Anda di halaman 1dari 22

Arbeiter-Samariter-Bund

Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan


Disabilitas dalam Ketangguhan:
Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan

Arbeiter-Samariter-Bund

Penyusun : Melina Margaretha


Kontributor: Agus Setiabudi, Ary Ananta, Nina Agustina,
dan Rizma Kristiana
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
PENDAHULUAN 4

A. Disabilitas dan Ketangguhan 5


1. Disabilitas: konsekuensi dari lingkungan yang menghambat 7
2. Disabiltas dan asumsi minoritas 9
B. Ketangguhan: Komponen Penguatan Ekonomi 10
1. Disabilitas dan akses menuju kemandirian 10
2. Wirausahawan dengan disabilitas 12
3. Dukungan pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabiitas: Sekilas pengalaman ASB 14
C. Ketangguhan: Komponen Pengurangan Risiko Bencana 19
1. Integrasi penyandang disabilitas dalam Program Desa Tangguh 19
2. Mengapa Desa Tangguh Inklusif? 21
3. Inklusi mengangkat kapasitas lintas sektor 23
4. Pendekatan inklusif-disabilitas dalam PRB praktis: Sekilas pengalaman ASB 25
5. Mengubah kerentanan menjadi kapasitas 26
6. Output Kegiatan Desa Tangguh Inklusif 27
D. Ketangguhan Inklusif dalam Praktek: Kesempatan dan Tantangan 30
1. Pemasaran produk usaha penyandang disabilitas 31
2. Hambatan dan Dukungan PRB Inklusif Disabilitas 32
3. Memutus asumsi 33
4. Inklusif: pendekatan masyarakat secara menyeluruh 34
5. Visibilitas disabilitas 35
6. Identifikasi penyandang disabilitas 36

KESIMPULAN 39

Disabilitas dalam Ketangguhan |1


Secara global, PRB dan disabilitas belum terintegrasi dengan baik.
Mempertimbangkan banyak hal mendasar lain yang harus diprioritaskan, dapat
dipahami mengapa selama ini masyarakat disabilitas belum mengintegrasikan PRB
dalam kerja-kerjanya. Namun demikian, masih sulit untuk dipahami mengapa kerja-
kerja masyarakat PRB belum mengintegrasikan disabilitas. Prinsip pokok PRB
memberi penekanan pada individu dan masyarakat yang terpapar risiko. Oleh karena
itu, eksklusi terhadap penyandang disbailitas yang merupakan masyarakat dengan
tingkat risiko jauh lebih tinggi dibanding dengan masyarakat pada umumnya sangat
berlawanan dengan prinsip PRB itu sendiri.

Fokus pembahasan PRB pada kerentanan saat ini telah beralih mengarah pada fokus
ketangguhan pasca 2015. Oleh karena itu strategi program ASB menekankan pada
upaya untuk memahami bagaimana mewujukan ketangguhan masyarakat secara
menyeluruh atau inklusif. Kami harapkan dokumen publikasi ini dapat berkontribusi

Kata Pengantar pada fokus upaya pembangunan masyarakat saat ini dan mungkin juga dapat
menginsipirasi pihak-pihak lain untuk lebih inklusif dalam kerja-kerjanya. Perluasan
kesempatan merupakan pintu utama menuju ketangguhan dan masyarakat yang
berdaya.

