OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS :A
SEMESTER : V
Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami struktur kimia, sifat-sifat asam amino, dan pembentukan ikatan peptida
2. Memahami struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener protein.
3. Memahami hubungan struktur dan fungsi beberapa jenis protein.
4. Memahami proses pemurnian protein
Asam amino disebut juga asam α amino karena gugus amino (-NH 2) dan gugus asam
karboksilat (-COOH) terikat pada atom C-. Atom C- yaitu atom C terdekat dengan gugus
karboksil. Selain gugus amina dan gugus asam karboksilat, terdapat pula gugus R yang biasa
disebut rantai samping dan atom H.
Atom C- merupakan atom kiral (asimetri), yaitu atom yang mengikat empat atom atau
gugus yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, asam amino merupakan senyawa
optis aktif. Telah diketahui bahwa semua asam amino alami yang ditemukan dalam protein
memiliki konfigurasi yang sama, yaitu konfigurasi L sesuai dengan konfigurasi L pada
gliseraldehida (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Konfigurasi asam amino berpatokan pada konfigurasi gliseraldehida.
Dalam konfigurasi gliseraldehida, jika gugus aldehida (prioritas I) ditempatkan di puncak dan
gugus OH (prioritas II) berada di sebelah kiri maka disebut konfigurasi L, tetapi jika gugus OH
berada di kanan maka disebut konfigurasi D. Aturan yang sama diterapkan pada asam amino.
Pada asam amino, ditemukan bahwa jika gugus karboksilat (prioritas I ditempatkan di puncak
dan gugus prioritas II (yaitu NH3+) berada di sebelah kiri. Dengan demikian maka konfigurasinya
adalah L.
Asam amino alifatik dan hidrofobik, terdiri atas glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin,
metionin, prolin, dan sistein. Glisin adalah asam amino yang molekulnya paling
sederhana dimana gugus R diganti oleh atom hidrogen. Karena itu, glisin memiliki
dua atom H pada C-α dan tidak memiliki atom C kiral dan karena itu tidak memiliki
bentuk stereoisomer. Lima asam amino yang lain yakni alanin, valin, leusin, isoleusin
dan metionin memiliki gugus R alifatik yang bersifat hidrofobik dan secara kimia
tidak reaktif. Hidrofobik artinya tidak dapat bercampur dengan air (hydro = air,
phobia = takut). Prolin juga bersifat hidrofobik tetapi gugus alifatiknya terikat
kembali ke gugus amino sehingga konformasinya bersifat kaku. Sistein memiliki
gugus alifatik yang mengandung atom belerang juga bersifat hidrofobik tetapi sangat
reaktif sehingga dapat bereaksi dengan molekul sistein yang lain membentuk ikatan
disulfide.
O
O
H2N CH C OH
O O H2N CH C OH
CH2
O
O
H2N CH C OH O
H2 N CH C OH O
CH2 C OH
CH CH3 H2N CH C OH
CH2
CH2 S CH2
HN
CH3 CH3 SH
Gambar 2. 2 Struktur kimia asam amino yang memiliki gugus R alifatik hidrofobik
O
O H2N CH C OH
H2N CH C OH
H2N CH C OH CH2
CH2
CH2
HN
OH
Gambar 2.3. Struktur kimia asam amino yang memiliki gugus R aromatik hidrofobik
H2N CH C OH
O
O
CH2
H2N CH C OH
CH2
H2N CH C OH
CH2
O O
CH2 CH2
CH2
H2N CH C OH H2N CH C OH
NH CH2 CH2 CH2
CH2
C NH2 CH2 C O
N C O
Arginin (Arg, R) Lisin (Lys, K) Histidin (His, H) Aspartat (Asp, D) Glutamat (Glu, E)
Gambar 2.4. struktur kimia asam amino yang memiliki gugus R polar bermuatan
H2N CH C OH O
CH2 O H2N CH C OH
O
C O CH2 CH OH C O
Gambar 2.5. struktur kimia asam amino yang memiliki gugus R polar tak bermuatan
Molekul asam amino standar mempunyai dua gugus asam-basa, yaitu gugus asam
karboksil dan gugus amino. Kedua gugus tersebut terikat pada atom C α . Bagi asam-asam amino
yang memiliki rantai samping yang dapat terionisasi seperti aspartat, glutamat, dan arginin,
gugus asam-basanya lebih dari dua karena ada gugus asam-basa tambahan pada rantai
sampingnya. Bila asam amino standar dititrasi dengan basa, akan terjadi tiga keadaan ionisasi
pada senyawa tersebut. Pada pH rendah, kedua gugus mengalami protonasi penuh sehingga
gugus asam karboksilat tidak terionisasi (tidak bermuatan) tetapi gugus amino terprotonasi
sehingga bermuatan positif. Bila ditambahkan larutan basa sedikit demi sedikit maka gugus
karboksil mulai terdeprotonasi menghasilkan muatan negatif hingga pada satu titik, muatan
positif pada gugus amino setara dengan muatan negatif pada gugus asam sehingga secara
keseluruhan molekul tidak bermuatan (netral). Saat keadaan ini tercapai dapat disebut pH
isoelektrik (pI) dan molekul asam amino pada saat itu memiliki dua muatan yang sama tetapi
nilainya berlawanan disebut Switter ion. Kurva titrasi salah satu asam amino (glisin) serta proses
dissosiasinya dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Ionisasi glisin; (a) kurva titrasi glisin, (b) dissosiasi glisin
Pada pH rendah, yaitu pada konsentrasi ion H+ tinggi, baik gugus amino maupun gugus
karboksil terprotonasi penuh sehingga asam amino tersebut berada dalam bentuk kation
H3N+CH2COOH. Bila asam amino tersebut dititrasi dengan basa kuat, misalnya dengan NaOH,
ion tersebut kehilangan dua proton, yaitu yang pertama dari gugus karboksil dengan pK yang
lebih rendah (pK = 2,3) dan yang kedua dari gugus amino, dengan pK yang lebih tinggi (pK =
9,6). Saat molekul glisisin tidak memiliki muatan sama sekali (netral) disebut pH isoelektrik (pI).
pH isoelektrik untuk glisin adalah 6,0. Gugus α-karboksil dari ke-20 asam amino standar
mempunyai nilai pK berkisar antara 1,8-2,9 sedangkan gugus α-aminonya mempunyai pK
berkisar antara 8,8-10,8. Rantai samping asam amino yang bersifat asam yaitu aspartat dan
glutamat mempunyai pK berturut-turut 3,9 dan 4,1. Sementara itu, asam amino basa yakni
arginin dan lisin mempunyai nilai pK berturut-turut 12,5 dan 10,8. Hanya rantai samping histidin
dengan nilai pK 6,0 yang terionisasi dalam rentang pH fisiologis (pH 6-8). Perlu dipahami bahwa
bila asam-asam amino berikatan satu sama lain di dalam protein, hanya gugus rantai samping
serta gugus amino ujung dan karboksil ujung yang bebas untuk mengalami ionisasi.