Anda di halaman 1dari 5

Mata Kuliah Psikologi Sosial

Pertemuan Ke-3

Ferdiaz Wicaksono (2101046099) PMI C3

A. Kognisi Sosial

Menurut Baron dan Byrne (2000) kognisi sosial merupakan cara individu
untuk menganalisis, mengingat, dan menggunakan informasi mengenai kejadian atau
peristiwa-peristiwa sosial. Bagaimana cara kita berfikir tentang dunia sosial, bagaimana cara
kita untuk mencoba memahaminya dan bagaimana cara kita memahami diri kita dan tempat
kita di dalam dunia itu ( Bargh, 1999; Higgins & Kruglanski, 1996 ). Oleh itu,
kognisi sosial adalah tatacara kita menginterpretasikan, menganalisis, mengingat, dan
menggunakan informasi tentang dunia sosial yang berlaku secara automatik.

Dalam pembentukan kognisi sosial akan terjadi sebuah proses yang berlangsung
berurutan. Dari proses inilah akan terbentuk kognisi sosial dimana seorang inividu akan
menganalisa hingga memahami hal-hal di sekelilingnya.

Sumber-sumber yang berpotensi menimbulkan kesalahan dalam kognisi sosial, yitu:

1. Bias Negativitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan informasi negative akan
menonjol dalam ingatan kita dan karenanya debandingkan dengan informasi yang
positif, satu informasi yang negative akan memberikan pengaruh yang lebih kuat. Hal
inilah yang disebut sebagai bias negativitas (negativity bias) yaitu hal yang mengacu
pada fakta bahwa kita menunjukkan sensitivitas yang lebih besar pada informasi
negatif daripada informasi positif (Kunda, 1999 dalam Baron & Byrne, 2004:91).
Sebagai contoh ketika sedang tertarik dengan seseorang, maka Anda memperoleh
informasi bahwa orang tersebut menyenangkan, baik, pintar, ramah, sangat menarik
secara fisik dan seterusnya. Namun ada sate informasi negatif yaitu bahwa dia sangat
pemilih dalam berteman. Maka kemungkinan informasi inilah yang melekat dalam
ingatan, membayangkan betapa orang tersebut sombong.
2. Bias Optimistic
Yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu dapat
berakhir baik. Contoh : pemerintah sering kali mengumumkan rencana yang terlalu
optimis mengenai proyek-proyek besar, jalan, bandara, dll. Dan hal ini menyebabkan
kesalahan perencanaan. Namun, ketika individu memperkirakan akan menerima
umpan balik atau informasi yang mungkin negatie dan memiliki konsekuensi penting,
tampak ia justru bersiap menghadapi hal yang buruk dan menunjukkan kebalikan dari
pola optimistic mereka menjadi pesimis.
3. Pemikiran Konterfaktual
Yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan sekarang. Efek dari
memikirkan “apa yang akan terjadi seandainya…”. Contoh: ketika selamat dari
kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, “bagaimana bila saya tidak langsung
terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana nasib keluarga saya
sepeninggalan saya?”, dsb. Pemikiran konterfaktual dapat secara kuat berpengaruh
terhadap afeksi kita. Inaction inertia—kelambanan apatis—muncul ketika individu
memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang positif.
4. Pemikiran Magis
Yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari alasan yang
rasional. Contoh: supaya ujian lulus, Raju berdoa banyak-banyak dan memakai
banyak cincin.
5. Menekankan Pikiran
Yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu memasuki alam
kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses pemantauan yang
otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang
memaksa untul muncul ke alam kesadaran. Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses
kedua terjadi, yaitu mencegah agar pikiran tersebut tetap berada di luar kesadaran
tanpa mengganggu pikiran yang lain. Contoh: Lutfi yang ikut program diet menekan
pikirannya untuk tidak memakan makanan manis.
6. Afeksi dan Kognisi
Bahwa perasaan membentuk atau mempengaruhi fikiran dan fikiran akan
membentuk perasaan. Begitu pula dengan perasaan dan suasana hati, memiliki
pengaruh yang kuat terhadap beberapa aspek kognisi ataupun sebaliknya. Suasana
hati saat ini dapat seara kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang
pertama kali kita temui. Contoh : ketika suasana hati sedang bergembira, dan
berkenalan dengan orang lain, penilaian kita terhadap orang tersebut akan lebih baik
disbanding ketika kita berkenalan dengan suasana hati yang sedang bersedih.
B. Skema

Kognisi sosial memiliki komponen dasar yang disebut dengan istilah skema. Skema
adalah struktur mental yang membantu seorang individu mengatur infoemasi sosial dan
mengarahkan pemrosesannya. Skema terletak di dalam otak dan terwujud dalam bentuk
scenario di dalam otak kita. skema ini berfungsi sebagai irganizer kognitif, artinya memberi
kemampuan dalam membuat persepsi tentang orang lain secara akurat dan membuat tafsiran
atas perilaku mereka.

