Anda di halaman 1dari 21

CHAPTER

“Penyakit Terbanyak Di Indonesia”

Alya Fadhilah Ansyari


(14120190035)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
Chapter 1

Coronavirus Disease 19 (COVID-19)


Coronavirus Disease 19 (COVID-19) merupakan virus baru yang menyebabkan infeksi
saluran pernapasan. Virus ini berasal dari hewan yang dapat menular pada manusia dengan percikan
air liur. Menurut data epidemiologi rata-rata pasien terjangkit virus ini berusia 15-80 tahun. Virus ini
memiliki masa inkubasi 2-14 hari yang mempunyai gejala awal yaitu deman tinggi, sesak nafas,
batuk pilek. Indonesia memiliki 2 kasus pertama pada 2 maret 2020.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mengklasifikasi resiko
terjangkit virus covid-19 dari gejala yang ditimbulkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat
resiko terjangkit virus covid-19 berdasarkan instrumen yang digunakan dari metode Knowledge
Discovery in Database yang terdiri dari 5 tahapan yaitu selection, pre-processing, transformation, data
mining, dan evaluation. Dataset yang digunakan peneliti diambil dari web resmi kaggle.com.

Penelitian ini menggunakan 4 (empat) algoritma yaitu K-Nearest Neighbor (K-NN), Neural
Network (NN), Random Forest (RF), dan Naive Bayes dengan bantuan tool rapidminer. Values
dataset antara lain tingkat rendah 25,98%, tingkat sedang 54,33%, dan tingkat tinggi 19,69%. Nilai
akurasi pada dataset dengan 127 data pasien terjangkit covid-19 menggunakan algoritma k-nearest
neighbor memperoleh 57,89%, neural network memperoleh 73,68%, random forest memperoleh
68,42%, naive bayes memperoleh 65,38%. Pada penelitian ini algoritma klasifikasi Neural Network
memberikan nilai akurasi yang tertinggi.

World Health Organization (WHO) memberitahukan kasus baru Pneumonia di kota Wuhan,
Hubei, China yang mengidentifikasi jenis baru novel coronavirus. Nama Coronavirus Disease 2019
resmi ditetapkan oleh WHO [1]. Menurut ahli virologi dari China, virus covid-19 ini merupakan virus
yang berbeda dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Associated Coronavirus (SARS-COV2)
yang muncul di Guandong, China tahun 2003 tetapi memiliki gajala yang sama [1]. Tingkat
penyebaran Covid-19 lebih luas dibandingkan dengan SARS namun tingkat kematian SARS
mencapai 9,6% dibanding tingkat kematian Covid-19 yang masih dibawah 5% [1]. Homologi Covid-
19 mempunyai ciri-ciri DNA yang mirip hingga mencapai 85% dengan kelelawar SARS. Penularan
virus ini dari hewan ke manusia disebut Transmisi Zoonosis dan dapat tertular dari manusia ke
manusia dengan berkontak langsung atau terkena percikan liurnya [2]. Dari data pertama di wuhan
15% menunjukan kasus fatal usia diatas 80 tahun, 8,0% berusia 70 tahun, 1% anak dibawah 15 tahun.
Sedangkan kasus ringan dan berat yang mempunyai penyakit bawaan 49,0%[1].

Daftar Pustaka : 3a1e1d00d74327a985dbd62b5d9518a590e9.pdf (semanticscholar.org)


Chapter 2

HIV-AIDS
Kasus HIV-AIDS berkembang sangat cepat di seluruh dunia, terlihat dari besamya jumlah
orang yang telah terinfeksi oleh virus tersebut. Diperkirakan sekitar 40 juta orang telah terinfeksi dan
lebih dari 20 juta orang meninggal. Di seluruh dunia, setiap hari diperkirakan sekitar 2000 anak di
bawah 15 tahun tertular virus HIV dan telah menewaskan 1400 anak di bawah usia 15 tahun, serta
menginfeksi lebih dari 6000 orang usia produktif (KPAN, 2007). HIV-AIDS merupakan penyakit
infeksi yang sangat berbahaya karena tidak saja membawa dampak buruk bagi kesehatan manusia
namun juga pada negara secara keseluruhan.

Sejak kasus HIV-AIDS pertama kali ditemukan di Bali pada tahun 1987, jumlah kasus terns
bertambah dan menyebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, baik di daerah perkotaan maupun
perdesaan. Data ten tang jumlah sebenarnya orang hidup dengan HIV-AIDS (ODHA) di Indonesia
sulit untuk didapat. Seringkali dikemukakan bahwajumlah penderita yang berhasil dihimpun hanyalah
puncak dari sebuah gunung es yang di bawahnya menyimpan petaka yang sangat mengerikan. Setiap
kasus yang dilaporkan diperkirakan ada 1 00 orang lainnya yang sudah terinfeksi HIV, namun tidak
terdeteksi. Sehubungan dengan itu, untuk memprediksi perkembangan epidemi di Indonesia telah
dibuat beberapa proyeksi (Mamahit, 1999). Menurut laporan Bappenas dan UNDP (2007 /2008), virus
HIV diperkirakan telah menginfeksi antara 172.000- 219.000 orang di Indonesia.

Kasus HIV-AIDS pada mulanya diketemukan pada kelompok homoseksual, sekarang ini
telah menyebar ke semua orang tanpa kecuali berpotensi untuk terinfeksi virus HIV. Resiko penularan
nampaknya sudah terjadi tidak hanya pada populasi berperilaku risiko tinggi. Data yang ada
menunjukkan bahwa HIV-AIDS telah menginfeksi ibu rumah tangga, bahkan pada anak-anak atau
bayi yang dikandung atau tertular dari ibu pengidap HIV. Namun demikian, kecenderungan
memperlihatkan bahwa kasus HIV-AIDS tertinggi ditemukan dari hubungan seksual, yang ditularkan
dari dan menularkan pada pekerja seks. Pada beberapa tahun terakhir peningkatan kasus AIDS lebih
banyak ditemukan pada pengguna Napza jarum suntik (penasun).

