COVID-19 Saat ini Dunia tengah digemparkan dengan kemunculan virus Corona tipe baru yang dikenal dengan Novel Coronavirus atau COVID-19. Virus ini menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan begitu cepat. Dilansir dari laman covid19.go.id, per 1 April 2020 virus ini telah menyebar ke 203 negara, serta jumlah korban positif COVID-19 juga terus bertambah setiap harinya. Tentu hal ini menyebabkan kekhawatiran masyarakat diseluruh Dunia semakin bertambah dan meresahkan. Kasus ini pertama kali muncul di Indonesia setelah diumumkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, 2 Maret 2020. Seperti halnya dengan penyebaran di Negara lain, wabah COVID-19 begitu cepat menyebar ke beberapa Provinsi di Indonesia, dengan kasus positif di Negeri ini yang semakin bertambah setiap harinya dan telah memakan banyak korban meninggal dunia. Sementara Itu Berkembangnya COVID-19 ini ternyata tidak hanya berdampak pada bidang kesehatan saja, namun juga pada sektor ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Pada sektor pendidikan sendiri, COVID-19 ini telah ‘memaksa’ Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan aksi tanggap darurat secara nyata. Selama bulan Maret 2020, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan 3 surat edaran mengenai kebijakan responsif atas penyebaran COVID-19. Pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Coronavirus Disease (COVID-19) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kedua, Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Coronavirus Disease (COVID-19) pada Satuan Pendidikan. Ketiga, Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID- 19). Berbeda dengan dua surat edaran sebelumnya, Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 berisikan kebijakan pendidikan yang lebih substansial dan unik. Ada 6 poin kebijakan yang ditetapkan dalam surat edaran ini, yaitu pembatalan Ujian Nasional, Pelaksanaan proses belajar di rumah, Penyelenggaraan Ujian Sekolah, Kenaikan Kelas, PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), dan Penggunaan Dana BOS. Melalui surat edaran tersebut, secara resmi pemerintah mengeluarkan aturan bahwa selama masa darurat COVID-19 proses pendidikan dan pembelajaran dilakukan di rumah. Kebijakan belajar ini berlaku untuk semua tingkat satuan pendidikan, dengan harapan proses pembelajaran akan didampingi secara penuh oleh orang tua masing-masing serta tentunya untuk meminimalisir terpapar oleh wabah COVID-19. Pelaksanaan kebijakan belajar di rumah tentu berbeda dengan belajar di Sekolah. Pertama, proses pembelajaran yang biasanya didominasi oleh peran guru ‘diambil alih’ oleh orang tua peserta didik. Orang tua terlebih seorang Ibu sangat diharapkan untuk memaksimalkan perannya dalam menerapkan pola asuh terbaik bagi putra-putrinya, khususnya bagi yang mendampingi putra-putri berusia pra-sekolah (3-6 tahun, TK /PAUD) dan tingkat sekolah dasar (7- 12 tahun). Karena pada usia tersebut, anak masih bersifat unik dan egosentris, ingin menang sendiri, aktif, dan energik. Serta Anak akan cenderung susah diatur karena masih rendah pertimbangan dalam tindakannya, tetapi masa inilah merupakan masa belajar yang paling potensial. Problematika Namun realitanya di masyarakat luas tidak jarang ditemukan orang tua yang masih menggunakan kekerasan dalam melakukan pendampingan terhadap putra-putrinya. Ada yang membentak, memaksa, bahkan sampai memukul jika anaknya tidak mau menuruti kemauan orang tuanya ketika belajar hingga membuat anaknya menangis. Apabila tekanan-tekanan ini secara terus menerus setiap hari diberikan kepada anak walaupun tujuannya baik, yakni supaya anaknya pintar dan menurut tetapi dengan pendekatan yang kurang tepat, malah sama halnya setiap hari yang disaksikan anak adalah ‘monster-monster pendidikan’ yang