Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN

PENGABDIAN MASYARAKAT

JUDUL : Peningkatan Harga Diri Lansia Melalui Terapi Reminiscence di Wilayah


Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2018

Oleh:
Heppi Sasmita, MKep,.Sp Kep.Jiwa 4020107001

Tasman, Mkep.Sp.Kom 4022057001

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG


POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2018

1
HALAMAN PENGESAHAN
KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT
JUDUL : Peningkatan Harga Diri Lansia Melalui Terapi Reminiscence di Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang 2018
1 Mitra Program Puskesmas Nanggalo Padang
2 Ketua Tim Pengusul
a. Nama : Heppi Sasmita, Mkep,.Sp.Kep.Jiwa
b. NIP : 19701020 199303 2 002
c. Pangkat/Gol : Pembina / IV A
d. Jabatan : Lektor Kepala
e. Jurusan : Keperawatan
f. Bidang Keahlian : Keperawatan Jiwa
g. Alamat kantor/Telp/Faks. : Jl. Raya Siteba Simp. Pondok Kopi Kec. Nanggalo Padang /
07517058385
h. Alamat rumah/HP/e-mail : 081398223436 / heppisasmita@yahoo.com
3 Anggota Tim Pengusul
a. Jumlah Anggota : 1 orang
b. Nama Anggota/Bidang Keahlian
1. Anggota 1/Bid Keahlian : Tasman, Mkep,.Sp.Kom/Keperawatan Komunitas
2. Anggota 2/Bid Keahlian : -
c. Mahasiswa yang terlibat : 5 Orang
4 Lokasi Kegiatan/Mitra
a. Wilayah Mitra : Wilayah Puskesmas Nanggalo Padang
b. Kota : Padang
c. Propinsi : Sumatera Barat
d. Jarak PT ke Lokasi Mitra (km) : ± 3 km
5 Luaran yang dihasilkan : Meningkatnya harga diri lansia .
6 Jangka waktu pelaksanaan : 3 bulan
7 Biaya Total
a. DIPA Poltekkes : Rp. 9.000.000,-
b. Sumber lain (Mandiri) :-
Padang, 13 November 2018 Ka. Sub Unit PPM Ketua Jurusan DIII Keperawatan Padang
Ketua Tim Pengusul (Reviewer Internal) (Reviewer Internal)

Heppi Sasmita, Mkep,.Sp.Kep.Jiwa Tisnawati,, S. Kep.S.ST.M.Kes Hj. Sila Dewi Anggreini, SPd,Mkep,Sp.KMB
NIP. 19701020 199303 2 002 Nip: 196507161988032002 NIP. 19700327199302002
Mengetahui, Mengetahui Direktur
Ka. Unit Pengabdiaan Masyarakat

(Ns. Suhaimi, M.Kep) (Dr. Burhan Muslim, SKM.M.Si)


NIP. 19690715 199803 1 002 NIP. 19610113 198603 1 002

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Lansia menurut UU No 13 Penuaan merupakan proses alami yang dialami
seseorang sesuai siklus kehidupan. Menurut WHO (2012: dalam Iswantiah, dkk 2012)
dalam empat dekade mendatang proporsi penduduk berusia 60 tahun atau lebih dalam
populasi dunia diperkirakan meningkat dari 800 juta penduduk menjadi 2 milyar,
dengan arti kata terjadi lonjakan dari 10% hingga 22%.
Di Indonesia proporsi penduduk lansia juga terus meningkat. Menurut Badan
Pusat Statistik (2013) setiap tahun jumlah lansia bertambah rata-rata 450.000 orang,
sehingga tahun 2050 diperkirakan berjumlah 60 juta lansia. Sedangkan umur harapan
hidup semakin meningkat dari 70,1 tahun 2010-2015 menjadi 72,2 tahun pada periode
2020-2035.
Pada masa lansia terjadi perubahan-perubahan baik terhadap fisik, psikologis
maupun sosial sebagai dampak dari proses penuaan. Lansia yang tidak siap dengan
perubahan ini akan berdampak terhadap perubahan psikologisnya (Atchley & Barusch,
2004). Menurut Nugroho (2010) pada masa lansia banyak perubahan dan penurunan
fungsi fisik dan psikologis yang menimbulkan berbagai masalahyang berpengaruh
dalam penilaian diri lansia. Harga diri pada lansia menurut Potter dan Perry (2010)
merupakan hal yang penting karena harga diri adalah rasa dihormati, diterima,
kompeten dan bernilai bagi lansia yang didapat dari orang lain dan perasaan ini
menetap pada dirinya akibat interaksi dan penilaian orang lain terhadap dirinya.
Harga diri rendah adalah suatu masalah utama untuk lansia dan dapat
diekspresikan dalam tingkat kecemasan sedang dan tinggi (NANDA, 2005).
Sedangkan menurut Stuart & Laraia, 2005, harga diri rendah pada seseorang dalam
kondisi depresi diindikasikan dengan penolakan terhadap diri sendiri dan membenci
diri sendiri, yang mungkin diekspresikan secara langsung atau tidak langsung oleh
lansia. Gejala yang timbul dan mengganggu, seperti: konsentrasi dan perhatian
kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, adanya rasa bersalah dan tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis. Miller (2004) menyatakan

