Anda di halaman 1dari 20

Menu

bernardtherider225cc
Tulisan tentang apa yang telah dialami dan dijalani.

DIY (Do It Yourself) Membuat sendiri Regulator


Tegangan DC Untuk Sepeda Motor

      Dengan peraturan lalu-lintas yang mengharuskan lampu utama (lampu-lampu jalan) sepeda
motor menyala baik siang maupun malam, banyak ditemui keluhan teknis yang berujung pada
keluhan ekonomis dalam pemakaian sepeda motor. Keluhan ini adalah tidak efisien-nya
pemakaian bohlam yang cepat putus karena penyalaan yang terus menerus selama motor
berjalan. Mungkin pada sepeda motor-sepeda motor (selanjutnya disebut motor saja) yang
sudah menerapkan “lights on” (lampu-lampu jalan menyala sendiri setelah mesin menyala)
sudah mendisain kelistrikan penyalaan lampu-lampu jalan dengan baik sehingga menyalanya
bohlam boleh dibilang stabil walaupun tetap saja ditemui keluhan cepat putusnya bohlam jika
dibanding dengan saat peraturan lalu-lintas belum seperti sekarang ini yang hanya mewajibkan
lampu-lampu jalan dinyalakan pada malam hari saja.
Penyalaan lampu-lampu jalan di sepeda motor kecuali penyalaan lampu-lampu sein dan lampu
rem pada umumnya adalah menggunakan sumber tegangan yang langsung dari spul (walaupun
ada beberapa jenis motor yang penyalaan semua lampunya sudah didisain bersumber pada
battery atau arus DC yang juga biasa disebut sebagai DC fullwave). Tanpa diratakan terlebih
dahulu spul ini mengeluarkan tegangan AC (arus bolak balik) dari 12 Volt saat mesin
langsam/stasioner hingga lebih dari 16 Volt bahkan mencapai 17 Volt tanpa beban lampu.
Setelah dibebani lampu maka nyala lampu akan meredup saat mesin stasioner dan akan terang
saat putaran mesin semakin cepat atau saat motor melaju kencang. Skema kelistrikan yang
banyak ditemui untuk penyalaan lampu-lampu jalan di sepeda motor bisa dilihat pada skema
yang sudah disederhanakan dalam gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1: Penyederhanaan Skema Kelistrikan Penyalaan Lampu-Lampu Jalan di Sepeda Motor


Pada Umumnya

      Dengan melihat skema kelistrikan di atas, saat mesin mati kunci kontak di”on” maka yang
bisa menyala adalah lampu sein, lampu rem dan klakson saja sementara lampu-lampu jalan baru
bisa menyala setelah mesin dihidupkan. Setelah mesin hidup saklar S1 di”on” maka lampu-
lampu jalan baru bisa menyala. Di sinilah terjadi aliran arus listrik dari spul ke bohlam yang selalu
berubah-ubah seirama dengan putaran mesin, dimana arus listrik akan mengecil saat putaran
mesin rendah dan akan membesar saat putaran mesin tinggi. Hal pertama yang sering ditemui
adalah rusaknya/melelehnya socket (fitting) dari bohlam yang kemudian disusul dengan
putusnya bohlam karena tegangan dan juga arus yang tidak stabil tadi ditambah faktor usia
pemakaian motor dimana debu/kotoran dapat membantu kerusakan pada fitting hingga
membuat bohlam putus.

Masih menerapkan atau menggunakan skema yang umum dipakai seperti pada gambar 1 dan
disesuaikan dengan peraturan lalu-lintas yang berlaku saat ini dan untuk menghindari faktor lupa
pengendara motor menyalakan lampu maka pihak pabrikan motor menghilangkan/meniadakan
saklar lampu S1. Jadi setelah mesin hidup lampu-lampu jalan langsung menyala tanpa perlu lagi
pengendara menyalakan lampu dengan saklar. Inilah yang biasa disebut dengan “lights on”,
dimana begitu mesin menyala lampu-lampu jalan ikut menyala tanpa perlu lagi kita
menyalakannya. Penyederhanaan skema kelistrikannya bisa kita lihat pada gambar 2.

Gambar 2: Skema Kelistrikan Penyalaan Lampu-Lampu Jalan di Sepeda Motor Tanpa Saklar

      Dengan melihat skema kelistrikan dalam gambar 2 di atas bisa disimpulkan bahwa tidak
stabilnya arus listrik masih saja terjadi yang diikuti dengan keluhan-keluhan yang masih umum
terjadi setelah pemakaian motor dalam waktu tertentu karena getaran-getaran mesin dan
guncangan jalan ditambah dengan kotornya fitting socket lampu dan berubah-ubahnya arus
listrik.