B
eberapa tahun terakhir, Indonesia
telah mencapai kemajuan besar Atas nama ASB, saya haturkan terimakasih kepada Kementerian Dalam Negeri
dalam 2 (dua) hal yang berbeda Republik Indonesia dan Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa atas dukungan dan
namun saling berkaitan. Pencapaian kerjasama yang terbangun selama ini. Dalam hal ini, ASB juga mengapreasiasi serta
pertama menyangkut pengakuan mendukung inisiatif-inisiatif yang telah diupayakan oleh BNPB untuk mewujudkan
internasional atas kerja Pemerintah masyarakat tangguh dan inklusif. ASB juga mengucapkan terimakasih yang
Indonesia dalam upaya pelembagaan mendalam kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta serta
pengurangan risiko bencana (PRB). Pemerintah Kabupaten Klaten, Gunungkidul dan Bantul atas dukungan dalam
Pencapaian ini diikuti dengan inisiasi pelaksanaan program ASB. Tidak lupa kami mengapresiasi organisasi penyandang
Program Nasional Desa Tangguh yang disabilitas dan segenap masyarakat atas kontribusi mereka terhadap keberhasilan
diakui sebagai upaya konkrit untuk program.
menerjemahkan kebijakan nasional dalam
praktik PRB di tingkat masyarakat.
Pencapaian berikutnya menyangkut
ratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-hak
Penyandang Disabilitas (UN Convention on Dr. Alex J. Robinson
the Rights of Persons with Country Director
Disabilities/UNCRPD) melalui UU No. 19 ASB Indonesia
tahun 2011.

2 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan |3


Pendahuluan

B
uku “Disabilitas dalam ASB mengucapkan terimakasih
Ketangguhan: Sumberdaya kepada semua pihak yang telah
yang Belum Termanfaatkan” ini mendukung keberhasilan program dan
membahas tentang pengalaman juga tersusunnya buku ini tidak
Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) dalam terkecuali masyarakat yang
melaksanakan kegiatan yang merupakan sasaran sekaligus
mengupayakan integrasi penyandang penggerak program. Terimakasih

A.
disabilitas dalam mewujudkan mendalam kami haturkan kepada
ketangguhan masyarakat. Diseminasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan
pengalaman pelaksanaan program ini D I . Yo g y a k a r t a , P e m e r i n t a h
ditujukan untuk memaparkan fakta Kabupaten Klaten dan Gunungkidul Disabilitas
praktis tentang potensi kapasitas serta Persatuan Penyandang Cacat dan Ketangguhan
penyandang disabilitas yang selama ini Klaten (PPCK) dan OPD Gunungkidul.
belum dimanfaatkan untuk mendukung
ketangguhan. Kerentanan yang Buku ini juga menyajikan tantangan
melekat pada penyandang disabilitas dan kesempatan yang dihadapi dalam

P
enyandang disabilitas
membuat kapasitas yang ada pada penyelenggaraan PRB inklusif
merupakan istilah yang
mereka sering terabaikan. disabilitas. Terdapat beberapa hal-hal
direkomendasikan oleh
sederhana yang sering terlupakan saat
Kementerian Sosial Republik
Dalam buku ini, ASB berbagi kita melaksanakan pemberdayaan
Indonesia untuk menggantikan istilah
pengalaman tentang kolaborasi ASB masayarakat inklusif dikarenakan Fakta dalam disabilitas
penyandang cacat. setelah
dengan Organisasi Penyandang asumsi bahwa pelibatan aktif
Pemerintah Nasional meratifikasi
Disabilitas (OPD) dan masyarakat penyandang disabilitas membutuhkan
United Nation Convention on the Rights
penyandang disabilitas dalam keahlian dan sumber daya yang
of Persons with Disability (UNCRPD)
pelaksanaan program integrasi potensi “WOW.” Diharapkan buku ini dapat
pada tahun 2011.
penyandang disabilitas dalam berkontribusi pada upaya penggiatan
kegiatan-kegiatan pendukung keterlibatan aktif penyandang
ketangguhan. Program integrasi ini disabilitas dalam upaya menuju Penggunaan istilah disabilitas diutamakan untuk lebih menghormati penyandang
mencakup 2 (dua) komponen ketangguhan. disabilitas sebagai individu dan bagian dari masyarakat yang bermartabat. Kecacatan
ketangguhan, yakni penguatan dalam masyarakat identik dengan individu yang lemah, individu yang tidak memiliki
ekonomi di wilayah Kabupaten Klaten kemampuan, individu yang tidak berguna, dan sifat-sifat negatif lainnya. Stigma atau
dan pengurangan risiko bencana (PRB) label negatif yang diberikan pada individu penyandang disabilitas menghambat hidup
berbasis masyarakat di Desa dan penghidupan mereka dan pada akhirnya.
Hargomulyo, Kabupaten Gunungkidul.
4 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan |5
Dalam konteks kebencanaan,
1.


