Anda di halaman 1dari 10

GAMBARAN HARAPAN NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS IIA BANDUNG

MINI RISET
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Forensik

Dosen pengampu:
Dr. Sri Maslihah, M.Psi., Psi

Disusun oleh:
Salma Iftikhori Afro (1908147)
Wanda Alfita (1910014)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di zaman sekarang dengan permasalahan hidup yang semakin kompleks
dan beragam, hal tersebut mendasari seseorang untuk berperilaku baik atau buruk
yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Salah satu perilaku buruk
yang kerap terjadi adalah kriminalitas atau tindak pidana. Kriminalitas adalah
tindakan melanggar norma sosial, agama dan negara (Sumarauw, 2013). Menurut
Badan Pusat Statistik dimulai pada bulan Mei sampai Juli 2018 terjadi peningkatan
pada narapidana di Indonesia. Pada bulan Mei tercatat 9.646 narapidana perempuan
dan 140.235 narapidana laki-laki. Kemudian pada bulan Juli terjadi kenaikan yang
signifikan. narapidana perempuan tercatat sebanyak 9.922 dan narapidana laki-laki
sebanyak 144.227. Jumlah narapidana perempuan lebih sedikit dibandingkan
dengan narapidana laki-laki. Kasusnya beragam, mulai dari masalah narkotika
hingga pembunuhan (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2018).
Lembaga pemasyarakatan atau lapas adalah tempat untuk narapidana
diberikan pembinaan. Lapas memiliki penghuni yang terdiri dari narapidana dan
tahanan, yang artinya masih dalam proses penentuan bersalah atau tidak oleh
pengadilan (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2009). Seseorang yang telah
mendapatkan status sebagai narapidana dapat menimbulkan dampak psikologis
untuk mereka, termasuk narapidana perempuan. Banyak masyarakat yang
memberikan label buruk, seperti julukan penjahat kepada mereka. Walaupun
tindakan mereka sudah berubah kearah yang lebih baik (Maryatun, 2011). Ketika
narapidana bebas, maka munculnya stigma menjadi mantan narapidana atau yang
sudah pernah masuk penjara yang ditujukan kepada mereka akan terasa berat
dipikul oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ditemukan di beberapa
Negara, perempuan dikucilkan dan sulit untuk kembali masuk dalam masyarakat
(United Nations Office on Drugs and Crime, 2008).
Harapan terhadap masa depan dari narapidana dalam masa pembinaan pun
sangat berpengaruh. Harapan dalam psikologi berarti memiliki keyakinan akan
kekuatan dalam diri untuk berubah (Olson, 2005). Dalam konteks narapidana, yang
berada dalam kondisi terbatas dan dibatasi sebagai hukuman akibat dari perbuatan
yang dilakukannya. Kondisi tersebut mempengaruhi kepercayaan diri narapidana
dalam menjalani hidup selama berada di lembaga pemasyarakatan atau setelah
bebas. Maka dibutuhkan harapan dalam diri narapidana (Sari & Nuqul, 2017).
Munculnya harapan pada masa yang akan datang dari narapidana yang sedang
berada di masa pembinaan cukup berpengaruh. Harapan adalah motivasi untuk
mencapai tujuan (Sari & Nuqul, 2017). Harapan merupakan keadaan individu yang
memiliki perilaku dan pikiran yang positif mengenai dirinya. Mampu menerima hal
baik ataupun buruk dan menanggapinya dengan positif pada kehidupan yang
sedang dijalani sekarang (Ryff, 1989).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Douglas & Vincent (2006) mengenai
harapan sebagai upaya dalam menurunkan tingkat pengulangan tingkat kejahatan.
Pada pelaku seksual terjadi peningkatan harapan yang berkorelasi dengan empati
yang lebih besar, peningkatan keintiman, dan menurunkan perasaan kesepian
(Marshall et al,. 1997). Pada pengguna narkoba ditemukan bahwa harapan dan self
efficacy berkorelasi dengan penurunan penggunaan kembali obat terlarang dan
peningkatan kualitas hidup pada mantan pengguna narkoba (Irving et al,. 1998).
Pada penelitian yang telah dilakukan Fauziya & Ike (2013), mereka telah
menemukan beberapa narapidana hanya mendapat dukungan dari orang terdekat
mereka, seperti suami. Akan tetapi subjek memiliki harapan yang realistis pada
masa depan yang ia harapan. Fakta pada dikehidupan sehari-hari, harapan
berpengaruh pada eks narapidana terorisme. Mereka melakukan tindakan terorisme
karena harapan mereka yang merasa tidak sesuai. Kemudian mengalami
penyesalan, kekecewaan. Perasan tersebut mereka luapkan dengan kemarahan
dengan merusak kedamaian pada masyarakat.
Harapan menjadi faktor untuk mengulangi tindak pidana. Jika seorang
narapidana memiliki harapan untuk kehidupan dimasa yang akan datang maka akan
mengurangi resiko melakukan tindak kejahatan lagi (Sari & Nuqul, 2017). Seorang
narapidana melakukan aksi tindak pidana karena meluapkan bentuk penyesalan
karena korban tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketika salah seorang
narapidana menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan, ia berusaha
berbuat baik agar dapat kembali pada keluarga dan memiliki impian untuk
melanjutkan pendidikan. Ia juga mempunyai harapan pada masyarakat supaya
mereka tidak menjustifikasi dan menjadi lebih terbuka dengan adanya mantan
narapidana (Indrawati, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
gambaran harapan narapidana di Lapas Perempuan Kelas IIA Bandung.