Demi untuk mendapatkan sumber listrik yang stabil dalam penyalaan lampu-lampu jalan (lampu
utama) ada juga pemilik motor yang merubah kelistrikan penyalaan lampu ini dengan memutus
sambungan kabel yang sebelumnya tersambung dengan spul lampu lalu menyambungkannya
dengan saklar kunci kontak. Hal ini bisa atau sah-sah saja diterapkan selama aki masih benar-
benar sehat. Namun seiring dengan berjalannya waktu pemakaian motor dimana kinerja aki
sudah mulai merosot karena seringnya menstarter mesin dengan elektrik starter ditambah
kurang maksimalnya kerja kiproks yang dalam skema kelistrikan umum di atas adalah
menggunakan kiproks setengah gelombang yang sudah tentu berbeda dengan kiproks yang
dipakai di rangkaian gelombang penuh (fullwave), maka perubahan/penyambungan kabel
kelistrikan lampu-lampu jalan yang dihubungkan ke kabel setelah kunci kontak (menjadikannya
DC) dapat menyebabkan aki menjadi tekor, lampu kurang terang, klakson kurang nyaring dan
akhirnya tidak dapat menstart motor dengan elektrik starter.

Dari berbagai keluhan-keluhan di atas tadi hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana cara untuk
menyediakan sumber listrik yang stabil untuk penyalaan lampu-lampu jalan yang sekaligus
menjadikan bohlam awet/tahan lama dan aki tidak tekor ataupun overcharge. Untuk
mendapatkan sumber listrik DC yang stabil yang akan digunakan sebagai sumber tegangan
penyalaan lampu-lampu jalan, artikel ini mencoba menyajikan cara sederhana dengan membuat
sendiri penstabil tegangan DC untuk penyalaan lampu-lampu jalan yang sekaligus berfungsi
sebagai alat pengisian (charger) aki di motor. Sebuah rangkaian elektronik sederhana penstabil
tegangan yang hanya menggunakan empat jenis komponen elektronik dapat dilihat pada
gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3: Empat Komponen Utama Regulator Tegangan DC

      Empat komponen utama sebagai bahan untuk membuat sebuah rangkaian elektronik
penstabil tegangan DC kelistrikan di sepeda motor ini terdiri dari dua buah Transistor type
2N3055 yang umumnya disebut juga sebagai transistor jenis jengkol lengkap dengan penyekat
tahan panas/isolator (dalam kantong plastik), satu buah IC penstabil tegangan type LM7815,
empat buah Dioda 6 Ampere, dua buah Kondensator elektrolit 470µF/50Volt (baca: 470 mikro
Farad/50Volt), kabel warna merah, hitam, kuning dan biru ukuran 0,5mm masing-masing
sepanjang 50cm, kaberl kecil warna kuning dan biru masing-masing 25cm dan yang terakhir
adalah socket dan isinya yang nantinya disesuaikan dengan kebutuhan socket dari kabel body
yang sebelumnya dihubungkan ke kiproks bawaan/ori bawaan motor.

Dari keempat jenis komponen di atas, ada tiga jenis komponen yang setelah dirangkai dan sudah
bekerja akan menghasilkan panas. Komponen pertama yang menghasilkan panas adalah dua
buah transistor dan komponen kedua yang menghasilkan panas namun tidak sepanas transistor
adalah empat buah dioda dan yang terakhir adalah IC. Untuk itu kita perlu menyiapkan tiga
pendingin yang terbuat dari aluminium yang dapat kita pakai sebagai peredam panas yang
dihasilkan ketiga jenis komponen tersebut tadi (gambar 4) dan berfungsi juga sebagai
wadah/casing dari seluruh rangkaian nantinya setelah kita potong pendingin dari dua buah
transistornya (lihat gambar 5).
Gambar 4: Tiga pendingin dari bahan aluminium

Gambar 5: Pendingin Transistor yang sudah dipotong (atas) dan dibentuk menjadi casing

      Pada awal-awal pembuatan dan saat ujicoba setelah semua komponen terangkai menjadi
sebuah alat penstabil tegangan DC, bukan berarti langsung berhasil dengan hasil yang bagus.
Akan tetapi pernah mengalami kegagalan. Kegagalan pertama adalah rusaknya dioda sesaat
setelah diuji coba dengan menaikkan RPM mesin. Dioda bukannya putus tetapi menjadi short
atau seakan menjadi kawat penghantar saja, dan ini akan menjadikan dua transistor menjadi
panas berlebihan yang jika dilanjutkan akan merusakkan transistor tersebut. Kegagalan kedua
adalah panas yang tidak seimbang antara dua transistor yang dirangkai walaupun rangkaian
menunjukkan kinerja yang bagus.

