Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL

ANALISIS SELF CONTROL PADA SISWA KORBAN BULLYING


(Studi kasus pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gambut)

DOSEN PEMBIMBING : ………

DiSUSUN OLEH :

ROBIYANOOR
NPM : 17862010014

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ACHMAD YANI
BANJARMASIN
2019
Analisis Self Control Pada Siswa Korban Bullying

(Studi kasus pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gambut)

A. Latar Belakang Masalah


Perilaku bullying dianggap sebagai hal yang menakutkan di kalangan

siswa. Perilaku bullying merupakan perilaku negatif yang seharusnya tidak

dilakukan oleh siswa. Perilaku negatif tersebut berpeluang besar untuk ditiru

karena perilaku ini kemungkinan besar banyak dilakukan oleh siswa terlebih

remaja. Perilaku bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara

sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban

yang lemah, mudah dihina, dan tidak bisa membela diri sendiri (Sejiwa,

2008).
Sejiwa (2008) mengatakan bahwa bullying adalah situasi terjadinya

penyalahgunaan kekuasaan atau kekuatan yang dilakukan oleh seseorang atau

kelompok. bullying merupakan bentuk perilaku yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari seperti mengolok-olok, memaki, mengancam, memaksa dengan

serangan, mengucilkan, menggunjing di depan umum, menghina sampai pada

batas tertentu, dan memunculkan perilaku kekerasan seperti mendorong, atau

bentuk perilaku agresif lain yang menciptakan korban merasa terancam,

trauma, dan tertindas. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa

bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan setiap hari dengan

serangan hingga muncul perilaku kekerasan sehingga membuat korbannya

merasa tidak berharga dan menjadi pribadi yang penakut.


Bullying di sekolah saat ini bukan merupakan suatu hal yang asing, bahkan

banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. bullying di sekolah


merupakan suatu persoalan penting dan salah satu hal yang harus dicarikan

pemecahan masalahnya. bullying yang terjadi di sekolah dapat berdampak

negartif bagi tahap perkembangan siswa sebagai peserta didik. Kasus

bullying yang terjadi di sekolah biasanya karena rasa ingin di akui atau masuk

dalam kelompok tertentu dan senioritas yang di lakukan kakak kelas pada

adik kelas.

Kasus bullying yang sempat ramai menjadi bahan perbincangan warga

Yogyakarta pada tahun 2017 adalah kasus klitih yang terjadi di daerah Bantul.

Kasus tersebut diberitakan bahwa telah terjadi pembacokan terhadap seorang

siswa yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia (TribunJogja.com).

Hymel (Surilena, 2016) menyatakan bahwa angka perilaku bullying

bervariasi di berbagai negara, 9,73% pelajar melaporkan pernah melakukan

bullying (korban) terhadap pelajar lain dan 2.36% lainnya pernah menjadi

korban bullying. Di Indonsesia, penelitian Yayasan Semai Jiwa Amini (2008)

di 3 kota besar, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, mencatat perilaku

bullying pada 67.9% siswa/i SLTA dan 66,1% siswa/i SLTP dengan kategori

tertinggi kekerasan psikologis, yaitu pengucilan, dan peringkat kedua adalah

kekerasan verbal (mengejek) dan fisik (memukul).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran self-

control remaja korba bullying yang tidak mempunyai pengalaman bully?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

gambaran self-control remaja korban bullying yang tidak mempunyai

pengalaman bully. Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi

referensi atau masukkan untuk para peneliti yang ingin meneliti self-control

remaja korban bullying tetapi tidak mempunyai pengalaman bully

sebelumnya.
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Self-Control

a. Definisi Self-Control

Self-control merupakan kemampuan untuk menyusun, membimbing,

mengatur dan mengarahkan perilaku individu ke arah yang positif,

termasuk saat individu menghadapi kondisi yang ada di lingkungan

sekitarnya (Ghufron & Risnawati, 2011). Calhoun dan Acocella (dalam

Fidiana, 2014) mendifinisikan self-control sebagai pengaturan proses-

proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang yang dengan kata lain

serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Fidiana (2014)

mengatakan self-control adalah kemampuan seseorang dalam

mengendalikan perilaku dengan mempertimbangkan norma, nilai dan

aturan yang ada, agar mengarah pada perilaku yang positif. self-control

telah tertanam di dalam kehidupan kepribadian seseorang, yang di mana

individu dengan self-control lebih menujukkan perilaku yang negatif

(Moon & Alarid, 2015).

