Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN SOSIAL, BUDAYA, HUMANIORA DAN

SPIRITUAL KONTEKS DALAM KEBIDANAN


Dosen pengajar : Julietta Hutabarat, SST, M.Kes

Disusun Oleh : Kelompok 8

Gelis Putri Afdillah

Hati Desiria Br Tarigan

Junika Amelia Saragih

Lady Shinta Marito Sinaga

Lamtiur Sirait

Miftah Hulwardah

Syahrina Sifa Panjaitan

Yunisca Rizki Ananda

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

JURUSAN KEBIDANAN MEDAN

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

i
TA. 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tepat waktu.

Makalah ini guna memenuhi tugas dari mata kuliah asuhan kebidanan social, budaya,
humaniora, dan spiritual konteks dalam kebidanan. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Julietta Hutabarat, SST, M.Kes
selaku Dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
teman pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini
dapat berguna untuk para pembaca dan semoga makalah ini dapat lebih baik lagi untuk ke
depannya. Dan apabila terdapat banyak kesalahan dari makalah ini, maka penulis minta maaf
yang sebesar-besarnya. Terima kasih.

Medan, 07 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................1
1.4 Manfaat.............................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
2.1 Skrining Prakonsepsi..............................................................................................................2
2.2 Keguguran.............................................................................................................................3
2.3 Penggunaan kontrasepsi sebelumnya.....................................................................................6
2.4 Haid Tidak Teratur.................................................................................................................7
BAB III...........................................................................................................................................9
PENUTUP......................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Latar Belakang Ilmu kebidanan dan Ilmu Humaniora, sebenarnya 2 ilmu yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Namun, ternyata keduannya memiliki hubungan yang saling
melengkapi. Pelayanan kebidanan tanpa dilandasi konsep humaniora bisa dikategorikan
tindak kriminal karena baik secara langsung maupun tidak langsung, tindakan tidak
manusiawi tersebut akan merampas hak klien sebagai pengguna layanan kebidanan. Hal ini
tentunya merugikan bagi pengguna jasa maupun pelaksana pelayanan dalam hal ini adalah
bidan.
Bagi bidan yang tidak menerapkan ilmu humaniora bisa dikatakan telah melanggar kode
etiknya dan kepadanya diberikan sanksi yang tegas atas kelalaian yang dibuat baik sengaja
maupun tidak disengaja. Ilmu social budaya Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi
pola kehidupan manusia.
Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut
semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini
banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan
anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di
dalam masyarakat dimana mereka berada. Bisadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan
pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan
sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan,
seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun
mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang siap mengabdi di kawasan
pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan masyarakat
yang mempunyai dampak negative terhadap kesehatan masyarakat. Tidak mudah mengubah
pola pikir ataupun sosial budaya masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum
masih banyak menggunakan dukun beranak. Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi
bidan di pedesaan adalah kemiskinan, pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu,

iv
kemampuan mengenali masalah dan mencari solusi bersama masyarakat menjadi
kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan. Untuk itu seorang bidan agar dapat melakukan
pendekatan 4 terhadap masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut,
yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai,agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Konsep spiritualitas merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam pelayanan
kebidanan. Price et al. (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “The Spiritual Experience
of High‐Risk Pregnancy” menyebutkan bahwa aspek spiritualitas membantu dalam
mengatasi stres pada kehamilan risiko tinggi, dan diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan
ibu dan janin. (https://pdfcoffee.com/makalah-humanioradocx-pdf-free.html)

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa yang dimaksud dengan social budaya?
B. Apa hubungan ilmu social budaya dalam konteks kebidanan?
C. Apa yang dimaksud dengan spiritual?
D. Apa hubungan ilmu spiritual dalam konteks kebidanan?
E. Apa yang dimaksud dengan humaniora?
F. Apa hubungan ilmu humaniora dalam konteks kebidanan?

1.3 Tujuan
A. Supaya pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan humaniora.
B. Agar pembaca dapat mengetahui hubungan ilmu humaniora dalam konteks kebidanan.
C. Supaya pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan social budaya.
D. Agar pembaca dapat mengetahui hubungan ilmu social dalam konteks kebidanan.
E. Supaya pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan spiritual.
F. Agar pembaca dapat mengetahui hubungan ilmu spiritual dalam konteks kebidanan.

1.4 Manfaat

v
Manfaat yang diambil yaitu dapat memahami serta mengaplikasikannya ilmu
sosial, budaya, dan humaniora dalam kehidupan sehari-hari, serta menerapkannya sesuai
dengan ilmu kebidanan yang dipelajari.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi sosial budaya dalam konteks kebidanan

Konsep Ilmu Sosial dan Budaya

Sosial menurut Lena Dominelli adalah bagian yang tidak utuh dari sebuah hubungan manusia
sehingga membutuhkan pemakluman atas hal-hal yang bersifat rapuh didalamnya. Edward B. Tylor
berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terdapat
kepercayaan, pengetahuan, kesenian, moral, adat istiadat, hukum dan kemampuan-kemampuan lain
yang diperoleh seseorang sebagai bagian dari masyarakat.

Kebudayaan cultuur (bahasa Belanda) culture (bahasa Inggris) (bahasa Arab) berasal dari bahasa
Latin colere" yang artinya mengolah, mengerjakan menyuburkan dan mengembangkan, terutama
mengolah tanah atau bertani. Berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia
untuk mengolah dan mengubah alam.

Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Budhayah
yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan adalah hasil budi atau akal
manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Menurut EB Taylor dalam Ahmadi (1997) Kebudayaan adalah: komplikas (jalinan) dalam
keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat
istiadat serta lain-lain kenyataan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota
masyarakat. Menurut Ki Mangunsarkoro kebudayaan adalah segala sesuatu yang merupakan hasil kerja
jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya

2.2 Hubungan antara sosial budaya dengan ilmu kebidanan


Telah dijelaskan diatas, bahwa humaniora secara singkat diartikan sebagai ilmu
untuk Memuliakan manusia baik dari segi fisik maupun psikis. Apa yang menyebabkan
ilmu Humaniora ini bisa sangat penting dalam konteks kebidanan

a) Bidan sebagai barisan pertama dalam masyarakat untuk menangani masalah Kesehatan.

vi
Hal ini menambah peluang bidang untuk menangani masalah kemasyarakatan yang
Sangat memerlukan aturan humaniora dalam menjalankan kehidupannya.

b) Bidan sebagai pelayan kesehatan yang menangani mempersiapkan kehamilan,

Menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan

Kesuburan, klimakterium dan menopause yang keseluruhan mencakup setengah

Dari masa kehidupan manusia.

c) Bidan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat

Yang mana berhadapan langsung dengan masyarakat itu sendiri. Bidan seringkali

Dianggap sebagai seseorang yang tau segala hal, mampu mengobati banyak penyakit

Baik yang berhubungan dengan kebidanan maupun masalah kesehatan secara umum.