Untuk mengantisipasi terjadinya dua kegagalan di atas, perlu ketelitian saat membeli komponen-
komponen yang diperlukan untuk pembuatan rangkaian penstabil tegangan DC ini. Usahakan
melakukan pengukuran dengan menggunakan multimeter analog pada semua dioda (empat
buah), pilihlah yang beresistansi lebih dari 50Ω (Ohm). Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 6,
7 dan 8 di bawah ini.
Gambar 6: Dioda dengan type yang sama namun belum tentu sama nilai resistansinya

Gambar 7: Nilai resistansi dioda yang hanya 20 Ohm saja

Gambar 8: Nilai resistansi dioda di atas 50 Ohm

      Dengan melihat gambar 6, 7 dan 8 di atas setidaknya kita bisa memilih dioda yang
beresistansi di atas 50Ω sajalah yang akan kita gunakan. Yang beresistansi kurang dari 50Ω atau
20Ω sangat tidak direkomendasikan.

Untuk antisipasi panas yang tidak seimbang antara dua transistor yang akan dirangkai kita bisa
memilih transistor type 2N3055 dengan seri yang sama (lihat gambar 9).
Gambar 9: Transistor type 2N3055 dengan seri yang sama (dalam garis putus-putus kuning)

      Skema rangkaian sederhana penstabil tegangan DC yang akan kita rangkai adalah seperti
pada gambar 10 di bawah ini.

Gambar 10: Skema Rangkaian Elektronik Sederhana Penstabil Tegangan DC.

      Sebelum kita merangkai semua komponen menjadi sebuah alat elektronik penstabil
tegangan DC, mungkin perlu untuk kita mengenal dan menentukan dimana letak kaki-kaki (pin)
transistor yang terdiri dari tiga kaki yang masing-masing kakinya mempunyai nama Base (Basis),
Collector (Kolektor), dan Emitter (Emitor). Demikian juga untuk mengetahui kaki-kaki IC type
LM7815 yang mempunyai tiga kaki yang masing-masing kakinya mempunyai fungsi yang
berbeda dimana kaki nomor 1 (input), kaki nomor 2 (ground), dan kaki nomor 3 (output). Serta
kaki-kaki dioda. Untuk dapat menentukannya bisa dilihat pada gambar 11, 12 dan 13 di bawah
ini.

Gambar 11: Pengenalan kaki-kaki transistor type 2N3055


Gambar 12: Pengenalan IC LM7815 dimana permukaan penyerap panas terhubung dengan kaki
nomor 2

Gambar 13: Pengenalan bentuk fisik dioda 6 Ampere dan simbolnya dalam skema

      Satu komponen lagi yang penyambungan kedua kakinya (polaritas) tidak boleh terbalik
adalah kondensator elektrolit (yang dalam rangkaian ini menggunakan dua buah kondensator
470µF/50Volt). Cara mengetahui mana polaritas positif adalah dengan melihat langsung kakinya
(saat baru dibeli), dimana kaki yang panjanglah yang positif dan kaki yang lebih pendek adalah
polaritas negatif yang biasanya bisa dilihat juga pada label pembungkus plastiknya bertanda (-).

Setelah kita cukup mengenal fungsi dari masing-masing kaki komponen kini kita sudah siap
untuk mulai merangkainya. Kita siapkan lempengan aluminium yang berfungsi sebagai alas
casing dari semua rangkaian dengan membuatkan lubang dan celah (agar kabel-kabel dari sisi
casing kiri bisa masuk ke casing sisi kanan) sesuai keperluan penempatan komponen dan juga
sebagai pengikat pendingin transistor jengkol. Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 14 dan
berikut ini.
Gambar 14: Memasang Seluruh Komponen di Casing Aluminium

