ABSTRACT
This study aimed to determine differences between self-esteem in the new
inmates and recidivists. The sample in this study is new inmates and recidivists an
occupier in 1 a penitentiary in malang. The number of subjects in each group of
subjects are as many as 100 people. Data retrieval technique used is simple
random sampling. The data obtained through measurement tools that refers to the
theory Coopersmith (1967). Analysis of the data in this study is using two sample t
test or independent sample t-test. T test value in this study was 0.278, and Ttable is
1,972. The results of this study indicate that there is no difference in self-esteem
on the new convicts and recidivist, because self-esteem on the new inmates and
recidivism are in high and medium category.
Keyword: self esteem, new inmates, recidivists
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self esteem pada
narapidana baru dan residivis. Sampel dalam penelitian ini adalah narapidana baru
dan residivis yang menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang.
Jumlah subjek pada masing-masing kelompok subjek adalah sebanyak 100 orang.
Teknik pengambilan data yang digunakan adalah simple random sampling. Data
diperoleh melalui alat ukur yang mengacu pada teori Coopersmith (1967).
Analisis yang digunakan adalah menggunakan uji T dua sampel atau independent
sample t-test. Nilai uji T pada penelitian ini adalah sebesar 0,278, dan Ttabel
sebesar 1,972. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
self esteem pada narapidana baru dan residivis, karena self esteem pada narapidana
baru dan residivis berada dalam kategori tinggi dan sedang.
Kata Kunci: self esteem, narapidana baru, residivis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini mengakibatkan
persaingan dalam dunia kerja semakin ketat, sehingga berdampak pada banyaknya
pengangguran. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2013), tingkat
pengangguran setiap bulan Februari 2013 adalah sekitar 5,92% dari jumlah
angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang. Banyaknya
pengangguran tersebut menyebabkan beberapa dari mereka menghalalkan segala
cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang harus dipenuhi salah
satunya adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari,
salah satunya yaitu kebutuhan untuk makan. Seseorang dengan tingkat ekonomi
menengah kebawah akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan
mereka sehari-hari. Tingkat ekonomi menengah kebawah tersebut merupakan
suatu hal yang mendasari perbuatan sesorang untuk memenuhi dorongan sosial
yang memerlukan dukungan finansial sehingga berpengaruh pada kebutuhan
hidup sehari-hari (Afrinanda, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara awal dengan beberapa narapidana, untuk bisa
memenuhi kebutuhan dasarnya demi meneruskan hidup, maka mereka
menghalalkan segala cara, seperti pencurian, pengeroyokan, dan pembunuhan.
Hal ini terbukti dari angka kriminalitas selama bulan Januari sampai April 2013 di
wilayah Malang, tercatat sebanyak 740 kasus di Polres Malang (Kiswara, 2013).
Pelaku kejahatan pasti akan dijatuhi hukuman yang sesuai dengan berat atau
ringannya suatu pelanggaran yang dilakukan. Pelaku kejahatan yang telah
menjalani persidangan dan divonis hukuman pidana disebut dengan narapidana.
Terdapat dua macam narapidana, yaitu narapidana yang pertama kali menjadi
penghuni Lembaga Pemasyarakatan (narapidana baru) dan narapidana yang lebih
dari dua kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan (residivis) (KUHP &
KUHAP, 2012). Harsono (Siahaan, 2008) mengatakan bahwa narapidana adalah
seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani
hukuman atau sanksi, yang kemudian akan ditempatkan di dalam sebuah
bangunan yang disebut rutan, penjara atau lembaga pemasyarakatan. Narapidana
tersebut yang baru pertama kali menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan atau
baru menyandang status narapidana disebut dengan narapidana baru. Sedangkan
narapidana yang lebih dari dua kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan
merupakan narapidana yang melakukan kejahatannya kembali, sehingga terkena
hukuman pidana kembali di lembaga pemasyarakatan disebut dengan residivis
(Sitohang, 2012). Hal tersebut didukung dengan penjelasan secara singkat dalam
KUHP (KUHP & KUHAP, 2012), bahwa residivis adalah orang yang mengulangi
pelanggaran sebelum lewat lima tahun dengan kasus serupa sejak menjalani
putusan bebas.
Narapidana, baik narapidana baru maupun residivis yang sedang menjalani
hukuman pidana tidak hanya akan mengalami hukuman secara fisik, tetapi juga
mengalami hukuman secara psikologis seperti kehilangan kebebasan dan kasih
sayang dari anak atau pasangannya (Siahaan, 2008). Frankl (Siahaan, 2008)
menambahkan bahwa dampak fisik dan psikologis yang dialami oleh narapidana
dapat membuat narapidana merasakan perasaan tidak bermakna (meaningless)
yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, bosan, dan penuh dengan
keputusasaan. Salah satu alasan narapidana mengambil keputusan melakukan
tindakan kriminal adalah untuk menutupi kekurangan dalam hal memenuhi
kebutuhan dasar sehari-hari yang tidak bisa mereka dapatkan, seperti kebutuhan
akan makan. Maslow (Feist & Feist, 2008) mengatakan bahwa kebutuhan yang
lebih rendah tingkatannya harus dipuaskan atau terpenuhi secara relatif sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi juga dapat terpenuhi. Kebutuhan ini disusun dalam
sebuah hierarki atau tangga berjenjang dan disusun berdasarkan potensinya.