D) Bidan sebagai komponen sosial di masyarakat

Yang menunjukkan empatinya di hadapan anggota keluarga, sehingga tercermin


bahwa

Keputusan yang dia ambil semata-mata memang untuk kepentinggan masyarakat.

d) Bidan memiliki peluang besar dalam hal aborsi.pembatasan kelahiran yang hingga

Kini masih menjadi teka-teki masih kurang jelasnya status ilegal dari aborsi.

 Penerapan Ilmu Humaniora dalam Memberikan Pelayanan Kebidanan

a) Pemberian Asuhan Kebidanan.

Dalam memberikan pelayanan kepada klien, bidan harusnya memenuhi kode etik
dan

Sumpah profesi yang telah dilakukan sebelum terjun menjadi bidan antara lain :

Kewajiban bidan terhadap klien dan masyrakat

Kewajiban bidan terhadap tugasnya

Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan kewajiban bidan terhadap
profesinya

Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air

vii
Kode etik inilah yang menjadi pembatas tindakan-tindakan yang boleh dan tidak
boleh

Dilakukan oleh bidan yang tentunya harus dilandasi ilmu humanira sehingga mampu

Memuliakan klien.

b) Aborsi

Aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang

Mengakibatkan kematian janin. Aborsi ini menjadi illegal bila dilakukan dengan

Sengaja khusunya dalam hal ini adalah dilakukan oleh tenaga bidan untuk
menghentikan

Kehamilan kliennya. Ilmu humaniora di sini sangat dibutuhkan sabagai penguat


dasar kode etik bidan, secara

Otomatis bidan yang memegang teguh kode etik dan memegang konsep humaniora tidakan
melakukan aborsi ini. Karena selain bukan merupakan kewenangannya, juga diluar

dari kode etiknya.

c) Pembatasan Kehamilan

Semakin melunjaknya jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan meningkatnya

sumber daya alam yang dibutuhkan memacu adanya prosedur diberlakukannya

pembatasan kehamilan. Dalam hal ini merujuk pada 2 sistem pembatasan kelahiran yaitu

promotif untuk memiliki 2 anak saja dan adanya keluarga berencana. Sebenarnya KB ini

dapat memicu kontra terkait pelanggaran hak manusia dalam meneruskan keturunan.

Namun setelah dikaji lebih mendalam, hal ini tidaklah melanggar peri kemanusiaan yang

tentunya juga disendingkan dengan alasan-alasan yang logis. Sehingga diperlukan bidan

professional yang mampu memahami penerapan Ilmu humaniora dalam melaksanakan

tugasnya.megang

2. 3 penelitian dan pembahasan

viii
1. Karakteristik Responden

Mayoritas responden berumur 20 sampai 29 Tahun (43,3%0 dengan tingkat


pendidikan terbanyak adalah lulus SD (31,7%) dan penghasilan keluarga responden
terbanyak adalah Rp.400.000,- perbulan atau rata-rata dibawah UMR Jawa Tengah.

2. Praktik perawatan kehamilan

Hampir semua responden menjawab pernah melakukan perawatan kehamilan


(96,7%) dengan cara memeriksakan diri ke petugas Kesehatan (bidan / dokter) (80%).
Sebanyak 20% responden menyatakan tidak melakukan aktivitas seksual pada saat hamil
dan 26,7% lainnya menyatakan kadang-kadang. Apabila ada keluhan ketika hamil 41,7%
memeriksakan diri ke petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan pemeriksaan
kehamilan pada trimester pertama sebanyak 48,3%, sedangkan 23,3% lainnya
memeriksakan diri dua kali dan sebanyak 13,4% responden memeriksakan kehamilan
setiap yang dikarenakan gangguan kehamilan seperti mual dan muntah. Menurut depkes
RI (1998) frekuensi pelayanan ANC yang dianjurkan minimal 4 kali selama kehamilan
yaitu: minimal 1 kali pada tribulan pertama, minimal 1 kali pada tribulan kedua dan
minimal 2 kali pada tribulan ketiga. Sebanyak 36,6% responden melakukan pantang
makanan tertentu karena diperkirakan akan mengganggu diri dan janinnya. Hal yang
menggembirakan adalah keterlibatan suami dalam periksa kehamilan cukup besar yaitu
76,6%.

3. Praktik Persalinan

Bidan paling banyak dipilih oleh responden sebagai penolong persalinan (63,3%)
disusul dengan dukun bayi (18,4%). Beberapa alasan yang dikemukakan oleh responden
terhadap penolong persalinan yaitu faktor pengalaman kerja (33,3%), kompeten dalam
bidangnya (30%), sedangkan 35% lainnya mempunyai alasan pengalaman pertolongan
persalinan sebelumnya, pelayanan lengkap (terutata dukun Bayi) dan alasan keterdekatan
dengan rumah responden. Lokasi tempat pelayanan (kedekatan dengan tempat tinggal)
serta peralatan lengkap dan tenaga trampil merupakan alasan terbanyak mengapa mereka
memilih sarana pelayanan. Walaupun ada 43,3% yang menyatakan setuju dilayani oleh
dokter / bidan perempuan tetapi 50% lainnya yang tidak memasalahkan bila dilayani oleh
dokter pria. Hal yang menggembirakan, senada dengan keterlibatan suami dalam periksa
kehamilan, hampir semua responden (93,4%) menyatakan suami mereka berpartisipasi
dalam menyambut persalinan bayi mereka.

Tabel 1. Deskripsi Responden Penelitian

ix
(MASUKAN GAMBAR TABEL 1)

4. Praktik perawatan nifas

Dalam hal praktek perawatan selama masa nifas (setelah ibu melahirkan sampai
dengan sekitar 35- 40 hari) beberapa data dapat dipaparkan. Minum jamu yang
merupakan kebiasaan sebagian masyarakat suku Jawa juga dilakukan oleh hampir semua
responden saat nifas. Hanya satu orang (1,7%) yang dengan jujur menyatakan melakukan
hubungan seksual saat nifas, walaupun ini tidak dianjurkan oleh kesehatan dan juga
agama (Islam). Selama masa nifas sebagian responden (41,7%) berpantang
mengkonsumsi daging dan ikan. Pijat badan untuk mengembalikan kebugaran tubuh
setelah bersalin dilakukan oleh 83,3% responden.