      Penjelasan gambar 14 adalah sebagai berikut; gambar 14 (1) menyiapkan lempengan
aluminium sebagai alas penempatan komponen yang akan diletakkan di sini. Gambar 14 (2)
komponen yang terdiri dari empat dioda yang diparalel menjadi dua bagian paralel dan dibaut
agar dioda dapat melepaskan panasnya saat bekerja ke lempengan aluminium demikian juga
maksud penempatan IC yang dibautkan langsung ke lempengan aluminium dengan memberikan
skun untuk penyolderan kabel masukan dan keluaran (input dan output) polaritas negatip dari
seluruh rangkaian. Menempatkan dua buah kondensator elektrolit 470µF/50Volt yang bisa
langsung saja menggunakan perekat (lem castol). Gambar 14 (3) memasang transistor 2N3055
yang dibautkan langsung pada lempengan pendingin dengan sebelumnya memasang penyekat
agar body transistor yang merupakan kaki kolektor transistor tidak berhubungan langsung
dengan lempengan aluminium karena body transistor yang merupakan kaki yang bernama
kolektor ini akan dialiri oleh listrik DC setelah perataan dari dioda (lihat skema dalam gambar
10). Gambar 14 (4) setelah semua komponen (dengan perencanaan yang baik) terposisikan di
tempat yang aman yang nantinya tidak menyebabkan kaki-kaki komponen bersinggungan satu
sama lainnya kecuali yang memang akan disambungkan, maka bentuk fisik yang akan tampak
adalah seperti tertampil dalam gambar 14 (4) di atas.

Dengan melihat kembali skema lengkap dalam gambar 10 kita bisa memulai
menyambungkan/menghubungkan kaki-kaki komponen seperti tertampil dalam gambar 15 di
bawah ini.
Gambar 15: Memulai penyambungan kaki-kaki komponen dengan solder

      Dengan melihat kaki-kaki komponen yang sudah tersambung (dengan menggunakan solder)
satu dengan lainnya dalam gambar 15 di atas, kita bisa memulainya dengan penyambungan dua
kaki (katoda) dioda yang telah diparalel dengan menggunakan kabel berwarna merah yang
penyambungannya dilanjutkan dengan menghubungkannya dengan kaki kolektor pada transistor
sebelah kiri, kabel biru kecil menyambungkan kaki (katoda) dioda sebelah kanan dengan kaki
nomor 1 (input) IC LM7815, sedang kabel biru kecil lainnya menyambungkan dua kaki (katoda)
dioda yang telah diparalel di sebelah kiri ke kutub positif dua kondensator elektrolit
470µF/50Volt yang telah diparalelkan juga. Sementara dua kutub negatif kondensator
disambungkan langsung pada lempengan alas aluminium dengan menggunakan solder melalui
skun yang telah dibautkan. Kabel kuning besar disambungkan di dua kaki (anoda) dioda yang
telah diparalel di sebelah kiri untuk nantinya menjadi input yang tersambung dengan spul lampu
atau spul charging dari mesin motor. Kabel hitam besar disambungkan langsung ke alas
aluminium dengan penyolderan pada skun yang telah dibautkan bersama body IC LM7815, kabel
hitam besar ini nantinya menjadi kutub negatif input/output dari rangkaian. Kabel biru besar
disambungkan ke dua kaki (anoda) dioda yang telah diparalel di sebelah kanan untuk nantinya
menjadi input yang tersambung dengan spul charging atau spul lampu dari mesin motor. Kini
lihat transistor 2N3055 yang sudah terpasang pada pendingin di sebelah kiri yang kaki kolektor-
nya sudah terhubung dengan kabel merah besar. Sambungkan/solderkan kabel biru besar di kaki
emitor transistor dan kabel kuning kecil di kaki basis transistor. Setelah semuanya selesai
seperti tertampil dalam gambar 15, semua sambungan dengan menggunakan solder ini
diusahakan untuk disemprot dengan bahan isolasi (lack). Jika kesulitan mendapatkan lack yang
disemprotkan sebagai bahan pengisolasi agar sambungan aman terhadap percikan air, kita bisa
menyemprotnya menggunakan cat pylox warna clear secukupnya.

Setelah dilakukan penyemprotan bahan isolasi pada sambungan-sambungan penyolderan agar


tidak mudah berkarat dan agar aman dari percikan air serta bahan isolasi yang disemprotkan
sudah kering, kita lanjutkan dengan menutupkan casing yang merupakan pendingin dari
transistor di sebelah kiri ini. Lebih jelasnya lihat gambar 16 dan 17 berikut ini.

