
gangguan pada temperature steam, maka yang menjadi slave adalah temperarure control
bukan pressure control seperti pembahasan yang lalu. Variable yang berikut adalah beban
(load), variable beban menentukan besarnya energi/power yang dibutuhkan oleh suatu
sistem, pada sistem diatas yang menjadi beban adalah aliran air dingin yang masuk ke
tanki. Semakin besar aliran air dingin yang masuk ke tanki, semakin banyak energi panas
yang dibutuhkan untuk memanaskan air, begitu pula sebaliknya.
Gambar 15. Feedback control

Gambar 15 feedback control diatas, kita andaikan kecepatan alir air dingin W
berubah. Perubahan W ini akan menyebabkan variable yang dikontrol (controlled variable)
yaitu temperature air dalam tanki To juga berubah. Karena sistem ini mempunyai time
delay yang cukup besar, maka perubahan To tersebut tidak langsung terukur oleh elemen
sensing feedback loop sehingga aksi koreksi yang dilakukan oleh feedback control juga
mengalami penundaan. Sementara itu akibat dari gangguan ini terus masuk ke sistem,
sehingga To selalu menyimpang dari setpointnya. Untuk memperbaiki sistem ini, konfigurasi
control baru, yang disebut feedforward control digunakan, seperti terlihat pada gambar
berikut.

Gambar 16. Feedforward control


Pada konfigurasi kontrol ini, fluktuasi pada kecepatan alir air W diukur oleh sensor
flow, kemudian diberikan ke flow controller (FC). Output FC akan dijumlahkan dengan
output feedback control TC untuk kemudian dikirim ke control valve (CV). Dengan
konfigurasi ini, perubahan yang terjadi pada kecepatan alir W akan langsung memanipulasi
bukaan control valve steam/uap CV sehingga To tidak sampai berubah. Konfigurasi kontrol
pada gambar diatas, dapat digambarkan dalam bentuk blok digaram berikut.

Gambar 17. Diagram blok feedforward control


Dari Diagram blok ini terlihat adanya informasi mengenai beban/load yang diumpan
maju (feedforward) kedalam proses melalui controller (Flow controller), itu sebabnya
mengapa konfigurasi ini disebut sebagai feedforward control. Penggunaan feed forward
control tidak berdiri sendiri, tetapi digunakan bersama-sama dengan feedback control
seperti contoh diatas.
Jika kita perhatikan konfigurasi cascade control pada pembahasan yang lalu dengan
konfigurasi feedforward control pada gambar diatas, ada perbedaannya, dimana pada
cascade control output master control (TC) akan menjadi setpoint untuk slave control (PC),
kemudian output slave control yang akan menggerakan control valve (CV). Sedangkan pada
feedforward control, output feedforward control (FC) dijumlahkan dengan output TC,
kemudian hasil penjumlahannya akan digunakan untuk menggerakan control valve (CV).
Umumnya, Feedforward control berisi algoritma lag/lead + deadtime, bukan PID seperti
pada feedback control maupun cascade control.
Feedforward control digunakan untuk mengatasi gangguan pada beban, yang
dimaksud beban pada gambar dibawah adalah aliran air, beban tidak sama dengan
controled variable. Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah :

Gambar 18. Feedforward control pada HE

Pada rangkaian diatas menunjukkan sistem feedforward controller. Rangkaiannya


hampir sama dengan feedback bukan,, :D. Yah, benar, pada dasarnya yang diukur sama-
sama produknya tetapi beda dalam proses pengukuran. Jika pada feedback controller yang
diukur adalah temperature dari produk (air) tetapi pada feedforward controller yang diukur
adalah debit aliran dari air yang menuju Heat Exchanger. Kita harus terliti dalam memahami
gambar. Pada gambar diatas Steam sebagai MV (Manipulated Variable) karena besaran
kelajuan aliran steam yang dirubah rubah untuk memenuhi kebutuhan/setpoint. Besaran
aliran steam diatur oleh valve yang sebagai Actuator (Final Control Element).
Aliran air diharapkan konstan dengan bukaan aliran steam sekian, tetapi aliran air
tidak akan konstan oleh karena itu dipasang sensor aliran agar sewaktu aliran air
menyimpang dari setpoint bukaan valve dapat diatur. Aliran air dingin di ukur oleh FT (Flow
Transmitter) sensor flow (Flow Meter) , dari flow meter tersebut akan mengeluarkan sinyal
berupa sinyal electrik yang akan di kirim ke Flow Controller (FC). Pada FC ini sinyal hasil
pengukuran di hitung lalu dibandingkan dengan set point yang telah ditentukan sebagai
acuan. Nah, output dari FC ini mengeluarkan error yang digunakan sebagai input ke
Actuator (Valve) untuk dikoreksi.
SOAL :
2) Membaca literatur 'Reactor Control’