3
bahwa 80% lansia yang berusia 65 tahun keatas akan mengalami masalah kesehatan
yang berakibat menurunnya harga diri lansia.
Harga diri rendah yang terjadi pada lansia disebabkan karena adanya tantangan
baru akibat dari kehilangan pasangan, ketidak mampuan fisik, dan pensiun. Disamping
itu juga dapat disebabkan pandangan negatif dan adanya stigma terhadap lansia
tersebut. Hal inilah yang menyebabkan butuhnya penyesuaian dan adaptasi dari lansia
agar dapat berespon secara adaptif terhadap perubahan yang terjadi akibat proses
menua (Stuart, 2014).
Lansia yang mengalami gangguan harga diri rendah merasa tidak berharga dan
tidak diakui lagi keberadaannya membuat lansia memerlukan perawatan secara dini.
Menurut Mohr (2006) upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah harga diri
yang dialami oleh lansia adalah dengan memanfaatkan waktu luang yang dimiliki
oleh lansia. Disamping itu hubungan keluarga, khususnya pasangan, harus dihidupkan
kembali karena pasangan memiliki waktu yang lebih banyak untuk bersama.
Apabila harga diri rendah pada lansia tidak tertanggulangi dengan baik menurut
Yosep (2010) dapat berisiko terjadinya depresi yang berlanjut ke resiko bunuh diri. Di
Indonesia kasus bunuh diri pada usia 46 – 80 tahun terjadi sebanyak 14 kasus
(Amarullah, 2009).
Tindakan keperawatan untuk menemukan cara agar meningkat harga diri pada
lansia adalah dengan psikoterapi (Stuart & Laraia, 2005). Psikoterapi yang dapat
diberikan pada lansia dengan harga diri rendah adalah terapi relaksasi progresif, terapi
life review, psikoedukasi terapi, logoterapi, self help group terapy, terapi kelompok
terapeutik, reminiscence terapi serta supportif terapi.
Terapi reminiscence menurut Bluck dan Levine (1998, dalam Collings 2006)
merupakan proses yang dikehendaki atau tidak dikehendaki untuk mengumpulkan
kembali memori-memori seseorang pada masa lalunya yang berupa peristiwa yang
tidak dapat dilupakan atau yang sudah terlupakan yang dialami langsung oleh
individu. Menurut Manurung, Nixson (2016) terapi reminiscence bertujuan
memberikan pengalaman yang menyenangkan untuk meningkatkan kualitas hidup,
meningkatkan sosialisasi dan hubungan dengan orang lain, memberikan stimulasi
kognitif, meningkatkan komunikasi dan efektif untuk mengatasi gejala depresi.

4
Hasil Penelitian Sasmita (2017) tentang Efektifitas modul terapi reminiscence
dan terapi supportif pada keluarga terhadap perubahan kejadian depresi pada lansia
menunjukkan hasil adanya penurunan kejadian depresi pada lansia di Kurao Pagang
Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penanggungjawab lansia di Puskesmas
Nanggalo Padang, jumlah lansia berusia 60 – 69 tahun sebanyak 1510 orang, khusus
untuk di daerah Gurun Laweh sebanyak 613 orang, dengan rincian 311 wanita dan 302
laki-laki. Hasil wawancara dari keluarga, lansia banyak mengalami keluhan psikologis
diantaranya harga diri rendah. Hasil wawancara terhadap 6 orang lansia menunjukkan
bahwa 4 lansia memiliki gejala sering merasa sedih, merasa tidak berguna, putus asa,
rasa bersalah, gangguan tidur, cemas, serta malas untuk beraktifitas. Wawancara
dengan 4 orang lansia yang menunjukkan gejala harga diri rendah, 3 orang merasa
sedih karena sudah tua dan tidak dapat bekerja lagi mencari uang, 1 orang menyatakan
semenjak penyakit fisik yang dideritanya merasa dirinya tidak akan bisa melakukan
pekerjaan memenuhi kebutuhan sehari-hari, walaupun pekerjaan ringan sehingga
akhirnya hanya membebani keluarga.
Untuk pelayanan kesehatan kegiatan yang telah dilakukan dari
penanggungjawab lansia di Puskesmas Nanggalo adalah melalui kegiatan posyandu
lansia dengan menerapkan prinsip 5 (lima) meja dan senam lansia. Sedangkan
pelayanan keperawatan psikososial dalam bentuk terapi reminiscence dengan
menggunakan modul terapi reminiscence belum pernah dilakukan .
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan pengabdian masyarakat
dengan tema “Peningkatan Harga Diri Lansia Melalui Terapi Reminiscence di
wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2018”.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Masih banyaknya lansia yang mengalami harga diri rendah di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
2. Belum optimalnya program pelayanan kesehatan lansia di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.

5
3. Belum pernah dilakukan terapi reminiscence dalam mengatasi masalah harga diri
rendah pada lansia.
4. Apakah terapi reminiscence dapat meningkatkan harga diri lansia.

C. TUJUAN KEGIATAN
Setelah dilakukan kegiatan pengabdian masyarakat diharapkan:
1. Tujuan Umum:
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan lansia dalam meningkatkan harga
diri.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat ini diharapkan lansia mampu :
1. Meningkatkan harga diri lansia.
2. Meningkatkan perasaan berharga pada lansia.
3. Meningkatkan kemampuan komunikasi pada lansia.
4. Meningkatkan keintiman social bagi lansia.
5. Menciptakan kebersamaan kelompok bagi lansia.
6. Menurunkan isolasi sosial (meningkatkan sosialisasi) pada lansia
7. Meningkatkan kepuasan hidup pada lansia.

D. MANFAAT KEGIATAN
Diharapkan kegiatan Pengabdian Masyarakat ini dapat :
1. Meningkatkan pemahaman lansia terhadap masalah kesehatan jiwa yang terjadi,
khususnya masalah harga diri rendah pada lansia.
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan lansia dalam meningkatkan harga
diri pada lansia.
3. Lansia mampu bekerja sama dengan tenaga kesehatan di Puskesmas terutama
dengan pemegang program lansia dalam penanganan masalah kesehatan jiwa
pada lansia.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Harga Diri Rendah


1. Pengertian
Harga diri (self esteem) merupakan keyakinan terhadap diri sendiri
dengan kata lain disebut sebagai menghargai diri sendiri. Harga diri menurut
Sundeen (2005) merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
diri. Menurut Suliswati, (2002) seseorang yang sering mengalami keberhasilan
dapat meningkatkan harga dirinya, disamping itu seseorang akan menurun
harga dirinya apabila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai dan tidak
diterima dilingkungannya. Harga diri rendah apabila seseorang merasa
kehilangan kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2007).

2. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah pada Lansia


Faktor yang mempengaruhi harga diri dapat berasal dari diri sendiri
seperti kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
Sedangkan yang berasal dari orang lain adalah penolakan oleh keluarga,
harapan keluarga yang tidak realistik Harga diri ini didapat ketika seseorang
merasa dicintai, dihormati dan ketika seseorang dihargai dan dipuji. Suliswati
(2002) mengatakan bahwa individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering
mengalami keberhasilan, disamping itu harga diri yang tinggi merupakan hasil
dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia. Memasuki lansia, harga
diri individu dipengaruhi oleh kepuasan atau tidak kepuasan didalam hidupnya.
Bila dalam tahapan sebelumnya individu mengalami kepuasan dan siap
menghadapi perubahan fungsi hidupnya bahkan menghadapi kematian maka
individu tersebut telah mencapai integritas (Suliswati, 2002). Apabila individu

7
tersebut selalu mengalami kegagalan dalam menjalankan peran pada masa
perkembangannya maka akan selalu menimbulkan keputusasaan yang akhirnya
merasa tidak berguna, bersalah dan tidak berharga yang pada akhirnya akan
menimbulkan masalah harga diri rendah.

Harga diri rendah yang terjadi pada lansia selain disebabkan tidak tercapainya
tugas dan peran pada tiap fase perkembangan juga disebabkan oleh perubahan-
perubahan selama proses menua. Proses menua menurut Nugroho (2000) adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang dideritanya.

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala harga diri rendah merupakan perilaku yang telah
dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi ungkapan
negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus (Stuart &
Sundeen, 2005). Perilaku yang ditampilkan berupa sikap malu/minder/rasa
bersalah, kontak mata kurang/tidak ada, selalu mengatakan
ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain,
tidak asertif, pasif dan hipoaktif. Perilaku lain yang juga sering muncul seperti:
mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa
diri penting berlebihan, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan,
ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, khawatir,
bimbang dan ragu-ragu, menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan
balik negatif mengenai dirinya serta ada juga yang menyalahgunakan zat.

Menurut Westermeyer (2006), empat area gejala umum yang menunjukkan


masalah harga diri rendah adalah :
1) Fisik
Respon fisiologis tersebut merupakan tanggapan dari fisik seseorang
yang dirasakan dan mempengaruhi fungsi tubuh. Kondisi ini akan

8
menunjukkan perilaku yang maladaptif pada lansia dimana lansia akan
malas beraktivitas, lebih banyak tidur sehingga kurang berinteraksi dengan
orang lain.

2) Kognitif
Pada lansia harga diri rendah lapangan persepsinya menyempit dimana
lansia mempertahankan keyakinan yang salah mengenai diri sendiri dan
orang lain, sehingga lansia mengalami kesulitan memikirkan segala sesuatu
walaupun mengenai hal yang kecil. Lansia juga kesulitan menangkap
informasi dan memberikan respon terhadap informasi yang diterima.
Kognitif yang sering muncul pada lansia dengan masalah harga diri rendah
(Stuart & Laraia, 2005) adalah :
a) Bingung
Beberapa kategori lansia menyatakan kebingungan merupakan masalah
lansia, seperti lansia dengan masalah komunikasi (menelan
pembicaraan, ketidakmampuan mengekspresikan pembicaraan) , lansia
yang menolak nilai personal orang lain, lansia yang sedih, lansia yang
tidak sehat. Kondisi ini penting untuk perawat secara spesifik ketika
berhubungan dengan lansia yang mengalami kebingungan.
b) Kurangnya memori dalam jangka waktu pendek/panjang
Kerusakan memori menurut Mohr, 2006 adalah ketidakmampuan untuk
mempelajari informasi baru (memori jangka pendek) dan
ketidakmampuan mengingat informasi yang sudah lama (memori jangka
panjang). Gangguan memori berhubungan dengan kerusakan sosial atau
fungsi pekerjaan. dan kemunduran dari fungsi sebelumnya.
c) Kurangnya perhatian
Menurut Stuart dan Laraia, 2005 perhatian adalah kemampuan untuk
menfokuskan kegiatan pada satu aktivitas dan sikap konsentrasi secara
terus menerus.
d) Merasa putus asa
Karakteristik yang terlihat pada lansia dengan putus asa adalah : miskin
bicara, suka mengeluh, kontak mata buruk, nafsu makan menurun,

9
respon menurun, aktivitas tidur berkurang atau meningkat, tidak ada
inisiatif dan menolak pembicaraan.
e) Merasa tidak berdaya
Ketidakberdayaan lansia dapat terlihat dari gejala : ekspresi tidak
menentu dan ragu-ragu, pasif, tidak ada berpartisipasi, ketergantungan
pada orang lain, tidak mampu mengekspresikan perasaan yang benar
dan tidak mampu mencari informasi selama perawatan.
f) Merasa tidak berharga/tidak berguna.
Keyakinan seseorang terhadap kasih sayang, kemampuan, perasaan
diterima, dan perasaan diperlukan bagi orang lain dan merasa berguna
dari perhatian dan respon yang ditunjukkan orang lain.

3) Perilaku
Perilaku yang ditunjukkan lansia harga diri rendah secara sadar ataupun
tidak, prosesnya diekspresikan langsung atau tidak langsung melalui
perilaku sehari-hari (Stuart dan Laraia, 2005). Perilaku langsung merupakan
ekspresi yang dapat secara langsung diketahui sebagai tanda bahwa lansia
mengalami harga diri rendah, yang dapat ditunjukkan dengan perilaku
berikut ini.
a) Mengkritik diri sendiri; lansia menggambarkan dirinya sebagai orang
yang bodoh, tidak bagus, dan dilahirkan sebagai pecundang, dan
memandang stressor normal dalam hidup sebagai suatu penghalang.
b) Merasa diri kekurangan; lansia memperkecil kemampuannya dengan
menghindari, mengabaikan, menolak aset dan kekuatan nyata yang
dimilikinya.
c) Perasaan bersalah dan khawatir; merupakan tindakan destruktif dengan
menghukum dirinya sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya mimpi
buruk, pobia, obsesi, atau mengenang kembali kenangan yang
menyakitkan dan ada indikasi penolakan terhadap diri sendiri.
d) Menunda keputusan, mempunyai keraguan yang sangat tinggi dan
menunda sesuatu sehingga akhirnya meningkatkan rasa tidak aman.