menakutkan. Kedua, proses pembelajaran di rumah harus dilakukan secara daring. Tentu proses ini membutuhkan sarana dan prasarana memadai, misalnya HP, laptop, jaringan internet, dan lain sebagainya. Sehingga orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan itu demi tetap berlangsungnya kegiatan ‘belajar di rumah’ yang ditetapkan pemerintah. Mungkin bagi sebagian orang hal ini bukanlah hambatan, karena mereka telah memiliki alat-alat tersebut jauh sebelum kebijakan ini diterapkan. Bahkan dengan mudah mereka dapat membelikannya di ‘toko online’ demi kebutuhan putra- puterinya. Namun hal ini akan bersifat memberatkan bagia kalangan masyarakat yang kurang mampu. Jangankan untuk membelikan gawai bagi putra putrinya, untuk makan saja mereka masih harus susah payah untuk mendapatkannya. Apalagi hal ini diperparah dengan adanya himbauan Social dan physical distancing serta Work From Home yang digaungkan oleh Pemerintah. Bagi para pekerja informal, tentu akan sangat mengurangi penghasilannya. Alhasil proses pendidikan dan pembelajaran yang berjalan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ketiga, belajar di rumah memicu ketidakpercayaan sebagian besar pendidik kepada peserta didiknya. Pendidik berprasangka bahwa anak-anak akan merasa prosen belajar di rumah adalah masa liburan dan mereka malah tidak belajar di rumah. Akhirnya dengan sepihak pendidik malah memberikan beban tugas yang berlebih kepada peserta didiknya. Imbas dari tindakan “Kesalahkaprahan” ini membuat peseta didik mengeluhkan ‘tumpukan tugas’ yang sangat tidak rasional. Bahkan beberapa kali muncul surat himbauan baik dari kepala sekolah, ketua jurusan, atau bahkan dekan fakultas yang meminta agar pendidik untuk memberikan tugas yang wajar dengan mempertimbangkan kondisi psikologis peserta didiknya. Refleksi dan Solusi Adanya Virus Corona (COVID-19) membuat dunia Pendidikan kita berkaca diri untuk melakukan evaluasi, khususnya dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara daring yang banyak tertinggal. Pemerintah bersama Stakeholder harus mampu berkolaborasi serta menurunkan gengsi dan tensi ego politisasi. Gerakan dan gebrakan baru harus segera diwujudkan guna menjawab tantangan, khususnya di era yang serba digital ini. Sementara itu, keberhasilan kebijakan belajar di rumah sangat bergantung kepada peran orang tua peserta didik. Saat anak sedang melakukan kegiatan pembelajaran, sebisa mungkin diberikan suasana rumah yang kondusif dan membantu anak dalam belajar. Kepekaan, ketulusan, dan perhatian lebih dalam pendampingan dapat menjadi stimulus psikologi yang positif, sehingga anak akan semangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Study From Home ini akan sukses ketika terjadinya sinergi yang baik antara Pemerintah dengan Stakeholder. Pihak-pihak tersebut harus saling mendukung dan bekerjasama demi terwujudnya ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Belajar di rumah secara daring tentu membutuhkan media pembelajaran online dan jaringan internet. Sekolah dan kampus dapat memanfaatkan layanan e-learning gratis yang telah diberikan oleh beberapa platform online seperti ruang guru, dan sejenisnya. Bagi yang membutuhkan jaringan internet juga dapat memanfaatkan kuota gratis yang telah disediakan oleh provider-provider seperti telkomsel, indosat, dan lain sebagainya. Era Digital kini, Pendidik harus dapat beradaptasi dan membuat format KBM yang menarik tanpa mengurangi substansi materi yang harus dibelajarkan. Pemberian tugas secara marathon dan malah melampaui batas bukanlah sebuah solusi terbaik dalam proses pembelajaran. Hal ini justru akan mengganggu kondisi psikologis dari peserta didik. Seharusnya pendidik dapat ‘meramu dan menyajikan’ pembelajaran yang efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pendidikan.