Baca dengan seksama Chapter 6. Control of Reactors lalu selesaikan assignment berikut:

Tulis essay yang menjelaskan fungsi dan prinsip kerja 'Steam Drum'

Jelaskan cara kerja tiga sistem kontrol (control narrative) untuk diagram di Figure 6.6,
Figure 6.7(a) dan Figure 6.7(b). Jelaskan cara kerja masing-masing controller yang ada di
Figure.

Jabarkan analisa kamu tentang bagaimana ketiga alternatif sistem kontrol tersebut bekerja
dalam menjaga keamanan operasional reaktor ketika terjadi gangguan di furnace (beban
pembakaran berlebih dari yang seharusnya)

Jelaskan analisa kamu dari ketiga alternatif sistem kontrol tersebut, mana yang lebih efisien
(ringkas) dalam menjaga keamanan operasional reaktor (mencegah terjadinya thermal
runaway)

FUNGSI DAN PRINSIP KERJA STEAM DRUM

Gambar 19. Komponen-komponen steam drum

Steam drum merupakan komponen pada boiler yang mana boiler itu sendiri
berfungsi untuk memanaskan air dengan menggunakan panas dari hasil pembakaran bahan
bakar, panas hasil pembakaran selanjutnya dialirkan ke air sehingga menghasilkan steam
(uap air yang memiliki temperatur tinggi). Dapat disimpulkan bahwa boiler berfungsi untuk
memproduksi steam (uap) yang dapat digunakan untuk proses/kebutuhan selanjutnya

Steam Drum adalah salah satu komponen pada boiler pipa air yang berfungsi
sebagai reservoir campuran air dan uap air, dan juga berfungsi untuk memisahkan uap air
dengan air pada proses pembentukan uap superheater. Air feed water yang disupply oleh
boiler feed water pump, masuk ke boiler menuju economiser dan selanjutnya masuk ke
steam drum. Dari steam drum, air dipompa oleh pompa sirkulasi boiler menuju ke raiser
tube / wall tube untuk dapat mencapai fase uap saturasi. Dari raiser tube air kembali masuk
ke steam drum. Komponen di dalam steam drum memungkinkan terjadi pemisahan antara
air dengan uap air, sehingga air dipompa kembali menuju raiser tube, sedangkan uap akan
menuju ke pipa boiler sisi superheater. Uap saturated yang masuk ke pipa-pipa superheater
dipanaskan lebih lanjut sehingga dapat mencapai uap superheater dan memenuhi syarat
untuk masuk turbin uap (dengan ketentuan suhu tertentu).

Steam Drum berfungsi untuk :


1. Mengatur tinggi permukaan air untuk mencegah terjadi kekurangan air saat boiler
beroperasi yang dapat menyebabkan overheating pada pipa boiler
2. Menampung air yang nantinya akan dipanaskan pada pipa-pipa penguap (wall
tube),dan menampung uap air dari pipa-pipa penguap sebelum dialirkan menuju
superheater
3. Memisahkan uap dan air yang telah dipisahkan di ruang bakar ( furnace )
4. Mengatur kualitas air boiler, dengan membuang kotoran-kotoran terlarut di dalam
boiler melalui continious blowdown
5. Mencampur air umpan dan menampung air umpan
6. Memasok air ke evaporator melalui downcomers
7. Memisahkan air dan uap dalam ruang bakar
8. Menghilangkan kotoran-kotoran yang terlarut dalam boiler
9. Memasok uap jenuh
10. Bertindak sebagai titik acuan untuk air umpan kontrol

Steam drum berfungsi sebagai tempat "penampungan" air dan uap air. Steam drum
memiliki saluran dari feedwater system sebagai inputnya sedangkan outputnya terdapat
saluran menuju ke superheater. Drum ini menampung uap jenuh (saturated steam) beserta
air dengan perbandingan antara 50% air dan 50% uap. Untuk menghindari agar air tidak
terbawa oleh uap, maka dipasangi sekat-sekat, air yang memiliki suhu rendah akan turun ke
bawah dan air yang bersuhu tinggi akan naik ke atas dan kemudian menguap.

