a. jenis penyerapan benang, antara absorbable dan nonabsorbable atau dapat diserap atau tidak dapat diserap. yaitu untuk tindakan selanjutnya, adanya pengangkatan benang atau tidak. Jahitan yang dapat diserap (absorbable) tidak perlu perawat mengangkatnya, karena pada benang jenis ini, terdapat sejenis enzim dalam tubuh yang mengurai sehingga benang ini dapat menyatu dengan tubuh secara alami.
1) absorbable (dapat diserap)
Benang Gut : Benang ini termasuk jenis monofilamen alami, digunakan untuk menjahit luka atau laserasi jaringan lunak. Benang Gut tidak boleh digunakan untuk prosedur kardiovaskular atau neurologis. Tubuh memiliki reaksi terkuat terhadap jahitan ini dan sering melilit, hingga menimbulkan cedera pada jaringan. Secara, umum benang ini dipakai untuk operasi ginekologi. Benang Gut terbuat dari serat protein yang terdapat pada usus sapi maupun domba. Polydioxanone (PDS). : Benang jenis monofilamen sintetik yang satu ini dapat digunakan untuk banyak digunakan untuk penutupan luka operasi pada abdomen atau biasa digunakan untuk operasi jantung pada anak. Poliglecaprone (MONOCRYL). : Benang jahit jenis monofilamen sintetik ini terbilang sangat mudah didapati karena hampir sebagian besar dokter ahli bedah menggunakan benda untuk menutupi luka operasi. Benang Monocryl tidak boleh digunakan untuk prosedur kardiovaskular atau neurologis. Benang ini paling sering digunakan untuk menutup kulit agar tidak membekas Poliglaktin (Vicryl). : Benang sintetis Vicryl paling banyak digunakan untuk menutupi luka di bagian wajah atau tangan. Demi estetika, benang ini sering menjadi pilihan para tenaga medis.
2) Nonabsorbable (tidak dapat diserap)
Semua jenis benang ini, dapat digunakan secara umum untuk perbaikan jaringan lunak, termasuk untuk prosedur kardiovaskular dan neurologis. Selain kegunaannya diatas, benang ini biasanya digunakan untuk operasi yang penyembuhan lukanya memakan waktu lama, operasi tendon dan penutupan abdomen pada laparatomi. Benang dengan bahan Nilon merupakan benang Jahitan monofilamen alami. Polypropylene (Prolene) adalah monofilamen sintetik. Sutra adalah benang alami yang dikepang. Poliester (Ethibond) adalah benang jahitan sintetis yang dikepang.
b. benang jahitan luka diklasifikasikan menurut struktur dan bahannya.
jenis benang jahit monofilamen : Benang jenis ini hanya terdiri dari satu utas, yaitu tidak ada kepangan dengan benang yang lain. Jenis monofilamen sengaja dirancang untuk menembusi jaringan kulit yang tipis Jenis benang multifilamen : Jenis benang tidak seperti benang monofilamen, melainkan benang dengan jenis multifilamen terdiri beberapa benang kecil yang dikepang menjadi satu. Beberapa rumah sakit tidak merekomendasikan pemakaian benang ini karena berpeluang terjadinya infeksi, meskipun demikian, benang ini diklaim lebih kuat dibanding benang jenis monofilamen.
3. Macam-macam jenis heating dan fungsi :
a. Jahitan Simpul Tunggal Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan situasi. b. jahitan matras Horizontal Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat. c. Jahitan Matras Vertikal Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini. d. Jahitan Matras Modifikasi Sinonim : Half Burried Mattress Suture Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah subkutannya. e. Jahitan Jelujur sederhana Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar. f. Jahitan Jelujur Feston Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa. g. Jahitan Jelujur horizontal Sinonim : Running Horizontal suture Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal. h. Jahitan Simpul Intrakutan Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried suture, Interrupted dermal stitch. Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk menjahit area yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit pula dengan simpul sederhana. i. Jahitan Jelujur Intrakutan Sinonim : Running subcuticular suture, Jahitan jelujur subkutikular Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal menghasilkan kosmetik yang baik
4. Alat saat sirkumsisi :
a. Mayo Hegar Needle Holder 16 cm b. Mayo Dissecting Scissor CVD 14 cm c. Lexer Dissecting Scissor CVD 16 cm d. Thumb Dressing Forcep 12,5 cm e. Tissue Forcep (1 x 2 teeth) 12,5 cm f. Adson Tissue Forcep 12,5 cm g. Halsted mosquito Forcep STR 12,5 cm (2 pcs) h. Halsted mosquito Forcep CVD 12,5 cm i. Scalpel Handle No. 3 j. Scalpel Blades no 10 & 11 (6pcs) k. Case For Scalpel Blade l. Needle Case (50 x 60 x 6 mm) m. Botton & probe with Eye 14 cm n. Alcohol Swabs (3 pcs) o. Case Instruments
5. Indikator kegawardaruratan dalam melakukan sirkumsisi
a. Fimosis dan Parafimosis Fimosis adalah kondisi berupa preputium (foreskin) penis melekat kencang pada glans penis sehingga tidak dapat diretraksi ke arah proksimal. Sekitar 90% batita normal tidak dapat meretraksi preputium secara penuh akibat adanya adhesi antara preputium dan glans penis. Fimosis yang parah ditandai dengan preputium yang menggelembung (ballooning) saat berkemih. Fimosis dapat juga terjadi akibat balanitis karena inflamasi berulang menyebabkan pembentukan jaringan parut sehingga preputium tidak dapat diretraksi. Sebaliknya, fimosis juga dapat menyebabkan balanitis karena higiene yang buruk pada penderita fimosis. Parafimosis merupakan ketidakmampuan preputium yang teretraksi untuk kembali ke keadaan semula. Hal ini dapat menyebabkan glans penis terjepit sehingga arus balik vena terhambat dan terjadi edema glans serta risiko iskemia. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan urologi yang memerlukan reduksi manual segera atau insisi dorsal jika reduksi manual tidak dapat dilakukan. Sirkumsisi elektif perlu dilakukan setelah kegawatdaruratan tertangani.
