Anda di halaman 1dari 9

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Sekat Dalam Rancang Bangun Produk


Secara tradisional pembuatan sebuah produk diawali dengan langkah perencanaan. Desainer
sebagai perencana akan melakukan perancangan, mulai dari penentuan syarat atau spesifikasi
produk, analisa teknik hingga menyelesaikan rancangan dalam bentuk dokumen teknik, yaitu
gambar teknik. Setelah perancangan selesai dilanjutkan dengan rencana pembuatan yang dilengkapi
dengan rancangan proses, kebutuhan mesin dan peralatan serta penetapan sistem produksi. Urutan
langkah pembuatan produk seperti demikian dengan sekat pemisah. Dengan kata lain, dapat
dikatakan sekat antara bidang perencanaan dan produksi serta kontrol kualitas masih kuat. Kondisi
demikian digambarkan oleh gambar 1.1.
Pemisah

Pemisah

Desain Produksi Kontrol


Kualitas

Gambar 1.1Sekat antara bidang pada rancang bangun sebuah produk

Dari gambar 1.1, terlihat jelas, seorang desainer akan menyelesaikan kewajibannya, kemudian
penyerahan sepenuhnya hasil rancangan ke bidang produksi untuk direaliasi menjadi sebuah
produk. Demikian selanjutnya, produk yang dibuat diserahkan oleh bidang produksi ke bidang
kontrol kualitas untuk diperiksa spesifikasinya. Dari langkah-langkah tersebut, terlihat jelas bahwa
tahapan pembuatan sebuah produk sudah baku dan sudah tersusun pastihirarkinya, yaitu mulai dari
perencanaan hingga menjadi sebuah produk dengan spesifikasi tertentu. Jika sepanjang tahapan
tersebut ada kesalahan yang harus segera diperbaiki, misalnya kesalahan desain atau pembuatan,
perbaikan membutuhkan konfirmasi atau persetujuan dari setiap bidang. Hal ini akan menyebabkan
waktu pembuatan produk bertambah panjang, akibatnya waktu produksi pun bertambah.

1.2 Spesifikasi Yang Tidak Lengkap

Dalam rangka realisasi gambar menjadi sebuah produk, seringkali gambar teknik tidak
lengkap. Bahkan menurut hasil penelitian di negara industri maju (Jerman), ternyata gambar teknik
yang dihasilkan oleh desainer 70% tidak lengkap, banyak yang tidak bisa dituangkan menjadi gambar
pabrikasi (shop drawing). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, bidang produksi harus
menyampaikan usulan perbaikan ke para desainer. Hal tersebut akan menyebabkan waktu
pengembangan produk bertambah [Jorden,2001]. Masalah lain yang sering muncul juga terjadi pada
bagian perakitan. Bagian produksi membuat komponen sesuai dengan spesifikasi yang sudah
ditetapkan oleh desainer. Komponen kemudian dirakit dengan komponen lain untuk menjadi sebuah
produk. Karena adanya salah penetapan spesifikasi, maka dalam proses perakitan muncul masalah,
dimana komponen tidak bisa dirakit. Jika dikaji lebih jauh, sebenarnya bagian produksi sudah
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan benar. Namun karena adanya kesalahan spesifikasi,
akhirnya masalah perakitan terjadi.