10
e) Mengingkari hal yang menyenangkan yang terjadi pada dirinya; lansia
yang mengingkari diri sendiri merasa harus menghukum dirinya dengan
mengingkari sesuatu yang sebenarnya menyenangkan dan sesuai
harapannya. Seperti kesempatan dalam melakukan hobinya, atau
menjalin hubungan dengan orang yang diharapkan.
f) Hubungan yang buruk; lansia bersifat kejam, tidak pengertian, atau
bersikap berlebihan terhadap orang lain. Perilaku lain yang timbul
adalah menarik diri atau isolasi sosial, yang semakin meningkatkan
perasaan tidak berharga.
g) Menarik diri dari kenyataan; apabila kecemasan akibat dari penolakan
diri sampai pada tahap depresi sedang hingga panik, lansia akan
memisahkan diri, dan mengalami halusinasi, delusi dan merasa curiga,
cemburu atau paranoid. Menarik diri kadang merupakan mekanisme
koping yang digunakan untuk sementara.
h) Merusak diri sendiri, kebencian terhadap diri sendiri; diungkapkan
dalam bentuk kecenderungan membuat suatu kejadian yang
menimbulkan kecelakaan atau percobaan perbuatan berbahaya.
i) Kerusakan-kerusakan lainnya, karena lebih memilih untuk menentang
masyarakat sekitar sebagai displaces atau proyeksi terhadap tekanan
yang dirasakannya.
4) Afek
Gambaran emosi yang sering kita temui pada lansia harga diri rendah
adalah kemarahan, kecemasan, rasa kesal, murung, ketidakberdayaan,
keputusasaan, kesepian dan kesedihan, merasa berdosa, dan kurang
motivasi (Stuart & Laraia, 2005).

B. Terapi Reminiscence
1. Pengertian Terapi Reminiscence
Terapi Reminiscence pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikiatrik
ternama yaitu Robert Butler pada tahun 1960. Terapi reminiscence digunakan
dengan tepat mengunakan foto, musik atau benda-benda yang sangat familiar
pada masa lalu yang memotivasi lansia berbicara mengenai memor mereka

11
sebelumnya. Terapi kelompok reminiscence merupakan suatu terapi yang
dilakukan pada penderita secara kelompok dengan memotivasi lansia
mengingat kembali kenangan atau kejadian masa lalu serta memiliki
kemampuan menyelesaikan masalah (Manurung, Nixson, 2016).

2. Tujuan terapi Terapi Reminiscence


Menurut Fontaine dan Fletcher (2003, dalam Syarniah, 2010) mengatakan
bahwa terapi reminiscence bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan
membantu individu mencapai kesadaran diri dan memahami diri, beradaptasi
terhadap stress dan melihat konteks dirinya dalam konteks sejarah dan budaya.
Menurut Manurung, Nixson (2016) tujuan terapi reminiscence adalah untuk
meningkatkan harga diri, menurunkan derajat depresi, mencapai kesadaran diri,
meningkatkan kemempuan beradaptasi terhadap stress dan keterampilan
menyelesaikan masalah.

3. Indikasi
Menurut Syarniah (2010) indikasi terapi reminiscence adalah lansia dengan
masalah psikososial: depresi, harga diri rendah , gangguan kognitif, stres dan
isolasi sosial.

4. Tahapan
Adapun tahapan terapi reminiscence menurut Collins (2006 dalam Syarniah,
2010); Manurung, Nixson (2016) adalah:
1) Perubahan dan masalah yang dialami lansia
Kemampuan yang dilatih pada sesi ini adalah:
a) Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada diri lansia.
b) Mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul akibat perubahan
tersebut
c) Mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan pada tiap
masa perkembangan.
2) Pengalaman masa usia anak
Kemampuan yang dilatih pada sesi ini adalah :

12
a) Mengenang pengalaman yang menyenangkan pada masa usia anak
b) Mengenang prestasi/karya yang dihasilkan pada masa usia anak
c) Mengenang perasaan ketika sedang mendapat penghargaan/pujian
3) Pengalaman masa usia remaja
Kemampuan yang dilatih pada sesi ini adalah :
a) Mengenang pengalaman yang menyenangkan pada masa remaja
b) Mengenang kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencarian identitas
diri dan peran sosial pada masa remaja.
c) Menyampaikan potensi yang dimiliki pada masa remaja
4) Pengalaman masa usia dewasa
Kemampuan yang dilatih pada sesi ini adalah :
a) Mengenang pengalaman yang menyenangkan pada masa dewasa.
b) Mengenang kegiatan yang dilakukan dalam rangka menjalin
keintiman/keakraban dengan teman pada masa dewasa muda.
c) Mengenang kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan
generasi baru pada masa dewasa pertengahan.
5) Pengalaman masa lansia saat ini
Kemampuan yang dilatih pada sesi ini adalah :
a) Mengidentifikasi masalahyang muncul pada saat ini dan cara
mengatasinya.
b) Mengidentifikasi kualitas hidup yang dimiliki saat ini
c) Menyatakan harapan dan rencana hidupnya kedepan.
6) Evaluasi
Kemampuan yang dilatih pada sesi ini adalah :
a) Mengetahui manfaat terapi Reminiscence
b) Mengetahui harapan dan rencananya setelah mengikuti rangkaian
kegiatan terapi reminiscence.
(Lampiran Modul)

