Anda di halaman 1dari 7

Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan.

Aklimatisasi adalah
proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol ke kondisi lingkungan tak
terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban. Aklimatisasi dilakukan untuk
mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam
dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi
tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik (Hobbelink,1998).
Tahap aklimatisasi penting dilakukan mengingat tujuan kita mengkulturkan bagian
tanaman adalah semata-mata untuk mengembangbiakkan tanaman agar diperoleh anakan
baru agar nantinya dapat berproduksi. Tanaman yang tidak diaklimatisasi nantinya akan
mengalami kekurangan nutrisi karena kandungan hara dalam media lama kelamaan akan
habis mengingat jumlahnya juga terbatas Hobbelink,1998).

Hobbelink, Henk. 1988. Bioteknologi dan Pertanian Dunia ke Tiga : Harapan Baru Atau
Janji Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Acclimation, on the other hand, is a response induced by an environmental change which
causes a phenotypic alteration over a single generation time without any compositional
change in the genetic complement. However, acclimative responses can be differentiated
further into:
1. Transient physiological and biochemical adjustments induced by abrupt or short-term
changes in the environtment, that is a stress response which subsequently may lead to
senescence.
2. Stable, long-term adjusments which may reflect a developmental response to a new
environmental condition.
The extene to which a plant can respond to these different time course is ultimately under
genetic control and the degree of plant plasticity will, in turn, be dependent upon the
regulation and expression of many genes some of which may be tissue specific. Therefore, it
is important to define the time frame of the observed morphological, physiological and
biochemical adjustments to environmental change so that transient stress responses can be
separated from the more stable, acclimative responses.

Aklimatisasi, adalah respon yang disebabkan oleh perubahan lingkungan yang menyebabkan
perubahan fenotipik selama waktu satu generasi tanpa perubahan komposisi dalam
komplemen genetik. Namun, tanggapan aklimatisasi dapat dibedakan lebih lanjut, yaitu:
1. Penyesuaian fisiologis dan biokimia disebabkan oleh perubahan jangka pendek tiba-tiba
atau dalam lingkungan, yaitu respon stres yang dapat menyebabkan penuaan.
2. Stabil, jangka panjang penyesuaian-penyesuaian yang mungkin mencerminkan respon
perkembangan ke kondisi lingkungan yang baru.
Sejauh mana tanaman dapat menanggapi ini tentu saja waktu yang berbeda pada akhirnya di
bawah kontrol genetik dan derajat plastisitas tanaman pada gilirannya akan tergantung pada
regulasi dan ekspresi banyak gen yang beberapa di antaranya mungkin jaringan tertentu. Oleh
karena itu, penting untuk menentukan kerangka waktu dari morfologi, fisiologi dan biokimia
penyesuaian diamati perubahan lingkungan sehingga respon stres dapat dipisahkan menjadi
lebih stabil, yang disebut tanggapan aklimatisasi.

Norman, P.A. Huner, et al. 1993. Photosynthesis, photoinibition and low temperature
acclimation in cold tolerant plants. Photosynthesis Research Kluwer Academic Publisher
Printed in the Netherlands. 37: 19-39.
Kisi-kisi 4
Ada beberapa hal yang perlu dihindari dalam aklimatisasi, diantaranya dalam
penempatan suhu dalam aklimatisasi, jangan menempatkan suhu diatas batas in vivo suhu
eksplan tanaman, karena akan membuat tanaman akan mengalami layu dan bahkan akan
terjadi kematian. Dalam keadaan in vitro suhu optimal 21-25°c dan suhu pada keadaan in
vivo yaitu 30°c. sehingga agar planlet tidak mati maka ketika aklimatisasi, suhu di tempat
aklimatisasi harus dijaga agar tanaman atau planlet dapat beradaptasi dengan suhu pada
keadaan in vivo. Selain itu juga masalah kelembapan, Dalam keadaan in vitro kelembaban
udara 95% dan pada keadaan in vivo kelembaban udara 80% sehingga agar planlet dapat
tumbuh ketika aklimatisasi maka secara bertahap udara diturunkan deri 95% in vitro menjadi
70-80% pada kondisi in vivo. Dengan ini lapisan kutikula terbentuk dan stomata mulai
berfungsi. Jangan letakkan eksplan dengan kelembapan yang tidak sesuai dengan kondisi
pertumbuhannya, maka akan menghambat pertumbuhan eksplan. Media juga harus
diperhatikan, jangan menempatkan eksplan ketemapat media yang tidak sesuai dengan
kebutuhan akan nutrisinya, sehingga Media yang digunakan haruslah merupakan campuran
antara tanah, pasir, dan bahan organic (pupuk kandang, humus, sabut kelapa, sekam, serbuk
gergaji, azola,dll). Setelah dicampur dengan komposisi yang disesuaikan dengan sifat
tanaman.

Yusnita, et al. 2013. Perbanyakan In Vitro Sansevieria trifasciata ‘Lorentii’: Regenerasi


Tunas, Pengakaran, dan Aklimatisasi Planlet. J. Agron. Indonesia. 41(1): 71.

Anda mungkin juga menyukai