Gambar 20. Aliran air dan uap pada steam drum

Proses Pemanasan

Steam drum memiliki saluran air yang disebut down comer (saluran air yang keluar
dari steam drum dan berlokasi di luar boiler) dan saluran uap yang disebut wall tube(wall
tube ini merupakan saluran lanjutan downcomer dan berada di dalam boiler). Downcomer
dan wall tube ini merupakan satu saluran namun hanya dibedakan penyebutannya saja.
Sirkulasi didalam saluran ini didasarkan atas perbedaan gravitasi dimana air yang dingin
(berada di dalam downcomer) memiliki massa jenis yang lebih besar sehingga lebih berat
sedangkan Uap panas(berada didalam wall tube. uap ini berupa pemanasan air yang berasal
dari downcomer) memiliki massa jenis yang lebih ringan sehingga akan naik dan masuk ke
steam drum. Level air dan uap didalam steam drum ini ditentukan untuk tujuan
pengamanan. Air dan uap ini tidak boleh terlalu berlebihan ataupun terlalu kekurangan. Uap
yang didapatkan dari wall tube selanjutnya akan memasuki steam drum lalu dialirkan
menuju superheater.
CARA KERJA MASING-MASING CONTROLLER

Gambar 21 (figure 6.6 di chapter 6). Auctioneering temperature control structure


Reaktan pure A dan recycle A dipanaskan di tungku (furnace) hingga mencapai suhu
reaksi yang sesuai saat memasuki reaktor. Tugas furnace yaitu melakukan pemanasan agar
suhu inlet reaktan sesuai dengan suhu inlet reaksi dalam reaktor. Pure B sebagai limiting
reactan berperan dalam mengatur laju alir reaktan masuk ke furnace dengan controller FC.
Pada furnace terdapat TC (Temperature Controller) yang berperan mengontrol suhu inlet
reaksi pada reaktan sebelum memasuki reaktor sesuai dengan suhu reaksi dalam reaktor.
Heating system berperan dalam sistem pemanasan reaktor yang menjaga suhu reaksi
didalam reaktor (control variable) tetap konstan.
Uap yang dihasilkan dari reaktor memasuki steam drum, dan juga air yang disuplai
boiler feed water memasuki steam drum dengan controller LC untuk menjaga ketinggian air
didalam steam drum. Steam drum pada sistem ini berfungsi menampung uap jenuh
(saturated steam) yang dihasilkan dari reaktor beserta air yang disuplai boiler feed water
dengan perbandingan antara 50% air dan 50% uap. untuk menghindari agar air tidak
terbawa oleh uap, maka dipasangi sekat-sekat, air yang memiliki suhu rendah akan turun ke
bawah dan masuk kembali kedalam reaktor dan air yang bersuhu tinggi akan naik ke atas
dan kemudian menguap menjadi steam. Komposisi uap didalam steam drum agar tetap
terjaga konstan dikontrol oleh controller PC dengan mengatur control valve untuk mengatur
keluaran steam yang dihasilkan.
Prinsip kerja dari sistem kontrol ini yaitu dengan prinsip cascade control yang mana
output suatu controller memanipulasi setpoint controller yang lainnya. Dapat dilihat bahwa
yang menjadi setpoint untuk pressure control (PC) pada steam drum adalah output dari
temperature control (TC) pada HS. Tekanan steam sebelum melalui valve diset oleh
temperature control TC (TC ini sebagai setpoint di HS). Sehingga sinyal error dari PC
ditransmisikan ke actuator (valve) untuk dikoreksi sehingga bukaan valve akan bekerja
sesuai dengan sinyal eror yang diterima. Pada sistem ini yang menjadi manipulated variable
adalah pressure pada steam.

(a)
(b)
Gambar 22 (figure 6.7 di chapter 6). Two other possible manipulation handles for
reactor heat management