b. Aspek-Aspek Self-Control

Gottfredson dan Hirschi (dalam Moon & Alarid, 2015) ada enam

elemen dari self-control yaitu: (1) Impulsivity, yaitu konsep yang mengacu

pada seseorang yang tidak memiliki konsekuensi negatif atas

perbuatannya. (2) Preference for simple rather than complex tasks, yang di

mana individu yang memiliki self-control akan memilih tugas yang


sederhana daripada tugas yang sulit, hal ini mencerminkan perilaku

individu yang kurang tekun, ulet dan menginginkan hal yang mudah dan

sederhana. (3) Risk taking, menjelaskan bahwa individu dengan self-

control biasanya terlibat dalam aktifitas perilaku yang beresiko,

cendereung menantang dan tidak hati-hati. (4) Preference for physical

rather than mental activity, konsep ini menjelaskan individu dengan self-

control cenderung suka dengan kegiatan yang lebih aktif secara fisik dan

bergerak. Selain itu juga tidak memiliki banyak minat dalam aktivitas yang

membutuhkan keterampilan pemikiran. (5) Self-centeredness, individu

dengan self-control cenderung egois, acuh tak acuh, tidak sensitif

terhadap kesulitan dan kebutuhan orang lain. Biasanya mereka berpikir

untuk mengutamakan diri mereka sendiri dan lebih fokus pada keuntungan

atau kepentingan pribadi. (6) Being short tempered, konsep ini

menjelaskan bahwa individu dengan self-control rentan memiliki sifat

yang mudah marah, mengalami frustasi dan saat ada masalah

menyelesaikan masalah menggunakan lisan lebih baik daripada

menggunakan fisik.

c. Jenis-Jenis Self-Control

Ada tiga jenis self-control menurut Block & Block (dalam Fidiana,

2014) yaitu: (1) Over control yaitu self-control yang dilakukan secara

berlebihan oleh individu dan menyebabkan banyak menahan diri dalam

berekasi terhadap stimulus. (2) Under control merupakan kecenderungan

individu untuk melepas impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan. (3)


Appropriate control adalah self-control dalam mengendalikan impuls

secara tepat.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Control

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi self-control individu

(Ghufron & Risnawati dalam Wahyuningsih, 2016): (1) faktor internal,

yang di mana usia ikut berperan di dalam faktor ini. Semakin

bertambahnya usia seseorang, akan semakin baik juga kemampuan

seseorang dalam mengontrol diri (2) Faktor eksternal, biasanya

dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya terutama orang tua. Moon &

Alarid (2015) menyatakan bahwa rendahnya pengawasan orang tua

berbanding lurus dengan self-control seseorang. Lingkungan sekolah yang

negatif dan hubungan dengan korban bully lain juga menjadi faktor self-

control seseorang. Faktor-faktor selfcontrol mempunyai dampak negatif

salah satunya menyebabkan seseorang berperilaku bullying.


B. Bullying

a. Definisi Bullying

Bullying berasal dari kata bull yang dalam Bahasa Inggris berarti

banteng. Dalam Bahasa Indonesia bully berarti perundungan, orang yang

suka mengganggu orang yang lemah (Zakiyah, Humaedi & Santoso,

2017). Astuti (dalam Zakiyah, Humaedi & Santoso, 2017) menjelaskan

bullying secara terminology yaitu sebuah hasrat untuk menyakiti seseorang

yang diperlihatkan ke dalam aksi yang dilakukan seseorang atau

sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab yang

dilakukan secara berulang dan menyebabkan seseorang menderita.

Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan dilakukan secara

berulang untuk menyerang target atau korban, yang biasanya adalah orang

yang lemah, mudah diejek dan tidak bisa membela diri (Papalia, Olds &

Feldman dalam Sudibyo, 2012).

b. Jenis-Jenis Bullying

Coloroso, Sullivan & Cleary (dalam Sudibyo, 2012) menyebutkan

terdapat tiga jenis bullying yaitu verbal, fisik dan relational yang

dikatergorikan kedalam bentuk perilaku bullying menjadi: Verbal Bullying

yang di mana dalam bullying ini tindakan yang biasa dilakukan seperti

mengejek, mengganggu, memberi julukan yang tidak pantas,

mengintimidasi seseorang dengan kata-kata kasar, menghina, celaan,

memfitnah dan kritik yang kejam. Selain itu bullying verbal juga dapat

berupa perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon yang kasar dan
email yang mengintimidasi. Physical Bullying yang di mana dalam

bullying ini tindakan yang dilakukan paling terlihat atau kontak fisik

langsung seperti memukui, mencekik, menyikut, meninju, menendang,

menggigit, memiting, mencakar, meludahi anak yang ditindas, menekuk

anggota tubuh anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan dan

merusak juga menghancurkan pakaian serta barang-barang milik anak

yang ditindas. Relational Bullying yaitu melemahkan harga diri korban

bullying melalui pengabdian atau pengucilan.

Biasanya anak yang digunjingkan tidak akan mendengar gosip yang

beredar tentang dirinya tetapi akan merasakan efeknya. Dengan kata lain,

semua perilaku yang bersifatmemanipulasi atau merusak hubungan dengan

orang lain termasuk ke dalam bullying relasional.

c. Faktor Penyebab Bullying

Ariesto (dalam Zakiyah, Humaedi & Santoso, 2017) mengatakan ada

beberapa faktor penyebab bullying yaitu: Keluarga, Korban bullying

biasanya berasal dari keluarga yang orang tuanya sering menghukum

anaknya secara berlebihan. Selain itu juga suasana rumah yang penuh

agresi, stres dan permusuhan. Dari situasi tersebut individu akan

memelajari masalah-masalah yang terjadi pada orang tua mereka yang

pada akhirnya akan ditirukan terhadap teman sebayanya.

Perilaku sekolah yang sering mengabaikan kasus bullying menyebabkan

seseorang menguatkan perilaku bullying. Faktor kelompok sebaya, individu

yang berinteraksi dengan teman sebaya di sekolah dan di lingkungan rumah


terkadang terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa orang akan

terdorong melakukan bullying agar bisa diterima dengan kelompok tersebut.

C. Masa Remaja

a. Definisi Masa Remaja

Remaja yang biasa disebut adolescence, berasal dari bahasa latin yaitu

adolescare yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan

(Ali & Asrori, 2006). Masa remaja adalah masa perkembangan transisi

antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif

dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13

tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun. Perubahan biologis,

kognitif dan sosial-emosional yang terjadi dari perkembangan fungsi

seksual, proses berpikir abstrak hingga pada kemandirian (Santrock,

2003). Jahja (2012) mengatakan remaja mempunyai beberapa tugas-tugas

perkembangan yaitu, menerima keadaan fisiknya dengan keragaman

kualitas yang dimiliki, Mencapai kemandirian emosional, meningkatnya

keterampilan komunikasi interpersonal, mempunyai kepercayaan terhadap

kemampuan diri sendiri dan yang terakhir memperkuat self-control

berdasar pada skala nilai dan prinsip hidup.

b. Perkembangan Fisik Remaja

Papalia, Olds dan Feldman (2008) menjelaskan bahwa

perkembangan fisik yang terjadi pada remaja yaitu perubahan-perubahan

pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan keterampilan motorik. Fisik

remaja mulai beralih dari fisik anak-anak menjadi tubuh orang dewasa
yang cirinya terlihat dari kematangan dan Perubahan fisik maupun struktur

otak yang semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif

remaja.