Daftar Pustaka : https://www.bing.com/ck/a?!


&&p=3dceab03e689f6f6JmltdHM9MTY2MDA0MTUwMyZpZ3VpZD04NTJlZjRkYy1kYzFmLTQ
zZjItOWE3Yi05ZTA3ZGY3MzQ1MWImaW5zaWQ9NTI1OA&ptn=3&hsh=3&fclid=6489fac3-
17cf-11ed-a3be-
d57a1e36a711&u=a1aHR0cHM6Ly9lanVybmFsLmtlcGVuZHVkdWthbi5saXBpLmdvLmlkL2luZG
V4LnBocC9qa2kvYXJ0aWNsZS9kb3dubG9hZC8xNzAvMjAy&ntb=1
Chapter 3

Demam Berdarah
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok
yang berujung kematian. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe DBD: Dengue 1, 2, 3 dan 4 di mana Dengue tipe 3
merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat. Dalam tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Terbentuknya kompleks antigen antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Renjatan berat dapat terjadi jika
volume plasma berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan
yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan
”3M Plus”, yaitu menutup, menguras dan menimbun. Pengobatan penderita Demam Berdarah Dengue
bersifat simptomatik dan suportif.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok
yang berujung kematian. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi silang dan
wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Virus ini bisa masuk ke
dalam tubuh manusia dengan perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Seluruh wilayah di Indonesia
mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab
maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun di tempat-tempat
umum diseluruh Indonesia kecuali tempat-tempat di atas ketinggian 100 meter dpl. Hampir setiap
tahun terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah pada musim penghujan. Penyakit ini
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten / kota di Indonesia.

Daftar Pustaka : Demam Berdarah Dengue (DBD) | Sukohar | Jurnal Medula (unila.ac.id)
Chapter 4

Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin
(resistensi insulin). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan angka kejadian
Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 57% sedangkan kejadian di Dunia diabetes melitus tipe 2
adalah 95%. Faktor resiko dari Diabetes melitus tipe 2 yaitu usia, jenis kelamin,obesitas,hipertensi,
genetik,makanan,merokok,alkohol,kurang aktivitas,lingkar perut, .Penatalaksanaan dilakukan dengan
cara penggunaan obat oral hiperglikemi dan insulin serta modifikasi gaya hidup untuk mengurangi
kejadian dan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular dari Diabetes melitus tipe 2 .

Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes
Melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan.

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, jika telah berkembang penuh
secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati.

Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara
relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:

a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)

b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap
insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin
tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus.

Daftar Pustaka : https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/619


Chapter 5

Kanker

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004, menyatakan bahwa 5 besar kanker di dunia
adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar, kanker lambung, dan kanker hati. WHO
mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005-2015.
Survei yang dilakukan WHO menyatakan 8-9 persen wanita mengalami kanker payudara. Hal itu
membuat kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita setelah
kanker leher rahim.

Kanker payudara merupakan masalah besar di Indonesia maupun di negara lain. Jumlah kasus
baru di Amerika Serikat pada tahun 2003 mencapai 211.300 orang dan 39.800 pasien meninggal
akibat kanker payudara pada tahun yang sama. Kanker payudara di Indonesia berada di urutan kedua
sebagai kanker yang paling sering ditemukan pada perempuan, setelah kanker mulut rahim. Penelitian
di Jakarta Breast Cancer pada April 2001 sampai April 2003 menunjukan bahwa dari 2.834 orang
memeriksakan benjolan di payudaranya, 2.229 diantaranya (78%) merupakan tumor jinak, 368 orang
(13%) terdiagnosis kanker payudara dan sisanya merupakan infeksi dan kelainan bawaan payudara
(Djoerban, 2003).

Berdasarkan Profil Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008, 10 peringkat utama penyakit
neoplasma ganas atau kanker pasien rawat inap di rumah sakit sejak tahun 2004- 2008 tidak banyak
berubah. Tiga peringkat utama adalah neoplasma ganas payudara disusul neoplasma ganas serviks
uterus dan neoplasma ganas hati dan saluran intra hepatik. Kanker payudara terus meningkat selama 4
tahun tersebut dengan kejadian 5.297 kasus di tahun 2004, 7.850 kasus di tahun 2005, 8.328 kasus di
tahun 2006, dan 8.277 kasus di tahun 2007 (Depkes RI, 2008).

Faktor risiko kanker payudara adalah jenis kelamin, dengan perbandingan lakilaki perempuan
kira-kira 1:100. Berdasarkan data penelitian Harrianto dkk di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
tahun 2005, faktor risiko kanker payudara di antaranya adalah riwayat keluarga dengan penderita
kanker payudara (15,79%), menarche dini (8,77%), nullipara (7,02%) dan pemakaian pil yang
mengandung estrogen jangka panjang (42,11%). Selain itu, juga terdapat faktor risiko lain yang
diduga berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara yaitu menopause terlambat, riwayat
pemberian ASI, dan obesitas (Harianto, 2005).

Daftar Pustaka : https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/2635/2702


Chapter 6

Kanker Paru-paru

Kanker paru-paru terjadi saat sel abnormal tumbuh pada jaringan paru-paru. Kanker paruparu
menjadi penyakit yang paling umum dalam menyebabkan kematian. Salah satu pencegahan yang
dapat dilakukan pada kanker paru-paru adalah menggunakan nurtrasetikal. Nutrasetikal merupakan
suatu nutrisi yang dapat digunakan untuk membantu menjaga kesehatan dan mencegah timbulnya
suatu penyakit. Tujuan dilakukan review artikel ini yaitu untuk mengetahui nutrasetikal apa saja yang
dapat digunakan pada kanker paru-paru. Hasil yang didapatkan adalah cruciferous vegetable, bawang
putih, kacang, kedelai, vitamin D dan minyak ikan memiliki kemampuan untuk menurunkan risiko
kanker paru-paru dan meningkatkan kualitas hidup. Dapat disimpulkan terdapat berbagai macam
nutrasetikal yang memberikan manfaat pada kanker paru-paru.