Gambar 16: Penyambungan kabel-kabel di sisi kiri sudah selesai dan sudah disemprot dengan
bahan isolasi

Gambar 17: Sisi kiri yang sudah bisa ditutup setelah penyambungan selesai

      Setelah casing sebelah kiri tertutup dengan baik, kini kita bisa melanjutkan penyambungan
kaki-kaki komponen di sisi sebelah kanan. Pertama kita sambungkan dulu kabel berwarna
kuning kecil yang dari kaki basis transistor sebelah kiri ke kaki output (kaki no.3) IC LM7815
yang selanjutnya disambungkan ke kaki basis transistor sebelah kanan. Dilanjut dengan
menyambungkan kabel merah besar dari kaki kolektor transistor sebelah kiri ke kaki kolektor
transistor sebelah kanan, sedangkan kabel biru besar dari kaki emitor transistor sebelah kiri
disambungkan ke kaki emitor transistor sebelah kanan untuk kemudian disambung dengan
kabel berwarna merah yang nantinya merupakan titik output positif dari rangkaian regulator ini.
Lebih jelasnya bisa dilihat gambar 18.
Gambar 18: Penyambungan kaki-kaki komponen di sisi sebelah kiri

      Setelah penyambungan selesai, sama seperti yang telah dilakukan pada tutup casing sebelah
kiri, dengan menyemprotkan bahan isolasi pada setiap sambungan kabel solderannya. Tunggu
hingga kering kemudian casing sebelah kanan sudah siap untuk ditutup setelah sebelumnya
mengeluarkan (melewati lubang di sisi kanan tutup casing) empat kabel berwarna merah,
kuning, hitam dan biru dan membungkusnya dengan kabel kerut (shrinking tube) kemudian diikat
dengan cable ties. Lebih jelasnya lihat gambar 19.

Gambar 19: Penyambungan antara kaki komponen sebelah kanan sudah selesai dan siap ditutup

      Tampilan bentuk fisik seluruh rangkaian regulator DC sebagai pengganti kiproks seperti
tertampil dalam gambar 20 di bawah ini.
Gambar 20: Bentuk fisik seluruh rangkaian dalam wadah/casing aluminium sekaligus penyerap
panas

      Kini kita siapkan socket berikut isinya yang biasanya untuk motor-motor yang masih
menerapkan kelistrikan DC setengah gelombang atau boleh dibilang yang menerapkan
penyalaan lampu-lampu jalannya masih menggunakan arus AC dari spul, kita hanya butuh
socket berisi empat pin (seperti terlihat dalam gambar 21) lalu sambungkan kabel-kabel dari
rangkaian dengan pin menggunakan solder.

Gambar 21: Penyambungan kabel-kabel rangkaian regulator tegangan DC dengan pin socket.

      Perlu penyesuaian dengan socket kiproks (dari kabel body) bawaan motor untuk penempatan
pin di dalam socket ini agar terhindar dari salah sambungnya kelistrikan. Penempatan pin di
dalam socket yang merupakan dua titik input dari tegangan AC dan dua titik output tegangan DC
mereferensi motor-motor Yamaha yang masih menerapkan kelistrikan DC setengah gelombang
atau penyalaan lampu-lampu jalan masih menggunakan arus AC dari spul. Dan isi dari socket
yang terhubung ke kabel body seperti terlihat dalam gambar 22 di bawah ini.
Gambar 22: Isi dari socket kiproks yang terhubung ke kabel body yang nantinya diadu dengan
socket Regulator Tegangan DC yang sudah jadi

      Dengan melihat gambar 22 tentang konfigurasi pin socket yang terhubung dengan kelistrikan
motor (kabel body) maka kita dapat menempatkan pin yang sudah tersolder dengan kabel-kabel
input dan output regulator tegangan DC ke dalam socket dengan konfigurasi/susunan seperti
terlihat dalam gambar 23.

Gambar 23: Konfigurasi/susunan pin socket regulator tegangan DC yang telah disesuaikan
dengan socket yang terhubung ke kabel body motor

      Sedang bentuk fisik setelah perakitan selesai dan perbandingannya jika kita memakai
lempengan aluminium yang agak panjang bisa dilihat dalam gambar 24 dan 25.

