Anda di halaman 1dari 9

.

RUANG LINGKUP KEGIATAN


Karakteristik industri pertambangan yang padat modal dan padat teknologi adalah hal
yang sangat penting diperhitungkan. Untuk menentukan metode penambangan yang akan
diterapkan terhadap suatu daerah yang memiliki cadangan batubara yang ekonomis dipengaruhi
oleh kondisi dan karekteristik endapan batubara tersebut serta besarnya modal yang tersedia dan
kesiapan teknologi yang ada. Pada waktu berbeda dengan kondisi ekonomi yang berbeda, maka
suatu cadangan bisa berubah dari cadangan yang ekonomis menjadi tidak ekonomis dan
sebaliknya. Hal ini dipengaruhi oleh harga jual dari produk yang dihasilkan dan biaya
dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.
Permasalahan yang timbul akibat dari perubahan kondisi ekonomi yang berlaku
mempengaruhi nilai dari cadangan batubara yang ada. Besarnya keuntungan yang diharapkan
adalah tujuan dari pengusahaan industri pertambangan, dan hal ini dipengaruhi oleh metode
penambangan yang akan diterapkan. Kesesuaian metode penambangan yang akan diterapkan
terhadap suatu cadangan ditentukan oleh nisbah kupas pulang pokok (break even stripping ratio)
dan nilai ini menjadi batasan berakhirnya tambang terbuka dan kapan dimulai tambang bawah
tanah.

E. METODE PENELITIAN
Secara umum penelitian ini dilaksanakan dengan memakai 2 metoda yakni metode
primer dan metode sekunder. Metode primer dilakukan dengan mengadakan observasi langsung
ke daerah penelitian dan hasil observasi menjadi data utama dalam penelitian ini, antara lain :
1. Mengumpulkan data-data dari hasil pemboran eksplorasi.
2. Mengumpulkan data-data biaya pengupasan overburden dan penambangan batubara,
serta harga jual batubara.Metode sekunder yang diterapkan dalam penelitian ini
mencakup studi literatur dari berbagai sumber yang kemudian dikembangkan untuk
mendukung kajian dari penelitian ini serta hasil olahan data utama yang dijadikan
data sekunder seperti pembuatan peta isopach, isooverburden dan isostruktur.
Dari uraian diatas, maka dapat dibuat diagram alir metode penelitian sebagai berikut:
Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian

F. DASAR TEORI
1. Endapan Batubara (coal deposit)
Batubara yang merupakan kelanjutan proses dari pembentukan gambut adalah batuan sedimen
yang dapat terbakar, terbentuk dari tumpukan hancuran tumbuhan yang terhumifikasi dalam
kondisi tertutup udara atau dibawah permukaan air dan menjadi padat setelah tertimbun oleh
lapisan diatasnya serta mengakibatkan pengkayaan kandungan karbon dimana selama
pengendapan mengalami proses fisika dan kimia. Batubara tersebut mengandung material karbon
lebih dari 70% volume dengan kandungan air lebih dari 35%.
Urutan proses pembentukan batubara secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:
 Gambut, merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara dan masih
memperlihatkan sifat asal dan bahan dasarnya (tanaman asal).
 Lignit, sudah memperlihatkan struktur kekar dan gejala perlapisan. Endapan ini dapat
dipergunakan untuk pembakaran dengan temperatur rendah.
 Bituminous, dicirikan dengan sifat padat dan hitam. Batubara jenis ini dapat
dipergunakan untuk bahan bakar dengan temperatur sedang-tinggi.
 Antrasit, warna hitam, keras, kilap tinggi. Pada proses pembakaran memperlihatkan
warna biru dan dapat dipergunakan untuk berbagai macam industri besar yang
memerlukan temperatur tinggi.

2. KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA


2.1. Sumberdaya Batubara (Coal Resources)
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang
diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batubara ini dibagi dalam kelas-kelas sumberdaya
berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi
geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini
dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
Sumberdaya batubara dapat diklasifikasikan dalam beberapa bagian antara lain :
 Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)
Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
 Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)
Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian
dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
 Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
 Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)
Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian
dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat
yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.