Kanker adalah salah satu dari penyebab kematian terbesar di dunia. Kanker merupakan
penyakit kompleks yang melibatkan pertumbuhan sel abnormal atau sel tidak biasa yang dikenal
sebagai tumor ganas. Dari semua kanker, kanker paru-paru menjadi penyakit paling umum yang
menyebabkan kematian (Chen, et al., 2015). Kanker paru-paru secara umum dikelompokkan menjadi
Non-Small Cell Lung Cancer) dan Small Cell Lung Cancer, kelompok tersebut dibedakan
berdasarkan pertumbuhan dan penyebarannya (Susanti, dkk., 2013). Kanker paru-paru dilaporkan
menjadi penyebab pertama kematian pada pria dan kedua pada wanita (Bray, et al., 2018).

Pengobatan kanker yang ada sekarang ini, seperti kemoterapi, radioterapi, dan operasi,
menginduksi efek samping yang tidak disengaja yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan
pasien (Razanto, et al., 2014). Belakangan ini, nutrasetikal telah mendapatkan banyak perhatian di
bidang penelitian kanker, dikarenakan efek pleitropik dan sifatnya yang relatif tidak beracun (Nair, et
al., 2010).

Nutrasetikal adalah produk bioaktif alami dengan sifat terapeutik yang menjanjikan pada
beberapa penyakit (Razanto, et al., 2014). Istilah nutrasetikal pertama kali diciptakan oleh Dr. Stephen
DeFelice yang merupakan kesatuan dari ‘nutrition’ dan ‘pharmaceutical’ pada tahun 1989. DeFelice
mendefinisikan nutrasetikal sebagai zat yang berupa makanan dan memberikan manfaat medis atau
kesehatan termasuk pencegahan dan pengobatan penyakit (DeFelice, 1995).

Daftar Pustaka : http://journal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/22044/pdf


Chapter 7

Autoimun

Penyakit autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah
mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai
benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmun tidak memberikan
dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan
tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.

Ada dua teori utama yang menerangkan mekanisme terjadinya penyakit autoimun. Pertama,
autoimun disebabkan oleh kegagalan pada delesi DNA limfosit normal untuk mengenali antigen
tubuh sendiri. Kedua, autoimun disebabkan oleh kegagalan regulasi normal sistem imunitas (yang
mengandung beberapa sel imun yang mengenali antigen tubuh sendiri namun mengalami supresi).
Terjadinya kombinasi antara faktor lingkungan, faktor genetik dan tubuh sendiri berperan dalam
ekspresi penyakit autoimun. Beberapa contoh penyakit autoimun tersebut antara lain adalah
Rheumatoid arthritis (RA), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Antiphospholipid Syndrome (APS)
(Branch and Poster, 2000; Cunningham et al., 2001).

Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan kegagalan
mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan selftolerance sel B, sel T atau keduanya.
Potensi autoimun ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat mengeskpresikan
reseptor spesifik untuk banyak self antigen (Baratawijaya, 2006). Autoimun terjadi karena self-
antigen dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor
yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Baik antibodi maupun sel T atau
keduanya dapat berperan dalam pathogenesis penyakit autoimun, seperti Rheumatoid arthritis (RA)
dan Systemic lupus erythematosus (SLE).

Pada beberapa penyakit autoimun seperti Rheumatoid Arthritis, Systemic Lupus


Eryhtematosus (SLE) diketahui mengalami kekurangan atau disfungsi enzim telomerase sehingga
menyebabkan pemendekan telomer (Kaszubowska, 2008; Fujii et al., 2009; Hohensinner et al., 2011).
Dalam makalah ini akan disampaikan hal-hal yang berhubungan dengan kejadian disfungsi telomer
pada penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis dan penyakit lupus.

Daftar Pustaka : https://academicjournal.yarsi.ac.id/index.php/jky/article/view/21/80


Chapter 8

Hipertensi

Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi
mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972
juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara
berkembang, termasuk Indonesia.

Kemajuan teknologi di negara-negara berkembang mengakibatkan transisi demografi dan


epidemiologi yang ditandai dengan perubahan gaya hidup dan tumbuhnya prevalensi penyakit tidak
menular (PTM).1 Terjadinya transisi ini disebabkan terjadinya perubahan sosial ekonomi,
lingkungan,dan perubahan struktur penduduk. Saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak
sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi
alkohol yang diduga perupakan faktor risiko PTM.2,3 Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi
peningkatan insiden dan prevalensi PTM secara cepat, yang merupakan jenis yaitu hipertensi primer
atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh
penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal (adrenal). Hipertensi
seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi.

Hipertensi belum diketahui faktor penyebabnya, namun ditemukan beberapa faktor


risiko.Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan seseorang menderita
hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan suku, faktor genetik serta
faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, dan
sebagainya. Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak
berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama. 2,6 Sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial.
Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yang saling
mempengaruhi, dimana faktor utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan
paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas.

Hipertensi memiliki efek besar pada struktur pembuluh darah otak. Faktor mekanik, saraf, dan
humoral, semua berkontribusi terhadap perubahan komposisi dan struktur dinding serebrovaskular.
Hipertensi mencetus timbulnya plak aterosklerotik di arteri serebral dan arteriol, yang dapat
menyebabkan oklusi arteri dan cedera iskemik.