13
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

A. TAHAP PERENCANAAN
Berdasarkan analisis situasi yang telah dilaksanakan ditetapkan hal-hal sebagai
berikut: tempat/lokasi kegiatan dipilih di wilayah kerja puskesmas Nanggalo Padang.
Sebelum kegiatan pengabdian masyarakat dilaksanakan diurus surat izin kegiatan
pengabdian masyarakat dari Direktur Poltekkes Kemenkes Padang ke dinas kesehatan
kota Padang untuk mendapatkan rekomendasi pelaksanakan pengabdian masyarakat
yang akan diteruskan ke pimpinan puskesmas Nanggalo Padang. Setelah rekomendasi
didapatkan maka dilanjutkan untuk mengurus izin pelaksanaan ke pimpinan
puskesmas Nanggalo Padang dengan menyerakhan surat izin dari direktur Poltekkes
Kemenkes Padang dan rekomendasi dari dinas kesehatan kota Padang. Kemudian
dijelaskan kepada pimpinan puskesmas Nanggalo Padang dan pemegang program
lansia di puskesmas tentang tujuan kegiatan pengabdian masyarakat dan bagaimana
pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat tersebut. Setelah mendapatkan izin dari
pimpinan puskesmas, disepakati dengan pemegang program lansia kelompok yang
akan diikutsertakan dan waktu pelaksanaannya dengan melibatkan kader lansia. Lansia
yang diikut sertakan adalah lansia yang mengikuti kegiatan lansia diwilayah kelurahan
kurao, kurao pagang dan gurun laweh.

B. TAHAP PELAKSANAAN
Setelah mendapatkan persetujuan dari pimpinan puskesmas, dilanjutkan dengan
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama diawali
dengan penyebaran kuesioner tentang harga diri (pre test). Setelah pengisian
kuesioner oleh siswa dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan terapi reminiscence
yang terdiri dari lima tahapan yaitu: mengidentifikasi perubahan dan masalah yang
dialami lansia, mengenang masa kanak-kanak, mengenang masa remaja, mengenang
masa dewasa dan mengenang masa lansia. Kelima tahapan kegiatan reminiscence
terapi ini dilakukan dalam dua kali kegiatan untuk masing kelompok. Setelah semua
tahapan dilaksanakan, dilanjutkan dengan evaluasi melalui pengisian kuesioner
kembali tentang harga diri lansia (Post test).

14
C. KHALAYAK SASARAN
Sasaran pada pengabdian masyarakat yang dilakukan dosen keperawatan Padang
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang adalah:
a. Lansia di kelurahan Kurao Pagang, Kurao, dan Gurun Laweh wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang
b. Penanggung jawab program lansia di Puskesmas Nanggalo Padang

b. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


Kegiatan yang dilakukan dalam bentuk psikoterapi pada lansia (menggunakan Modul
hasil Penelitian) yang meliputi :
1. Mendiskusikan pengalaman masa lalu baik yang bersifat pengalaman yang
menyenangkan, pengalaman paling berkesan, atau keberhasilan dan kesuksesan
yang pernah dicapai baik pada usia anak, remaja, dewasa dan pengalaman bersama
keluarga dan di rumah
2. Membantu mengekspresikan perasaan secara verbal setelah menyampaikan
pengalaman yang menyenangkan atau paling berkesan, atau keberhasilan dan
kesuksesan yang pernah dicapainya pada orang lain.
3. Memotivasi untuk memperlihatkan pada anggota kelompok benda-benda yang
masih dimiliki klien yang mempunyai nilai khusus bagi klien sesuai dengan topik
terapi.
4. Membantu menerima pengalaman masa lalunya yang menyenangkan atau paling
berkesan, atau keberhasilan dan kesuksesan yang pernah dicapainya sebagai bagian
yang berarti bagi klien.

Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah:


1. Sharing Persepsi dan Diskusi kelompok
2. Review Memori
3. Tanya Jawab

15
c. KETERKAITAN
Ada beberapa instansi yang terkait untuk melaksanakan program pengabdian
masyarakat yang akan dilaksanakan oleh dosen Poltekkes Kemenkes Padang
Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Padang:
a. Dinas Kesehatan Kota Padang
b. Puskesmas Nanggalo dan wilayah kerjanya

d. RANCANGAN EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. 100% dari lansia dapat mengikuti pertemuan
b. Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
c. Peran dan tugas dosen yang melakukan Pengabdian masyarakat sesuai
perencanaan
2. Evaluasi proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai waktu yang direncanakan
b. 100% dari lansia mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
c. Lansia berperan aktif dalam mengajukan pertanyaan dan mengemukakan
pendapat selama jalannya diskusi.
d. Tidak ada lansia yang keluar masuk selama jalannya kegiatan
3. Evaluasi hasil
a. 85 % lansia yang hadir memahami dan mampu membantu mengatasi masalah
harga diri rendah pada lansia
b. 85 % lansia ikut merencanakan tindakan yang akan dilakukan dan bersedia
saling membantu mengatasi masalah harga diri rendah pada lansia.
c. 85 % lansia ikut melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan.
d. 85 % lansia meningkat harga dirinya

e. JADWAL PELAKSANAAN
(Terlampir 1)
f. RENCANA PENDANAAN
(Terlampir 2)