Gambar 22(a), Reaktan pure A dan recycle A dipanaskan di tungku (furnace)


hingga mencapai suhu reaksi yang sesuai saat memasuki reaktor. Tugas furnace yaitu
melakukan pemanasan agar suhu inlet reaktan sesuai dengan suhu inlet reaksi dalam
reaktor. Pure B sebagai limiting reactan berperan dalam mengatur laju alir reaktan masuk ke
furnace dengan controller FC. Pada furnace terdapat TC (Temperature Controller) yang
berperan mengontrol suhu inlet reaksi pada reaktan sebelum memasuki reaktor sesuai
dengan suhu reaksi dalam reaktor. Heating system berperan dalam sistem pemanasan
reaktor yang menjaga suhu reaksi didalam reaktor (control variable) tetap konstan.
Uap yang dihasilkan dari reaktor memasuki steam drum, dan juga air yang disuplai
boiler feed water memasuki steam drum dengan controller LC untuk menjaga ketinggian air
didalam steam drum. Steam drum pada sistem ini berfungsi menampung uap jenuh
(saturated steam) yang dihasilkan dari reaktor beserta air yang disuplai boiler feed water
dengan perbandingan antara 50% air dan 50% uap. untuk menghindari agar air tidak
terbawa oleh uap, maka dipasangi sekat-sekat, air yang memiliki suhu rendah akan turun ke
bawah dan masuk kembali kedalam reaktor dan air yang bersuhu tinggi akan naik ke atas
dan kemudian menguap menjadi steam. Komposisi uap didalam steam drum agar tetap
terjaga konstan dikontrol oleh controller PC dengan mengatur control valve untuk mengatur
keluaran steam yang dihasilkan.
Prinsip kerja dari sistem kontrol ini yaitu dengan prinsip feedback control karena
melakukan controlling pada TC sebagai setpoint yang menjaga suhu inlet reaktan yang
memasuki reaktor tetap konstan. TC di HS yang melakukan setpoint pada TC sebelum
reaktor untuk mengatasi gangguan (disturbance) yang terjadi agar suhu reaktan yang
memasuki reaktor sesuai dengan kebutuhan temperatur untuk inisiasi reaksi didalam
reaktor.
Gambar 22(b), Reaktan pure A dan recycle A dipanaskan di tungku (furnace) hingga
mencapai suhu reaksi yang sesuai saat memasuki reaktor. Tugas furnace yaitu melakukan
pemanasan agar suhu inlet reaktan sesuai dengan suhu inlet reaksi dalam reaktor. Pure B
sebagai limiting reactan berperan dalam mengatur laju alir reaktan masuk ke furnace
dengan controller FC. Pada furnace terdapat TC (Temperature Controller) yang berperan
mengontrol suhu inlet reaksi pada reaktan sebelum memasuki reaktor sesuai dengan suhu
reaksi dalam reaktor. Heating system berperan dalam sistem pemanasan reaktor yang
menjaga suhu reaksi didalam reaktor (control variable) tetap konstan.
Uap yang dihasilkan dari reaktor memasuki steam drum, dan juga air yang disuplai
boiler feed water memasuki steam drum dengan controller LC untuk menjaga ketinggian air
didalam steam drum. Steam drum pada sistem ini berfungsi menampung uap jenuh
(saturated steam) yang dihasilkan dari reaktor beserta air yang disuplai boiler feed water
dengan perbandingan antara 50% air dan 50% uap. untuk menghindari agar air tidak
terbawa oleh uap, maka dipasangi sekat-sekat, air yang memiliki suhu rendah akan turun ke
bawah dan masuk kembali kedalam reaktor dan air yang bersuhu tinggi akan naik ke atas
dan kemudian menguap menjadi steam. Komposisi uap didalam steam drum agar tetap
terjaga konstan dikontrol oleh controller PC dengan mengatur control valve untuk mengatur
keluaran steam yang dihasilkan.
Prinsip kerja dari sistem kontrol ini yaitu dengan prinsip feedforward karena
mengontrol FC pada aliran pure B, atau dengan kata lain mengatasi gangguan pada beban
(load) dengan menjaga laju alir reaktan yang memasuki furnace lalu kemudian memasuki
reaktor. Suhu keluaran HS dikontrol untuk mempertahankan konversi reaktor dan selektifitas
dengan mengatur set point FC pada limiting reaktan.