Gambar teknik adalah alat komunikasi dalam bidang teknik dan sering disebut juga sebagai
bahasa teknik, baik untuk berkomunikasi diantara orang teknik itu sendiri maupun orang teknik
dengan pihak lain. Untuk itu informasi tentang gambar teknik itu sendiri harus lengkap dan jelas.
Karena, ketidaklengkapan gambar teknik ini akan berakibat fatal, misalnya salah manufaktur, salah
pemeriksaan atau bahkan fungsi komponen atau produk tidak terpenuhi. Khususnya bagi seorang
manufaktur, gambar teknik adalah pegangan untuk merancang proses pembuatan, apalagi dengan
adanya Master-CAM, dimana gambar akan langsung diterjemahkan kedalam program pemotongan
Mesin Perkakas CNC. Artinya, seorang operator mesin perkakas cukup hanya menggambar benda
kerja dilayar monitor/kontrol mesin dan Master CAM menterjemahkan gambar tersebut kedalam
pemrograman CNC. Menurut penelitian yang dilakukan di negara Jerman, hampir 70% dari gambar
teknik yang dibuat tidak lengkap. Tidak lengkap yang dimaksud adalah beberapa atribut pada
gambar tidak diberikan, misalnya standar tidak tercantum, pemberian toleransi yang salah atau
tumpang tindih [Shütte95, Jorden98]. Contoh gambar teknik yang tidak lengkap dapat dilihat pada
gambar 1.2. Sebuah papan reklame terbuat dari pelat baja St 37 mempunyai ukuran panjang x lebar x
tebal = 125 mm x 50 mm x 5 mm (gambar 1.2-a), akan dimasukkan ke dalam rumahnya (frame-gambar
1.2-b). Gambar pelat sudah dilengkapi dengan ukuran dan toleransi linier yang sekiranya
dibutuhkan. Seperti terlihat pada gambar 1.2-a, dengan pemberian toleransi linier sebesar 0,5 mm
pada lebar papan reklame, akan memberikan pengertian, bahwa lebar papan maksimum adalah 50
mm, dan minimum 49,5 mm. Artinya papan tersebut diijinkan mempunyai lebar mulai dari 49,5 mm
sampai dengan 50 mm. Pengukuran lebar dengan spesifikasi tersebut dapat dilakukan dengan
pengukuran linier (panjang) dengan metode 2 titik, dan dapat diukur dengan alat ukur panjang,
seperti mistar, jangka sorong, mistar baja dan alat ukur dimensi lainnya dengan kapasitas tertentu.
Dengan kata lain jika lebar papan berkisar dari 49,5 – 50 mm, seharusnya papan reklame bisa
dimasukkan ke dalam rumahnya (gambar 1.2-b).

a b c

0
-0,5 50
50 50 50.5

125 5 0.5

d e 0.5 M f

0 50
49.5
50,5 50
-0,5 50.5

1.0 0.5

Kaliberbatas
Gambar 1. 2 Gambar papan reklame berbentuk segi empat.
a) Papan reklame tanpa toleransi geometrik. b) Frame papan. c) Kondisi ekstrim papan
(melengkung) tidak memenuhi fungsinya, karena dia tidak bisa dimasukan ke dalam
frame. d) Lebar papan memenuhi syarat, tetapi karena dia melengkung, maka dia tidak
memenuhi fungsinya. e) Gambar dilengkapi dengan toleransi geometrik, f) jika lebar
papan 50,0 mm, walaupun dia melengkung, tetapi dia tetap berfungsi.

Dari kondisi kedua komponen, yaitu papan dan rangka, maka ada beberapa kemungkinan yang bisa
terjadi, yaitu:

• Jika pelat melengkung sebesar 0,5 mm (gambar 1.2-c), walaupun lebar pelat adalah 50 mm, tetapi
kondisinya melengkung yaitu ada penyimpangan kelengkuan 0,5 mm. akibatnya pelat tidak bisa
dimasukkan ke dalam rumahnya (frame), karena lebar total menjadi 50,5 mm.

• Demikian pula kalau lebar pelat adalah 49,5 mm (masih berada di dalam batas toleransi), tetapi
keadaannya melengkung sangat ekstrim, yaitu sebesar 1 mm (gambar 1.2-d), maka papa reklame
menjadi 50,5 mm, dan lebih lebar dari pada rumahnya.
• Akan tetapi jika toleransi geometrik, seperti toleransi kerataan (flatness tolerance) bersama-sama
dengan kondisi material maksimum diberikan pada pelat tersebut (gambar 1.2-e), maka pelat akan
bisa dimasukkan ke rumahnya. Kondisi material maksimum menunjukkan adanya pemakaian
prinsip kebutuhan material maksimum, yang disimbulkan dengan (M). Dengan pemberian prinsip
kebutuhan material maksimum (M) dan pada toleransi geometrik, menunjukkan pelat diijinkan
mempunyai lebar 50 mm + 0,5 mm = 50,5 mm (gambar 1.2-f). Lebar pelat akan diukur dengan
memakai kaliber batas, demikian pula rumahnyapun harus ada dalam kondisi material yang
maksimum. Dengan toleransi geometrik dan (M) ini, maka pelat akan memenuhi fungsinya.
Artinya pelat dapat dimasukkan ke rumahnya selama lebar totalnya tidak melebihi 50,5 mm (Lebar
total pelat yang diijinkan adalah penjumlahan lebar maksimum pelat ditambah dengan besarnya
toleransi geometrik [ISO 2656].).