b. Balanitis dan Posthitis
Balanitis merupakan peradangan pada glans penis sedangkan poshtitis merupakan peradangan pada preputium. Gejala mencakup edema, eritema, terasa hangat saat palpasi, serta terdapat nyeri tekan baik pada preputium, glans penis, atau keduanya, dan sering disertai dengan discharge purulen dari penis. Kondisi ini berhubungan dengan higiene yang buruk atau infeksi menular seksual. Penanganan menggunakan antibiotik oral dan/atau topikal, kompres hangat, serta pemberian analgesik. Balanitis dan posthitis rekuren yang diasosiasikan dengan fimosis (dikenal juga sebagai balanitis xerotica obliterans) merupakan indikasi untuk sirkumsisi.
c. Mencegah Infeksi Saluran Kemih dan Pielonefritis
Tidak terdapat bukti ilmiah yang cukup kuat mengenai manfaat sirkumsisi untuk mencegah infeksi saluran kemih pada bayi laki-laki. Terdapat penurunan risiko infeksi saluran kemih sebesar 5-20 kali pada bayi yang disirkumsisi. Walau demikian, risiko absolut infeksi saluran kemih yang sangat rendah (<1%) pada populasi normal membuat sirkumsisi rutin tidak disarankan untuk indikasi pencegahan infeksi saluran kemih ini. Sirkumsisi diindikasikan pada bayi yang memiliki peningkatan risiko terjadinya infeksi saluran kemih akibat refluks vesikouretral dan hidronefrosis pada masa prenatal direkomendasikan untuk dilakukan sirkumsisi.
d. Mengurangi Insidensi HIV pada Laki-Laki
Studi menunjukkan terdapat penurunan risiko terkena HIV sekitar 60% pada laki- laki yang disirkumsisi, baik laki-laki heteroseksual maupun homoseksual. Sirkumsisi perlu dipertimbangkan pada negara dengan prevalensi HIV sedang-tinggi, termasuk Indonesia. Walau demikian, pencegahan HIV tidak cukup dilakukan hanya dengan sirkumsisi dan harus disertai dengan edukasi serta tindakan protektif, misalnya penggunaan kondom. [9]
e. Infeksi Menular Seksual
Selain menurunkan risiko infeksi HIV, sirkumsisi juga menurunkan risiko terkena infeksi menular seksual lainnya, seperti sifilis dan chancroid. Sirkumsisi juga menurunkan risiko infeksi HPV pada penis sehingga menurunkan risiko kanker serviks pada pasangan wanita. Walau demikian, vaksinasi HPV tetap merupakan metode paling efektif untuk eliminasi HPV genital.
6. Kapan dilakukan pembidaian :
Saat mengatasi atau membantu pasien yang mengalami patah tulang sehingga tidak terjadi pergerakan / pergeseran sehingga pasien tidak merasa sakit.
7. Evaluasi saat pemasangan balut bidai :
Evaluasi sirkulasi bagian distal bila pemasangan perban telah selesai dan lakukan minimal 2 kali selama periode 8 jam.
8. Tindakan yang dilakukan ketika ada pasien keracunan
Jika korban keracunan sadar, minta ia untuk duduk, minta bantuan ke tim medis (ambulance) dan pastikan penderita tetap sadar hingga tim medis datang. Jika zat berbahaya tersebut mengenai baju atau kulit penderita, segera bersihkan. Apabila korban keracunan tidak bernapas, lakukan prosedur CPR (resusitasi jantung )