1.2 Pertanyaan Penelitian


Bagaimana gambaran harapan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui gambaran harapan dari narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Bandung
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Harapan
2.1.1 Pengertian Harapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), harapan adalah keinginan
akan suatu hal. Stotland dan Gottschalk (dalam Lopez, 2009) mengartikan harapan
sebagai kemauan untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, Gottschalk
mengemukakan bahwa tenaga positif yang mendukung seorang individu untuk
bekerja melewati keadaan sulit.
Harapan adalah meyakini seorang individu dapat berkembang dengan
menciptakan gagasan baru, keindahan ataupun bersemangat dalam menjalani
kehidupan. Jika terdapat sebuah harapan maka terdapat pula kehidupan. begitu pula
sebaliknya, jika hidup tanpa adanya harapan maka tidak dapat terbentuknya
kekuatan untuk sekarang ini (Olson, 2005)
Harapan dapat dikatakan menjadi sebuah acuan motivasi untuk proses
seorang individu dapat menghargai dan meraih tujuan yang telah direncanakan.
Pada teori ini menunjukkan bahwa tidak adanya kebiasaan yang akan dihasilkan,
akan tetapi cenderung pada bagaimana sudut pandang individu lain kepada diri
mereka sendiri sebagai individu yang dapat mengamalkan perilaku yang berharga
bagi dirinya (Lopez, 2009).
Sedangkan menurut Snyder (Sari & Nuqul, 2017), harapan ialah segala
sesuatu hal yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan walaupun
harus melewati halangan, dan menjadikan dorongan untuk menuju apa yang akan
dicapai. Dapat disimpulkan bahwa harapan adalah keadaan positif untuk menggapai
sesuatu yang diinginkan.
Harapan dapat dikatakan menjadi sebuah acuan motivasi untuk proses
seorang individu dapat menghargai dan meraih tujuan yang telah direncanakan.
Pada teori ini menunjukkan bahwa tidak adanya kebiasaan yang akan dihasilkan,
akan tetapi cenderung pada bagaimana sudut pandang individu lain kepada diri
mereka sendiri sebagai individu yang dapat mengamalkan perilaku yang berharga
bagi dirinya (Lopez, 2009).
Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa harapan adalah keinginan
suatu kepercayaan akan suatu hal dan akan terwujud atau menjadi kenyataan
dengan didukung oleh dorongan untuk membuat hal tersebut menjadi terjadi
dengan melalui beberapa proses.

