Anda di halaman 1dari 7

Nama : Lisa Munika

NIM : 7318008

Prodi : S1 Keperawatan

UAS GADAR (P.SUfendi)

1. Peralatan yang diperlukan untuk heating :


 Bak Instrument.
 Pisau bedah (scalpel)
 Gunting.
 Forceps.
 Tang.
 Jarum.
 Benang.

2. Macam-macam benang heating da fungsi :


a. jenis penyerapan benang, antara absorbable dan nonabsorbable atau dapat diserap atau
tidak dapat diserap. yaitu untuk tindakan selanjutnya, adanya pengangkatan benang atau
tidak. Jahitan yang dapat diserap (absorbable) tidak perlu perawat mengangkatnya,
karena pada benang jenis ini, terdapat sejenis enzim dalam tubuh yang mengurai
sehingga benang ini dapat menyatu dengan tubuh secara alami.

1) absorbable (dapat diserap)


 Benang Gut : Benang ini termasuk jenis monofilamen alami, digunakan untuk
menjahit luka atau laserasi jaringan lunak. Benang Gut tidak boleh digunakan
untuk prosedur kardiovaskular atau neurologis. Tubuh memiliki reaksi terkuat
terhadap jahitan ini dan sering melilit, hingga menimbulkan cedera pada jaringan.
Secara, umum benang ini dipakai untuk operasi ginekologi. Benang Gut terbuat
dari serat protein yang terdapat pada usus sapi maupun domba.
 Polydioxanone (PDS). : Benang jenis monofilamen sintetik yang satu ini dapat
digunakan untuk banyak digunakan untuk penutupan luka operasi pada abdomen
atau biasa digunakan untuk operasi jantung pada anak.
 Poliglecaprone (MONOCRYL). : Benang jahit jenis monofilamen sintetik ini
terbilang sangat mudah didapati karena hampir sebagian besar dokter ahli bedah
menggunakan benda untuk menutupi luka operasi. Benang Monocryl tidak boleh
digunakan untuk prosedur kardiovaskular atau neurologis. Benang ini paling
sering digunakan untuk menutup kulit agar tidak membekas
 Poliglaktin (Vicryl). : Benang sintetis Vicryl paling banyak digunakan untuk
menutupi luka di bagian wajah atau tangan. Demi estetika, benang ini sering
menjadi pilihan para tenaga medis.

2) Nonabsorbable (tidak dapat diserap)


Semua jenis benang ini, dapat digunakan secara umum untuk perbaikan jaringan
lunak, termasuk untuk prosedur kardiovaskular dan neurologis.
Selain kegunaannya diatas, benang ini biasanya digunakan untuk operasi yang
penyembuhan lukanya memakan waktu lama, operasi tendon dan penutupan abdomen
pada laparatomi.
 Benang dengan bahan Nilon merupakan benang Jahitan monofilamen alami.
 Polypropylene (Prolene) adalah monofilamen sintetik.
 Sutra adalah benang alami yang dikepang.
 Poliester (Ethibond) adalah benang jahitan sintetis yang dikepang.

b. benang jahitan luka diklasifikasikan menurut struktur dan bahannya.


 jenis benang jahit monofilamen : Benang jenis ini hanya terdiri dari satu utas, yaitu
tidak ada kepangan dengan benang yang lain. Jenis monofilamen sengaja dirancang
untuk menembusi jaringan kulit yang tipis
 Jenis benang multifilamen : Jenis benang tidak seperti benang monofilamen,
melainkan benang dengan jenis multifilamen terdiri beberapa benang kecil yang
dikepang menjadi satu. Beberapa rumah sakit tidak merekomendasikan pemakaian
benang ini karena berpeluang terjadinya infeksi, meskipun demikian, benang ini
diklaim lebih kuat dibanding benang jenis monofilamen.

3. Macam-macam jenis heating dan fungsi :


a. Jahitan Simpul Tunggal
Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture Merupakan jenis
jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan situasi.
b. jahitan matras Horizontal
Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan
dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan
yang kuat.
c. Jahitan Matras Vertikal
Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan
menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena
di dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
d. Jahitan Matras Modifikasi
Sinonim : Half Burried Mattress Suture
Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah
subkutannya.
e. Jahitan Jelujur sederhana
Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan
hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang
longgar.
f. Jahitan Jelujur Feston
Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering
dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.
g. Jahitan Jelujur horizontal
Sinonim : Running Horizontal suture
Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal.
h. Jahitan Simpul Intrakutan
Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried suture, Interrupted dermal
stitch.
Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk menjahit area yang
dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit pula dengan simpul sederhana.
i. Jahitan Jelujur Intrakutan
Sinonim : Running subcuticular suture, Jahitan jelujur subkutikular
Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal menghasilkan
kosmetik yang baik

4. Alat saat sirkumsisi :


a. Mayo Hegar Needle Holder 16 cm
b. Mayo Dissecting Scissor CVD 14 cm
c. Lexer Dissecting Scissor CVD 16 cm
d. Thumb Dressing Forcep 12,5 cm
e. Tissue Forcep (1 x 2 teeth) 12,5 cm
f. Adson Tissue Forcep 12,5 cm
g. Halsted mosquito Forcep STR 12,5 cm (2 pcs)
h. Halsted mosquito Forcep CVD 12,5 cm
i. Scalpel Handle No. 3
j. Scalpel Blades no 10 & 11 (6pcs)
k. Case For Scalpel Blade
l. Needle Case (50 x 60 x 6 mm)
m. Botton & probe with Eye 14 cm
n. Alcohol Swabs (3 pcs)
o. Case Instruments