5. Deskripsi kondisi sosial budaya setempat

Masyarakat memiliki kebudayaan yang mencakup aturan – aturan, norma – norma,


pandangan hidup yang dijadikan acuan dalam mengatur perilaku kehidupan
bermasyarakat.Latar belakang sosial budaya di Kecamatan Bangsri dan Kabupaten Jepara
adalah masyarakat suku Jawa. Pada masyarakat Jawa yang menganut pola garis
keturunan patrilineal maka dalam adat kebiasaan keluarga, peranan suami / ayah sangat
berpengaruh. ayah / suami sebagai kepala rumah tangga adalah perantara dalam
penentuan nasib termasuk yang menguasai sumber-sumber ekonomi keluarga (Herkovits
dalam Susilowati, 2001).

Dalam masyarakat Jawa, kehamilan (dan kemudian kelahiran bayi) merupakan


peristiwa yang penting dalam siklus hidup manusia. Oleh karena itu ibu dan keluarga
melakukan serangkaian aktivitas ritual untuk menyambutnya.Faktor kekerabatan (suami,
orang tua, nenek) masih memberikan peran yang penting dalam tindakan-tindakan si ibu
berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, baik dalam memberikan
nasehat (karena mereka sudah berpengalaman menjalani peristiwa tersebut) maupun
pengambilan keputusan siapa penolong persalinan dan sarana pelayanan apakah yang
akan dipergunakan.

Tabel 2. Praktek Perawatan Kehamilan

(GAMBAR TABEL 2)

Selama kehamilan, biasanya si ibu akan melakukan berbagai upaya agar bayi dan
ibunya sehat dan dapat bersalin dengan selamat, nor mal dan tidak cacat. Sebagian
masyarakat masih berpantang makan makanan tertentu seperti udang atau kepiting dan
buah nanas, walaupun menurut kesehatan pantangan makanan tertentu Tidak dibenarkan
apalagi kalau makanan tersebut bergizi. Selama kehamilan juga ada pantangan yang
harus diperhatikan ibu dan bapak misal: tidak boleh menyiksa atau membunuh binatang

x
dan tidak boleh mengejek orang yang cacat supaya si bayi dapat lahir dengan selamat dan
tidak cacat. Terutama keluarga dengan tingkat sebagai simbol pendidikan yang cukup
tinggi, seiring dengan kemajuan jaman sudah banyak yang tidak mempercayainya begitu
juga dengan sebagian responden penelitian.

Tabel 3. Praktek persalinan

(GAMBAR TABEL 3)

Informan/ responden dari tokoh masyarakat, Tokoh agama dan PLKB menjelaskan
bahwa sebagian besar masyarakat di Kabupaten Jepara Masih memperingati upacara 7
bulan bayi dalam kandungan khususnya bagi anak pertama, termasuk sebagian besar
responden ibu yang telah diwawancarai. Di daerah lain pada suku Jawa upacara tersebut
disebut mitoni, sedangkan di Kabupaten Jepara disebut Munari. Munari merupakan
upacara selamatan Dengan nasi tumpeng yang puncaknya adalah nasi ketan berwarna
kuning yang diibaratkan cahaya sebagai simbol bahwa pada usia kehamilan ketujuh si
janin sudah mempunyai roh atau nyawa. Acara munari ini seringkali dilengkapi dengan
upacara seperti halnya mitoni yaitu si ibu ganti kain tujuh kali, memecahkan kelapa
gading yang berukir gambar tokoh wayang Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih (dua
dewa /dewi dalam pewayangan yang terkenal ketampanan dan kecantikannya) dengan
harapan si bayi nantinya akan tampan seperti Dewa Kamajaya dan cantik seperti Dewi
Kamaratih.Upacara ini seringkali dipimpin oleh dukun bayi atau orang yang dituakan di
dalam keluarga tersebut. Di dalam upacara tersebut suami harus terlibat dalam rangkaian
upacara.

Tabel 4. Praktek Perawatan Nifas

(GAMBAR TABEL 4)

Hasil penelitian juga menemukan bahwa

Keterlibatan/ partisipasi suami selama masa

Kehamilan istri cukup besar baik dalam bentuk

Aktivitas mengantar istri memeriksakan

xi
Kandungan ke bidan / dokter, berusaha memenuhi

Keinginan istri yang sedang nyidam maupun

Mengingatkan agar istrinya lebih banyak makan

Makanan yang bergizi. Para suami terutama yang

Berpendidikan cukup tinggi cenderung melarang

Bila istrinya berpantang makanan tertentu.

Menurut pandangan mereka, sepanjang yang

Dimakan ibu hamil memenuhi kriteria sehat dan

Bergizi baik untuk ibu dan bayi maka tidak

Dibenarkan untuk berpantang walaupun pada

Masyarakat sekitar masih berlaku pantangan

Makan makanan tertentu atau bertingkah laku

Tertentu pada saat istrinya hamil.

xii
Muis (1996) dalam penelitiannya di Kota

Semarang menyebutkan bahwa para orang tua/

Mertua sangat berperan dalam menentukan,

Menasehati dan menyarankan anaknya/

Menantunya untuk periksa hamil pada bidan atau

Memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan.

Sutrisno (1997) dalam penelitiannya d Kabupaten Purworejo juga mengungkapkan


bahwa suami, orang tua dan mertua adalah

anggota kelompok referensi yang paling sering

memberikan anjuran memilih tenaga penolong

persalinan. Susilowati (2001) dalam penelitiannya

di Kabupaten Semarang juga menemukan

bahwa suami sangat dominan dalam pengambilan

keputusan rumah tangga sehari-hari, tetapi dalam

menentukan penolong persalinan dan tempat

bersalin yang dominan adalah orang tua dan

mertua. Pada saat menghadapi masalah medis

persalinan masih diperlukan musyawarah

xiii
keluarga untuk merujuk ibu bersalin ke rumah

sakit.

Menurut responden tokoh masyarakat dan

tokoh agama, kelahiran bayi adalah suatu

peristiwa yang perlu dirayakan dengan upacara

tertentu. Masyarakat Kabupaten Jepara yang

mayoritas beragama Islam biasa melakukan

serangkaian acara mulai dari pembacaan adzan

pada telinga kanan bayi sesaat setelah

kelahirannya, dilanjutkan dengan pencucian

plasenta bayi atau ari-ari, diberi doa dan dan

dimasukkan dalam wadah tertutup dari tanah liat

dan diberi kembang telon (bunga tiga warna) dan dikuburkan di depan rumah/ teras
serta

diterangi sentir/ teplok (lampu minyak) pada

malam hari. Pelaku dari semua upacara ini adalah

suami dari istri yang baru saja melahirkan.