2.1.2 Aspek Harapan


Harapan mempunyai beberapa aspek. Menurut Snyder (2007), komponen
yang terkandung dalam teori harapan meliputi :
a. Goal
Goal merupakan sasaran dari tahapan dari suatu tindakan. Sedangkan
menurut Lopez (2003) menyatakan tujuan dapat berupa approach oriented in
nature atau hal positif yang diharapkan bisa terjadi. Atau preventive in nature atau
hal negatif yang tidak diinginkan terulang kembali.
b. Pathway Thinking
Menyediakan jalur alternatif, yaitu mempersiapkan jalur baru atau jalur lain
ketika terjadi hambatan.
c. Agency Thinking
Kapasitas untuk menggunakan suatu jalur untuk menggapai suatu tujuan
yang diharapkan. Agency juga dapat menggambarkan penilaian narapidana
mengenai kemampuannya untuk bertahan ketika menghadapi rintangan dalam
mencapai suatu tujuan.
d. Menggabungkan Pathway Thinking dan Agency Thinking
Komponen dari pathway thinking dan agency thinking adalah sebuah bagian
yang dibutuhkan. Jika salah satu tidak tercapai maka pencapaian tidak mencukupi.

2.1.3 Faktor-faktor Harapan


Menurut Weil (dalam Safitri, 2013) dalam penelitiannya mengungkapkan
bahwa terdapat tiga faktor harapan yaitu :
a. Dukungan Sosial
Dukungan sosial dapat ditunjukkan melalui beberapa hal seperti dalam
bentuk materi baik berupa uang ataupun barang, kemudian dukungan yang bersifat
informatif meliputi memberi dan menerima saran dan nasehat, dukungan emosional
seperti berempati kepada individu lain yang terkena masalah atau musibah,
memberi dukungan dalam bentuk penghargaan sebagai contoh memuji atas
pencapaian yang telah dilakukan individu lain. Dan terakhir adalah dukungan pada
kelompok sosial yaitu dengan cara membuat seorang individu merasa diakui
menjadi bagian anggota dari kelompok tersebut.
b. Keyakinan Religius
Proses dimana individu dapat menginternalisasi ajaran agama yang telah
diajarkan ke dalam diri individu (Aviyah, 2014)
c. Kontrol Diri
Kontrol diri merupakan suatu keterampilan pada diri individu dalam melihat
kondisi lingkungan. Memiliki kemampuan dalam mengontrol, mengendalikan
perilaku yang tepat untuk menunjukkan diri ketika bersosialisasi (Nashori, 2012).
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif dengan


pendekatan fenomenologi. Subjek pada penelitian ini terdiri dari 3 orang narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Bandung dengan kasus yang
berbeda. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara.
Observasi dan wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 27 Agustus 2022 pada pukul
10.00-11.30 WIB secara offline.
Adapun kerangka wawancara berdasarkan aspek Harapan yang
dikemukakan oleh Snyder (2007), adalah sebagai berikut:

No Dimensi Indikator Pertanyaan

1 Goal Narapidana memiliki ● Apakah Saudara memiliki tujuan yang


tujuan hidup setelah ingin dicapai setelah keluar dari lapas?
dinyatakan bebas dari ● Apa alasan saudara memiliki tujuan
lapas tersebut?

2 Pathway Narapidana mengetahui ● Pernahkan saudara memiliki hambatan


Thinking cara yang harus dilakukan ketika mengusahakan tujuan atau saat
jika menghadapi rintangan memikirkan tujuan tersebut?
dalam mencapai tujuan ● Apa yang saudara lakukan ketika
mengalami rintangan tersebut?

3 Agency Narapidana dapat ● Apa yang saudara sesalkan ketika


Thinking merasakan kekurangan masuk ke lapas?
dan kelebihan dalam diri ● Apa yang saudara baru sadari ketika
masuk lapas?
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2022