Konsep skema bertugas untuk membuat gambaran tentang bagaimana informasi sosial
dipersepsikan dan diorganisasikan secara selektif di dalam memori manusia.

Skema dapat dijelaskan sebagai “unit” yang berisi informasi mengenai subjek atau
kegiatan tertentu. Skema ini akan didasari oleh pengalaman sebelumnya dan digunakan untuk
memandu kegiatan atau menambah pemahaman (Jeff Pankin, 2013).

Skema ini digunakan untuk membantu kita dalam memproses informasi secara cepat dan
efisien, meskipun tidak akurat. Skema-skema “berisi” pengetahuan dan prosedur dalam
berbagai situasi tertentu, seperti cara berbicara dengan orang asing, cara naik motor, bahkan
cara berbicara di depan umum. Singkatnya, skema adalah kumpulan informasi yang kita
pakai untuk membantu kita di situasi yang kurang jelas.

Terdapat 3 Jenis Skema (Komaruddin dan Khoiruddin, 2016): Skema Person, Skema
Roles dan Skema Events.

1. Skema person bisa diibaratkan sebagai asosiasi yang kita tanamkan mengenai
karakteristik orang lain berdasarkan pengetahuan kita. Sebagai contoh, sosok ksatria
digambarkan memiliki pedang, memakai baju baja, badan kekar dan memiliki sifat
baik. Skema ini tidak akurat, tetapi membuat kita lebih gampang dalam mengenali
karakter seperti demikian.
2. Skema roles terjadi saat kita menghubungkan sebuah kegiatan dengan orang yang
spesifik, sehingga saat melihat orang itu kita akan otomatis terpikirkan dengan
kegiatan tersebut. Seperti saat kita melihat tukang tidur, otomatis kita membayangkan
mereka suka tidur dan mudah lelah.
3. Skema events dapat dijelaskan lebih mudah dengan sebuah contoh. Seperti saat masuk
warung, ketika minumannya jadi akan diantarkan. Kesan ini akan semakin tertanam
ke dalam kepala kita saat mengalami hal yang sama di kafe lain.

C. Emosi dan Inferensi


Definisi Emosi
Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emover yang berarti bergerak menjauh.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Menurut
Prawitasari (1995), emosi merupakan salah satu dalam kehidupan manusia, karena
emosi dapat merupakan motivator prilaku dalam arti meningkatkan, tapi dapat
mengganggu periaku intensional manusa.
Menurut chaplin emosi (1972) dalam Walgito,2003:203) emosi (emotion)
adalah reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitasdengan derajat yang tinggi
dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat
dan sering terjadi perubahan prilaku.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka pengertian emosi addalah suatu
keadaan jjiwa seseorang yang menimbulkan reaksi atau sebuah tindakan perubahan
dalam waktu yang realtive cepat dari suatu hal yang dialaminya.

Fungsi emosi

Bahwa semua jenis perasaan atau emosi adalah mempunyai pengaruh besar
kepada setiap perbuatan dan kemauan kita. Perasaan itu cepat dan mudah menular.
Menyangkut perasaan indrawi. Sebagai upaya untuk membangkitkan kesenangan
serta gangguan yang serius dan kronis pada kehidupan perasaan bisa mengakibatkan
timbulnya tingkah laku abnormal.