Disabilitas: konsekuensi dari
penyandang disabilitas terkukung
dalam kategori kelompok masyarakat
“rentan” dengan konotasi masyarakat
yang rapuh dan tidak mampu berbuat
apa-apa. Terkait dengan penghapusan
istilah-istilah negatif, saat ini
pembahasan kerangka kerja
hidup dengan disabilitas

15 – 20% populasi di dunia

- World Report on Disability


lingkungan yang menghambat

internasional untuk PRB atau yang

D
disebut HFA2 juga menekankan isabilitas berasal dari kata dalam Bahasa Inggris 'disability'. Disability
perubahan penggunaan istilah dari memiliki arti ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang dimaksud di sini
“kerentanan” ke “ketangguhan”. Kata memenuhi asupan gizi yang layak.
bukanlah ketidakmampuan yang semata disebabkan oleh faktor internal
ketangguhan memberikan pesan yang Sebaliknya, disabilitas dapat menyebakan
dalam diri seorang individu tetapi juga faktor eksternal yang menghambat seseorang
lebih luas bahwa pada saat bencana kemiskinan karena diskriminasi
untuk melakukan kegiatan dan meningkatkan kapasitas diri. Dalam hal ini, hambatan
semua masyarakat yang tinggal di menghalangi penyandang disabilitas
lingkungan menyebabkan terbatasnya kesempatan penyandang disabilitas untuk
daerah rawan bencana terpapar risiko untuk berpartisipasi dan berkembang
berkembang.
namun disaat bersamaan istilah dalam segala bidang kehidupan, termasuk
ketangguhan mengakui bahwa setiap dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.
Asosiasi seperti ini tidak hanya terjadi di Keterbatasan fungsi tubuh + Hambatan lingkungan = DISABILITAS
orang mampu berkontribusi dengan
kapasitas yang dimilikinya. Dengan negara berkembang seperti di Indonesia
demikian dalam konteks melainkan juga di negara-negara maju International Classification of penyandang disabilitas yang mampu
pemberdayaan, penggunaan kata seperti Amerika Serikat dan Inggris Functioning (ICF) mendefinisikan mengaktualisasikan dirinya berkat
“rentan”, “tidak berdaya”, “korban” dan (Heasley, Shaun, 2011 dan Departemen disabilitas sebagai hasil interaksi antara adanya dukungan dan kesempatan
sebagainya direkomendasikan untuk Tenaga Kerja dan Pensiun Inggris, 2011). seorang individu yang memiliki hambatan yang tersedia di dalam lingkungannya.
tidak digunakan lagi. Diakui bahwa kajian terkait disabilitas mental, fisik, maupun penginderaan Di Indonesia juga terdapat tokoh-
Menurut Laporan Global tentang di Indonesia terbatas karena penyandang secara permanen dengan hambatan tokoh disabilitas yang mampu
Disabilitas (World Report on Disability) disabilitas sendiri masih termasuk dalam lingkungan yang menyebabkan individu menunjukkan kepada masyarakat
15 – 20% populasi di dunia hidup kategori 'hidden population' yang tersebut tidak mampu berpartisipasi dalam bahwa menjadi penyandang disabilitas
dengan disabilitas. Jumlah keberadaannya tidak terlihat dan sering kehidupan sosial. bukan berarti tidak memiliki potensi
penyandang disabilitas di suatu negara terabaikan. Namun demikian asosiasi Stephen Hawking, seorang ahli fisika untuk berkembang. Prof. Didi Tarsidi,
berbanding lurus dengan tingkat disabilitas dan kemiskinan ataupun yang mengalami tetraplegia (kelumpuhan) guru besar Universitas Pendidikan
kemiskinannya. Kemiskinan dapat sebaliknya terlihat jelas dalam kehidupan dan Hellen Keller, seorang penulis, dosen Indonesia merupakan salah satu tokoh
menyebabkan seseorang menjadi masyarakat dan seringkali menjadi dan aktifitis politik terkemuka yang tuna netra, tidak dapat melihat sejak
disabilitas. Dalam hal ini kemiskinan pembahasan dalam berbagai referensi kehilangan fungsi penglihatan dan lahir, yang membuktikan bahwa
dapat mencegah seseorang untuk advokasi pemenuhan dan perlindungan pendengaran secara total merupakan 2 lingkungan yang mendukung dan -
mengakses layanan kesehatan dan hak-hak penyandang disabilitas. (dua) dari sekian banyak tokoh
6 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan |7
kesempatan yang diberikan kepada
penyandang disabilitas mampu
memotivasi penyandang disabilitas
INFORMASI TERKAIT AKTIVITAS SEHARI-HARI