16
g. PENGORGANISASIAN KEGIATAN
h. KETUA PELAKSANA
Nama : Heppi Sasmita, Mkep,.Sp.Kep.Jiwa
NIP : 19701020 199303 2 002
Tempat/ Tanggal Lahir : Lintau/ 20 Oktober 1970
Jenis Kelamin : Perempuan
Pangkat/Gol : Pembina/ IVA
Jabatan : Lektor Kepala
Bidang Keahlian : Keperawatan Jiwa
Jurusan : Keperawatan
Alamat rumah : Komp. Manggis Garden K 21 Balai Baru Padang
HP/e-mail : 081398223436 / heppisasmita@yahoo.com
Nama : Tasman, Mkep,.Sp.Kom
NIP : 19700522 199403 1 001
Tempat/ Tanggal Lahir : Solok, 22 Mei 1970
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pangkat/Gol : Penata tk I/Gol.III.d
Jabatan : Lektor
Bidang Keahlian : Keperawatan Komunitas
Jurusan : Keperawatan
Alamat rumah : Jln.Komplek Poltekes Kemenkes no 14 Siteba
HP/e-mail Padang
: 085375766474 / tasmantasman@rocketmail

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL KEGIATAN
Bab ini menguraikan secara lengkap hasil pengabdian masyarakat tentang
“Peningkatan Harga Diri Lansia Melalui Terapi Reminiscence di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang”, yang dilakukan pada tanggal 9 Oktober sampai
dengan 5 November 2018. Sampel yang diperoleh yaitu terhadap 35 lansia yang
mengalami harga diri rendah dan mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat secara
penuh mulai pre test, saat intervensi dan post test. Hasil pengabdian masyarakat ini
terdiri dari dua bagian yaitu analisis univariat, dan bivariat yang diuraikan berikut ini.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat meliputi karakteristik lansia (umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
perkawinan dan penyakit fisik yang dialami), harga diri sebelum dan sesudah
intervensi. Berikut ini uraian hasil analisis univariatnya.
a. Gambaran Karakteristik Lansia

Pada pengabdian masyarakat ini, responden adalah lansia yang mengalami harga
diri rendah. Karakteristik lansia terdiri dari karakteristik umur, jenis kelamin,
pekerjaan, status perkawinan dan penyakit fisik yang dialami. Distribusi frekwensi
disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Rerata Responden berdasarkan Karakteristik (Umur)
Di Wilayah Puskesmas Kerja Nanggalo Padang 2018

Variabel Mean SD Median Min - Mak 95% CI

Umur 64,11 6,1 61 56 - 83 62,02-66,21

18
Hasil analisis tabel 4.1 menunjukkan rata-rata usia lansia adalah 64,11 (95%:
62,02 – 66,21), median 61 dengan standar deviasi 6,1. Usia terendah 56 dan
usia tertinggi 83. Dari hasil estimasi dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
bahwa rata-rata umur lansia adalah diantara 62,02 sampai dengan 66,21.

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Jenis Kelamin, Pekerjaan,
Status Perkawinan dan Penyakit Fisik Yang Dialami)
Di Wilayah Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2018

Karakteristik Intervensi
N %
Jenis Kelamin
a. Laki-laki 6 17,1
b. Perempuan 29 82,9
Jumlah 35 100
Pekerjaan
a. Tidak Pernah Bekerja 25 71,4
b. Pensiunan 5 14,3
c. Bekerja 5 14,3
Jumlah 35 100
Status Perkawinan
a. Janda/duda 17 48,6
b. Kawin 18 51,4
Jumlah 35 100
Penyakit Fisik Yang Dialami
a. Tidak ada sakit fisik 7 20
b. Ada sakit fisik 28 80
Jumlah 35 100
Hasil analisis terhadap 35 lansia menunjukkan bahwa jenis kelamin lansia
menunjukkan proporsi terbesar adalah perempuan (82,9%), pekerjaan lansia lebih
dari separo (71,4%) tidak pernah bekerja (ibu rumah tangga), lebih separo lansia
(51,4%) dengan status perkawinan adalah kawin, sebagian besar lansia (80%)
mengalami penyakit fisik

b. Gambaran Harga Diri Lansia Sebelum Dan Sesudah Reminiscence Therapy


1. Gambaran Harga Diri lansia Sebelum Intervensi

Penelitian

19
Gambaran harga diri lansia sebelum intervensi, dianalisis dengan
menggunakan analisis explore dan untuk melihat kenormalan data dengan uji
Shapiro-Wilk. Nilai Shapiro-Wilk dilihat untuk kenormalan data karena jumlah
responden hanya 35 orang (kurang dari 50).
Tabel 4.3
Analisis Harga Diri Lansia Sebelum Mengikuti Reminiscence Therapy
Di Wilayah Puskesmas Nanggalo Padang 2018
Min - Shapiro-
Variabel Mean Median SD 95% CI
Max Wilk
Harga 0,000
6,71 7,0 0,71 6,0-8,0 6,47-6,96
diri
Hasil analisis untuk variabel harga diri lansia, didapatkan rata-rata score
sebelum dilakukan intervensi adalah 6,71 (95% CI: 6,47-6,96) yang diyakini
bahwa rata-rata score harga diri lansia berada pada rentang antara 6,0 sampai
8,0, dengan standar deviasi 0,71. Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan distribusi
harga diri lansia berbentuk tidak normal, dimana (p value<0,05).

2. Gambaran Harga Diri Lansia Sesudah Intervensi

Reminiscence Therapy

Untuk melihat gambaran harga diri lansia sesudah intervensi, dianalisis dengan

menggunakan analisis explore.

Tabel 4.4
Analisis Harga Diri Lansia Sesudah Mengikuti Reminiscence Therapy
Di Wilayah Puskesmas Nanggalo Padang 2018
Min -
Variabel Mean Median SD 95% CI
Max

Harga diri 4,54 4,0 1,98 2.0-9,0 3,86-5,22

Hasil analisis untuk variabel harga diri lansia, didapatkan rata-rata score
sesudah dilakukan intervensi adalah 4,54 (95% CI: 3,86-5,22) yang diyakini
bahwa rata-rata score harga diri lansia berada pada rentang antara 2,0 sampai
9,0, dengan standar deviasi 1,98.