Daftar Pustaka : http://repository.lppm.unila.ac.id/22420/


Chapter 9

Asma

Kontrol gejala asma yang baik merupakan tujuan pengobatan bagi pasien asma. Pengobatan
medikamentosa dan self management dibutuhkan untuk mencapai kontrol asma. Pengobatan
medikamentosa dan self management yang baik akan tercapai jika pasien asma memiliki pengetahuan
mengenai asma . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
asma dengan tingkat kontrol asma. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional yang dilaksanakan
pada bulan April hingga September 2013 di RSUP Dr. M.Djamil Padang dan RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi. Subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi akan diwawancara
menggunakan lembar kuesioner data dasar, kuesioner AGKQ dan kuesioner ACT. Penelitian ini
dilakukan pada 65 orang pasien asma yang datang ke Poliklinik Asma di RSUP Dr.M.Djamil Padang
and RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi selama bulan April hingga September 2013. Analisis
statistik yang digunakan adalah uji chi square dan pengolahan data menggunakan software SPSS 15.
Hasil penelitian menunjukkan dari 65 subjek penelitian, 19 (29,2%) orang dengan asma tidak
terkontrol memiliki pengetahuan yang rendah, 1 (1,5%) orang dengan asma terkontrol sebagian
dengan tingkat pengetahuan yang rendah dan 1 (1,5%) orang pasien asma terkontrol total memiliki
pengetahuan asma yang rendah. Pasien dengan pengetahuan asma rendah didapatkan 21 (32,3%)
orang dan pengetahuan asma tinggi 44 (67,7%) orang. Berdasarkan uji chi square, terdapat hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan asma dengan tingkat kontrol asma dengan nilai p = < 0,01
(p < 0,05).

Asma adalah penyakit inflamasi saluran nafas yang dapat menyerang semua kelompok umur.
Asma ditandai dengan serangan berulang sesak napas dan mengi, yang bervariasi setiap individunya
dalam tingkat keparahan dan frekuensi. Asma dapat mempengaruhi kualitas hidup serta beban sosial
ekonomi. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun kasusnya cukup banyak di negara
dengan pendapatan menengah kebawah. WHO memperkirakan 235 juta penduduk dunia menderita
asma dan jumlahnya diperkirakan akan terus terkontrol baik, 8% tidak terkontrol sepenuhnya. 4
Walau penyakit asma tidak dapat disembuhkan, hubungan baik pasien dan dokter dapat memberikan
hasil optimal dalam mengontrol penyakit asma. Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah untuk
mencapai dan mempertahankan asma terkontrol, sehingga dapat dicegah timbulnya serangan saat
malam dan siang hari serta pasien tetap dapat melakukan aktifitas fisik.5 Kontrol asma dikatakan
dapat tercapai dengan didapatkannya penurunan frekuensi serangan asma, perbaikan inflamasi saluran
napas, perbaikan aktivitas fisik dan fungsi paru.

Daftar Pustaka : http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/27/22


Chapter 10

Lupus

Penyakit Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan sistem imun
yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan
tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri,
virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam
jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam
jaringan (Syamsi Dhuha Foundation, 2003, dalam Syafi’i, 2012).

Penyakit Lupus sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian, terutama penyakit
Lupus berat yang menyerang ginjal, otak, paru, dan jantung. Penyakit Lupus umumnya menyerang
individu berusia 15-44 tahun yang dalam keadaan sehat (Agnesa, 2009). Manifestasi penyakit Lupus
pada tiap orang berbeda-beda, berubah dari waktu ke waktu, dan terkadang berlangsung cepat. Pasien
dengan Lupus (Odapus) berat, misalnya Lupus ginjal atau sistem saraf pusat (SSP), dan Odapus yang
menderita lebih dari satu jenis penyakit autoantibodi cenderung memiliki gejala yang serius dan
menetap. Odapus yang memiliki gejala ringan dapat terus mengalami gejala ringan atau berkembang
menjadi lebih serius (Agnesa, 2009).

Tingginya resiko kematian penyakit Lupus dan diagnosa yang sering terlambat dapat
menimbulkan dampak psikologis pada Odapus. Para Odapus harus menghadapi penurunan kondisi
fisik dan membutuhkan daya adaptasi yang luar biasa supaya mampu bertahan hidup. Perubahan fisik
yang terjadi berupa bercak-bercak kemerahan yang muncul pada wajah, rambut rontok, sensitif
terhadap sinar matahari, tubuh mulai bengkak, kulit mulai bersisik dan mulai mengelupas, sariawan di
sekitar mulut, rasa nyeri pada persendian tangan dan kaki, sampai pada bagian tubuh yang sulit untuk
digerakkan. Perubahan fisik tersebut dapat menjadikan Odapus cemas, minder, gelisah, dan perasaan
lain yang berkecamuk, terutama ketika harus bergaul dengan orang lain. Untuk itu penanganan
psikologis diperlukan untuk membantu Odapus supaya memiliki perasaan optimis untuk bertahan
hidup dan sembuh.

Kemampuan untuk bertahan hidup atau daya lentur terhadap situasi atau kondisi yang
mengancam seperti penyakit, kehilangan pasangan, bencana ataupun musibah disebut sebagai
resiliensi. Banaag (dalam Chandra, 2009) menyatakan bahwa resiliensi adalah suatu proses interaksi
antara faktor individual dengan factor Kemampuan untuk bertahan hidup atau daya lentur terhadap
situasi atau kondisi yang mengancam.

Daftar Pustaka : http://eprints.undip.ac.id/52001/1/BERTAHAN_DENGAN_LUPUS.pdf


Chapter 11

Hepatitis

Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan yang besar
di masyarakat, karena penularannya yang relatif mudah. Berdasarkan data WHO (World Health
Organization) terdapat 2 milyar penduduk di dunia menderita hepatitis dan 1,46 juta diantaranya
mengalami kematian.

Hepatitis B merupakan suatu penyakit yang berbahaya, karena seseorang yang menderita
penyakit ini lebih banyak tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga penderita akan mengalami
keterlambatan diagnosis (4)(5)(6). Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang
dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan
kimia. 3. Penyakit ini menyerang semua umur, gender dan ras di seluruh dunia.Hepatitis B dapat
menyerang dengan atau tanpa gejala hepatitis. Sekitar 5% penduduk dunia mengidap hepatitis B tanpa
gejala (7).

Namun demikian, hepatitis B dapat dicegah dengan memberikan imunisasi.Imunisasi hepatitis


B diberikan sedini mungkin setelah lahir.Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir harus
berdasarkan apakah ibu mengandung virus hepatitis B aktif atau tidak pada saat melahirkan.Ulangan
imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Apabila anak sampai usia 5
tahun belum mendapatkan imunisasi hepatitis B maka diberikan secepatnya (8)(9)

Indonesia merupakan negara dengan endemis tinggi Hepatitis B, terbesar kedua di Negara
SEAR (South East Asian Region) setelah Myanmar.Sekitar 240 juta orang diantaranya menjadi
pengidap hepatitis kronik, sedangkan untuk penderita hepatitis C diperkirakan sebesar 170 juta orang.
Sebanyak 1,5 juta penduduk di dunia meninggal karena penyakit Hepatitis. Infeksi kronik virus
hepatitis B (HBV) merupakan masalah yang serius karena penyebarannya di seluruh dunia dan
kemungkinan terjadinya gejala sisa, khususnya di wilayah Asia Pasifik yang prevalensinya tinggi
(10).

Berdasarkan laporan WHO (World Health Organitation) tahun 2013 terdapat 2 milyar
penduduk di dunia menderita penyakit hepaitis, 240 juta orang menderita hepatitis B kronik dan 1,46
juta diantara mengalami kematian, kematian penyakit ini sebanding dengan kematian HIV yaitu 1,3
juta kematian, TBC 1,2 juta kematian dan malaria 0,5 juta kematian. Namun, penyakit hepatitis belum
mendapatkan perhatian serius seperti ketiga penyakit tersebut (11).

Daftar Pustaka : http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg/article/view/3908/62


Chapter 12

Jatung Korener

Penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Banyak orang
terkena serangan jantung tanpa ada gejala apapun sebelumnya. Selama 50 tahun terakhir, semakin
banyak orang terkena penyakit jantung koroner, dan beberapa faktor penyebab utamanya telah
diketahui.

Penyakit jantung koroner diperkirakan 30% menjadi penyebab kematian di seluruh dunia.
Menurut WHO tahun 2005, jumlah kematian penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung
koroner, stroke, dan penyakit jantung rematik) meningkat secara global menjadi 17,5 juta dari 14,4
juta pada tahun 1990. Berdasarkan jumlah tersebut, 7,6 juta dikaitkan dengan penyakit jantung
koroner. American Heart Association (AHA) pada tahun 2004 memperkirakan prevalensi penyakit
jantung koroner di Amerika Serikat sekitar 13.200.000.

Penderita PJK banyak didapatkan adanya faktor – faktor risiko. Faktor risiko utama atau
fundamental yaitu faktor risiko lipida yang meliputi kadar kolesterol dan trigliserida, karena
pentingnya sifat – sifat substansi ini dalam mendorong timbulnya plak di arteri koroner.Negara
Amerika pada saat ini 50% orang dewasa didapatkan kadar kolesterolnya > 200 mg/dl dan ± 25% dari
orang dewasa umur > 20 tahun dengan kadar kolesterol > 240 mg/dl, sehingga risiko terhadap
penyakit jantung koroner akan meningkat. Penderita penyakit jantung koroner akan mengalami
hipertensi 2,25 kali dibanding dengan yang bukan penderita penyakit jantung koroner.Berbagai
penelitian epidemiologi menunjukkan adanya keadaan-keadaan sifat dan kelainan yang dapat
mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner. Memiliki faktor risiko lebih dari satu seperti
hipertensi, diabetes melitus, dan obesitas, maka akan mempunyai 2 atau 3 kali berpeluang terkena
penyakit jantung koroner dibandingkan 70 orang yang tidak.

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3 penyebab kematian
setelah stroke dan hipertensi. Angka kejadian penyakit jantung koroner berdasarkan data Riset
kesehatan dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2007, ada sebanyak 7,2%. Di Provinsi Jawa
Tengah berdasarkan laporan dari rumah sakit dan puskesmas tahun 2006, kasus Penyakit Jantung
Koroner sebesar 26,38 per 1.000 penduduk. Meski menjadi pembunuh utama, tetapi masih sedikit
sekali orang yang tahu tentang PJK dan faktor risikonya. Dalam ilmu epidemiologi, jika faktor risiko
suatu penyakit telah diketahui maka akan lebih mudah untuk melakukan tindakan pencegahan. Karena
bagaimanapun mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Daftar Pustaka : https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/1341/1396


Chapter 13

Diare

Salah satu kebiasaan anak-anak pada masa kini yaitu mengkonsumsi makananan jajanan yang
banyak dijajakan baik di lingkungan sekolah maupun di sekitar rumah. Saat ini banyak sekali
makanan jajanan yang beredar di pasaran terutama di sekolah. Untuk itu diperlukan pengetahuan
mengenai jajanan sehat untuk mengetahui baik tidaknya konsumsi jajanan tersebut yang berdampak
pada status gizi anak-anak.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari
yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering
dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa
mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang M, 2004). Diare dibagi menjadi akut apabila kurang
dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jika berlangsung lebih dari 4
minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan
muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia
dan kondisi lain (Ahlquist, D.A., and Camilleri, M. 2005). Berbeda dengan diare akut, penyebab diare
yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.