2.2. Cadangan Batubara (Coal Reserves)


Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah
diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan
dinyatakan layak untuk ditambang.
 Cadangan Batubara Terkira (Probable Coal Reserve)
Cadangan batu bara terkira adalah merupakan sumberdaya batubara terindikasi dan
sebagian sumberdaya batubara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua faktor
yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak
 Cadangan batubara terbukti (Proved Coal Reserve)
Cadangan batu bara terbukti adalah sumberdaya batubara terukur yang berdasarkan
kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat
dilakukan secara layak

3. PERMODELAN ENDAPAN BATUBARA


Untuk membuat permodelan endapan batubara diperlukan peta topografi, peta geologi, peta garis
singkapan batubara, peta parit uji, sumur uji, dan pengeboran sebagai data dasarnya, serta data
olahan dari data dasar seperti peta isopach, peta isostruktur dan peta isostruktur.

3.1. Data Dasar Permodelan Endapan Batubara


Adapun data dasar dari permodelan endapan batubara yang diperlukan untuk dianalisis
selanjutnya antara lain peta topografi, peta geologi, peta parit uji, sumur uji dan pengeboran.
Pada peta topografi, skala peta topografi harus memenuhi syarat yaitu minimal 1:2000
untuk tujuan studi kelayakan. Apabila peta masih dalam bentuk hardcopy maka harus dibuat
softcopy dengan mendigitasi peta tersebut dengan perangkat digitizer. Apabila peta masih dalam
bentuk data mentah hasil survei (format x,y,z) maka harus dilakukan proses gridding dan
contouring dengan paket program perangkat lunak.
Peta geologi berguna untuk mengetahui penyebaran batubara melalui garis singkapan dan
kemiringannya sehingga dapat membantu dalam penentuan lokasi pengeboran maupun
mengetahui blok-blok yang akan ditambang.
Pada peta parit uji, sumur uji dan pengeboran, data yang perlu ditampilkan adalah
koordinat, elevasi, sudut kemiringan pengeboran (untuk pengeboran miring), total kedalaman,
ketebalan litologi dan keterangan litologi. Untuk parit uji dan sumur uji perlu ditampilkan juga
kedudukan perlapisan litologi (strike dan dip).
Tabel rekapitulasi dibuat secara sistematis, dibuat secara terpisah setiap seam apabila terdapat
lebih dari satu seam. Elevasi harus dinyatakan terhadap titik ikat yang sama dengan titik ikat peta
topografi dan data-data lainnya. Data dasar ini kemudian diplot dalam satu peta digital yang
memuat informasi topografi, informasi geologi, sebaran singkapan, sebaran parit uji, sumur uji
dan bor.

3.2. Data Olahan Permodelan Endapan Batubara


Dari data dasar permodelan endapan batubara, maka setelah diolah lebih lanjut dengan
metode yang sesuai, maka hasil pengolahan data tersebut antara lain diperoleh peta isopach, peta
isostruktur, dan peta isooverburden.
Peta isopach (kontur ketebalan) merupakan peta yang menunjukkan kontur penyebaran ketebalan
batubara. Perbedaan ketebalan batubara ini disebabkan perbedaan cara keterbentukan dan
kondisi keterbentukan batubara tersebut. Data ketebalan pada peta ini merupakan tebal
sebenarnya yang dapat diperoleh dari data bor, uji paritan , uji sumuran atau dari singkapan. Peta
ini juga dapat disusun dari kombinasi peta isostruktur. Tujuan dari penyusunan peta ini adalah
untuk menggambarkan variasi ketebalan batubara dibawah permukaan.
Peta Isostruktur (kontur struktur) menunjukkan kontur elevasi yang sama dari top atau bottom
batubara. Elevasi top dan bottom batubara dapat diperoleh dari data bor. Peta isostruktur berguna
untuk mengetahui arah umum (jurus) masing-masing seam batubara, sekaligus sebagai dasar
untuk menyusun peta isooverburden.
Peta isooverburden menunjukkan kontur ketebalan lapisan tanah penutup (overburden) yang
sama. Ketebalan tersebut dapat diperoleh dari data bor atau dari peta isostruktur dimana
ketebalan overburden dapat dihitung dari perpotongan kontur isostruktur dengan kontur
topografi. Cukup penting sebagai dasar evaluasi cadangan selanjutnya, dimana ketebalan tanah
penutup ini dapat digunakan sebagai batasan awal dari penentuan pit potensial. Perbandingan
antara volume overburden dan batubara yang diimplementasikan dalam bentuk stripping ratio
pada daerah cadangan, dapat dijadikan salah satu dasar penentuan batasan penambangan.