Berdasarkan pengamatan penulis di depan rumah

beberapa rumah responden ,yang kebetulan baru

beberapa hari melahirkan, terdapat gundukan

tanah yang ditutupi dengan pagar dari bambu dan

diberi lampu minyak dan mereka menjelaskan

bahwa plasenta bayi telah mereka kuburkan di

situ.

Di daerah Jepara dikenal upacara krayanan

xiv
atau brokohan atau selapanan yaitu upacara

pada saat bayi berusia 35 hari untuk memberi

nama bayi dengan cara berdoa bersama dan

bancakan atau selamatan dengan nasi urap /

sego gudangan rambanan reno pitu.

Bersamaan dengan upacara krayanan tersebut

juga diadakan upacara adat walikan atau

resikan. Upacara ini lebih ditujukan untuk si ibu

bayi karena sudah selesai menjalani masa nifas

dan siap untuk melayani suaminya kembali. Pada

saat selamatan itu si ibu dirias secantik mungkin.

Di dalam upacara ini kehadiran dukun bayi juga

penting, terutama bila mereka yang menolong

kelahiran bayinya.

Masih banyak masyarakat di lokasi penelitian

yang membutuhkan dukun bayi. Menurut

responden, dukun bayi dirasakan mempunyai

beberapa kelebihan disbanding bidan / dokter

yaitu dukun bayi mampu memberikan pelayanan

yang paripurna mulai dari menolong persalinan

sampai memimpin upacara kelahiran bayi. Dukun

bayi juga siap setiap saat dibutuhkan,

memberikan rasa nyaman dan aman karena

mereka kebanyakan dituakan, begitu juga

hubungan kekeluargaan membuat kehadiran

xv
dukun bayi dalam hal tertentu sulit digantikan oleh

bidan. Kepala Puskesmas dan bidan serta PLKB

yang diwawancarai menyadari bahwa dukun bayi

masih dibutuhkan oleh masyarakat, oleh karena

itu program pelatihan dukun bayi dan pembinaan

serta pendampingan oleh bidan Puskesmas

merupakan program yang terus dijalankan. Di

sisi lain mereka mengupayakan peningkatan

peran bidan dan bidan di desa (BDD) tetapi

mengusahakan agar tidak lahir dukun bayi baru

karena adanya target cakupan tertentu dari ANC

dan persalinan oleh tenaga kesehatan serta

eliminasi tetanus neonatorum (ETN) yang harus

diupayakan menjadi angka nol. Pemotongan dan

perawatan tali pusat yang tidak bersih dan steril

merupakan salah satu penyebab utama adanya

tetanus neonatorum. Dukun yang belum dilatih

seringkali melakukan pemotongan dan perawatan

tali pusat secara tidak higienis seperti diberi kunyit

atau apu (kapur gamping yang basah), tetapi saat

ini hal tersebut hampir tidak pernah ditemui

karena semua dukun bayi di desa lokasi penelitian

sudah dilatih oleh Puskesmas.

Nuansa Islam yang cukup kuat di daerah

Jepara mewarnai adat dengan adanya upacara

xvi
kekahan atau aqiqah yaitu ungkapan rasa

bersyukur pada Tuhan YME atas anugerah anak

dan sebagai salah satu kewajiban orang tua

dalam ajaran Islam terhadap anaknya. Pada

acara kekahan ini untuk anak laki-laki akan

disembelih dua ekor kambing, sedangkan bila

anak perempuan cukup satu ekor kambing.

Daging yang sudah dimasak dibagikan kepada

para tamu dan tetangga. Adat kekahan tidak mesti

harus segera dilakukan setelah bayi lahir tetapi

bisa sampai dengan menjelang remaja. Kekahan

biasanya dilakukan oleh keluarga yang cukup

mampu.

Perilaku positif lainnya yang masih dijalankan

oleh sebagian besar responden seperti halnya

kebiasaan para ibu dari suku Jawa setelah

melahirkan yaitu kebiasaan minum jamu dengan

tujuan agar ASI mereka lancar serta untuk

menjaga kesehatan dan kebugaran ibu. Jamu

wejah diminum agar ASI lancar dan jamu beras

kencur agar badan tidak terasa capek dan jamu

pilis yang ditempelkan di dahi agar kepala terasa

ringan dan tidak pusing. Selama masa nifas ada

pantangan berhubungan seksual. Hal positif ini

sejalan dengan kesehatan dan larangan dalam

xvii
agama Islam yang mayoritas mereka anut.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perilaku

yang kurang mendukung selama masa nifas yaitu

pantang makanan tertentu yang lebih dikaitkan

dengan si bayi antara lain agar ASI tidak berbau

amis antara lain daging dan ikan laut. Kebiasaan

kurang baik lainnya yang masih ada yaitu bayi

digedhong atau membungkus bayi dengan jarik

(kain batik pelengkap busana kebaya) agar bayi

Hangat dan diam. Bila hal ini dilakukan terus

Menerus akan berpengaruh pada aktivitas bayi

Dan pertumbuhan tulangnya.

Menurut responden apabila bayi lahir cacat

xviii
(bibir sumbing) atau bayi lahir dengan sungsang

Yang dahulu seringkali dikaitkan dengan

Kesalahan masa lalu orang tuanya atau orang

Tuanya melanggar pantangan tertentu maka

Sebagian besar responden menganggap hal

Tersebut tidak benar. Bayi lahir sungsang atau

Bibir bayi sumbing mereka percayai semata-mata

Karena masalah kesehatan.

2.4 Pengertian humaniora

1.      Secara Umum

Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah  ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan

membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya.Humaniora

adalah suatu pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari terutama untuk orang yang

berprofesi sebagai bidan.Dimana membuat manusia lebih manusiawi agar tidak terjadi tindakan

yang berprerikemanusiaan.