5. Indikator kegawardaruratan dalam melakukan sirkumsisi


a. Fimosis dan Parafimosis
Fimosis adalah kondisi berupa preputium (foreskin) penis melekat kencang pada
glans penis sehingga tidak dapat diretraksi ke arah proksimal. Sekitar 90% batita normal
tidak dapat meretraksi preputium secara penuh akibat adanya adhesi antara preputium
dan glans penis. Fimosis yang parah ditandai dengan preputium yang menggelembung
(ballooning) saat berkemih. Fimosis dapat juga terjadi akibat balanitis karena inflamasi
berulang menyebabkan pembentukan jaringan parut sehingga preputium tidak dapat
diretraksi. Sebaliknya, fimosis juga dapat menyebabkan balanitis karena higiene yang
buruk pada penderita fimosis.
Parafimosis merupakan ketidakmampuan preputium yang teretraksi untuk
kembali ke keadaan semula. Hal ini dapat menyebabkan glans penis terjepit sehingga
arus balik vena terhambat dan terjadi edema glans serta risiko iskemia. Kondisi ini
merupakan kegawatdaruratan urologi yang memerlukan reduksi manual segera atau insisi
dorsal jika reduksi manual tidak dapat dilakukan. Sirkumsisi elektif perlu dilakukan
setelah kegawatdaruratan tertangani.

b. Balanitis dan Posthitis


Balanitis merupakan peradangan pada glans penis sedangkan poshtitis merupakan
peradangan pada preputium. Gejala mencakup edema, eritema, terasa hangat saat palpasi,
serta terdapat nyeri tekan baik pada preputium, glans penis, atau keduanya, dan sering
disertai dengan discharge purulen dari penis.
Kondisi ini berhubungan dengan higiene yang buruk atau infeksi menular seksual.
Penanganan menggunakan antibiotik oral dan/atau topikal, kompres hangat, serta
pemberian analgesik. Balanitis dan posthitis rekuren yang diasosiasikan dengan fimosis
(dikenal juga sebagai balanitis xerotica obliterans) merupakan indikasi untuk sirkumsisi.

c. Mencegah Infeksi Saluran Kemih dan Pielonefritis


Tidak terdapat bukti ilmiah yang cukup kuat mengenai manfaat sirkumsisi untuk
mencegah infeksi saluran kemih pada bayi laki-laki. Terdapat penurunan risiko infeksi
saluran kemih sebesar 5-20 kali pada bayi yang disirkumsisi. Walau demikian, risiko
absolut infeksi saluran kemih yang sangat rendah (<1%) pada populasi normal membuat
sirkumsisi rutin tidak disarankan untuk indikasi pencegahan infeksi saluran kemih ini.
Sirkumsisi diindikasikan pada bayi yang memiliki peningkatan risiko terjadinya infeksi
saluran kemih akibat refluks vesikouretral dan hidronefrosis pada masa prenatal
direkomendasikan untuk dilakukan sirkumsisi.

d. Mengurangi Insidensi HIV pada Laki-Laki


Studi menunjukkan terdapat penurunan risiko terkena HIV sekitar 60% pada laki-
laki yang disirkumsisi, baik laki-laki heteroseksual maupun homoseksual. Sirkumsisi
perlu dipertimbangkan pada negara dengan prevalensi HIV sedang-tinggi, termasuk
Indonesia. Walau demikian, pencegahan HIV tidak cukup dilakukan hanya dengan
sirkumsisi dan harus disertai dengan edukasi serta tindakan protektif, misalnya
penggunaan kondom. [9]

e. Infeksi Menular Seksual


Selain menurunkan risiko infeksi HIV, sirkumsisi juga menurunkan risiko terkena infeksi
menular seksual lainnya, seperti sifilis dan chancroid. Sirkumsisi juga menurunkan risiko
infeksi HPV pada penis sehingga menurunkan risiko kanker serviks pada pasangan
wanita. Walau demikian, vaksinasi HPV tetap merupakan metode paling efektif untuk
eliminasi HPV genital.

6. Kapan dilakukan pembidaian :


Saat mengatasi atau membantu pasien yang mengalami patah tulang sehingga tidak terjadi
pergerakan / pergeseran sehingga pasien tidak merasa sakit.

7. Evaluasi saat pemasangan balut bidai :


Evaluasi sirkulasi bagian distal bila pemasangan perban telah selesai dan lakukan minimal 2
kali selama periode 8 jam.

8. Tindakan yang dilakukan ketika ada pasien keracunan


Jika korban keracunan sadar, minta ia untuk duduk, minta bantuan ke tim medis (ambulance)
dan pastikan penderita tetap sadar hingga tim medis datang. Jika zat berbahaya tersebut
mengenai baju atau kulit penderita, segera bersihkan. Apabila korban keracunan tidak
bernapas, lakukan prosedur CPR (resusitasi jantung )

Anda mungkin juga menyukai