Anda di halaman 1dari 12

PERBEDAAN SELF ESTEEM PADA NARAPIDANA BARU DAN RESIDIVIS

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MALANG


Oleh:
Evy Nurrahma
Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT
This study aimed to determine differences between self-esteem in the new
inmates and recidivists. The sample in this study is new inmates and recidivists an
occupier in 1 a penitentiary in malang. The number of subjects in each group of
subjects are as many as 100 people. Data retrieval technique used is simple
random sampling. The data obtained through measurement tools that refers to the
theory Coopersmith (1967). Analysis of the data in this study is using two sample t
test or independent sample t-test. T test value in this study was 0.278, and Ttable is
1,972. The results of this study indicate that there is no difference in self-esteem
on the new convicts and recidivist, because self-esteem on the new inmates and
recidivism are in high and medium category.
Keyword: self esteem, new inmates, recidivists

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self esteem pada
narapidana baru dan residivis. Sampel dalam penelitian ini adalah narapidana baru
dan residivis yang menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang.
Jumlah subjek pada masing-masing kelompok subjek adalah sebanyak 100 orang.
Teknik pengambilan data yang digunakan adalah simple random sampling. Data
diperoleh melalui alat ukur yang mengacu pada teori Coopersmith (1967).
Analisis yang digunakan adalah menggunakan uji T dua sampel atau independent
sample t-test. Nilai uji T pada penelitian ini adalah sebesar 0,278, dan Ttabel
sebesar 1,972. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
self esteem pada narapidana baru dan residivis, karena self esteem pada narapidana
baru dan residivis berada dalam kategori tinggi dan sedang.
Kata Kunci: self esteem, narapidana baru, residivis

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini mengakibatkan
persaingan dalam dunia kerja semakin ketat, sehingga berdampak pada banyaknya
pengangguran. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2013), tingkat
pengangguran setiap bulan Februari 2013 adalah sekitar 5,92% dari jumlah
angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang. Banyaknya
pengangguran tersebut menyebabkan beberapa dari mereka menghalalkan segala
cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang harus dipenuhi salah
satunya adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari,
salah satunya yaitu kebutuhan untuk makan. Seseorang dengan tingkat ekonomi
menengah kebawah akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan
mereka sehari-hari. Tingkat ekonomi menengah kebawah tersebut merupakan
suatu hal yang mendasari perbuatan sesorang untuk memenuhi dorongan sosial
yang memerlukan dukungan finansial sehingga berpengaruh pada kebutuhan
hidup sehari-hari (Afrinanda, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara awal dengan beberapa narapidana, untuk bisa
memenuhi kebutuhan dasarnya demi meneruskan hidup, maka mereka
menghalalkan segala cara, seperti pencurian, pengeroyokan, dan pembunuhan.
Hal ini terbukti dari angka kriminalitas selama bulan Januari sampai April 2013 di
wilayah Malang, tercatat sebanyak 740 kasus di Polres Malang (Kiswara, 2013).
Pelaku kejahatan pasti akan dijatuhi hukuman yang sesuai dengan berat atau
ringannya suatu pelanggaran yang dilakukan. Pelaku kejahatan yang telah
menjalani persidangan dan divonis hukuman pidana disebut dengan narapidana.
Terdapat dua macam narapidana, yaitu narapidana yang pertama kali menjadi
penghuni Lembaga Pemasyarakatan (narapidana baru) dan narapidana yang lebih
dari dua kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan (residivis) (KUHP &
KUHAP, 2012). Harsono (Siahaan, 2008) mengatakan bahwa narapidana adalah
seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani
hukuman atau sanksi, yang kemudian akan ditempatkan di dalam sebuah
bangunan yang disebut rutan, penjara atau lembaga pemasyarakatan. Narapidana
tersebut yang baru pertama kali menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan atau
baru menyandang status narapidana disebut dengan narapidana baru. Sedangkan
narapidana yang lebih dari dua kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan
merupakan narapidana yang melakukan kejahatannya kembali, sehingga terkena
hukuman pidana kembali di lembaga pemasyarakatan disebut dengan residivis
(Sitohang, 2012). Hal tersebut didukung dengan penjelasan secara singkat dalam
KUHP (KUHP & KUHAP, 2012), bahwa residivis adalah orang yang mengulangi
pelanggaran sebelum lewat lima tahun dengan kasus serupa sejak menjalani
putusan bebas.
Narapidana, baik narapidana baru maupun residivis yang sedang menjalani
hukuman pidana tidak hanya akan mengalami hukuman secara fisik, tetapi juga
mengalami hukuman secara psikologis seperti kehilangan kebebasan dan kasih
sayang dari anak atau pasangannya (Siahaan, 2008). Frankl (Siahaan, 2008)