Menurut bahasa latin, humaniora disebut artes liberales yaitu studi tentang

kemanusiaan. Sedangkan menurut pendidikan Yunani Kuno, humaniora disebut dengan trivium,

xix
yaitu logika, retorika dan gramatika.Pada hakikatnya humaniora adalah ilmu-ilmu yang

bersentuhan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup etika, logika, estetika, pendidikan

pancasila, pendidikan kewarganegaraan, agama dan fenomenologi. Secara umum, humaniora

dapat diartikan  sebuah disiplin akademik yang mempelajari kondisi manusia, menggunakan

metode yang terutama analitik, kritikal, atau spekulatif, sebagaimana dicirikan dari sebagian

besar pendekatan empiris alami dan ilmu sosial (Risneni, asih dan Rodliyah, 2016).

2.      Secara Khusus

Menurut hemat saya, pengertian humaniora menurut Dilthey inilah yang kemudian

diambil alih ke dalam diskusi tentang pendidikan humaniora di Indonesia pada masa Nugroho

Notosusanto ketika menjadi Menteri pendidikan dan kebudayaan, dimana ilmu – ilmu

humaniora dalam bentuk klasiknya seperti yang terdapat dalam pendidikan di Barat.

Satu hal yang perlu diketahui bahwa pengertian humaniora sebagai pendidikan yang

harus membuat orang menjadi lebih manusiawi tidaklah berarti menyingkirkan pelajaran-

pelajaran umum. Jadi, pendidikan humaniora dalam pengertian klasik harus dibedakan dengan

jelas dari ilmu-ilmu humaniora sebagaiamana dirumuskan  oleh Wilhelm Dilthey.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Humaniora adalah pelajaran yang

sangat penting untuk dipelajari terutama untuk orang – orang berprofesi sebagai bidan dimana

ilmu humaniora membuat manusia lebih manusiawi agar tidak terjadinya tindakan yang tidak

berprikemanusiaan.

2.5      Humaniora dalam Kebidanan

Humaniora dalam ilmu kebidanan merupakan studi yang memusatkan perhatiannya pada

kehidupan manusia, menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan dan

berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif.

xx
Alasan penerapan ilmu Humaniora dalam ilmu kebidanan yaitu bidan adalah seseorang pada

barisan pertama untuk menangani masalah kesehatan pada masyarakat.Hal ini membutuhkan

aturan humaniora dalam menjalankan profesi di kehidupannya. Seorang bidan akan menangani

kehamilan, menolong persalinan, nifas, dan menyusui yang keseluruhan mencangkup setengah

dari masa kehidupan manusia. Bidan juga memiliki peluang untuk melakukan aborsi yang dapat

membatasi kelahiran manusia maka dari itu sungguh penting ilmu humaniora diterapkan di ilmu

kebidanan.

2.6.     Humaniora dalam Berbagai Aspek Ilmu

1.      Humaniora Kebidanan dalam Pendidika Agama

Semula humaniora mencangkup didalamnya juga agama/kepercayaan, tetapi kemudian,

sejak William Caxton (1422-1491) (Enycl Britt, 1973) agama dipisahkan dari humaniora yang

mempercayai adanya hubungan supranatural sebagai naluri manusia.Nilai-nilai agama

diturunkan kepada manusia melalui wahyu, yang dibawakan oleh utusan-NYA.Nilai-nilai religius

seharusnya merupakan nilai – nilai yang paling dasar dari segala tata nilai dan karena itu ada titik

temu dengan nilai – nilai budaya yang dikembangkan manusia (Muljohardjono, 2004).

Humaniora adalah salah satu Ilmu pengetahuan yang mempelajari apa yang diciptakan atau

diperhatikan manusia. Pengertian lain menyebutkan bahwa humaniora adalah ilmu yang

berkaitan dengan rasa seni yang dimiliki oleh manusia, seperti seni sastra, musik, pahat, lukis,

dan sebagainya. Berangkat dari pemahaman tentang manusia yang demikian , maka ilmu

humaniora itu penting dipelajari, di samping mempelajari ilmu-ilmu yang canggih.

Ruang lingkup humaniora awalnya hanya mencakup bahasa dan sastra klasik, tetapi

kemudian berkembang seperti teologi, filsafat, ilmu hukum, ilmu sejarah, fisiologi, ilmu bahasa,

kesusastraan, dan ilmu kesenian, serta psikologi. (Darmadi, 2017)

Tujuan humaniora adalah membuat manusia lebih manusiawi dalam arti membuat

manusia lebih berbudaya. Sedangkan tujuan lebih lanjut dijelaskan, bahwa muara dari ilmu

humaniora adalah munculnya sosok yang humanis yakni orang yang mendambakan dan

xxi
memperjuangkan terwujudnya pergaulan yang lebih baik , berdasarkan asas - asas

perikemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia. (Daulay, 2002)

2.      Humaniora Kebidanan Pendidikan Pancasila

Bidan sebagai petugas kesehatan dan pemberi pelayanan kebidanan dapat menerapkan

ilmu humaniora dalam pancasila karena berdasarkan mukadimah dalam kode etik kebidanan

Indonesia sudah sewajarnya berdasarkan pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ideal dan

garis –garis besar haluan Negara sebagai landasan operasional.

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode

etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan

professional. Bidan senantiasa berupaya memberi pemeliharaan kesehatan yang komprehensif

terhadap remaja putri, wanita pranikah, wanita prahamil, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu

menyusui bayi, dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi insan

bangsa yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan kebutuhan pemeliraan

kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya (Wahyuningsih, 2013).

Sebagai profesi bidan mempunyai pandangan hidup pancasila. Seorang bidan menganut

filosofi yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio-

psiko-sosial-kultural dan spiritual yang unik dengan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh

dan tidak ada individu yang sama.

3.      Humaniora Pendidikan Kewarganegaraan

Bidan sebagai warga Negara Indonesia mempunyai kewajiban terhadap pemerintah ,

nusa, bangsa, dan tanah air (Zulvadi, 2014)

1.      Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan –ketentuan

pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan

keluarga dan masyarakat.

a.        Bidan harus mempelajari perundang-undangan kesehatan di Indonesia dengan cara :

xxii
1)      Menyebarluaskan informasi/perundang-undangan yang dipelajari kepada anggota

2)      Mengundang ahli/penceramah yang dibutuhkan

b.      Mempelajari program pemerintah khususnya mengenai pelayanan kesehatan di Ind onesia

c.       Mengidentifikasi perkembangan kurikulum sekolah tenaga kesehatan umumnya keperawatan

dan kebidanan khususnya.