Pemilihan makanan jajanan yang tidak berkualitas merupakan masalah yang menjadi
perhatian utama di masyarakat, khususnya makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya di
pasaran, kantin, dan penjual makanan di sekitar sekolah merupakan agen penting yang membuat anak
mengonsumsi makanan tidak sehat16 . Jajan merupakan hal yang sangat sering dilakukan oleh anak-
anak. Pola makan yang tidak teratur pada anak, membuat anak menjadi masyarakat yang konsumtif
dalam hal jajanan. Dalam satu segi, jajan mempunyai aspek positif yaitu memenuhi kebutuhan energi
anak dan aspek negatif yaitu tentang aspek keamanan makanan jajanan (Sinthamurniwaty, 2006).

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, S. 2009). Penilaian
status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan antropometri, klinis, biokimia dan
biofisik.

Daftar Pustaka : http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/medisains/article/view/1610/1374


Chapter 14

Kulit

Kulit ialah salah satu penunjang kehidupan manusia yang digunakan sebagai indra peraba.
Pada manusia kulit bisa terjangkit bermacam-macam penyakit, mulai penyakit yang ringan yang
menyebabkan gatal-gatal ataupun penyakit berat yang dapat mengakibatkan kematian. Sistem Imun
pada anak yang berbeda dengan orang dewasa membuat Anak – anak lebih mudah untuk terserang
beragam penyakit karena infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur (Annisa & Destiani & Dhami ,
2012). Kurangnya pengetahuan terhadap gejala dari sebuah penyakit membuat para orang tua
kebingungan. Para orang tua diharapkan untuk selalu waspada dan cepat tanggap dalam menangani
apa bila anak terserang penyakit agar bisa di tangani sejak dini.

Ada berbagai macam penyakit kulit yang dapat di derita anak – anak. Penyakit campak
merupakan salah satu penyakit kulit yang bisa menyerang anak – anak. di Indonesia angka kejadian
penyakit campak ini dari tahun 1990 hingga 2002 masih cukup tinggi sekitar 3000-4000 per tahunnya.
Pasien yang sedang mengidap penyakit campak terbanyak berumur Pasien yang sedang mengidap
penyakit campak terbanyak berumur <12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 dan 5-14 tahun (Antonius,
2009). Seiring perkembangan zaman gejala yang terdapat di suatu penyakit memiliki gejala yang
hampir mirip dengan gejala penyakit lainnya. Sehingga untuk orang awam susah untuk membedakan
terutama orang tua. Padahal hal ini sangat penting agar orang tua bisa memberikan pertolongan
pertama kepada anak dengan segera.

Masalah karena sulit membedakan penyakit yang diderita karena adanya kemiripan gejala
dapat diselesaikan dengan metode yang memberikan rekomendasi dengan pembelajaran pada data
yang telah ada. Di era yang serba teknologi ini banyak peneliti yang mengembangkan sebuah sistem
yang dapat meringankan pekerjaan manusia. Dengan teknologi suatu pekerjaan yang harusnya
dikerjakan dengan manual dan memerlukan waktu yang lebih lama. Akan di lakukan dengan lebih
efektif dan efisien. Penyakit kulit adalah penyakit yang bisa menyerang siapapun. Laki – laki,
perempuan, anak – anak, bayi bahkan orang dewasa. Kulit anak – anak sangat berbeda dengan kulit
yang dimiliki orang dewasa sehingga anak – anak merupakan kelompok usia yang paling rentan
terhadap penyakit kulit.

Daftar Pustaka : http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?


article=638292&val=10384&title=Implementasi%20Jaringan%20Syaraf%20Tiruan
%20Backpropagation%20untuk%20Mendiagnosis%20Penyakit%20Kulit%20pada%20Anak
Chapter 15

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

Infeksi saluran pernapasan akut atau sering disebut sebagai ISPA adalah terjadinya
infeksi yang parah pada bagian sinus, tenggorokan, saluran udara, atau paru-paru. Infeksi yang
terjadi lebih sering disebabkan oleh virus meski bakteri juga bisa menyebabkan kondisi ini.

salah satu masalah di dalam dunia medis adalah ketidakseimbangan antara pasien dan
dokter. Selain itu, sebagian besar dari masyarakat tidak terlatih medis sehingga, apabila
mengalami gejala penyakit yang di derita belum tentu dapat memahami cara-cara
penanggulangannya. Sangat disayangkan apabila gejala-gejala yang sebenarnya dapat ditangani
lebih awal menjadi penyakit yang lebih serius.

Infeksi saluran pernapasan akut atau sering disebut sebagai ISPA adalah terjadinya
infeksi yang parah pada bagian sinus, tenggorokan, saluran udara, atau paru-paru. Infeksi yang
terjadi lebih sering disebabkan oleh virus meski bakteri juga bisa menyebabkan kondisi ini.
Pengecekan gejala penyakit ini dilakukan oleh pihak medis, dalam hal ini adalah dokter.

Pada penelitian kali ini peneliti akan membangun sebuah sistem pakar dengan
menggunakan metode penelusuran kedepan (Forward Chaining) untuk menemukan solusi atau
kemungkinan penyakit yang diderita oleh userdan menggunakan metode certainty factoruntuk
memperoleh keyakinan persentase penyakit yang diderita. Aplikasi Sistem Pakar ini
menghasilkan keluaran berupa kemungkinan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Atas(ISPA)yang diderita .

Selama ini, sistem diagnosa pasien masih harus melibatkan dokter secara langsung
dicatat dan dianalisa secara manual. Dengan kondisi seperti ini tentunya akan
menimbulkan banyak kendala bagi tenaga pelayanan kesehatan bahkan tidak menutup
kemungkinan dapat menimbulkan berbedanya diagnosa penyakit yang dialami pasien.

Hasil Survei Kesehatan Nasional di Indonesia tahun 2001 menunjukan bahwa proporsi
kematian bayi dan balita akibat ISPA masih 28% dari 100 bayi meninggal akibat ISPA. Angka
kematian ISPA pada balita berarti terdapat 140.000 balita yang meninggal setiap tahunnya akibat
ISPA.