20
2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan uji wilcoxon untuk melihat perubahan Harga Diri
Lansia Sebelum – Sesudah Intervensi Reminiscence Therapy karena data tidak
berdistribusi secara normal. Hasil analisis selengkapnya sebagai berikut;

Tabel 4.5
Analisis Perubahan Harga Diri Lansia Sebelum - Sesudah Reminiscence
Therapy di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang, Tahun 2018
Post test Harga Diri –
Pre test Harga Diri
Z -4,435(a)
Asump.Sig.(2-tailed) ,000

Hasil analisis harga diri lansia sebelum dan sesudah intervensi diketahui
Asymp.Sig. (2-tailed) bernilai 0,000. Karena 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, artinya ada perbedaan antara harga diri saat
pre test dengan post test sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
reminiscence therapy terhadap penurunan harga diri rendah pada lansia.

B. PEMBAHASAN

Hasil analisis kegiatan pengabdian masyarakat tentang peningkatan harga diri lansia
melalui terapi reminiscence di wilayah kerja puskesmas Nanggalo Padang
menunjukkan penurunan rata-rata score harga diri rendah pada lansia yaitu 2,17,
dengan arti kata terjadi peningkatan harga diri pada lansia sebesar 2,17. Hasil
penelitian lain yang dilakukan Nanthamongkolchai, Tuntichaivanit, Munsawaengsub,
& Charupoonphol (2009) di Propinsi Nakhon Sawan menunjukkan bahwa 19,3 %
lansia mengalami harga diri rendah. Disamping itu hasil penelitian Narulita (2017)
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan harga diri rendah lansia di kabupaten
Bungo juga menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mengalami harga diri rendah
(68,1%). Harga diri menurut Sundeen (2005) merupakan penilaian pribadi terhadap

21
hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku
dengan ideal diri. Potter dan Perry (2005), menyatakan bahwa harga diri menjadi hal
yang sangat penting bagi lansia karena harga diri adalah rasa dihormati, diterima,
diakui dan bernilai bagi lansia yang didapatkan dari orang lain. Menurut Suliswati,
(2002) seseorang yang sering mengalami keberhasilan dapat meningkatkan harga
dirinya, disamping itu seseorang akan menurun harga dirinya apabila sering
mengalami kegagalan, tidak dicintai dan tidak diterima
dilingkungannya. .................Harga diri rendah......
Harga diri rendah pada lansia dikarenakan adanya tantangan baru akibat dari
kehilangan pasangan, ketidakmampuan fisik, dan pensiun. Hasil analisis data
pengabdian masyarakat menunjukkan bahwa hampir separo lansia dengan status
perkawinan adalah janda/duda, sebagian besar lansia mengalami penyakit fisik. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Narulita (2017) menunjukkan bahwa dari 54,6%
responden yang status perkawinannya sebagai janda/duda sebagai besar mengalami
harga diri rendah (58,4%). Havighurat (1953 dalam Potter & Perry 2009) menyatakan
bahwa salah satu tugas perkembangan lansia adalah mampu beradaptasi terhadap
kehilangan pasangan hidupnya. Stuart dan Sundeen (2007) menyatakan bahwa
individu yang mengalami perceraian atau tidak memiliki pasangan termasuk kelompok
resiko tinggi mengalami masalah psikologis. Menurut teori perkembangan dalam
Stuart (2014), bahwa tahapan perkembangan psikologis sesuai dengan usia seseorang
dan tugas perkembangan pada usia lansia yaitu dapat melakukan penyesuaian terhadap
perubahan dan kehilangan, mempertahankan harga diri, dan mempersiapkan kematian
yang akan dihadapi.

Banyak dampak yang terjadi akibat harga diri rendah pada lansia. Menurut Yosep
(2010), jika harga diri rendah tidak ditangani, maka akan mengakibatkan lansia
beresiko mengalami depresi sehingga menarik diri dan kemudian berlanjut ke
perilaku kekerasan dan resiko bunuh diri.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan harga diri pada lansia adalah melalui
reminiscence therapy. Terapi kelompok reminiscence merupakan suatu terapi yang
dilakukan pada penderita secara kelompok dengan memotivasi lansia mengingat

22
kembali kenangan atau kejadian masa lalu serta memiliki kemampuan menyelesaikan
masalah (Manurung, Nixson, 2016). Terapi reminiscence diberikan pada lansia
melalui proses motivasi dan diskusi tentang pengalaman masa lalu yang dialaminya.

Melalui terapi reminiscence lansia dapat menemukan kelebihan dalam dirinya,


membangun rasa kepercayaan diri lansia, dan mengembangkan pemikiran positif dari
lansia itu sendiri. Hal tersebut dapat meningkatkan harga diri lansia. Pemberian terapi
reminiscence untuk mengatasi stres pada lansia memang cukup penting mengingat
efek negatif stres yang dapat menimbulkan tuntutan yang besar pada seseorang, dan
jika orang tersebut tidak dapat beradaptasi maka akan meninbulkan penyakit.

Terapi reminiscence memiliki fungsi yaitu mengingat keindahan masa lalu untuk
melupakan sejenak hal -hal yang tidak menyenangkan di masa sekarang dan
mengurangi perasaan -perasaan negatif pada lansia (Utami, 2012). Selama proses
terapi, lansia dimotivasi untuk menceritakan kenangan yang menyenangkan di masa
lalunya. Saat mengingat pengalaman positif di masa lalu, lansia memperoleh
pengetahuan umum, keterampilan dan strategi untuk beradaptasi dengan stresor
penuaan. Lansia yang berhasil dalam penyesuaian diri terhadap perubahan dan
kemunduran yang dialaminya akan memunculkan perasaan dan sikap -sikap yang
positif bagi dirinya maupun lingkungannya (Pratiwi dan Pribadi, 2013).

Dengan menceritakan kenangan-kenangan yang menarik dan menyenangkan di masa


lalu, lansia dapat melupakan berbagai hal yang tidak menyenangkan dalam
kehidupannya saat ini. Hal tersebut dapat mengurangi emosi negatif yang dirasakan
dan meningkatkan mood positif lansia.