menambahkan bahwa dampak fisik dan psikologis yang dialami oleh narapidana
dapat membuat narapidana merasakan perasaan tidak bermakna (meaningless)
yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, bosan, dan penuh dengan
keputusasaan. Salah satu alasan narapidana mengambil keputusan melakukan
tindakan kriminal adalah untuk menutupi kekurangan dalam hal memenuhi
kebutuhan dasar sehari-hari yang tidak bisa mereka dapatkan, seperti kebutuhan
akan makan. Maslow (Feist & Feist, 2008) mengatakan bahwa kebutuhan yang
lebih rendah tingkatannya harus dipuaskan atau terpenuhi secara relatif sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi juga dapat terpenuhi. Kebutuhan ini disusun dalam
sebuah hierarki atau tangga berjenjang dan disusun berdasarkan potensinya.
Kebutuhan untuk dihargai dapat dicapai jika kebutuhan-kebutuhan sebelumnya
dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, seseorang harus memenuhi
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan untuk dicintai dan
dimiliki. Jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya maka otomatis
ia tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, sehingga menyebabkan harga
dirinya rendah.
Coopersmith (Susanti, 2012) menjelaskan bahwa self esteem merupakan suatu
evaluasi atau hasil penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemampuan
yang dimiliknya. Penilaian tersebut diperngaruhi pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan sejak masih kecil. Terdapat 4 aspek self esteem menurut Coopersmith,
yaitu power adalah kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan atau
mempengaruhi orang lain, significance adalah penerimaan yang diperoleh
berdasarkan penilaian orang lain, virtue adalah ketaatan terhadap etika atau norma
moral pada masyarakat, dan competence adalah kemampuan untuk berhasil sesuai
dengan tujuan yang dimiliki.
Setiap individu memiliki self esteem baik itu tinggi, sedang, maupun rendah.
Begitu juga dengan narapidana, narapidana juga memiliki self esteem. Rahmawati
(Shofia, 2009) melalui penelitiannya tentang kepercayaan diri narapidana pasca
hukuman pidana menyatakan bahwa pada dasarnya mantan narapidana memiliki
harga diri rendah dan konsep diri yang negatif. Secara garis besar hal ini
disebabkan karena masyarakat cenderung menolak kehadiran mereka dalam
kehidupan yang normal. Penolakan masyarakat terhadap narapidana karena
dianggap sebagai trouble maker atau pembuat kerusuhan yang harus diwaspadai.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berasumsi bahwa terdapat perbedaan
harga diri (self esteem) pada narapidana yang pertama kali menjadi penghuni
Lembaga Pemasyarakatan (narapidana baru) dengan narapidana yang sudah
beberapa kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan (residivis). Oleh
karena itu, peneliti ingin meneliti perbedaan self esteem pada narapidana dengan
residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah terdapat perbedaan antara self esteem yang dimiliki oleh narapidana yang
pertama kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan dengan residivis di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
self esteem yang dimiliki oleh narapidana yang pertama kali menjadi penghuni
Lembaga Pemasyarakatan dengan residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Malang.
KAJIAN PUSTAKA
Self Esteem Narapidana
Coopersmith (Susanti, 2012) menjelaskan bahwa self esteem merupakan suatu
evaluasi atau hasil penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemampuan
yang dimiliknya. Penilaian tersebut dipengaruhi pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan sejak masih kecil. Self esteem tumbuh dan berkembang pada diri
seseorang dari sejumlah penghargaan, penerimaan, perlakuan yang diperoleh dari
lingkungan dalam hal hubungan antara seseorang dengan lingkungannya. Perilaku
yang ditampilkan seseorang baik positif ataupun negatif, mencerminkan harga diri
yang dimilikinya. Frey & Carlock (Siahaan, 2008) mengemukakan ciri-ciri
individu yang memiliki harga diri yang positif (tinggi) dan harga diri yang negatif
(rendah).
Menurut Coopersmith (Setiawan, 2012) individu yang memiliki self esteem
tinggi menunjukkan perilaku menerima apa adanya yang terdapat dalam dirinya,
percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri. Sedangkan individu yang
memliliki harga diri rendah, maka ia akan menunjukkan penghargaan buruk
terhadap dirinya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Terdapat 4 aspek self esteem menurut Coopersmith (Mruk, 2006),
yaitu:
1) Power (Kekuatan) adalah kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan atau
mempengaruhi orang lain. Kekuatan ini ditandai oleh adanya pengakuan dan
rasa hormat yang diterima individu dari orang lain.
2) Significance (Keberartian) adalah penerimaan yang diperoleh berdasarkan
penilaian orang lain. Keberartian ini ditandai oleh adanya kepedulian, dan
afeksi yang diterima individu dari orang lain.
3) Virtue (Kebajikan) adalah ketaatan terhadap etika atau norma moral pada
masyarakat. Hal ini ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang
tidak diperbolehkan, dan Individu merasa terbebas dari perasaan yang tidak
menyenangkan.
4) Competence (Kemampuan) adalah kemampuan untuk berhasil sesuai dengan
tujuan yang dimiliki. Competence ini ditandai oleh individu yang berhasil
memenuhi tuntutan prestasi, dan Kemampuan individu dalam beradaptasi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa harga diri dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor internal individu, yaitu jenis kelamin, pola pikir, status sosial, prestasi,
dan nilai dari keyakinan yang dianut.