2.      Setiap bidan melalui profesinya, berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada

pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan, terutama pelayanan KIA

/KB dan kesehatan keluarga (Wahyuningsih, 2013)

a.       Bidan harus menyampaikan laporan kepada setiap jajaran IBI tentang berbagai hal yang

berhubungan dengan pelaksanaan tugas bidan di Daerah, termasuk faktor penunjang maupun

penghambat pelaksanaan tugas itu.

b.      Mencoba membuat penelitian tentang masalah yang sering terjadi dimasyarakat yang

berhubungan dengan tugas profesi kebidanan, misalnya penelitian mengenai

1)      Berapa biaya standar persalinan normal di suatu Daerah

2)      Berapa banyak animo masyarakat di suatu daerah terhadap fasilitas KIA/KB yang telah

disediakan pemerintah

4.      Humaniora Kebidanan Pendidikan Kemasyarakatan

Pendidikan humaniora yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan-

pernyataan simbolisnya merupakan bagian integral dari sistem budaya. Kandungan pendidikan

humaniora ditentukan oleh sistem pengetahuan yang dimiliki masing-masing subkultur,

sehingga dapat ditemukan varian-varian pendidikan humaniora sesuai dengan pengelompokan 

masyarakatnya. Dalam setiap kelompok  masyarakat, pendidikan itu diselenggarakan baik secara

formal melalui sebuah lembaga pendidikan, maupun secara informal melalui berbagai bentuk

komunikasi sosial.

xxiii
Dari setiap locus pendidikan humaniora tadi akan kita kemukakan bagaimana

pelembagaan, isi, dan efek yang dimaksud oleh pendidikan itu. Secara sekilas akan terlihat

bagaimana nilai-nilai dan simbol diproduksikan, siapa yang melakukan kontrol atas nilai-nilai dan

simbol dan bagaimana distribusi nilai dan simbol itu dilakukan. Pelembagaan pendidikan

humaniora ini menjadi sangat penting jika dilihat kaitannya dengan kandungan nilai yang

dibawakan (Kosasih, D 2014).

2.7    Proses Pengambilan Keputusan Dalam Kebidanan

1.      Secara Umum

Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktek

suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya.(

Reni Heryani, 2013)

Menurut GeorgeR. Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada.

Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan, yaitu :

a.      Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subjektif dan mudah terpengaruh

b.    Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis , seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan

kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu kasus.

c.       Fakta, keputusan lebih rill, valid dan baik

d.      Wewenang lebih bersifat rutinitas

e.       Rasional, keputusan bersifat objektif, transparan, konsisten

2.      Secara Khusus

Teori Teori pengambilan keputusan adalah

a.   Teori Utilitarisme mengatakan ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan, dan

meminimalkan ketidaksenangan

xxiv
b.  Teori Deontology menurut Immanuel Kant yaitu sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik.

Contoh bilaberjanji ditepati, bila pinjam harus dikembalikan

c. Teori Hedonisme menurut Aristippos yaitu sesuai kodratnya, setiap manusia mencari kesenangan

dan menghindari ketidaksenangan

d. Teori Eudemonisme menurut Filsuf Yunani Aristoteles, bahwa dalam setiap kegiatan manusia

mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita.

Dalam pengambilan suatu keputusan seorang bidan harus berpegang teguh pada kode etik

profesi bidan sebagai tenaga professional dan harus mempertanggung tanggung jawabkan

tindakan yang dilakukannya. Dalam kasus ini (Aborsi) terbukti bahwa bidan melakukan praktek

Aborsi yang seharusnya tidak boleh karena termasuk tindakan kriminal dan melanggar

ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam pengambilan suatu keputusan seorang bidan harus berhati – hati dalam memberikan

pelayanan kepada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakan yang diberikan tidak merugikan

pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh karena itu bidan harus selalu

memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang

komprehensif dan berkualitas. Bidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang

cukup mendalam agar setiap tindakanya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.

Jadi pengambilan keputusan dalam praktek kebidanan merupakan suatu pendekatan yang

sistematis terhadap hakekat suatu masalah yang difokuskan untuk memecahkan masalah

secepatnya dimana individu harus memiliki kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan

pendidikan dan pengalaman yang berharga dan cukup efektif dalam pemecahan masalah.

2.8.     Perilaku Petugas Kesehatan Dengan Pasien

1.      Secara Umum

xxv
Proses penyembuhan penyakit tidak hanya ditangani oleh dokter. Dengan meningkatnya

variasi penyakit dan kerumitan tekhnologi kedokteran, diperlukan bantuan tenaga lain, seperti

perawat, bidan, penata rotgen, ahli gizi, ahli sanitasi, dan sebagainya. Yang kesemuanya

bergabung menjadi tim “petugas kesehata”. Ruang lingkup pelayanan dan pemeliharaan

kesehatanpun meluas.Bukan hanya penyembuhan dan perawatan, melainkan juga promosi

kesehatan, pencegahan penyakit dan rehabilitasi yang dilayani tidak saja individu pasien,

melainkan keluarga si sakit dan masyarakat luas.Dengan demikian pendekatan petugas

kesehatan tidak lagi terbatas pada pendekatan individual saja melainkan juga pendekatan

kelompok.Dalam menggarap keluarga dan masyarakat inilah diperlukan pengetahuan ilmu

perilaku. Maka ahli ahli ilmu social, khususnya ilmu perilaku memperkuat tim petugas kesehatan

yang menangani kelompok masyarakat.

2.      Secara Khusus

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2010) adalah suatu respon seseorang

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, system pelayanan

kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

Tenaga kesehatan berdasarkan Undang – undang Republik Indonesia tentang Kesehatan

No. 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan untuk

jenis tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tenaga

kesehatan juga memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomi.Tenaga kesehatan memiliki petugas yang dalam ruang lingkup

kerjanya saling berkaitan yaitu Dokter gigi, Perawat, Bidan, dan ketenaga medis lainnya

(Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996).

xxvi
Dalam pengambilan suatu keputusan seorang bidan seharusnya tidak melakukan hal yang

berada di luar kewenangannya, terlebih lagi jika keputusan tersebut dapa membahayakan

nyawa pasien. Dalam contoh kasus aborsi, jika ada seorang pasien yang datang untuk melakukan

aborsi sebaiknya sebagai seorang bidan memberikan konseling mengenai bahaya yang

ditimbulkan oleh aborsi tersebut dan dapat melanggar etika, moral, hukum serta bertentangan

dengan agama.

2. 10 Pengertian Spiritual

Hingga saat ini masih terjadi perdebatan terkait definisi spiritualitas. Donia

Baldacchino (2015) dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education of Health

Care Professionals menyebutkan bahwa spiritualitas dapat diartikan sebagai sebuah

Kekuatan yang menyatukan semua aspek manusia, termasuk komponen agama,

Memberikan dorongan kepada seseorang untuk menemukan arti, tujuan, dan

Pemenuhan dalam kehidupan, serta dan menumbuhkan semangat untuk hidup.