4. TAHAPAN PERHITUNGAN NISBAH PENGUPASAN

4.1. Perhitungan Volume

Perhitungan volume merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam penentuan
stripping ratio, penampang litologi pemboran menunjukkan formasi litologi yang ditembus dan
ketebalan masing-masing formasi litologi. Dari informasi tersebut, dilakukan identifikasi
ketebalan tanah penutup dan batubara. Untuk batubara dengan sistem perlapisan multiseam,
dilakukan penjumlahan total ketebalan untuk seluruh seam. Prosedur ini berlaku untuk seluruh
lubang bor. Perbedaan ketebalan dari tanah penutup dan batubara berpengaruh terhadap elevasi
batas atas dan batas bawah keduanya. Dalam kasus ini batasan antara overburden dan batubara
diasumsikan jelas.

Perhitungan luas daerah tergantung dari metode perhitungan cadangan yang digunakan.
Setelah luas daerah diketahui, lalu dilakukan kalkulasi antara ketebalan rata-rata batubara
maupun tanah penutup pada daerah tersebut dengan luasan daerah, dan diperoleh volume tanah
penutup dan batubara pada daerah tersebut. Perhitungan volume dinyatakan dengan persamaan
berikut:

Volume = AT x A

Dimana :

AT = Avarage Thickness (ketebalan rata-rata), m

A = Area (luas daerah), m2

4.2. Perhitungan Tonase

Pada industri pertambangan, penjualan bahan galian dan kapasitas produksi dilakukan
atas dasar berat dari bahan galian tersebut. Hal ini berlawanan dengan industri perancangan sipil
dimana pembayaran dilakukan atas dasar volume material yang dipindahkan. Konversi dari
volume ke berat harus dilakukan dalam kaitannya dengan kegiatan pemuatan, pengangkutan
maupun untuk kegiatan pengolahan.
Dalam perhitungan cadangan, tanah penutup yang akan dikupas maupun batubara yang akan
ditambang dihitung dalam satuan berat (tonase). Konversi satuan volume ke satuan berat
dilakukan dengan bantuan suatu faktor yaitu density. Besar nilai density untuk setiap material
berbeda-beda. Umumnya satuan yang digunakan untuk density antara lain gram/cm3,
pound/feet3 dan ton/meter3.

Nilai density untuk tanah penutup (humus dan lempung) sebesar 2300 lb/yd3 atau setara
dengan 1,36 ton/m3 dan density batubara sebesar 1,3 ton/m3. Berat (tonase) tanah penutup yang
akan dikupas maupun batubara yang akan ditambang diperoleh dengan mengalikan volume
keduanya dengan density masing-masing. Perhitungan tonase dinyatakan pada persamaan berikut
:

Tonase = V x D

Dimana :

T = Tonase (ton)
V = Volume (m3)
D = Density (ton/m3)

4.2. Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)

Stripping ratio (SR) menunjukkan perbandingan antara volume (tonase) tanah penutup
yang harus dibongkar untuk mendapatkan satu ton batubara pada areal yang akan ditambang.
Rumusan umum yang sering digunakan untuk menyatakan perbandingan ini dapat dilihat pada
persamaan berikut :

Ada 3 (tiga) jenis nisbah pengupasan (stripping ratio), yaitu :

1. Nisbah Kupas Pulang Pokok (Break Even Stripping Ratio) : BESR


2. Nisbah Kupas Instanteneous (Instanteneous Stripping Ratio) : SRINST
3. Nisbah Kupas Ekonomik (Economic Stripping Ratio) : SREC

4.2.1. Nisbah Kupas Pulang Pokok (Break Even Stripping Ratio)

Break Even Stripping Ratio (BESR) adalah perbandingan antara biaya penggalian
batubara dengan baya pengupasan tanah penutup (overburden) atau merupakan perbandingan
biaya penambangan bawah tanah dengan penambangan terbuka. Break Even Stripping Ratio
inidisebut juga overall stripping ratio, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

BESR = CMUG – CMSM/CSOB

Dimana :

CMUG : Cost Mining With Underground (Biaya Penambangan Bawah tanah),US$/ton.