2. Faktor eksternal individu, yaitu pres pressure, pola asuh, dan pengalaman
masa lalu.
Narapidana Baru
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan, karena ruang gerak narapidana dibatasi dan mereka
terisolasi dari masyarakat. Sedangkan terpidana merupakan seseorang yang
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (UU No.12 Tahun 1995). Harsono (Siahaan, 2008) mengatakan bahwa
narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan
harus menjalani hukuman atau sanksi, yang kemudian akan ditempatkan di dalam
sebuah bangunan yang disebut rutan, penjara atau lembaga pemasyarakatan.
Narapidana tersebut yang baru pertama kali menjadi penghuni lembaga
pemasyarakatan atau baru menyandang status narapidana disebut dengan
narapidana baru.
Menurut Meilina (2013), dampak psikologis yang dialami narapidana banyak
dialami oleh narapidana pada awal masa pidana. Hal tersebut dikarenakan
narapidana membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru dan tata tertib baru yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut
Bartol (Azani, 2012) dampak psikologis dari hukuman pidana yang diterima oleh
narapidana, antara lain:
1) Lost of personality, individu akan merasa kehilangan kepribadian diri, identitas
diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di lembaga Pemasyarakatan.
2) Lost of security, merupakan keadaan dimana individu merasakan hilangnya
rasa aman terhadap diri mereka.
3) Lost of liberty, merupakan suatu keadaan dimana individu kehilangan
kemerdekaan individual, misalnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan
membaca surat kabar secara bebas, melakukan hobby.
4) Lost of personal communication, adalah kebebasan untuk berkomunikasi
terhadap siapapun juga dibatasi.
5) Lost of good and service, individu akan merasakan kehilangan akan pelayanan,
karena selama di Lembaga Pemasyarakatan mereka terpisah dari keluarga dan
dituntut untuk berusaha sendiri untuk menghadapi hukuman pidana yang
sedang dihadapi.
6) Lost of heterosexual, kehilangan naluri seks, kasih sayang dan rasa aman
bersama keluarga. Selama menjalani pidana, narapidana ditempatkan dalam
blok-blok sesuai dengan jenis kelaminnya.
7) Lost of prestige, merupakan suatu keadaan dimana seseorang akan merasa
kehilangan harga dirinya.
8) Lost of belief, yaitu keadaan dimana seorang individu mersasa kehilangan rasa
percaya dirinya akbat dari tidak adanya rasa aman dan berbagai perampasan
kemerdekaan.
9) Lost of creativity, yaitu hilangnya kreativitas individu. Selama menjalani
pidana di Lembaga Pemasyarakatan, narapidana juga merasa terampas