Konsep spiritualitas merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam pelayanan

Kebidanan. Price et al. (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “The Spiritual

Experience of High‐Risk Pregnancy” menyebutkan bahwa aspek spiritualitas Membantu

dalam mengatasi stres pada kehamilan risiko tinggi, dan diyakini dapat Meningkatkan

kesejahteraan ibu dan janin. Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) Dalam publikasinya

menyebutkan bahwa asuhan kebidanan yang diberikan selama Kehamilan dengan

memperhatikann keseimbangan fisik, psikis dan spiritual pada Wanita dengan risiko

rendah dapat menurunkan intervensi medis dalam proses Persalinan.

Dalam publikasi yang sama, Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) dengan mengutip

Dari berbagai sumber menyebutkan efek positif dari pemenuhan kebutuhan Spiritualitas

dalam asuhan kebidanan, baik saat kehamilan, persalinan, maupun nifas yang dikutip

dari berbagai sumber. Dalam kehamilan, asuhan kebidanan yang diberikan secara

seimbang, baik aspek fisik, psikis, dan spiritual akan meningkatkan derajat kesehatan,

serta menghindarkan kecemasan. Kondisi ini jika dijaga, dapat meningkatkan keyakinan

xxvii
ibu hamil serta menghindarkan ibu dari persoalan psikologis saat menghadapi dan

menjalani proses persalinan, disebabkan spiritualitas sendiri merupakan bentuk coping

dalam menghadapi persalinan. Dalam masa setelah melahirkan, spiritualitas membantu

proses penyembuhan dan mengurangi depresi postpartum.

2.11 Hubungan Ilmu Spiritual Dalam Konteks Kebidanan

Asuhan kebidanan yang dilakukan secara holistik pada masa kehamilan berdampak

Positif pada hasil persalinan. Pengabaian terhadap aspek spiritual dapat

menyebabkan

Klien akan mengalami tekanan secara spiritual. Dalam melakukan asuhan

kebidanan yang

Holistik, pemenuhan kebutuhan spiritual klien dilakukan dengan pemberian spiritual

Care. Aspek penghormatan, menghargai martabat dan memberikan asuhan dengan

penuh

Kasih sayang merupakan bagian dari asuhan ini.

Donia Baldacchino (2015) dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care

xxviii
Education of Health Care Professionals menyebutkan bahwa dalam

Memberikan spiritual care, tenaga kesehatan (bidan) berperan dalam upaya

Mengenali dan memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan memperhatikan aspek

Penghormatan pada klien. Bidan juga berperan memfasilitasi klien dalam

Melakukan kegiatan ritual keagamaan. Selain itu, membangun komunikasi,

Memberikan perhatian, dukungan, menunjukkan empati, serta membantu klien

Untuk menemukan makna dan tujuan dari hidup, termasuk berkaitan dengan

Kondisi yang sedang mereka hadapi.

Spiritual care dapat membantu klien untuk dapat bersyukur dalam kehidupan

mereka,

xxix
Mendapatkan ketenangan dalam diri, dan menemukan strategi dalam menghadapi

rasa

Sakit maupun ketidaknyamanan yang dialami, baik dalam masa kehamilan, maupun

Persalinan. Selain itu, hal ini juga akan membantu klien dalam memperbaiki konsep

diri

Bahwa kondisi sakit ataupun tidak nyaman yang dialami juga bentuk lain dari cinta

yang

Diberikan oleh Tuhan. Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa transformatif

dalam kehidupan seorang

Wanita. Pemberian asuhan kebidanan dengan tidak mengabaikan aspek spiritual

Merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kebutuhan klien. Ibu dan bayi

yang

Sehat, fase tumbuh kembang anak yang sehat, serta menjadi manusia yang berhasil

dan

xxx
Berkontribusi positif bagi masyarakat merupakan harapan bersama. Bidan sebagai

tenaga

Kesehatan yang berperan dalam kesehatan ibu dan anak diharapkan agar dapat

Memberikan asuhan dengan pemahaman holistik terhadap wanita.

Mengutip dari Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) “merekonstruksi bangunan

Keseimbangan kesehatan dengan sinergitas fisik, psikis, dan spiritualitas perlu

dilakukan

Melalui pendidikan dan pelayanan kebidanan”. Sumber : Muliati Dolofu (Mahasiswa

S2

IPK FK – KMK UGM)

2. 12 Pandangan Agama Yang Berhubungan Dengan Praktik Kebidanan

1. Keluarga Berencana

xxxi
Pandangan agama islam terhadap pelayanan keluarga berencana. Ada dua

pendapat

Mengenai hal tersebut yaitu memperbolehkan dan melarang penggunaan alat

kontrasepsi.

Karena ada beberapa yang mengatakan penggunaan alat kontrasepsi itu adalah

Berlawanan dengan takdir/kehendak Allah.

2. Pandangan agama yang memperbolehkan pemakaian alat kontrasepsi IUD:

Pemakaian IUD bertujuan menjarangkan kehamilan. Dengan menggunakan

kontrasepsi

Tersebut keluarga dapat merencanakan jarak kehamilan sehingga ibu tersebut dapat

Menjaga kesehatan ibu, anak dan keluarga dengan baik.

Pemakaian IUD bertujuan menghentikan kehamilan.

Jika didalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak, tentunya sangat

Merepotkan dan membebani perekonomian keluarga. Selain itu bertujuan

memberikan

Rasa aman kepada ibu. Karena persalinan dengan factor resiko/resiko tinggi dapat

xxxii
Mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat waktu keseharian ibu

tidak

Hanya digunakan untuk mengurusi anak dan keluarga.

Pandangan agama yang melarang pemakaian kontrasepsi IUD :

Pemakaian IUD bersifat aborsi, bukan kontrasepsi. Mekanisme IUD belum jelas,

karena

IUD dalam rahim tidak menghalangi pembuahan sel telur bahkan adanya IUD sel

mani

Masih dapat masuk dan dapat membuahi sel telur (masih ada kegagalan).

Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dibenarkan selama masih ada obat-obatan dan

alat

Lainnya. Selain itu pada waktu pemasangan dan pengontrolan IUD harus dilakukan

Dengan melihat aurat wanita.

3. Khitan Pada Perempuan

Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khotana “ yang berarti memotong. Khitan

bagi

Laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi

terbuka.

Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang

Menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris

xxxiii
(kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian

atas

Kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi

perempuan

Disebut khafd. Sedangkan istilah secara internasional sunat perempuan adalah

Female

Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC).

Tindakan ini tidak dikenal sama sekali dalam dunia medis. Pemotongan atau

pengirisan

Kulit sekitar klitoris apalagi klitorisnya sangat merugikan. Tidak ada indikasi medis

untuk

Mendasarinya. Seorang bidan di Jawa Barat pernah mengulas tentang hal ini karena

Menemukan bekas-bekasnya pada pasiennya. Kenyataannya memang ada

kelompok yang

Meyakini bahwa anak perempuan pun diwajibkan bahkan di pusat-pusat pelayanan

Kesehatan.

Sedangkan dalam pembahasannya mengenai khitan untuk perempuan para ulama

berbeda

Pendapat dalam menghukuminya seperti halnya Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad

Berpendapat Khitan juga wajib bagi anak perempuan, adapun sebagian besar ulama

Seperti mahzab Hanafi, Al-Maliky, Hambali berpendapat Khitan disyariatkan dan

Disunnahkan bagi perempuan. Serta sebagaimana yang telah disabdakan

NabiyuAllah

xxxiv
Muhammad SAW, dalam sebuah Hadist riwayat al-Zuhri:

“ Barang siapa yang masuk Islam, maka wajib baginya berkhitan walaupun ia sudah

Dewasa.”

Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan:

WHO membedakan alasan pelaksanaan FGC menjadi 5 kelompok, yaitu:

1. Psikoseksual

Diharapkan pemotongan klitoris akan mengurangi libido pada perempuan,

Mengurangi/menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan keperawanan

sebelum

Menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual bagi laki-laki.

Terdapat juga pendapat sebaliknya yang yakin bahwa sunat perempuan akan

Meningkatkan libido sehingga akan lebih menyenangkan suami.

2. Sosiologi

Melanjutkan tradisi, menghilangkan hambatan atau kesialan bawaan, masa

peralihan Pubertas atau wanita dewasa, perekat sosial, lebih terhormat.

3. Hygiene dan estetik

Organ genitalia eksternal dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya, jadi sunat

dilakukan Untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan.

4. Mitos

xxxv
Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak.

5. Agama

Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadah lebih diterima.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

( SARAN 1)
Kesehatan prakonsepsi adalah kondisi kesehatan orang tua sebelum terjadi pembuahan.
Kesehatan prakonsepsi harus tetap dioptimalkan sekalipun perempuan tidak
merencanakan kehamilan mengingat banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa
dirinya hamil padahal dirinya tidak merencanakan kehamilan. Prakonsepsi kesehatan
merupakan bagian dari kesehatan secara keseluruhan antara perempuan dan laki-laki
selama masa reproduksinya. Pelaksanaan skrining prakonsepsi di Indonesia di atur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No 97 Tahun 2014 Tentang pelayanan kesehatan masa
sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual.
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk mempersiapkan perempuan
dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi
yang sehat.

Kesehatan prakonsepsi adalah kesehatan baik pada perempuan maupun laki-laki selama
usia reproduktif yakni usia yang masih dapat memiliki keturunan. Tujuan kesehatan
prakonsepsi adalah untuk mencapai ibu dan anak dalam kondisi sehat.Masa prakonsepsi
merupakan masa sebelum hamil atau masa sebelum terjadi pertemuan sel ovum (sel telur)
dengan sperma.
Wanita prakonsepsi diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia subur yang
siap menjadi seorang ibu. Kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan masa anak-anak,
remaja, ataupun lanjut usia. Perbaikan kesehatan prakonsepsi berdampak pada
peningkatan kesehatan reproduksi dan dapat menurunkan resiko pengeluaran biaya yang

xxxvi
mungkin muncul karena masalah kesehatan reproduksi. Pelayanan prakonsepsi dianggap
sebagai komponen utama pelayanan kesehatan pada wanita usia subur (Dieny, dkk.,
2019).

(SARAN 2)
A. Kesimpulan

1. Pengertian Humaniora

Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan (BalaiPustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu
Pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi,
Dalam arti membuat manusia lebih berbudaya.

2. Hubungan ilmu humnaiora dalam konteks kebidanan

 Bidan sebagai barisan pertama dalam masyarakat untuk menangani


Masalah kesehatan.
 Bidan sebagai pelayan kesehatan yang menangani mempersiapkan
Kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
Pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause yang keseluruhan
Mencakup setengah dari masa kehidupan manusia.
 Bidan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat
 Bidan sebagai komponen sosial di masyarakat
 Bidan memiliki peluang besar dalam hal aborsi.pembatasan kelahiran
Yang hingga kini masih menjadi teka-teki masih kurang jelasnya status
Ilegal dari aborsi.

3. Pengertian social budaya

Sosial budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti segala
Sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar. Sedangkan budaya berasal dari
kata bodhya yang artinya pikiran dan akal budi.
Sosial budaya merupakan segala hal yang di ciptakan manusia dengan pikiran
Dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Hubungan ilmu social dalam konteks kebidanan

 Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Pra Perkawinan


 Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Perkawinan
 Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Kehamilan
 Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir
(BBL)

xxxvii
5. Pengertian spiritual

Hingga saat ini masih terjadi perdebatan terkait definisi spiritualitas. Donia Baldacchino
(2015) dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education of Health Care
Professionals menyebutkan bahwa spiritualitas dapat diartikan sebagai sebuah
Kekuatan yang menyatukan semua aspek manusia, termasuk komponen agama,
Memberikan dorongan kepada seseorang untuk menemukan arti, tujuan, dan Pemenuhan
dalam kehidupan, serta dan menumbuhkan semangat untuk hidup.

6. Hubungan Ilmu Spiritual Dalam Konteks Kebidanan


Pandangan Agama Yang Berhubungan Dengan Praktik Kebidanan
 Keluarga Berencana
 Pandangan agama yang memperbolehkan pemakaian alat kontrasepsi IUD:
 Khitan Pada Perempuan

B. Saran

Sebagai seorang bidan kita harus melaksanakan tugas kita sesuai dengan kontek ilmu

Humaniora , social budaya dan ilmu spiritual dan harus sesuai dengan sop

xxxviii
DAFTAR PUSTAKA

bin:angpustaka.com

https://id.scribd.com/document/354420323/Peran-Bidan-Terhadap-Perilaku-Sosial-
Budaya-Dalam-Praktek-Kebidanan

xxxix

Anda mungkin juga menyukai