PERJUANGAN PEMBEBASAN IRIAN BARAT MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
BAHAN AJAR 2 DEMOKRASI TERPIMPIN
PadaTanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda. Lalu pada pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah NKRI, namun gagal. Bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun kembali gagal. Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional yang dilakukan antara dua negara menemukan jalan buntu, maka perjuangan berlanjut pada tataran Internasional. Dimulai dari Konferensi Colombo bulan April 1954, Indonesia memajukan masalah Irian Barat. Indonesia berhasil mendapat dukungan. Perjalanan berlanjut pada tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat. Angin segar di dapatkan dalam KAA tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat. Hingga tahun 1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat mengalami kegagalan. Karena terus mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari Belanda untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan konfrontasi. Kegagalan perundingan penyelesaian Irian Barat di forum PBB serta sikap pemerintah yang di nilai lunak terhadap Belanda menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Sampai tahun 1957 pemerintah Indonesia telah mengupayakan penyelesaian sengketa Irian Barat secara damai, baik melalui perundingan 89 bilateral, maupun forum internasional lainnya. Kegagalan ini mendorong perubahan politik luar negeri Indonesia dari defensif ke ofensif.
Sejak tahun 1957 Indonesia melancarkan aksi konfrontasi dalam upaya pembebasan Irian Barat. Jalan konfrontasi yang pertama ditempuh adalah konfrontasi bidang ekonomi. Bentuk
BAHAN AJAR 2 DEMOKRASI TERPIMPIN
konfrontasi ekonomi dilakukan dengan tindakan-tindakan berikut ini: Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951. Tindakan Indonesia yang mengambil alih seluruh modal dan perusahaan Belanda menimbulkan kemarahan Belanda, bahkan negara- negara Barat sangat terkejut atas tindakan Indonesia tersebut. Akibatnya hubungan Indonesia- Belanda semakin tegang, bahkan PBB tidak lagi mencantumkan masalah Irian Barat dalam agenda sidangnya sejak tahun 1958. Selain melalui konfrontasi ekonomi, pemerintah RI juga melakukan konfrontasi politik. Pada tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB yang dikukuhkan dalam UU No 13 tahun 1956. Kemudian untuk mengesahkan kekuasaannya atas Irian Barat, maka pada tanggal 17 Agustus 1956 pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu. Wilayahnya meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah Zainal Abidin Syah. Untuk meningkatkan perjuangan, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Sebagai tindak lanjut dari Trikora, pemerintah mengambil langkah-langkah berikut. a. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial. b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia. c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air Bangsa.
Sebagai Panglima Komando Mandala ditunjuk Mayjen Soeharto, dan menjadikan
Makasar sebagai markas komandonya. Berikut ini tugas Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer.Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi peristiwa Laut Aru. Ada tiga yang melakukan patroli laut yaitu MTB yaitu MTB RI Macan Tutul, MTB RI Harimau, 91 dan MTB Macan Kumbang diserang oleh Belanda dari laut dan udara. Ketika itu ketiga kapal sedang mengadakan patroli di Laut Aru. Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih komando MTB Macan Tutul dan memerintahkan kedua MTB lainnya mundur untuk menyelamatkan diri. Dalam pertempuran tersebut, akhirnya MTB Macan Tutul bersama Kapten Wiratno dan Komodor Yos Sudarso terbakar dan tenggelam. Konfrontasi Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat mendapat perhatian dunia. Badan PBB pun mulai menunjukkan perhatiannya dengan mengutus Ellsworth Bunker (seorang diplomat Amerika Serikat) untuk menengahi perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Bunker mengajukan rencana penyelesaian Irian Barat yang terkenal dengan nama Rencana Bunker. Pemerintah RI menyetujui usul tersebut, namun Belanda menolaknya. Amerika Serikat yang semula mendukung posisi Belanda, berbalik menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962, Belanda bersedia berunding dengan Indonesia. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan yang diberi nama Perjanjian New York.
BAHAN AJAR 2 DEMOKRASI TERPIMPIN
PATUNG PEMBEBASAN IRIAN BARAT
PENUTUP
BAHAN AJAR 2 DEMOKRASI TERPIMPIN
DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulgani, Roeslan. 1971. 25 Tahun Indonesia. Djakarta: PT. Gunung Agung Kemendikbud. 2018. 2. Sejarah Indonesia untuk SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: PT. Gramedia 3. https://kangone.blogspot.com/2019/02/perkembangan-kehidupan-politikekonomi.html 4. http://rusdiaswaj.blogspot.com/2014/04/makalah-sejarah-demokrasi-terpimppinma.html 5. https://blog.ruangguru.com/sejarah-kelas-12-kehidupan-indonesia-di-masademokrasi- terpimpin 6. https://www.tigaserangkai.com/id/?p=4026 7. Roeslan, Abdoelghani. 1964. Dari Sabang Sampai Marauke: Satu nusa, Satu Bangsa. Jakarta : Departemen Penerangan RI 8. Sutjibto, 1964. Irian Barat Mengenal Indonesia Eds X. Jakarta: Projek Penerbitan Sekretariat Koordinator Urusan Irian Barat 9. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia.2000. Sejarah TNI JILID III (1960-1965). Jakarta : Pusat Sejarah dan tradisi TNI 10. Poesponegoro, M. D. (2010). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka. 11. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta : Balai Pustaka.