kreatifitasnya, ide-idenya, gagasannya, imajinasinya, bahkan juga impian dan


cita-citanya.
Residivis
Sedangkan narapidana yang lebih dari dua kali menjadi penghuni Lembaga
Pemasyarakatan merupakan narapidana yang melakukan kejahatannya kembali,
sehingga terkena hukuman pidana kembali di lembaga pemasyarakatan disebut
dengan residivis (Sitohang, 2012). Hal tersebut didukung dengan penjelasan
secara singkat dalam KUHP (KUHP & KUHAP, 2012), bahwa residivis adalah
orang yang mengulangi pelanggaran sebelum lewat lima tahun dengan kasus
serupa sejak menjalani putusan bebas. Berdasarkan KUHP (KUHP & KUHAP,
2012) tersebut dijelaskan bahwa narapidana dikatakan residivis jika:
1) Narapidana tersebut pernah melakukan kesalahan berupa tindakan kriminal
atau kejahatan dan menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
2) Dalam waktu kurang dari 5 tahun ia melakukan kesalahan serupa
sehingga menyebabkan ia masuk dan ditahan kembali di sebuah Lembaga
Pemasyarakatan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Simatupang dan Irmawati (2006)
menyebutkan bahwa terdapat faktor psikososial yang menjadi penyebab
timbulnya residivis, antara lain pengaruh keluarga, teman sebaya, dan
pengangguran. Sitohang (2012) juga berpendapat bahwa residivis disebabkan oleh
kecurigaan, ketakutan, ketidakpercayaan, dan kebencian dari masyarakat sebagai
hukuman tambahan yang tidak dapat terelakkan sehingga mengulangi kejahatan
yang sama sebagai solusi yang diambil oleh terpidana yang telah bebas untuk
mempertahankan hidupnya.
Menurut Azriadi (2011) terdapat banyak faktor yang menjadi pendukung
timbulnya residivis, salah satunya yaitu dari faktor lingkungan masyarakat tempat
kembalinya mantan narapidana. Respon dari masyarakat yang merasa terancam
ketenangan lingkungan dan ketertiban masyarakat kemudian menimbulkan stigma
negatif terhadap individu yang melakukan perilaku yang menyimpang tersebut.
Keterkaitan Antara Self Esteem Dengan Narapidana Baru dan Residivis
Masyarakat pada umumnya memandang bahwa narapidana mempunyai self
esteem yang rendah. Sesuai dengan penelitian Rahmawati (Shofia, 2009)
menyatakan bahwa pada dasarnya mantan narapidana memiliki harga diri dan
konsep diri yang rendah. Secara garis besar hal ini disebabkan karena masyarakat
cenderung menolak kehadiran mereka dalam kehidupan yang normal. Penolakan
masyarakat terhadap narapidana karena dianggap sebagai trouble maker atau
pembuat kerusuhan yang harus diwaspadai. Ketika narapidana tersebut kembali ke
dalam lembaga pemasyarakatan maka lingkungan yang awalnya memberi label
negatif kepada dirinya berubah menjadi lingkungan yang semua penghuninya
sama seperti dirinya. Dengan lingkungan yang berbeda tersebut tentu akan
merubah self esteem yang dimilikinya.