Daftar Pustaka : http://ejournal.nusamandiri.ac.id/index.php/techno/article/view/200/176


Chapter 16

Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah Kesehatan bagi
masyarakat. Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasite malaria
(yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Plasmodium terbagi dalam empat jenis
spesies di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia. Pengobatan yang diberikan
meliputi pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasite yang ada di dalam
tubuh manusia bertujuan sebagai pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan
parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko
terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Prognosis malaria berat
tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.

Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria (yang
disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria memiliki siklus hidup yang
kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya menumpang
hidup) baik pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Ada empatjenis spesies parasit
malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu:

1. Plasmodium falciparum

2. Plasmodium vivax

3. Plasmodium malariae

4. Plasmodium ovale

Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda,
yaitu :

1. Plasmodium falciparum

2. Plasmodium vivax

3. Plasmodium malariae

4. Plasmodium ovale

Daftar Pustaka https://ojs.unimal.ac.id/averrous/article/view/1039/558


Chapter 17

TBC (Tuberkulosis)

Tuberkulosis(TB)paru selanjutnya disebut TBC merupakanpenyakit infeksi saluran


pernapasan bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mycobaceterium tuberkulosis, yang ditularkan
melalui inhalasipercikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lain dan membentuk
kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan oleh paru-paru. Setiap pasien dengan penyakit TB paru dapat menginfeksi
rata-rata 15–20 orang lainnya. Penularan penyakit TB paru terjadi berhubungan dengan perilaku
pencegahan penderita TB paru yang kurang, seperti minum obat teratur, kontrol dokter, buang
sputum/lendir, tutup mulut saat batuk, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2010).

Laporan WHO tahun (2012) pada tahun 2011didunia diperkirakan insidensi TB 8,7 juta kasus
(rata–rata8.3juta-9juta), dengan perbandingan 125 kasus per100.000 penduduk. Kasus terbanyak pada
tahun 2011 diperkirakan terjadi di Asia (59%), dan Afrika (26%). Kasus ada didaerah mediteranian
timur (7,7%), daerah Eropa (4,3%), dan daerah Amerika (3%). Dari 8,7 juta insiden kasus,
diperkirakan 0,5juta terjadi pada anak-anak, dan 2,9 juta kasus (rata–rata2,6–3,2juta) terjadi pada
wanita. Terdapat 5 negara dengan insiden kasus TB terbesar di tahun 2011, Indonesia menempati
urutan terbanyak ke–4 didunia setelah India (2juta–2,5juta), Cina (0,9juta–1,1juta), Afrika Utara
(0,4juta–0,6juta), Indonesia (0.4juta–0,5juta) dan Pakistan (0,3juta–0,5juta). Tahun 2013, WHO
melaporkan Indonesia menempati urutan ke tiga kasus tuberculosis, setelah India dan Cina dengan
700 ribu kasus. Secara statistic diperkirakan Indonesia pada setiap 100.000 penduduk terdapat 130
penderita baru TBC dengan BTA (+). WHO menetapkan target temuan kasus TBC melalui strategi
DOTs sebesar >70 % dan angka kesembuhan >85 %. Untuk itu pencegahan penularan TBC penting,
untuk mencegah adanya kasus baru TBC.

Infeksi TB dapat terjadi secara primer (infeksi primer) dan tuberculosis pascaprimer. Infeksi
primer terjadi pertama kali saat seseorang terpapar dengan kuman TBC. Droplet atau kuman yang
terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan
terus berjalan sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di paru.

Daftar Pustaka : https://jurnal.poltekeskupang.ac.id/index.php/infokes/article/view/134/131


Chapter 18

Campak Rubella
Penderitanya biasa menunjukkan ruam menyebar, demam, sakit kepala, malaise, pembesaran
kelenjar getah bening, gejala pernapasan atas dan konjungtivitis. Ruam biasanya berlangsung sekitar 3
hari, tetapi beberapa pasien mungkin tidak mengalami ruam sama sekali. Arthralgia atau radang sendi
lebih sering terjadi pada wanita dewasa penderita rubella. Infeksi rubella juga dapat menyebabkan
anomali pada janin yang sedang berkembang. Sindrom rubella bawaan yang ditandai oleh ketulian,
katarak, kelainan jantung, retardasi mental, dll., dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh wanita
yang terinfeksi selama 3 bulan pertama kehamilan.

Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak dengan cairan sekresi hidung atau tenggorokan
dari orang yang terinfeksi serta melalui tetesan air atau kontak langsung dengan pasien. Penyakit ini
sangat menular dan penderitanya dapat menularkan penyakit kepada orang lain mulai 1 minggu
sebelum hingga 1 minggu setelah munculnya ruam.

1. Jaga kebersihan pribadi yang baik

Bersihkan tangan sesering mungkin, terutama sebelum menyentuh mulut, hidung atau mata,
setelah menyentuh instalasi umum seperti pegangan tangan atau kenop pintu atau ketika
tangan terkontaminasi oleh cairan sekresi pernapasan setelah batuk atau bersin. Cuci tangan
dengan sabun cair dan air setidaknya selama 20 detik, dan gosok-gosok selama setidaknya 20
detik. Lalu bilas dengan air dan keringkan tangan dengan tisu sekali pakai (Rubella - Bahasa
Indonesia version) atau pengering tangan. Jika tangan tidak terlihat kotor, bersihkan dengan
70 - 80% handrub berbasis alkohol sebagai alternatif yang efektif.

2. Jaga kebersihan lingkungan yang baik

Secara teratur bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti perabotan,
mainan dan barang-barang yang biasa digunakan bersama dengan pemutih yang sudah
diencerkan 1:99 (campurkan 1 bagian 5,25% pemutih dengan 99 bagian air), biarkan selama
15 - 30 menit, dan kemudian bilas dengan air dan keringkan. Untuk permukaan logam,
desinfektasi dengan alkohol 70%.