CMSM : Cost Mining With Surface (Biaya Penambangan dengan Tambang terbuka),US$/ton.

CSOB : Cost Stripping Overburden (Biaya Pengupasan Tanah Penutup), US$/ton.

Untuk menganalisa kemungkinan metoda penambangan yang akan digunakan baik


tambang terbuka maupun tambang bawah tanah, maka sangat penting mengetahui nilai BESR.
Jika nila BESR lebih besar dari nilai SR maka metoda penambangan yang digunakan adalah
tambang terbuka, apabila nilai BESR lebih kecil dari nilai SR maka metoda penambangan yang
digunakan adalah tambang bawah tanah apabila hal tersebut masih memungkinkan untuk
dilakukan dengan kondisi cadangan yang ada dan kondisi ekonomi yang berlaku.

4.2.2. Nisbah Kupas Instanteneous (Instanteneous Stripping Ratio)

Nisbah Kupas Instanteneous (SRINST) adalah nisbah kupas untuk pengembangan


rencana penambangan yang nilainya lebih kecil dari nilai BESR setelah ditentukan bahwa akan
digunakan metoda tambang terbuka, maka nisbah kupas ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

SRINST = RevM – CMSM – CL – CP – CT – CH – CO/CSOB

Dimana:
RevM = Revenue Mining (Pendapatan atau harga jual dari 1 ton cadangan), US$/ton.
CL = Cost Loading (Biaya Pemuatan), US$/ton.
CP = Cost Prepare (Biaya Pengolahan), US$/ton.
CT = Cost Trading (Biaya Pengangkutan), US$/ton.
CH = Cost Harbour (Biaya Pelabuhan Untuk Pengapalan), US$/ton.
CO = Cost Office (Biaya Non Teknis/Administratif), US$/ton.

Dalam perhitungan stripping ratio ini, biaya produksi adalah total dari seluruh biaya untuk
mendapatkan cadangan/ton, yaitu biaya penambangan, biaya pemuatan, biaya pengolahan, biaya
pengangkutan, biaya pengapalan dan biaya non teknis. Namun biaya pengupasan tanah penutup
tidak dihitung sebagai biaya produksi.

Untuk mengetahui laba yang diperoleh dari tambang terbuka (Profit Surface Mining = PSM,
maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

PSM = RevM – CSOB(SRINST) - CMSM – CL – CP – CT – CH – CO

4.2.3. Nisbah Kupas Ekonomi (Economic Stripping Ratio)


Economic Stripping Ratio (SREC) artinya berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh bila
cadangan tersebut ditambang dengan metode tambang terbuka. Dari nilai SREC ini dapat
diketahui berapa nilai SR yang menjadi batasan cadangan tertinggi yang dapat ditambang dengan
metode tambang terbuka dan menguntungkan. Pada dasarnya, jika terjadi kenaikan harga
cadangan di pasaran, maka akan dapat mengakibatkan perluasan tambang sehingga cadangan
akan bertambah, sebaliknya jika harga cadangan turun, maka jumlah cadangan akan berkurang.
Nisbah kupas ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

SREC = RevM – CMSM – CL – CP – CT – CH – CO – PSM/CSOB

Batas ekonomi tambang terbuka dicapai apabila PSM = 0 dimana SRINST = SREC. Apabila ada
cadangan yang akan terus ditambang dengan metode tambang bawah tanah, maka harus ada laba
(profit) yang diperoleh. Untuk mengetahui laba yang diperoleh dari tambang bawah tanah (Profit
Underground Mining = PUG), maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

PUG = RevM – CPUG

Dimana :

CMUG = Cost Production with Underground Mining (Biaya Produksi Tambang


Bawah Tanah), US$/ton.

Anda mungkin juga menyukai