Didalam lembaga pemasyarakatan, individu tersebut akan beradaptasi dengan


lingkungan yang baru. Dilingkungan pada masyarakat umum dia memiliki self
esteem yang rendah namun bukan berarti pada saat dia berada didalam lembaga
pemsyarakatan akan memiliki self esteem yang rendah juga, karena lingkungan di
masyarakat sangat berbeda dengan lingkungan didalam lembaga pemasyarakatan.
Hipotesis Penelitian
Ha : Terdapat perbedaan self esteem pada narapidana baru dengan residivis.
H0 : Tidak terdapat perbedaan self esteem pada narapidana baru dengan residivis.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan metode
komparatif yang bertujuan untuk membedakan variabel terikat berupa self esteem
(Y) pada variabel bebas yaitu narapidana baru (X1) dan residivis (X2). Populasi
dalam penelitian ini adalah narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Malang. Sampel dalam penelitian ini adalah narapidana baru dan residivis
yang berada di lembaga pemasyarakatan. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah probability sampling, dengan jenis simple random sampling
sebanyak 100 orang narapidana baru dan 100 orang residivis.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik
dan uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 for
Windows. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas dan uji
homogenitas, sedangkan uji hipotesis yang digunakan adalah dengan
menggunakan independent sample t-test (uji t dua sampel). Instrument penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala self esteem yang sesuai dengan
teori Coopersmith (1967).
Pengujian Alat Ukur
Dalam membuat skala, peneliti terlebih dahulu membuat dimensi yang
disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan dan benar-benar
merepresentasikan variabel. Setelah itu penulis membuat indikator perilaku
berupa bentuk perilaku yang mengindikasikan ada tidaknya variabel. Indikator
perilaku ini bersifat operasional dan dapat diukur. Kemudian peneliti melanjutkan
dengan membuat beberapa aitem pada setiap dimensi. Skala yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan aitem-aitem favourable dan unfavourable. Tipe
skala yang digunakan adalah skala Likert. Dengan menggunakan kuesioner model
angket tertutup yang hanya disajikan dengan 4 alternatif jawaban yaitu sangat
tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Lalu dilakukan uji coba
kepada subjek dengan menganalisis tiap aitem. Setelah dilakukan uji coba
terhadap skala, dari total 40 aitem dihasilkan 27 aitem diterima dengan korelasi
aitem total 0,25, yaitu berkisar antara 0,258 0,580 dan 13 aitem gugur dengan
korelasi aitem total 0,25.

Pengujian Validitas dan Reliabilitas


Jumlah aitem yang diterima sebanyak 27 aitem dengan persetujuan expert
judgement. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi,
validitas isi terbagi menjadi validitas tampang dan validitas logis. Validitas isi
merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap kelayakan atau
relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau
melalui expert judgment (Azwar, 2012).
Aktivitas yang erat hubungannya dengan validitas adalah masalah reliabilitas.
Pengujian relibitas pada skala ini menggunakan teknik reliabilitas internal
(internal consistency). Untuk mengetahui reliabilitas skala ini digunakan salah
satu teknik internal consistency yaitu perhitungan cronbach alpha.
No
1

Alat Ukur
Self Esteem

Skor Cronbachs
Alpha
0,870

Jumlah Aitem
40

Tabel 1. Hasil Cronbachs Alpha


Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik analisis uji t dua sampel yang digunakan untuk mengetahui
apakah antara dua atau lebih kelompok terdapat perbedaan dalam aspek atau
variabel yang diteliti. Sebelum melakukan analisis data maka diperlukan
pengujian-pengujian terhadap asumsi-asumsi yang disebut dengan uji asumsi
klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam peneltian terdiri dari uji
normalitas uji homogenitas.
Berdasarkan uji normalitas, diperoleh nilai signifikasi variabel sebesar 0,824
dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai = 0,05, sehingga dapat dinyatakan
bahwa variabel self esteem telah menyebar normal. Berdasarkan uji homogenitas
diperoleh F = 0,314 (p = 0,576 > 0,05), maka dapat dikatan bahwa tidak ada
perbedaan varians pada data self esteem pada narapidana baru dengan residivis,
atau dapat juga disebut sebagai data equal/homogen. Setelah data tersebut
menyebar normal dan homogen, maka dilakukan uji hipotesis dengan
menggunakan uji t dua sampel. Dalam metode analisis data ini menggunakan
program SPSS 17.0 for Windows untuk membantu dalam uji hipotesis maupun uji
asumsi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Berdasarkan nilai uji t yang dihitung menggunakan SPP 17.0 for Windows,
bahwa Sig.(2-tailed) lebih besar dari 0,05 (0,781 > 0,05). Hasil Thitung
tersebut lebih kecil dari Ttabel yaitu 0,278 < 1,972. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara self esteem yang dimiliki
narapidana baru dengan self esteem yang dimiliki oleh residivis.
2. Berdasarkan rata-rata (mean) yang dihasilkan terlihat bahwa self esteem
yang dimiliki narapidana baru lebih tinggi dibandingkan dengan self