CARA KERJA KETIGA ALTERNATIF SISTEM KONTROL TERSEBUT BEKERJA DALAM


MENJAGA KEAMANAN OPERASIONAL REAKTOR KETIKA TERJADI GANGGUAN DI
FURNACE (BEBAN PEMBAKARAN BERLEBIH DARI YANG SEHARUSNYA)
Gambar 21 (figure 6.6 di chapter 6), ketika terjadi gangguan di furnace (beban
pembakaran berlebih dari yang seharusnya), hal ini mengindikasikan jumlah reaktan yang
masuk ke furnace berlebih dari yang seharusnya. Cara kerja sistem kontrol ini dalam
menjaga keamanan operasional yaitu dengan mengatur uap yang berada didalam steam
drum tetap terjaga sebagaimana yang seharusnya. Yang menjadi setpoint untuk pressure
control (PC) pada steam drum adalah output dari temperature control (TC) pada HS. saat
beban furnace berlebih dari yang seharusnya HS menjaga suhu reaksi tetap konstan dengan
controller TC yang melakukan setpoint pada PC sehingga tekanan steam sebelum melalui
valve diset oleh temperature control TC. Sehingga sinyal error dari PC ditransmisikan ke
actuator (valve) untuk dikoreksi sehingga bukaan valve akan bekerja sesuai dengan sinyal
eror yang diterima sehingga uap berlebih yang terbentuk akibat beban furnace yang
meningkat akan menjadi steam.
Gambar 22 (figure 6.7a di chapter 6), ketika terjadi gangguan di furnace (beban
pembakaran berlebih dari yang seharusnya), hal ini mengindikasikan jumlah reaktan yang
masuk ke furnace berlebih dari yang seharusnya. Cara kerja sistem kontrol ini dalam
menjaga keamanan operasional yaitu dengan mengatur setpoint suhu reaktan yang
memasuki reaktor dengan controller TC yang ada pada furnace. Yang menjadi setpoint
untuk temperature control (TC) pada furnace adalah output dari temperature control (TC)
pada HS. Saat beban furnace berlebih dari yang seharusnya HS menjaga suhu reaksi tetap
konstan dengan controller TC yang melakukan setpoint dari TC pada HS sehingga suhu
reaktan sebelum memasuki reaktor diset oleh temperature control (TC). Sehingga sinyal
error dari TC ditransmisikan ke actuator (valve) untuk dikoreksi sehingga bukaan valve
akan bekerja sesuai dengan sinyal eror yang diterima sehingga kenaikan suhu yang terjadi
akibat beban furnace yang meningkat dapat diatasi.
Gambar 22 (figure 6.7b di chapter 6), ketika terjadi gangguan di furnace (beban
pembakaran berlebih dari yang seharusnya), hal ini mengindikasikan jumlah reaktan yang
masuk ke furnace berlebih dari yang seharusnya. Cara kerja sistem kontrol ini dalam
menjaga keamanan operasional yaitu dengan mengatur setpoint laju alir limiting reactant
yang memasuki furnace dengan controller FC yang terletak pada limiting reactant. Yang
menjadi setpoint untuk flow rate control (FC) pada limiting reactant adalah output dari
temperature control (TC) pada HS. Saat beban furnace berlebih dari yang seharusnya HS
menjaga suhu reaksi tetap konstan dengan controller TC yang melakukan setpoint pada FC
sehingga flow rate limiting reactant yang memasuki furnace dapat diatur oleh karena itu
beban furnace tetap terjaga konstan. Sehingga sinyal error dari TC (yang ada pada HS)
ditransmisikan ke actuator (valve) untuk dikoreksi sehingga bukaan valve akan bekerja
sesuai dengan sinyal eror yang diterima sehingga kenaikan suhu yang terjadi akibat beban
furnace yang meningkat diatasi dengan mengatur laju alir limiting reactant.

DARI KETIGA ALTERNATIF SISTEM KONTROL TERSEBUT, MANA YANG LEBIH


EFISIEN (RINGKAS) DALAM MENJAGA KEAMANAN OPERASIONAL REAKTOR
(MENCEGAH TERJADINYA THERMAL RUNAWAY)

Dari ketiga alternatif sistem kontrol tersebut (Gambar 6.6;6.7(a);6.7(b)) yang lebih
efisien (ringkas) dalam menjaga keamanan operasional reaktor (mencegah terjadinya
thermal runaway) yaitu sistem kontrol pada Gambat 6.7(a).
Thermal runaway terjadi jika suhu reaktan inlet terlalu tinggi yang menyebabkan
reaksi terjadi sangat cepat sehingga hanya sebagian kecil dari panas yang dilepaskan, maka
terjadilah thermal runaway. Dan yang paling efisien (ringkas) dalam menjaga keamanan
operasional reaktor yaitu dengan melakukan setpoint pada temperature control yang ada
pada furnace untuk mengatur suhu inlet reaktan yang memasuki reaktor agar tidak terlalu
tinggi dari yang seharusnya.
Dipilih sistem kontrol pada Gambar 6.7(a) karena controlling langsung dipusatkan ke
sumber masalah (suhu inlet reaktan yang meningkat) dalam memicu terjadinya thermal
runaway.

Anda mungkin juga menyukai