Dari uraian singkat diatas, disamping toleransi linier, pemberian toleransi geometrik pada komponen
sangat besar artinya bagi komponen tersebut untuk memenuhi fungsinya. Sedangkan fungsi
komponen akan dapat menjamin kualitas komponen tersebut. Pada saat perancangan kualitas
direncanakan oleh disainer, salah satu melalui pemberian toleransi yang lengkap pada komponen.

1.3 Spesifikasi Produk


Spesifikasi produk adalah syarat mutlak dan sangat penting bagi seorang desainer dalam
merancang suatu produk. Spesifiaksi produk yang salah akan mengakibatkan hal yang fatal, misalnya
produk tidak dapat dibuat atau produk tidak dapat dirakit, sehingga produk tidak memenuhi
fungsinya. Pemberian spesifikasi geometris/seperti toleransi linier dan geometrik serta kekasaran
permukaan pada suatu komponen atau produk tergantung dari beberapa faktor, yaitu: fungsi,
inspeksi, perakitan dan pembuatan.

• Fungsi komponen
• Pemeriksaan
• Perakitan
• Pembuatan

1.3.1 Fungsi Komponen


Setiap komponen terdiri dari beberapa elemen (bagian kecil dari komponen). Elemen tersebut
sering disebut elemen dasar (feature) dan bisa berupa garis, bidang atau profil. Jika elemen tersebut
mempunyai arti yang sangat penting dan menentukan fungsi komponen sebuah produk secara
terpadu, maka elemen tersebut disebut dengan elemen fungsi, dan harus diberi toleransi; apakah itu
toleransi linier, bentuk, orientasi, lokasi atau toleransi simpang putar. Disamping itu elemen tersebut
dapat juga dipakai sebagai datum (referensi) pada sistem toleransi. Secara umum dikatakan, bahwa
elemen fungsi adalah elemen yang mempunyai kontak dengan elemen lain dari komponen lain yang
dipasangkan, dan sangat berarti bagi produk setelah digabungkan. Selain itu, terkadang juga suatu
elemen dirancang atau dianggap mempunyai fungsi estetika dan diberi juga toleransi., misalnya
suatu permukaan harus berbentuk ellips, bola dan halus, walaupun elemen tersebut tidak
menentukan fungsi komponen, tetap diberi toleransi profil garis atau bidang, sesuai dengan bentuk
elemen dasar dari komponen.

1.3.2 Pemeriksaan
Perencanaan pemberian toleransi juga tergantung dari cara bagaimana komponen/produk
akan diukur dan mesin ukur atau alat ukur yang dipakai. Terkadang toleransi harus dirubah
referensinya, karena harus disesuaikan dengan alat ukur yang akan dipakai atau yang tersedia. Hal
ini terlihat jelas pada pemberian toleransi lokasi (posisi) atau simpang putar, dimana pemberian
kedua toleransi ini akan selalu diikuti dengan penentuan referensi, yang akan dipakai sebagai dasar
untuk melakukan pemeriksaan (pengukuran) suatu komponen. Contoh pada gambar 1-3a
menunjukan pemindahan referensi A dari sumbu poros ke senter dari kedua bagian poros yaitu
referensi A-B (gambar 1.3-b). Secara fungsi datum untuk toleransi simpang putar dipilih dari sumbu
poros (gambar 1-3-a).

