Anda di halaman 1dari 3

PROPOSAL

MELAKSANAKAN PTMBT di SEKOLAH PADA MASA KEBIASAAN BARU

I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah level satu


sampai dengan tiga, membuka kesempatan bagi satuan pendidikan melaksanakan
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah sesuai dengan kebijakan SKB 4 Menteri Nomor
03/KB/2021, Nomor 384 TAHUN 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor
440-717 TAHUN 2021 tentang Panduan Penyelenggaran Pembelajaran di Masa Pandemi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Mengingat juga kasus positif covid-19 pada
Kabupaten Probolinggo khususnya Kecamatan Kraksaan yang semakin hari semakin
menurun, membuat kami para wali murid menyusun proposal ini agar pihak sekolah
melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di sekolah di dalam kelas, bukan di
tempat lain, apalagi tempat umum.

TUJUAN KEGIATAN

1. Menjaga kesehatan mental anak yang telah terganggu selama melaksankan


pembelajaran online secara terus menerus.
2. Membangun interaksi secara langsung antara peserta didik dengan para ustadz
ustadzah.
3. Terselenggaranya Pembelajaran Blended Learning.

ISI PROPOSAL

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (de Figueiredo et al., 2020) tentang
COVID-19 pandemic impact on children and adolescents’ mental health: Biological,
environmental, and social factors didapatkan hasil bahwa kewajiban kita untuk memantau
psikologis terhadap anak-anak dan remaja yang dikarantina dalam jangka waktu lama yaitu
anak dan remaja yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, yang tumbuh dalam
kondisi orang tua yang pengangguran, orang tua yang mengalami kebangkrutan finansial,
dan mengalami ketidaksetaraan sosial. Apalagi kita tidak bisa melupakan orang-orang yang
kehilangan anggota keluarganya karena COVID-19 dan dipisahkan dari orang tua atau
pengasuhnya karena alasan keamanan, dan juga mereka yang sudah memiliki kelainan dan
tidak bisa mendapatkan perawatan kesehatan yang layak. Penarikan diri dari kehidupan sosial
dan aktivitas sehari-hari, seperti bersekolah, bersosialisasi ditambah dengan rasa takut, cemas
dan perasaan tak terduga dapat meningkatkan risiko untuk mengalami gangguan kejiwaan di
masa depan, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki riwayat seperti itu dapat terjadi.

Karena temuan studi ini harusnya mengingatkan kita untuk lebih peduli terhadap
kesehatan mental anak-anak dan remaja yang sering terabaikansaat wabah terjadi walaupun
angka kematian anak dan remaja relatif lebih rendah daripada orang dewasa dan lanjut usia,
tetapi juga memberikan dasar ilmiah untuk formula intervensi psikologis yang ditargetkan
pada masa yang akan datang. (Duan et al., 2020).

Pada studi literatur ini, menunjukkan pentingnya karantina dan isolasi sosial untuk
menahan penyebaran virus covid 19 ini. Namun, dampak isolasi sosial jangka panjang
terhadap anak dan remaja masih belum bisa ditangani dengan baik. Selain itu, yang menarik
perhatian tidak hanya pada fitur multifaset dan heterogen dari pandemi ini saja yang
menambah masalah dan tantangan baru bagi populasi, tetapi juga fakta bahwa wabah covid-
19 ini dapat meningkatkan kesulitan dan masalah yang sudah ada sebelumnya dalam
kehidupan masyarakat. Hai ini sesuai dengan yang dikatakan oleh de Figueiredo et al bahwa
kewajiban kita untuk memantau psikologis terhadap anak-anak dan remaja yang dikarantina
dalam jangka waktu lama yaitu anak dan remaja yang mengalami kekerasan dalam rumah
tangga, yang tumbuh dalam kondisi orang tua yang pengangguran, orang tua yang
mengalami kebangkrutan finansial, dan mengalami ketidaksetaraan sosial. Penarikan diri
dari kehidupan sosial dan aktivitas sehari-hari, seperti bersekolah, bersosialisasi ditambah
dengan rasa takut, cemas dan perasaan tak terduga dapat meningkatkan risiko untuk
mengalami gangguan kejiwaan di masa depan, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki
riwayat seperti itu dapat terjadi. (de Figueiredo et al., 2020).

Berdasarkan studi kasus tentang kesehatan mental pada anak, membuat kami para
orangtua merasakan kecemasan yang sangat luar biasa, bagaiamana psikis anak tidak bertemu
dengan orang lain selama hampir 2 tahun ini, tidak merasakan pembelajaran di sekolah, tidak
melakukan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan selama di sekolah bersama para pengajar
dan teman, dan lain sebagainya. Menurut kami memang kesehatan fisik penting, namun
kesehatan mental pada anak jauh lebih penting, karena sakit fisik dapat disembuhkan dengan
obat, makan, dan istirahat yang cukup, tetapi jika mental anak yang sakit, pengobatan yang
dilakukan tidak membutuhkan waktu yang sangat sebentar, ada banyak sekali trauma yang
akan dirasakan pada anak.

Melihat teman-temannya dari sekolah lain yang sudah masuk sekolah menggunakan
seragam lewat di depan rumah, membuat beberapa anak kami mengalami penurunan
semangat belajar dan tidak sedikit yang meminta untuk pindah sekolah agar bisa belajar di
sekolah, tidak hanya melulu daring bertemankan laptop dan HP.

Melansir dari laman https://www.kemdikbud.go.id pada artikel Serba-serbi


Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Wilayah PPKM Level 1 s.d. 3, Jumeri (Dirjen PAUD-
Disdasmen) “Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah satuan pendidikan tersebut harus
sudah masuk wilayah PPKM Level 1 s.d. 3. Apalagi jika pendidik dan tenaga
kependidikannya sudah divaksinasi, sekolah wajib menyediakan opsi tatap muka terbatas,
juga memberi opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ)”.

Seperti kita tahu bahwa Kabupaten Probolinggo pada awal bulan September lalu telah
memasuki level 2 meskipun sekarang masuk pada level 3 lagi, tetapi angka kasus positif telah
berangsur-angsur menurun. Itu tandanya bahwa sekolah pada daerah Kecamatan Kraksaan
sangat diperbolehkan untuk melakukan Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT) seperti
yang dikatakan oleh Dirjen PAUD-Disdasmen, tetapi sampai saat ini SD Namira masih saja
melakukan pembelajaran daring atau PJJ, melakukan pertemuan tatap muka terbatas hanya 1
minggu sekali itupun dilaksanakan tidak di sekolah merupakan di rumah-rumah yang tidak
memiliki kelas apalagi bangku seperti di sekolah, sehingga anak-anak harus duduk di bawah
dengan posisi yang jauh dari kata nyaman. Sedangkan jika pertemuan tatap muka dilaksankan
di sekolah dengan luas ruang kelas 8 x 7 meter yang mana sangat mungkin terjadinya
protokol kesehatan yang baik, anak-anak akan merasakan kenyamanan belajar di sekolah
meskipun terbatas.

Anda mungkin juga menyukai