Gunakan handuk sekali pakai penyerap untuk menyeka kontaminan yang tampak jelas seperti
cairan sekresi pernapasan, dan kemudian desinfektasi permukaan dan daerah sekitarnya
dengan pemutih yang diencerkan 1:45 (campurkan 1 bagian pemutih 5,25% dengan 49 bagian
air), biarkan selama 15 - 30 menit dan kemudian bilas dengan air dan keringkan. Untuk
permukaan logam, desinfektasi dengan alkohol 70%

Daftar Pustaka : https://www.chp.gov.hk/files/pdf/rubella_indonesia.pdf


Chapter 19

Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi rapuh sehingga berisiko lebih
tinggi untuk terjadinya fraktur (pecah atau retak) dibandingkan tulang yang normal. Osteoporosis
terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan tulang baru dan resorpsi tulang tua.
Osteoporosis biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala khusus sampai akhirnya terjadi fraktur.
Karena inilah osteoporosis sering disebut sebagai 'silent disease '. Faktor-faktor resiko terjadinya
osteoporosis adalah faktor yang bisa dirubah (alcohol, merokok,BMI kurang, kurang gizi, kurang
olahraga,jatuh berulang) dan factor yang tidak bisa diubah (umur,jenis kelamin, riwayat keluarga,
menopause, penggunaan kortikosteroid, rematoid arthritis). Karena puncak kepadatan tulang dicapai
pada sekitar usia 25 tahun, maka sangatlah penting untuk membangun tulang yang kuat di sepanjang
usia, sehingga tulang-tulang akan tetap kuat di kemudian hari. Asupan kalsium yang memadai
merupakan bagian penting untuk membangun tulang yang kuat.

Manusia lanjut usia (lansia) beresiko menderita osteoporosis, sehingga setiap patah tulang
pada lansia perlu diasumsikan sebagai osteoporosis, apalagi jika disertai dengan riwayat trauma
ringan dan kesehatan seperti mata, jantung, dan fungsi organ lain. Pada usia 60-70 tahun, lebih dari
30% perempuan menderita osteoporosis dan insidennya meningkat menjadi 70% pada usia 80 tahun
ke atas. Hal ini berkaitan dengan defisiensi estrogen pada masa menopause dan penurunan massa
tulang karena proses penuaan. Pada laki-laki osteoporosis lebih dikarenakan proses usia lanjut,
sehingga insidennya tidak sebanyak perempuan.2

Di Indonesia jumlah wanita lansia penderita osteoporosis mengalami trend yang meningkat
dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan bencana sosial luar biasa pada masyarakat, karena
peningkatan biaya pengobatan atau perawatan serta dapat menurunkan kualitas hidup. Saat ini saja
22-55 persen wanita lansia Indonesia menderita osteoporosis. Jika diubah dalam angka, maka ada
sekitar 8,5 juta lansia yang mencapai total 17 juta dari 222 juta penduduk Indonesia menderita
osteoporosis. Seiring meningkatnya jumlah penduduk menjadi 261 juta pada tahun 2020 maka jumlah
penderita diperkirakan akan meningkat menjadi 5-11 juta. Dan dengan penduduk 273 juta pada 2050
maka jumlah penderita menjadi 5,2- 11,5 juta.

2 Hal ini bukanlah masalah sepele. Sebagaimana diketahui, penderita osteoporosis mudah
sekali menderita patah tulang. Kendalanya, penanganan patah tulang di Indonesia menyedot biaya
sangat tinggi. biaya termurah perawatan patah tulang adalah Rpl4 juta hingga Rp50 juta. Jika 25%
dari 4,25 juta lansia terkena patah tulang, maka biaya kesehatannya diperkirakan akan mencapai
USD1,48 juta.

Daftar Pustaka : file:///C:/Users/galih/Downloads/78-161-1-SM.pdf


Chapter 20

Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh
C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan berat. Tetanus dapat
didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya
pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat
riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya. bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli
sangat berguna dalam efektivitas penanganan penyakit tetanus.

Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006 mengemukakan bahwa Case Fatality Rate
(CFR) dari pasien tetanus berkisar antara 12-53%.5 Penyebab kematian pasien tetanus terbanyak
adalah masalah semakin buruknya sistem kardiovaskuler paska tetanus ( 40%), pneumonia (15%), dan
kegagalan pernapasan akut (45%).20Health Care Associated Pneumonia (HCAP) dalam beberapa
penelitian dihubungkan dengan posisi saat berbaring.

Tetapi, penelitian terbaru oleh Huynh et al (2011), posisi semi terlentang atau terlentang tidak
memberi perbedaan yang bermakna terhadap terjadinya pneumonia pada pasien tetanus. 22 Angka
mortalitas penyakit tetanus di negara maju cukup tinggi bagi kelompok yang mempunyai risiko tinggi
terhadap kematian akibat penyakit ini. Infark miokard menjadi konsekuensi dari disfungsi saraf
otonom dan berperan besar terhadap angka mortalitas penyakit tetanus di populasi usia lanjut.

Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan kultur C. tetani pada luka, hanya merupakan penunjang diagnosis. Adanya trismus,
atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri serta biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis tetanus dapat membingungkan, dan kelangsungan
hidup tergantung pada kecepatan pengobatan dengan antitoksin dan perawatan suportif yang
memadai.

Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga pada
tetanus yang berat, terkadang memerlukan bantuan ventilator. Sekitar kurang lebih 78% kematian
tetanus disebabkan karena komplikasinya.26 Kejang yang berlangsung terus menerus dapat
mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti
oleh gagal ginjal akut.

Daftar Pustaka :
http://eprints.undip.ac.id/55169/3/Danawan_Rahmanto_22010113130141_Lap.KTI_Bab2.PDF

Anda mungkin juga menyukai