Gambar 24: Bentuk fisik Regulator Tegangan DC setelah semua perakitan selesai
Gambar 25: Perbandingan bentuk fisik jika memakai lempengan aluminium yang lebih panjang
dengan penempatan enam komponen di luar casing

       Karena tujuan penggantian kiproks bawaan motor dengan regulator tegangan DC ini adalah
untuk mendapatkan tegangan yang stabil yang sudah tentu (sesuai dengan nama rangkaiannya)
merubah terlebih dahulu sumber listrik di motor menjadi semuanya DC maka sangatlah perlu
(kalau tidak bisa dinamakan harus) merubah sambungan kabel penyalaan lampu-lampu jalan
yang asalnya tersambung dengan spul (melalui kabel body yang masih saja tersambung dengan
spul walaupun kiproks bawaan motornya sudah diganti dengan regulator tegangan DC) ke
sambungan atau ke kabel yang tersambung ke kunci kontak. Artinya kita akan memotong kabel
dari kabel body yang menuju saklar lampu-lampu jalan. Setelah terpotong kabel dari kabel body
dinonaktifkan/diamankan dengan isolasi, sementara kabel yang menuju ke saklar lampu
disambungkan ke kabel dari kunci kontak dimana kabel ini akan bertegangan DC setelah kunci
kontak di”on”. Skema perubahan bisa dilihat dalam gambar 26, sedangkan perubahan secara
nyata bisa dilihat dalam gambar 27 dengan mereferensi perubahan kabel saklar lampu-lampu
jalan dari dua motor Yamaha Scorpio.

Gambar 26: Skema perubahan yang harus dilakukan sebelum mengganti kiproks dengan
rangkaian regulator tegangan DC
Gambar 27: Perubahan sambungan kabel saklar lampu ke kabel kunci kontak secara fisik

      Bandingkan perubahan yang terjadi dalam gambar 26 yang merupakan skema perubahan
sambungan kabel penyalaan lampu-lampu jalan dengan gambar 1 yang merupakan skema
asalnya.

Setelah perubahan selesai kita dapat langsung mencopot kiproks bawaan motor dan
menggantinya dengan rangkaian regulator tegangan DC yang sudah dipasangi socket yang
sesuai dengan socket kiproks bawaan motor dimana setelah pemasangan rangkaian regulator
tegangan DC ini langsung juga terjadi perubahan pada skema kelistrikan dari asalnya (dalam
gambar 1) menjadi skema listrik seperti terlihat dalam gambar 28 di bawah ini.

Gambar 28: Skema kelistrikan setelah penggantian kiproks dengan regulator tegangan DC

      Rangkaian regulator tegangan DC sebagai pengganti kiproks perataan setengah gelombang
ini diujicobakan dan dipasang di motor ber-cc besar Yamaha Scorpio yang masih menerapkan
perataan setengah gelombang atau motor dengan penyalaan lampunya masih menggunakan
arus AC dari spul seperti di motor-motor bebek pada umumnya. Ujicoba berhasil dengan baik
walaupun pada awal-awal pembuatan ada beberapa hal yang perlu diteliti dan dibenahi seperti
yang telah dijelaskan di bagian atas tulisan ini. Perlu diketahui bahwa motor Yamaha Scorpio
yang diujicoba dengan menggunakan rangkaian regulator tegangan DC ini pernah dirubah
rangkaian spul-nya menjadi spul fullwave yang saat ini sudah dirubah lagi rangkaian spul-nya
menjadi standart kembali seperti aslinya. Motor ini juga mengaplikasikan atau sudah dipasangi
lampu sorot Hella FF75 dan dua klakson besar disamping juga ada dua klakson asli bawaan
motor-nya dengan menggunakan selector switch untuk memilih mana klakson yang ingin
dihidupkan. Lampu depan masih asli bawaan motor sedang lampu belakang sudah diisi dengan
lampu hias yang akan menyala terus menerus selama kunci kontak “on”. Hasil-hasil ujicobanya
bisa dilihat dalam gambar-gambar tertampil di bawah ini.

Gambar 29: Rangkaian Regulator Tegangan DC pengganti kiproks setengah gelombang


terpasang di Yamaha Scorpio

      Dalam gambar 29 rangkaian regulator tegangan DC diujicoba di motor Yamaha Scorpio untuk
menggantikan kiproks setengah gelombang.

Gambar 30: Ujicoba di RPM mesin stasioner tanpa menyalakan lampu

      Dalam gambar 30 setelah kiproks setengah gelombang diganti dengan rangkaian regulator
tegangan DC, mesin dihidupkan dengan RPM stasioner, tegangan DC (aki) menunjukkan 12.7
Volt tanpa menyalakan lampu.
Gambar 31: Ujicoba di RPM mesin 4000 tanpa menyalakan lampu

      Dalam gambar 31 setelah kiproks diganti dengan rangkaian regulator tegangan DC, mesin
masih menyala dan RPM dinaikkan hingga 4000, tegangan DC (aki) menunjukkan 13.6 Volt tanpa
menyalakan lampu.

Gambar 32: Ujicoba di RPM mesin stasioner dengan menyalakan lampu

      Dalam gambar 32 setelah kiproks diganti dengan rangkaian regulator tegangan DC, mesin
masih menyala dengan RPM stasioner, tegangan DC (aki) menunjukkan 12.1 Volt dengan
menyalakan lampu.

Gambar 33: Ujicoba di RPM mesin 4000 dengan menyalakan lampu


     Dalam gambar 33 setelah kiproks diganti dengan rangkaian regulator tegangan DC, mesin
masih menyala dan RPM dinaikkan hingga 4000, tegangan DC (aki) menunjukkan 12.7 Volt
dengan menyalakan lampu.

Setelah serangkaian ujicoba dilakukan di tempat (motor tidak dijalankan), dengan hasil-hasil
ujicoba di atas, motor dijalankan hingga sejauh lebih kurang 100km PP dengan berbagai variasi
kecepatan/RPM hingga kembali lagi ke tempat semula kemudian mesin dimatikan hanya
sementara waktu untuk membuka fender samping kanan dimana rangkaian regulator tegangan
DC pengganti kiproks berada. Setelah fender kanan terbuka mesin motor dihidupkan lagi dengan
menyalakan lampu. Setelah diberikan variasi RPM dari rendah ke tinggi dan kembali ke rendah
lagi, diadakan pengukuran panas yang timbul di dua transistor saat rangkaian regulator tegangan
DC bekerja.

Gambar 34: Pengukuran panas di transistor kiri saat rangkaian bekerja

Gambar 35: Pengukuran panas di transistor kanan saat rangkaian bekerja

      Dalam gambar 34 temperatur di transistor sebelah kiri saat rangkaian bekerja dengan lampu-
lampu menyala dan setelah diberikan variasi RPM dari rendah ke tinggi dan kembali ke rendah
lagi menunjukkan harga 40 derajat Celcius (lihat titik sinar merah di transistor sebelah kiri).
Sementara temperatur di transistor sebelah kanan dalam gambar 35 menunjukkan harga 39.7
derajat Celcius lihat titik sinar merah di transistor sebelah kanan) yang merupakan panas yang
boleh dibilang sama (imbang) dengan transistor sebelah kiri.

Setelah semuanya selesai mesin motor dimatikan kemudian rangkaian regulator tegangan DC
dicopot untuk diadakan pengukuran pada masing-masing komponen yang terangkai. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa semua komponen dalam keadaan baik. Dengan demikian
pembuatan dan pengujian rangkaian regulator tegangan DC bisa diaplikasikan selamanya di
motor sebagai pengganti kiproks setengah gelombang bawaan motor.

Rangkaian regulator tegangan DC ini juga telah diaplikasikan di Yamaha RX Special


menggantikan kiproks bawaan motor dengan hasil yang baik dengan menggunakan aki maupun
tanpa aki. Nyala lampu terang stabil walau RPM dinaikkan. Sayang sekali tidak dapat
menampilkan foto-fotonya karena saat ujicoba di RX Special hanya konsentrasi pada
pengambilan gambar cocoknya konfigurasi socketnya saja, dan kebetulan konfigurasi pin di
dalam socket kiproks Yamaha RX Special sama persis dengan konfigurasi pin socket kiproks
Yamaha Scorpio.

Gambar 36: Aplikasi regulator tegangan DC di Yamaha RX Special

      Demikianlah sekadar catatan yang merupakan cara bagaimana membuat sendiri (DIY/Do It
Yourself) rangkaian sederhana regulator tegangan DC untuk menggantikan kiproks bawaan
motor yang diharapkan bisa menjadi solusi dari keluhan-keluhan teknis tentang kelistrikan di
sepeda motor yang masih menerapkan kelistrikan setengah gelombang tanpa merubah
rangkaian spul-nya. Semoga bermanfaat dan salam busi kiri.

Sponsored Content

Anda mungkin juga menyukai