t LP A
t LP A-B

A B A
a b
Gambar 1. 3 a) pemilihan datum sesuai dengan fungsi komponen, b) sistem datum (A dan B) dipakai
sebagai dasar dari pemeriksaan penyimpangan poros (yang dilakukan dalam praktis).
Dari gambar diatas, pemeriksaan poros (penyimpangan geometrik) dapat dilakukan dengan bantuan
V-block atau pencekam, yaitu poros akan diletakkan diatas blok V (V-block) atau dicekam oleh
pencekam. Kemudian benda ukur diputar dan jarum ukur (dial indicator) digerakkan ke kiri dan
kanan, dimana sensornya tetap menyentuh poros. Besarnya penyimpangan terbesar yang ditunjukan
oleh dial indicator adalah penyimpangan simpang putar dari poros. Penyimpangan ini tidak boleh
lebih besar daripada toleransi simpang putar tLP. Akan tetapi pengukuran dengan cara ini belum
sepenuhnya bisa menjamin hasil pemeriksaan yang benar. Untuk menjamin hasil pengukuran lebih
akurat, maka datum pengukuran dipindahkan ke 2 senter ujung poros, menjadi datum bersama A
dan B. Sama seperti pengukuran penyimpangan simpang putar δSp pada gambar 1.3-a, cara
pengukuran geometri (penyimpangan poros) seperti gambar 1.3-b dibantu dengan jarum ukur dan
dikedua senter ujung poros ditahan pada titik matinya dengan alat bantu sebagai datum (misalnya
mandrel, lokator ujung lancip dan alat bantu lainnya). Penyimpangannya tidak boleh lebih besar (δSp
≤ tSp).

Pemilihan alat ukur sangat tergantung dari besarnya toleransi linier T atau penyimpangan
yang diijinkan. Berdasarkan standar ISO 9000, maka sebelum dilakukan pengukuran penyimpangan
linier terhadap besarnya toleransi linier komponen T, maka alat ukur yang dipakai untuk mengukur
suatu komponen harus mempunyai angka ketidakpastian (uncertainty) U = (0,1 ... 0,2) T. Oleh karena
itu angka ketidakpastian suatu alat ukur mutlak perlu dihitung atau diketahui, sebelum digunakan
untuk mengukur atau memeriksa dimensi suatu komponen.

Sebuah contoh diberikan oleh gambar 1.4, dimana sebuah poros diameter 50 mm diberi
toleransi linier T sebesar 0,30 mm, hanya dapat diukur dengan jangka sorong atau mikrometer,
dengan nilai ketidakpastian U = 0,1 x 0,3 mm = 0,03 mm sampai dengan U = 0,06 mm, seperti terlihat
pada gambar 1.5.

+0
-0,3
50

Gambar 1. 4 Sebuah poros yang diberi toleransi linier

(a) (b)

Gambar 1. 5 Alat ukur yang sesuai dengan kebutuhan, a). Jangka sorong, b). Mikrometer
Disamping itu penentapan besarnya nilai toleransi linier T, sangat tergantung dari
kemampuan ukur suatu alat ukur. Kemampuan ukur (measurability) dinyatakan dengan sebuah
indeks yaitu Cg. Nilai Cg adalah merupakan perbandingan antara besarnya toleransi T sebuah

komponen yang akan diukur, dibagi dengan standar deviasi  dari hasil pengukuran. Harga indeks
Cg dinyatakan dengan persamaan dibawah:

n% T
Cg = .................................................................. 1.1
6

dimana: n = jumlah data pengukuran yang diolah.

Harga n bervariasi berdasarkan atas ketetapan perusahaan. Secara umum n = 10 untuk perusahaan
Bosch, BMW atau Motorolla. Sedangkan perusahaan otomotif Amerika Ford menetapkan n = 15. Jika

Cg  1 untuk Ford atau Cg  1,33 untuk Bosch atau BMW, maka alat ukur yang dipakai untuk
mengukur toleransi T mempunyai kemampuan ukur yang baik. Akan tetapi penetapan atau
pemakaian nilai indeks Cg tersebut hanya disyaratkan produksi massa dan belum ditetapkan sebagai
persyaratan dalam ISO 9000.