esteem yang dimiliki oleh residivis, namun perbedaan tersebut tidak


terpaut jauh yaitu 84,21 > 83,92.
3. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, lama masa hukuman tidak
berpengaruh pada self esteem seseorang baik narapidana baru maupun
residivis, dikarenakan subjek yang sudah melewati masa hukuman kurang
dari 3 tahun memiliki rata-rata self esteem yang tinggi dan sedang begitu
juga narapidana yang lebih dari 3 tahun juga memiliki rata-rata self esteem
tinggi dan sedang.
4. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, menunjukkan bahwa self esteem pada
narapidana baru dan residivis termasuk dalam kategori tinggi dan sedang.
Self esteem merupakan suatu evaluasi atau hasil penilaian yang dilakukan
oleh diri sendiri terhadap kemampuan yang dimiliki individu, baik secara positif
(tinggi) maupun negatif (rendah). Untuk melihat perbedaan antara self esteem
yang dimiliki narapidana baru dan residivis maka digunakan independent sampele
t-test (uji t dua sampel), dimana hasil dari uji t tersebut menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara self esteem yang dimiliki narapidana baru dengan self
esteem yang dimiliki residivis dengan menunjukkan nilai signifikansi yang lebih
besar dari 0,05 (0,781 > 0,05) dan Thitung lebih kecil dari Ttabel (0,278 < 1,972).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, lama masa hukuman tidak berpengaruh
pada self esteem seseorang baik narapidana baru maupun residivis, dikarenakan
subjek yang sudah melewati masa hukuman kurang dari 3 tahun memiliki rata-rata
self esteem yang tinggi dan sedang begitu juga narapidana yang lebih dari 3 tahun
juga memiliki rata-rata self esteem tinggi dan sedang. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Maryatun (2011) yang dalam penelitannya menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara lama masa hukuman dengan harga diri.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, menunjukkan bahwa self esteem pada
narapidana baru dan residivis termasuk dalam kategori tinggi dan sedang. Dari
total 200 subjek, self esteem pada narapidana baru sebanyak 33% termasuk dalam
kategori tinggi dan 17% kategori sedang, lalu 34,5% self esteem pada residivis
termasuk dalam kategori tinggi dan 15,5% kategori sedang. Sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Frey & Carlock (Siahaan, 2008), bahwa individu dengan
self esteem tinggi memiliki ciri-ciri dapat menghargai dirinya sendiri, merasa
dirinya berguna, memandang diri sendiri sama seperti orang lain, tidak
menganggap dirinya sebagai orang yang sempurna, dapat mengenali keterbatasan
diri sendiri, dan mengharapkan diri sendiri untuk tumbuh dan berkembang. Selain
pendapat diatas, self esteem tinggi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
pengalaman yang diperoleh dari teman sebaya disekitarnya, pola pikir, prestasi,
dan nilai dari keyakinan yang dianut (Afrinanda, 2009).
Pengalaman yang diperoleh dari teman sebaya disekitarnya adalah
pengalaman narapidana bagaimana seharusnya bersikap dan mempersepsikan
dirinya dan lingkungannya. Sejauh mana mereka dapat mengembangkan
keterampilan diri dari lingkungan sosial bersama teman dan pengalaman bersama
teman-teman di dalam lembaga pemasyarakatan lebih besar daripada saat bersama
keluarga. Pola pikir narapidana selama berada di lembaga pemasyarakatan sangat