Kebutuhan untuk dihargai dapat dicapai jika kebutuhan-kebutuhan sebelumnya
dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, seseorang harus memenuhi
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan untuk dicintai dan
dimiliki. Jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya maka otomatis
ia tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, sehingga menyebabkan harga
dirinya rendah.
Coopersmith (Susanti, 2012) menjelaskan bahwa self esteem merupakan suatu
evaluasi atau hasil penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemampuan
yang dimiliknya. Penilaian tersebut diperngaruhi pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan sejak masih kecil. Terdapat 4 aspek self esteem menurut Coopersmith,
yaitu power adalah kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan atau
mempengaruhi orang lain, significance adalah penerimaan yang diperoleh
berdasarkan penilaian orang lain, virtue adalah ketaatan terhadap etika atau norma
moral pada masyarakat, dan competence adalah kemampuan untuk berhasil sesuai
dengan tujuan yang dimiliki.
Setiap individu memiliki self esteem baik itu tinggi, sedang, maupun rendah.
Begitu juga dengan narapidana, narapidana juga memiliki self esteem. Rahmawati
(Shofia, 2009) melalui penelitiannya tentang kepercayaan diri narapidana pasca
hukuman pidana menyatakan bahwa pada dasarnya mantan narapidana memiliki
harga diri rendah dan konsep diri yang negatif. Secara garis besar hal ini
disebabkan karena masyarakat cenderung menolak kehadiran mereka dalam
kehidupan yang normal. Penolakan masyarakat terhadap narapidana karena
dianggap sebagai trouble maker atau pembuat kerusuhan yang harus diwaspadai.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berasumsi bahwa terdapat perbedaan
harga diri (self esteem) pada narapidana yang pertama kali menjadi penghuni
Lembaga Pemasyarakatan (narapidana baru) dengan narapidana yang sudah
beberapa kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan (residivis). Oleh
karena itu, peneliti ingin meneliti perbedaan self esteem pada narapidana dengan
residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah terdapat perbedaan antara self esteem yang dimiliki oleh narapidana yang
pertama kali menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan dengan residivis di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
self esteem yang dimiliki oleh narapidana yang pertama kali menjadi penghuni
Lembaga Pemasyarakatan dengan residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Malang.
KAJIAN PUSTAKA
Self Esteem Narapidana
Coopersmith (Susanti, 2012) menjelaskan bahwa self esteem merupakan suatu
evaluasi atau hasil penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemampuan
yang dimiliknya. Penilaian tersebut dipengaruhi pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan sejak masih kecil. Self esteem tumbuh dan berkembang pada diri
seseorang dari sejumlah penghargaan, penerimaan, perlakuan yang diperoleh dari
lingkungan dalam hal hubungan antara seseorang dengan lingkungannya. Perilaku
yang ditampilkan seseorang baik positif ataupun negatif, mencerminkan harga diri
yang dimilikinya. Frey & Carlock (Siahaan, 2008) mengemukakan ciri-ciri
individu yang memiliki harga diri yang positif (tinggi) dan harga diri yang negatif
(rendah).
Menurut Coopersmith (Setiawan, 2012) individu yang memiliki self esteem
tinggi menunjukkan perilaku menerima apa adanya yang terdapat dalam dirinya,
percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri. Sedangkan individu yang
memliliki harga diri rendah, maka ia akan menunjukkan penghargaan buruk
terhadap dirinya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Terdapat 4 aspek self esteem menurut Coopersmith (Mruk, 2006),
yaitu:
1) Power (Kekuatan) adalah kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan atau
mempengaruhi orang lain. Kekuatan ini ditandai oleh adanya pengakuan dan
rasa hormat yang diterima individu dari orang lain.
2) Significance (Keberartian) adalah penerimaan yang diperoleh berdasarkan
penilaian orang lain. Keberartian ini ditandai oleh adanya kepedulian, dan
afeksi yang diterima individu dari orang lain.
3) Virtue (Kebajikan) adalah ketaatan terhadap etika atau norma moral pada
masyarakat. Hal ini ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang
tidak diperbolehkan, dan Individu merasa terbebas dari perasaan yang tidak
menyenangkan.
4) Competence (Kemampuan) adalah kemampuan untuk berhasil sesuai dengan
tujuan yang dimiliki. Competence ini ditandai oleh individu yang berhasil
memenuhi tuntutan prestasi, dan Kemampuan individu dalam beradaptasi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa harga diri dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor internal individu, yaitu jenis kelamin, pola pikir, status sosial, prestasi,
dan nilai dari keyakinan yang dianut.
2. Faktor eksternal individu, yaitu pres pressure, pola asuh, dan pengalaman
masa lalu.