terhadap 3 orang narapidana perempuan, yang mana latar belakang dari ketiga napi
tersebut adalah :
1. Bu IZ dengan kasus narkoba (memakai sabu), berada di lapas sudah 1 tahun
4 bulan
2. Bu I dengan kasus penggelapan dalam jabatan (Pasal 374 KUHP), berada di
lapas sudah 1 tahun 5 bulan (dulunya bekerja di bagian distributor)
3. Bu N dengan kasus penipuan, berada di lapas sudah 1 tahun 5 bulan
a. Kronologi: Punya bisnis sendiri bersama kakak (bisnis baju muslim
dengan modal sendiri dan di membuka display di rumah) dan punya
kenalan di kemenkop karena pernah bekerja di kementerian koperasi
mengerjakan bidang perbantuan di dinas kelembagaan selama tiga
tahun (Honorer). Setelah tiga tahun berjalan, rekan kerja Bu N yang
sudah pegawai mengajak berbisnis. Di ajak investasi ke bisnis si
kenalan yang sudah PNS dengan alibi Bu N akan dibantu jadi PNS
(posisinya Bu N ingin jadi PNS sudah dari lama) diajak dengan
keuntungan 30% untuk Bu N dan 70% untuk teman kenalannya
(rekan kerja yang mengajak). Tidak adanya perjanjian selama ajakan
tersebut. Ada 500 juta diakumulatifkan dalam 3 bulan. Satu tahun
kemudian, di tahun 2017 dilaporkan dan sudah mengajukan banding
dan kasasi, kemudian tahun 2021 ditahan (September 2022 akan
pulang).
Harapan adalah meyakini seorang individu dapat berkembang dengan
menciptakan gagasan baru, keindahan ataupun bersemangat dalam menjalani
kehidupan. Jika terdapat sebuah harapan maka terdapat pula kehidupan. Dan begitu
pula sebaliknya, jika hidup tanpa adanya harapan maka tidak dapat terbentuknya
kekuatan untuk sekarang ini (Olson, 2005).
Berdasarkan wawancara kepada tiga orang narapidana wanita dapat
disimpulkan bahwa ketiga narapidana memiliki harapan yang ingin dicapai ketika
sudah dinyatakan bebas dari lapas. Harapan ataupun tujuan yang ingin mereka capai
juga hampir sama yaitu ingin memiliki pekerjaan, memiliki rumah, buka usaha
baru, hingga menghadiri acara wisuda anak. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
Bu IZ “Nanti kalau gue udah keluar mau kerja apa ya, trus saya kepengen kaya”,
kemudian Bu I dan Bu N mengemukakan hal yang hampir sama. Bu I “Pengen
punya rumah dan buka usaha baru karena sudah tidak ada rumah. Jadi anak-anak
tinggal sama neneknya”, Bu N “Pengen ikut wisuda anak nanti akhir tahun, karena
insya allah bulan september sudah bisa keluar. Pengen punya rumah lagi”.
Kemudian, terdapat pula motivasi sebagai alasan yang membuat narapidana
memiliki tujuan hidup setelah keluar dari lapas yaitu karena memikirkan anak yang
mereka tinggalkan dirumah serta dukungan dari keluarga. Sehingga, narapidana
akhirnya bangkit dari rasa ketakutan dan kehilangan harapan hidup selama di lapas.
Adapun usaha yang mereka lakukan untuk bisa mencapai harapan adalah dengan
berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah. Dengan kata lain, narapidana
berserah diri kepada Tuhan YME atas jalan hidup mereka kedepannya, meminta
dilancarkan dalam proses tahanan maupun setelah keluar dari lapas, serta percaya
bahwa rezeki setiap manusia sudah diatur oleh Tuhan YME.
Harapan dapat menjadi faktor untuk mengulangi tindak pidana. Jika seorang
narapidana memiliki harapan untuk kehidupan dimasa yang akan datang maka akan
mengurangi resiko melakukan tindak kejahatan lagi. Semakin tinggi tingkat
harapan pada narapidana maka akan berpengaruh pada tingkat mengulangi tindakan
kejahatan (Azizah, 2019). Hal ini dikemukakan juga pada penelitian yang dilakukan
oleh Sari dan Nuqul (2017) di Lapas Perempuan Kelas IIA Malang, bahwa
narapidana perempuan memiliki 76 orang atau 59,4% berkategori tingkat harapan
yang tinggi. Asanya harapan, dapat dijadikan pertimbangan untuk seorang
narapidana tidak mengulang tindakan kejahatan.
Sedangkan menurut Snyder (2002) menyatakan bahwa siswa yang memiliki
harapan yang tinggi maka akan dapat merencanakan tujuan hidup dengan jelas.
Harapan yang ada pada narapidana dan siswa dapat dibedakan dari perilaku yang
telah dilakukan. Narapidana telah berbuat tindak kejahatan yang telah melanggar
norma dan harapan menjadi faktor untuk tidak mengulangi perbuatan dimasa lalu.
Pada siswa, harapan dapat menjadikan dirinya mempunyai arah tujuan yang jelas.
Selain harapan, narapidana juga merasakan penyesalan dan menyadari
beberapa hal saat ditahan di dalam lapas. Diantaranya mereka menyesal tidak
memanfaatkan waktu mereka dengan baik bersama keluarga terutama anak mereka,
mereka menyadari bahwa uang bukanlah segalanya. Sehingga, kedepannya mereka
berharap dapat lebih memperhatikan anak-anak mereka, memberikan kasih sayang
kepada anak-anak mereka.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan di atas adalah
bahwa narapidana memiliki harapan dalam hidupnya. Hal tersebut muncul tidak
secara langsung, namun dengan adanya dukungan dari keluarga dan dengan
melakukan kegiatan yang produktif selama di lapas sehingga perasaan takut,
khawatir akan masa depan mereka menjadi jarang dipikirkan. Sehingga faktor yang
paling berpengaruh terhadap munculnya harapan pada narapidana adalah dukungan
sosial yang bersumber dari anak dan suami. Harapan narapidana setelah keluar dari
lapas adalah memiliki usaha atau pekerjaan, dan memiliki rumah. Usaha yang
narapidana lakukan untuk mencapai tujuan ataupun harapan adalah dengan
meyakini kekuasaan Tuhan YME serta berserah diri agar dimudahkan urusannya di
kehidupan kedepannya.