berpengaruh pada bagaimana seseorang memandang dirinya dalam hidup dan


motivasi apa yang tersimpan dalam diri yang kemudian akan mempengaruhi
pembentukan self esteem mereka. Prestasi merupakan tolak ukur keberhasilan dan
kesuksesan seseorang. Bukan hanya dalam hal akademik namun juga dalam hal
karir atau pekerjaan dan kehidupan sosial. Melalui prestasi orang-orang dapat
melihat pencapaian yang telah dicapai. Prestasi yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah narapidana dan residivis berusaha memperbaiki dirinya untuk menjadi
lebih baik lagi dengan cara terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan di dalam lembaga pemasyarakatan, misalnya mengikuti pendidikan
paket A, B, atau C; dan pelatihan untuk membuat prakarya. Nilai dari keyakinan
yang dianut adalah bagaimana seseorang memandang kepercayaan atau agamanya
sebagai pegangan hidupnya. Narapidana tetap berpegang pada keyakinan atau
kepercayaan terhadap agamanya masing-masing.
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat satu yang tidak berpengaruh terhadap
self esteem narapidana baru dan residivis saat berada di dalam lembaga
pemasyarakatan yaitu stigma negatif dari lingkungan sekitarnya. Karena
berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan,
lingkungan yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan tidak mengenal stigma
negatif terhadap seluruh narapidana. Hal ini tentunya berbeda dengan lingkungan
masyarakat pada umumnya, dimana orang yang pernah melakukan tindak
kejahatan akan diberi stigma negatif atau bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Stigma negatif dari masyarakat tersebut yang dapat menyebabkan self
esteem mereka rendah. Karena stigma negatif tersebut akan dapat memunculkan
perasaan inferior, terlihat sebagai orang yang putus asa, merasa diasingkan,
secara pasif akan selalu mengikuti apa yang ada di lingkungannya, dan akan
banyak menggunakan taktik pertahanan diri (Warsito, 2010).
Akan tetapi dalam penelitian ini residivis yang dijadikan subjek penelitian
berada di dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan bukan di lingkungan
masyarakat pada umumnya. Mereka di dalam lembaga pemasyarakatan merasa
bernasib sama, sehingga residivis tidak merasa dikucilkan atau dibedakan di
lingkungan lembaga pemasyarakatan ini. Hal tersebut juga tidak jauh berbeda
dengan yang dialami oleh narapidana baru. Perbedaan pada narapidana baru ini
adalah dimana bahwa mereka belum mendapatkan stigma negatif dari masyarakat
seperti yang telah didapatkan oleh residivis, karena mereka belum pernah berada
dimasyarakat dengan status mantan narapidana. Sehingga mereka masih memiliki
self esteem tinggi. Penjelasan tersebut sesuai dengan penelitian Rahmawati
(Shofia, 2009) menyatakan bahwa pada dasarnya mantan narapidana memiliki
harga diri dan konsep diri yang rendah. Secara garis besar hal ini disebabkan
karena masyarakat cenderung menolak kehadiran mereka dalam kehidupan yang
normal. Penolakan masyarakat terhadap narapidana karena dianggap sebagai
trouble maker atau pembuat kerusuhan yang harus diwaspadai.
Berdasarkan penjelasan diatas terlihat bahwa mereka memiliki derajat sama
yaitu sebagai narapidana dan tidak saling memberikan stigma negatif, selain itu
juga berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal mereka, yang menyebabkan