Narapidana Baru
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan, karena ruang gerak narapidana dibatasi dan mereka
terisolasi dari masyarakat. Sedangkan terpidana merupakan seseorang yang
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (UU No.12 Tahun 1995). Harsono (Siahaan, 2008) mengatakan bahwa
narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan
harus menjalani hukuman atau sanksi, yang kemudian akan ditempatkan di dalam
sebuah bangunan yang disebut rutan, penjara atau lembaga pemasyarakatan.
Narapidana tersebut yang baru pertama kali menjadi penghuni lembaga
pemasyarakatan atau baru menyandang status narapidana disebut dengan
narapidana baru.
Menurut Meilina (2013), dampak psikologis yang dialami narapidana banyak
dialami oleh narapidana pada awal masa pidana. Hal tersebut dikarenakan
narapidana membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru dan tata tertib baru yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut
Bartol (Azani, 2012) dampak psikologis dari hukuman pidana yang diterima oleh
narapidana, antara lain:
1) Lost of personality, individu akan merasa kehilangan kepribadian diri, identitas
diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di lembaga Pemasyarakatan.
2) Lost of security, merupakan keadaan dimana individu merasakan hilangnya
rasa aman terhadap diri mereka.
3) Lost of liberty, merupakan suatu keadaan dimana individu kehilangan
kemerdekaan individual, misalnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan
membaca surat kabar secara bebas, melakukan hobby.
4) Lost of personal communication, adalah kebebasan untuk berkomunikasi
terhadap siapapun juga dibatasi.
5) Lost of good and service, individu akan merasakan kehilangan akan pelayanan,
karena selama di Lembaga Pemasyarakatan mereka terpisah dari keluarga dan
dituntut untuk berusaha sendiri untuk menghadapi hukuman pidana yang
sedang dihadapi.
6) Lost of heterosexual, kehilangan naluri seks, kasih sayang dan rasa aman
bersama keluarga. Selama menjalani pidana, narapidana ditempatkan dalam
blok-blok sesuai dengan jenis kelaminnya.
7) Lost of prestige, merupakan suatu keadaan dimana seseorang akan merasa
kehilangan harga dirinya.
8) Lost of belief, yaitu keadaan dimana seorang individu mersasa kehilangan rasa
percaya dirinya akbat dari tidak adanya rasa aman dan berbagai perampasan
kemerdekaan.
9) Lost of creativity, yaitu hilangnya kreativitas individu. Selama menjalani
pidana di Lembaga Pemasyarakatan, narapidana juga merasa terampas
Alat Ukur
Self Esteem
Skor Cronbachs
Alpha
0,870
Jumlah Aitem
40
self esteem mereka tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara narapidana
baru dengan residivis. Hal ini sesuai dengan nilai Thitung < Ttabel.
DISKUSI
Hasil penelitian diatas didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara self esteem yang dimiliki narapidana baru dengan self esteem
yang dimiliki residivis karena dalam hasil penelitian diperoleh nilai Thitung lebih
kecil dari Ttabel, lalu rata-rata self esteem yang dimiliki oleh narapidana baru dan
residivis berada dalam kategori tinggi dan sedang, dan tidak terdapat pengaruh
antara lama masa tahanan terhadap self esteem narapidana.
Berdasarakan penjelasan sebelumnya, maka kepada penelitian selanjutnya
diharapkan untuk lebih spesifik lagi dalam memilih subjek, seperti
memperhatikan perbedaan kasus pada subjek yang ingin diteliti, dan membedakan
berapa kali ia keluar masuk lembaga pemasyarakatan, sehingga dapat memberikan
variasi dan dapat memperkaya hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Afrinanda, Y. (2009). Self-Esteem Pada Wanita Usia Dewasa Awal Yang
Berkerja Sebagai Waiters Di Bar. Jurnal Universitas Gunadarma Vol.1
No.7: 1870-1885.
Azani. (2012). Gambaran Psychological Well-Being Mantan Narapidana.
Empathy Vol.I No.1, 1-18.
Azriadi. (2011). Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Residivis Berdasarkan
Prinsip Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Biaro
(Tinjauan Mengenai Prinsip Pemasyarakatan Tentang Perlindungan
Negara).
Universitas
Andalas
Padang.
Artikel
Diterbitkan.
Http://Pasca.Unand.Ac.Id/Id/Wp-Content/Uploads/2011/09/PelaksanaanPembinaan-Narapidana-Residivis.Pdf. Diunduh Pada Tanggal 2 Juni 2013.
Azwar, S. (2012). Validitas dan Reliabilitas Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Feist&Feist. (2008). Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Julianita W, & Haryadi S. (2010). SPSS VS Lisrel Sebuah Pengantar, Aplikasi
Untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.
Kiswara, B.Y. (2013). Angka Kriminalitas Di Malang Naik. Berita Jatim.
http://m.beritajatim.com. Diunduh Pada Tanggal 16 Juni 2013.
Maryatun, S. (2011). Pengaruh Logoterapi Terhadap Perubahan Harga Diri
Narapidana Perempuan Dengan Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Palembang. Tesis Tidak Diterbitkan Universitas Indonesia.
Meilina, C.P. (2013). Dampak Psikologis Bagi Narapidana Wanita yang
Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan dan Upaya Penanggulangannya.
Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.