c. Perkembagan Sosial-emosional Remaja

Perkembangan sosial-emosional remaja yaitu perubahan progresif

organisme yang pada masa remaja yang telah mengalami pubertas, mulai

berfikir tentang sekitar atau sekelilingnya (konteks sosial) dan

mengekspresikan emosinya baik dalam tingkah laku atau tidak (Mundzir,

2012). Widyastuti (dalam Fitria, 2014) menjelaskan tentang perubahan

sosial-emosional yang terjadi pada masa remaja yaitu adanya perubahan

emosi yang terjadi. Dalam kondisi ini remaja akan lebih sensitif seperti

mudah menangis, dan tertawa tanpa alasan jelas. Mudah bereaksi agresif

terhadap gangguan dari lingkungan yang mempengaruhinya, yang di mana

menyebabkan perkelahian yang dalam mencari perhatian. Selain itu remaja

Cenderung tidak patuh pada orang tua dan lebih sering bersama temannya.
BAB III

Metode Penelitian

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

yang berupa perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik yang

dilakukan secara deskriptif dalam bentuk bahasa dan kata-kata (Moleong,

2006). Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode studi kasus

yang berarti penyelidikan empiris yang mendalami fenomena di dalam

kehidupan nyata yang di maksudkan untuk menggambarkan sebuah fenomena

(Haris dalam Kafabiy, 2015). Willig (2008) mengatakan studi kasus yaitu

pendekatan yang dilakukan untuk mempelajari satu kesatuan yang tidak

umum dan dapat melibatkan berbagai macam metode pengumpulan dan

analisis data. Kasus yang biasanya ditemukan seperti di dalam organisasi,

kota, sekelompok orang, sekolah dan lain-lain. Studi kasus tidak meneliti

peristiwa masa lampau seperti penelitian bersejarah. Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan studi kasus dikarenakan ingin mengetahui tentang self-

control yang dilakukan pada remaja korban bullying yang belum pernah

mempunyai pengalaman mengenai bully.


B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu

wawancara. Sugiyono (dalam Ningrum, 2015) menjelaskan wawancara

merupakan teknik pengumpulan data jika peneliti ingin menemukan

permasalahan yang terjadi. Teknik wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam yaitu

proses mendapatkan keterangan dengan tujuan penelitian dengan cara tanya

jawab dan bertatap muka antara pewawancara dengan informan (Rahmat,

2009).

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian penelitian ini yaitu remaja yang memiliki

rentang usia 13-22 tahun. Subjek yang memiliki pengalaman sebagai korban

bullying dan sebelumnya tidak memiliki pengalam tentang bully.

D. Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama dalam

mengumpulkan data dan menginterpretasikan data dengan dibimbing oleh

pedoman wawancara. Dalam mengumpulkan data dan informasi yang

diperlukan di dalam wawancara seperti kamera handphone untuk merekam

suara dan gambar, buku catatan dan alat tulis, agar mempunyai catatan tertulis

antara yang peneliti lihat dan dengar (Nasin, 2009).


E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap pertama yaitu

menentukan topik penelitian. Pada penelitian ini topik penelitiannya yaitu,

gambaran self-control pada remaja korban bullying yang tidak mempunyai

pengalaman bully. Tahap kedua yaitu menentukan subjek penelitian. Subjek

dalam penelitian ini yaitu remaja umur 13-22 tahun korban bullying yang

tidak mempunyai pengalaman bully. Tahap ketiga yaitu menuliskan kajian

pustaka yang bertujuan untuk mengetahui teori-teori yang terdapat pada

penelitian yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian. Tahap

keempat ialah membuat instrumen penelitian berupa pedoman wawancara.

Pedoman wawancara yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan wawancara yang

akan ditanyakan kepada subjek penelitian. Tahap kelima yaitu pengambilan

data. Tahap keenam ialah menganalisis hasil wawancara dan tahap terakhir

yaitu membuat laporan penelitian dari latar belakang hingga kesimpulan

(Moleong, 2006).

F. Pengolahan Data dan Analisis Data

Moleong (2006) menyatakan analisis data yaitu proses mengatur urutan

data, mengorganisasikan dan mengkategorikan ke dalam suatu pola. Analisis

data adalah proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi

wawancara, catatan lapangan dan materimateri yang telah dikumpulkan

dalam meningkatkan pemahaman tentang materi-materi tersebut dan juga

berkemungkinan menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain


(Lestari, 2016). Miles & Huberman (dalam Herdiansyah, 2015)

mengklasifikasikan analisis data dalam empat langkah:

a. Pengumpulan data

Proses pengumpulan data dilakukan sebelum penelitian data, pada saat

penelitian dan di akhir penelitian.

b. Reduksi data

Prosses penggabungan dan penyeragaman data yang diperoleh menjadi

bentuk tulisan yang akan dianalisis.

c. Display data

Mengolah data menjadi bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang

jelas.

d. Kesimpulan atau verifikasi

Dalam analisis data kualitatif, kesimpulannya lebih menjurus kepada

jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai