Anda di halaman 1dari 4

Nama : Salsabila Chustiarani

Kelas : XI-MIPA 5
No. Absen : 32

TUGAS SENI BUDAYA

Karya : Lucia Hartini


Tahun : 1984
Bahan :
Cat poster pada kaca.
Ukuran : 130 x 160 cm
Konsep :

Dalam lukisan “Keterbatasan” (1984) ini, Lucia Hartini mengungkapkan fenomena visual
tentang alam yang ganjil lewat kecenderungan gaya surrealisme. Rincian pusaran air pada
laut dan gelombang tumpahannya pada batu-batu karang digarap dengan detail dalam karya
ini. Sementara itu gugusan awan hitam yang rendah di cakrawala semakin dramatik oleh
semburat warna jingga.

Unsur :

Dalam lukisan-lukisannya Lucia juga sering melakukan juxtaposition, yaitu menjajarkan


bentuk-bentuk secara ganjil dan tidak berada dalam logika ruang dan waktu. Fenomena visual
seperti itu memberikan rasa absurd pada dunia yang dihadirkan.

Prinsip :

Karya surrealis seperti yang dihasilkan oleh Lucia, pada tahun 1980-an menjadi gaya yang
banyak dikembangkan para pelukis Yogyakarta. Dalam karya-karya itu biasanya terkandung
berbagai macam ironi kehidupan personal maupun sosial dengan ungkapan simbol-simbol
personal yang bersumber dari idiom Jawa dan lainnya. Dalam lukisan ini, pusaran air bisa
dimaknai sebagai pusaran problem-problem psikologis yang akhirnya meluap dari kapasitas
daya tampung dan kekuatannya. Simbolisasi itu selain bisa merefleksikan problem yang
dialami seniman juga mempunyai nilai yang universal.

Teknik :

Dalam perspektif psikoanalisis, proses melukis juga merupakan sublimasi dari aktivitas
mengalihkan energi bawah sadar. Tanda-tanda visual yang muncul merupakan sepotong
isyarat dari gumpalan persoalan besar yang selama ini terepresi dalam bawah sadar.

Karya : Koeboe Sarawan

Bahan :

Watercolor on paper

Ukuran : 76x56 cm

Unsur :

Pada lukisan ini Koeboe menghadirkan sebuah. figur sapi bermuka manusia dan dua ekor
sapi. Sosok manusia yang hadir dalam lukisan ini bukan lain adalah kreator lukisan itu sendiri
yakni Koeboe Sarawan. Dalam lukisan ini garis memang bukan unsur utama sajian visual,
namun garis dalam lukisan ini cukup membangun kesan bahwa bentuk yangdihadirkan seolah
bergerak. Seperti halnya pengulangan-pengulanan garis pada gelambir sapi serta kerutan-
kerutan pada bagian muka figur manusia.

Konsep :

Lebih dari itu peran garis dalam lukisan ini senada dengan peran titik, yakni untuk membantu
kesan capaian detail. Warna dalam lukisan cenderung diolah dengan lembut. Secara harmoni
gelap terang yang diaplikasikan dalam lukisan ini, mampu membentuk kesan ruang, dan
kesan volume bentuk.

Teknik :
Kontras dalam lukisan ini nampak pada Figur paling depan yakin dengan cara yakni
menampilkan bentuk atau figur yang berbeda, ukuran figur (sapi) juga dihadirkan lebih kecil,
dan intensitas cahayadirasa nampak lebih kuat. Kesan balancedalam lukisan cukup mudah
tertangkap , yakni dengan mengelompokkan figur berada di tengah.

Prinsip :

Pada lukisan ini, secara khusus tidak menghadirkan garis horizontal, sehingga dapat dipahami
bahwa suasana ruang yang terbentuk cenderung mengarah fokus pada awang-awang atau
langit yang diselimuti awan aawang-awang atau langit yang diselimuti awan awan. Secara
keseluruhan , kualitas Unsur serta didukung dengan kompleksitas Bentuk atau figur yang
disajikan, lukisan ini mampu memberikan kesan suasana yang sepi, sunyi, muram,
dramatis,dan fantastis.

Karya : Sudarmaji

Tahun : 1992

Kegiatan melukis sejak pensiun sebagai pegawai negeri pada tahun 1990 karena waktunya
amat banyak kosong. Sementara itu media massa membatasi tulisan kritik seni, yang panjang
dan yang tajam, media massa lebih suka tipe kritik jurnalistik. Menurut Sudarmaji antara
melukis dan menulis memberi manfaat yang berbeda, karena masing-masing punya sasaran
dan kesenangan tersendiri. Dalam melukis ia hanya mendapatan kesukaan. Baru sedih jika 10
kali pameran, 11 kali dikritik jelek. Tapi menulis? Dan lugas lagi, banyak seniman yang
kurang suka atau mendongkol. Lebih kurang 15 buku yang telah ia terbitkan.

Selama ini baru tiga kali ia mengikuti pameran kolektif, yang pertama tahun 1954 di
Australia waktu itu ia masih berstatus mahasiswa, dan ia menyertakan karya Hitam-
putih. Tahun 1990 di Jakarta sebanyak dua kali. Pameran tunggal perdananya, 12 Desember
1993 di Galeri Cipta Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki sehubungan dengan
peringatan seperempat abad hari ulang tahun PKJ-TIM. Sudarmaji lebih memilih aliran
expressionisme. Sejak kembali melukis pula ia berhenti menulis, dalam masa transisi sejak
tahun 1990, menulis hanya jika diminta.
Setelah pensiun atau mungkin merasa tua maka media untuk mengungkap pengalaman hidup
baik estetis, ekonomis, politis, manusiawi, relijius dan lain sebagainya; mendorong untuk
mendapatkan media dan juga ketup-letup untuk katharsis. Penghalusan expressi dengan
wadah atau raga yang masyarakat menghargai. Jika toh tidak, asal masih diperlukan untuk
keseimbangan psikis tetap dikerjakan, antara lain dengan melukis.

Anda mungkin juga menyukai