Hasil uji statistik non-parametrik dengan uji wilcoxon diperoleh nilai Asymp.Sig (2-
tailed) sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 yang menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan antara skor harga diri rendah sebelum diberikan terapi
reminiscence dan setelah diberikan terapi reminiscence. Melalui terapi reminiscence
lansia dapat menemukan kelebihan dalam dirinya, membangun rasa kepercayaan diri
lansia, dan mengembangkan pemikiran positif dari lansia itu sendiri.25Hal tersebut
dapat meningkatkan harga diri lansia. Hasil penelitian didukung oleh pendapat

23
Fontaine dan Fletcher (2003, dalam Syarniah, 2010) mengatakan bahwa terapi
reminiscence bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan membantu individu
mencapai kesadaran diri dan memahami diri, beradaptasi terhadap stress dan melihat
konteks dirinya dalam konteks sejarah dan budaya. Disamping itu Fontaine dan
Fletcher (2003) menjelaskan bahwa Reminiscence atau kenangan adalah suatu
kemampuan pada lansia yang dipandu untuk mengingat memori masa lalu dan
disampaikan memori tersebut dengan keluarga, kelompok atau staf.

Suliswati, (2002) menjelaskan bahwa saat memasuki masa lansia, harga diri individu
dipengaruhi oleh kepuasan atau tidak kepuasan didalam hidupnya. Bila dalam tahapan
sebelumnya individu mengalami kepuasan dan siap menghadapi perubahan fungsi
hidupnya bahkan menghadapi kematian maka individu tersebut telah mencapai
integritas. Sebaliknya apabila individu tersebut selalu mengalami kegagalan dalam
menjalankan peran pada masa perkembangannya maka akan selalu menimbulkan
keputusasaan yang akhirnya merasa tidak berguna, bersalah dan tidak berharga yang
pada akhirnya akan menimbulkan masalah harga diri rendah.

21
,22

24

24
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Jenis kelamin lansia menunjukkan proporsi terbesar adalah perempuan (82,9%),
pekerjaan lansia lebih dari separo (71,4%) tidak pernah bekerja (ibu rumah
tangga), lebih separo lansia (51,4%) dengan status perkawinan adalah kawin,
sebagian besar lansia (80%) mengalami penyakit fisik
2. Rerata harga diri lansia sebelum dilakukan terapi reminiscence adalah 6,71.
3. Rerata harga diri lansia sesudah dilakukan terapi reminiscence adalah 4,54
4. Ada peningkatan yang bermakna antara harga diri lansia sebelum dan sesudah
intervensi terapi reminiscence atau dapat juga diartikan adanya penurunan harga
diri rendah pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang .

B. SARAN
1. Pihak kelurahan bekerjasama dengan pihak Puskesmas untuk memantau
kesehatan jiwa lansia (terutama terkait dengan masalah harga diri rendah)
secara rutin melalui scrining masalah kesehatan jiwa pada lansia.
2. Pihak kelurahan dan penanggung jawab program lansia di Puskesmas bersama-
sama mengoptimalkan kegiatan posyandu lansia dan kegiatan lain yang
melibatkan aktivitas lansia.
3. Menggunakan hasil pengabdian masyarakat sebagai evidance based untuk
pelayanan kesehatan pada lansia di puskesmas.

25
DAFTAR PUSTAKA

Amarullah, 2009 Kasus Bunuh Diri di Indonesia. http://nasional.vivanews.com


Atchley, R. C. dan Barusch, A. S. (2004).. USA : sosial forces and Aging: an
introduction to sosial gerontology. Thomson Learning, Inc
Badan Pusat Statistik (2013) Proyeksi Penduduk Indonesia 1010-2035. Diakses
http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/ Proyeksi Penduduk
Indonesia 2010-2035
Collings, C.J (2006). Life Review and Reminiscence Group TherapyAmong Senior
Adult. http://etd.lib.ttu/theses.available/etd-4182006223851/unrestricted/
collin_Cassondra-Diss pdf.
Iswantiah, Sri Nabawiyati Nurul Makiyah, dan Laili Nur Hidayati. (2012).
Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Kesehatan Lansia Tentang Personal
Hygiene. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah. Volume 3 no 2. 9 januari 2017
Manurung, Nixson (2015) Terapi Reminiscence: Solusi pendekatan sebagai upaya
tindakan keperawatan dalam menurunkan kecemasan, stress dan depresi,
Jakarta : Trans Info Media

Miller (2004). Nursing for Wellness in Older Adults Theory and Practice,
Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins
Mohr, W.K. ( 2006). Psychiatric- mental health nursing (4th ed), Philadelphia : J.B. Lippincott
Company.
NANDA (2005). Nursing diagnoses : definitions & classification, Philadelphia : AR

Nugroho, Wahyudi, (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Ed 3. Jakarta : EGC

Nugroho (2010) Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC

Potter dan Perry (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 7 Buku 1 dan 2 Jakarta:
Salemba Medika.
Rosenberg (1965). Rosenberg Self Esteem Scale.
http://www.yorku.ca/rokade/psyctest/rosenberg .pdf.
Sasmita, Heppi &Tasman (2017) Efektifitas Modul Terapi Reminiscence dan Terapi
Supportif Pada Keluarga terhadap Perubahan Kejadian Depresi pada Lansia di
Kurao Pagang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang, Padang Tidak
dipublikasikan).
Stuart ,G.W dan Laraia, M.T (2005) Principles and practice of psychiatric nursing
(8Th.ed).St Louis: Mosby
Stuart, (2014). Principles and Pactise of Psychiatric Nursing. (10th ed). St.Louis.
Mosby Company.
Suliswati, dkk (2002). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa, Jakarta : EGC

26
Yosep (2010). Keperawatan Jiwa. Cetakan Ketiga. (Edisi Revisi). Bandung : PT.
Refika Aditama

27

Anda mungkin juga menyukai