self esteem mereka tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara narapidana
baru dengan residivis. Hal ini sesuai dengan nilai Thitung < Ttabel.
DISKUSI
Hasil penelitian diatas didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara self esteem yang dimiliki narapidana baru dengan self esteem
yang dimiliki residivis karena dalam hasil penelitian diperoleh nilai Thitung lebih
kecil dari Ttabel, lalu rata-rata self esteem yang dimiliki oleh narapidana baru dan
residivis berada dalam kategori tinggi dan sedang, dan tidak terdapat pengaruh
antara lama masa tahanan terhadap self esteem narapidana.
Berdasarakan penjelasan sebelumnya, maka kepada penelitian selanjutnya
diharapkan untuk lebih spesifik lagi dalam memilih subjek, seperti
memperhatikan perbedaan kasus pada subjek yang ingin diteliti, dan membedakan
berapa kali ia keluar masuk lembaga pemasyarakatan, sehingga dapat memberikan
variasi dan dapat memperkaya hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Afrinanda, Y. (2009). Self-Esteem Pada Wanita Usia Dewasa Awal Yang
Berkerja Sebagai Waiters Di Bar. Jurnal Universitas Gunadarma Vol.1
No.7: 1870-1885.
Azani. (2012). Gambaran Psychological Well-Being Mantan Narapidana.
Empathy Vol.I No.1, 1-18.
Azriadi. (2011). Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Residivis Berdasarkan
Prinsip Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Biaro
(Tinjauan Mengenai Prinsip Pemasyarakatan Tentang Perlindungan
Negara).
Universitas
Andalas
Padang.
Artikel
Diterbitkan.
Http://Pasca.Unand.Ac.Id/Id/Wp-Content/Uploads/2011/09/PelaksanaanPembinaan-Narapidana-Residivis.Pdf. Diunduh Pada Tanggal 2 Juni 2013.
Azwar, S. (2012). Validitas dan Reliabilitas Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Feist&Feist. (2008). Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Julianita W, & Haryadi S. (2010). SPSS VS Lisrel Sebuah Pengantar, Aplikasi
Untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.
Kiswara, B.Y. (2013). Angka Kriminalitas Di Malang Naik. Berita Jatim.
http://m.beritajatim.com. Diunduh Pada Tanggal 16 Juni 2013.
Maryatun, S. (2011). Pengaruh Logoterapi Terhadap Perubahan Harga Diri
Narapidana Perempuan Dengan Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Palembang. Tesis Tidak Diterbitkan Universitas Indonesia.
Meilina, C.P. (2013). Dampak Psikologis Bagi Narapidana Wanita yang
Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan dan Upaya Penanggulangannya.
Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Mruk, C.J. (2006). Self-Esteem Research, Theroy, and Practice. Toward a


Positive Psychology of Self-Esteem. (3th ed.). New York: Springer
Publishing Company.
Setiawan, D.S. (2012). Perbedaan Harga Diri Mahasiswa Bertato Dengan
Mahasiswa Tidak Bertato Pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Skripsi
Tidak Diterbitkan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Siahaan, G.T. (2008). Hubungan Harga Diri Dengan Makna Hidup Pada
Narapidana. Skripsi Tidak Diterbitkan Universitas Sumatera Utara.
Sitohang, A. (2012). Stigma / Cap Napi Terhadap Timbulnya Residivis Pencurian
Di Wilayah Pontianak. Jurnal Universitas Tanjungpura Vol.1 No.2, 26-47.
Shofia, F. (2009). Optimisme Masa Depan Narapidana. Skripsi Tidak Diterbitkan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Susanti. (2012). Hubungan Harga Diri dan Psychological well-being pada wanita
lajang ditinjau dari bidang pekerjaan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya Vol.1 No.1 Hal.1-8.
Trihendradi, C. (2009). 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik
Menggunakan SPSS 17. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Warsito H, & Wida S. (2010). Penerapan Konseling Realita Untuk Meningkatkan
Harga Diri Siswa. Jurnal Universitas Negeri Surabaya Volume 11 No.1
Hal.61-75.
. (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 12 Tahun
1995
Tentang
Pemasyarakatan.
http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/167/uu12_1995.pdf.
Diunduh Pada Tanggal 22 September 2013.
. (2012). KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) &
KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Bandung: Citra
Umba Ra.
. (2013). Berita Resmi Statistik. Badan Pusat Statistik.
http://www.bps.go.id/?news=1010. Diunduh Pada Tanggal 24 September
2013.

Anda mungkin juga menyukai