Inferensi Sosial

Inferensi sosial dimengerti sebagai kesimpulan realitas. Inferensi sosial merupakan topik
utama dari kognisi sosial yang berusaha

mengamati untuk memperoleh informasi dari kondisi lingkungan yang ada. Inferensi sosial
dapat diperoleh melalui:
1. Pengumpulan informasi
2. Memilih informasi
3. Mengintegrasi informasi ke dalam penilaian
D. Jalan Pintas Mental (Heuristik)
Heuristik (juga disebut "jalan pintas mental" atau "aturan praktis") adalah proses
mental yang efisien yang membantu manusia memecahkan masalah dan mempelajari
konsep baru. Proses ini membuat masalah menjadi tidak terlalu rumit dengan
mengabaikan beberapa informasi yang masuk ke otak, baik secara sadar maupun tidak.
secara tidak sadar Hari ini, heuristik telah menjadi konsep yang berpengaruh di bidang
penilaian dan pengambilan keputusan.
Heuristik terdiri dari dua macam yaitu (Baron & Byrne, 2004: 86-87):
1. Heuristic keterwakilan (heuristic representativeness) yaitu sebuah strategi untuk
membuat penilaian berdasarkan pada sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut
mempunyai kemiripan dengan stimuli atau kategori yang lain. Contoh: kita
mengenal Ratna sebagai pribadi yang teratur, lramah, rapi, memiliki perpustakaan
di rumahnya dan sedikit pemalu. Namun kita tidak mengetahui pekerjaannya.
Mungkin kita langsung menilainya sebagai pustakawan. Dengan kata lain, kita
menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang dengan ciri-ciri khas orang-orang
dari suatu kelompok, semakin mungkin ia merupakan bagian dari kelompok
tersebut.
2. Heuristic ketersediaan (availability heuristic) yaitu sebuah strategi untuk membuat
keputusan berdasarkan seberapa mudah suatu informasi yang spesifik dapat
dimunculkan dalam benak kita. Heuristic ini dapat mengarahkan kita untuk
melebih-lebihkan kemungkinan munculnya peristiwa dramatis, namun jarang,
karena peristiwa itu mudah masuk ke pikiran kita. Contoh: banyak orang merasa
lebih takut tewas dalam kecelakaan pesawat daripada kecelakaan di darat. Hal ini
karena fakta bahwa kecelakaan pesawat jauh lebih dramatis dan menyedot lebih
banyak perhatian media. Akibatnya, kecelakaan pesawat lebih mudah terpikir
sehingga berpengaruh lebih kuat dalam penilaian individu. Heuristic ini
berhubungan dengan proses pemaparan awal (priming) meningkatnya
ketersediaan informasi sebagai hasil dari sering hadirnya rangsangan atau
peristiwa-peristiwa khusus. Pemaparan awal bisa muncul bahkan ketika individu
tidak sadar akan adanya rangsangan yang telah dipaparkan sebelumnya—disebut
juga pemaparan awal otomatis.
E. Kognisi sosial dalam perspektif Islam
Dalam teori kognitif sosial (social learning) tidak mengenal adanya konsep
bawaan, sementara dalam perspektif studi Islam, manusia dibekali dengan fitrah yang
merupakan sifat bawaan manusia yang dibawa sejak lahir. Hal ini yang membedakan
konsep kognitif psikologi sosial dengan kognisi perspektif studi Islam. Sehingga
dalam perspektif studi Islam pada taraf proses motivasional masih dapat diupayakan
melalui pengetahuan agama. Jadi hal yang perlu diperkenalkan dalam belajar sosial
selain memperkenalkan lingkungan sosial yang terikat oleh norma dan agama, juga
perlu diperkenalkan pluralisme agama dan motivasi spiritual agama, dalam artian
mental perlu diperhatikan.
Daftar Pustaka

Sudjantika, Tenny (2006) TINJAUAN KOGNISI SOSIAL TERHADAP SOSIAL BUDAYA.


Halaman:165

Swastika, Sonia (2015) “KOGNISI SOSIAL : MEMAHAMI DUNIA SOSIAL”

Safuwan, (2017) PSIKOLOGI SOSIAL 1. Halaman: 19

Rosyidi, Hamim. (2012). PSIKOLOGI SOSIAL. Surabaya: CV. Jaudar.

sumberilmupsikologi.blogspot.com, “HEURISTIK DAN PEMROSESAN OTOMATIS.


Diakses pada 4 September 2020 dari
http://sumberilmupsikologi.blogspot.com/2015/09/heuristik.html

Masita, Hanna. ” Proses Pembentukan Kognisi Sosial”. Diakses pada 4 September 2020 dari
https://dosenpsikologi.com/proses-pembentukan-kognisi-sosial

Anda mungkin juga menyukai