5.2 Rekomendasi
Dari hasil penelitian ini disarankan untuk melanjutkan dengan
menambahkan variabel penerimaan diri atau penyesalan agar terlihat jelas
bagaimana harapan narapidana di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Aviyah, M. F. (2014). Religiusitas, Kontrol Diri dan Kenakalan Remaja, 127.

Douglas, K. S.; Vincent, G. M (2006). Risk for Criminal Recidivism: The Role of
Psychopathy. New York, NY, US: Guilford Press, xix, 651 pp.
Indrawati, D. P. (2017). Pengalaman menjadi Narapidana Remaja di Lapas Kelas I
Semarang. Jurnal Empati.

Irving, L. M., Seidner, A. L., Burling, T. A., Pagliarini, R., & Robbins-Sisco, D.
(1998). Hope and recovery from substance dependence in homeless
veterans. Journal of Social and Clinical Psychology, 17(4), 389-406
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. (2016). KBBI Daring. Retrieved July 20,
2022, from https://kbbi.web.id/harap:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/harapan
Lopez, S. J. (2009). The Ensiclopedia of Positive Psychology, 487.
Maryatun. (2011). Pengaruh Legoterapi terhadap Perubahan Harga Diri
Narapidana Perempuan dengan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Palembang . Depok: Universitas Indonesia.
Nashori, L. F. (2012). Hubungan antara Kontrol Diri dan Kecemasan Menghadapi
Masa Pembebasan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Wirogunan Yogyakarta, 68.
Olson. (2005). Psikologi Harapan: Bangkit dari Keputusan Meraih Kesuksesan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pemasyarakatan, D. J. (2009). Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem
Pemasyarakatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Ryff, C. (1989). Happiness is everything, or is Explorations on teh meaning of


psychological wellbeing. Journal of Personality and Social Psychology.
Sari, L. L., & Nuqul, F. L. (2017). Pengaruh Harapan terhadap Kecenderungan
Residivis pada Narapidana. Idea: Jurnal Psikologi, 35-40.
Snyder. (2007). Hope and Optimism as Related to Life Satisfaction, 1.
Sumarauw, Y. (2013). Narapidana Perempuan dalam Penjara (Suatu Kajian
Antropologi Gender). HOLISTIK, Journal of Social and Culture.

Anda mungkin juga menyukai