1.3.3 Perakitan
Jika komponen akan disatukan atau dirakit dengan komponen lain, maka ukuran dari elemen
yang berpasangan harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga didapatkan suatu kondisi
pasangan, yang disebut dengan suaian atau fits. Hal ini dimaksudkan agar setelah pembuatan,
komponen mempunyai sifat mampu tukar yang baik – interchangability. Artinya, komponen akan bisa
dipasangkan dengan komponen pasangannya (contoh poros dengan lubang), walaupun keduanya
dibuat ditempat yang berbeda. Menurut ISO 286 terdapat 3 jenis suaian, yaitu suaian longgar
(clearance fit), pas (transition fit) dan suaian paksa (interference fit). Standar itu juga menetapkan dua
jenis sistem suaian, yaitu sistem satuan poros (shaft basis system) dan lubang (hole basis system). Dalam
penulisan sistem satuan poros, ditetapkan, bahwa seluruh poros akan diberi kode h (huruf kecil)
dibelakang tanda/angka ukuran diameter (shaft), sedangkan H (huruf besar) untuk sistem satuan
lubang. Disarankan untuk memakai salah satu dari sistem suaian ini. Tetapi dalam banyak hal (sesuai
dengan fungsi pasangan yang dikendaki), kedua sistem suaian ini sering digunakan secara kombinasi
[8]. Dari cara pemasangan komponen, maka akan dapat ditentukan jenis suaian yang sebaiknya
dipakai. Disamping itu jenis suaian harus dipilih berdasarkan atas fungsi komponen (produk). Untuk
komponen mesin (elemen mesin), secara umum suaiannya adalah longgar dan pas. Untuk komponen
khusus, dimana beban selalu dinamis, dan waktu pemakaian komponen tersebut diprediksi lama
(long life cycle), maka suaian paksa adalah menjadi pilihan utama.

1.3.4 Pembuatan
Ditinjau dari aspek pembuatan, yaitu kemampuan manufaktur dari suatu produk
(machinability), maka pemberian toleransi harus juga benar-benar direncanakan. Besarnya toleransi
linier T sebuah komponen, sangat tergantung dari kemampuan proses sebuah mesin perkakas.
Kemampuan proses suatu mesin perkakas dinyatakan dengan sebuah indeks Cp (process capability).
Hubungan indeks Cp ini dengan toleransi T dapat dilihat seperti rumus berikut:
T
Cp = ............................................................................ 1.2
6

dimana: T = besarnya toleransi linier (mm)

 = Standar deviasi dari data-data pengukuran

Untuk menyatakan apakah kemampuan proses memenuhi syarat untuk mencapai toleransi T dibatasi
dengan nilai indeks Cp = 1,33 sampai dengan 1,67. Dengan nilai tersebut, maka dapat dinyatakan,
bahwa proses pembuatan (pemesinan) adalah dalam kondisi optmum. Untuk Cp < 1,33 proses
dinyatakan tidak mampu, sedangkan jika Cp > 1,67 proses sangat mahal. Oleh karena itu, besarnya
Cp sering digunakan sebagai evaluasi sebuah kemampuan proses sebuah mesin perkakas untuk
menyelesaikan sebuah benda kerja (komponen).

1.4 Hubungan antara Toleransi dengan Biaya


Untuk mendapatkan nilai toleransi liner T (toleransi linier yang diinginkan), maka pihak
perancang proses harus mempunyai mesin dengan persediaan peralatan yang sesuai. Demikian pula
dengan jenis proses dan operator yang akan mengoperasikan mesin tersebut. Secara prinsip
dinyatakan, semakin teliti toleransi yang ingin dicapai/dikerjakan (T semakin kecil –semakin presisi),
semakin tinggi biaya pembuatannya. Hal ini disebabkan, karena untuk mendapatkan nilai T yang
kecil kemungkinan besar diperlukan proses yang lebih banyak, sehingga biaya proses-pun bertambah
besar. Hubungan antara besarnya toleransi T dan biaya pembuatan relatif (relative cost product) dapat
dinyatakan dalam gambar 1.6. Akan tetapi, hubungan tersebut tidak linier dan dapat berbeda-beda
untuk perusahaan yang berbeda. Karena sangat tergantung dari metode pembuatan, peralatan yang
dipakai serta operator mesin yang tersedia.
Biaya (cost)
T

Gambar 1. 6 Hubungan antara toleransi linier T dan biaya pembuatan relatif (relative cost)

Anda mungkin juga menyukai