Tidak ada informasi


0,3%
Masih bersekolah
4,7%
Bekerja
2. Disabilitas
dan Asumsi Minoritas

untuk mandiri dan berkontribusi 24,8%

kepada masyarakat secara lebih luas.


Hanya tinggal

M
Pada kenyataannnya di Indonesia, di rumah engacu pada World Report on Disability WHO, 2011 maka
70,1%
lingkungan yang mendukung dan setidaknya 37.500.000 – 50.000.000 penduduk Indonesia
kesempatan yang diberikan kepada INFORMASI PENDIDIKAN (15% - 20% dari 250.000.000) hidup dengan disabilitas.
penyandang disabilitas masih terbatas. Putus Sekolah
16.5 % Diperkirakan jumlah penyandang disabilitas akan terus meningkat
Di dunia pendidikan, hingga tahun Tidak pernah/ dikarenakan beberapa faktor, di antaranya ledakan penduduk usia
2010 masih terdapat lebih kurang 70% belum sekolah
47,45 % lanjut, peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas, peningkatan
anak penyandang disabilitas usia Berhasil menyelesaikan sekolah/
frekuensi terjadinya bencana alam, dan peningkatan pencemaran
mendapatkan ijazah
sekolah yang belum menikmati 36,03 %
pada lingkungan yang berdampak pada penurunan kualitas asupan
layanan pendidikan (Ditjen Pendidikan TINGKAT PENDIDIKAN
gizi masyarakat. Berkaca pada fakta ini, tentunya anggapan
Khusus Layanan Khusus, PT (D3/S1/S2/S3) 1,7%
penyandang disabilitas sebagai warga negara minoritas sudah tidak
Kemendikbud). Persyaratan partisipasi SMA/MA 10,1%
relevan. Oleh karena itu pengabaian pemberdayaan pada penyadang
SMP/MTS 12,3%
p e n d i d i k a n d a r i t i n g k a t d a s a r, disabilitas akan berdampak luas pada pembangunan masyarakat
SR/SD/MI 72,6%
menengah, hingga tinggi yang masih secara menyeluruh.
Lainnya 0,3%
diskriminatif terhadap penyandang
Tidak ada informasi 2,9%
disabilitas menyebabkan mereka tidak
mampu mengenyam layanan
Infografis Penyandang Disabilitas, ASB 2014 Saat ini Pemerintah menyalurkan bermacan bantuan sosial kepada
pendidikan. Persayaratan pendidikan
menyebutkan bahwa calon peserta penyandang disabilitas, termasuk bantuan sosial dalam bentuk dukungan
didik harus dalam keadaan sehat penyandang disabilitas belum pernah jatah hidup bulanan kepada penyandang disabilitas yang termasuk dalam
jasamani dan rohani dan sampai saat sekolah atau putus sekolah di tingkat kategori tidak produktif. Tentunya alokasi dana untuk bantuan semacam
ini penyandang disabilitas masih dasar. 72,6% penyandang disabiltas ini tidak sedikit mengingat jumlah penyandang disabilitas yang tidak
dianggap sebagai individu yang tidak hanya berhasil lulus sekolah hingga produktif juga tidak sedikit. Lebih lanjut, kemungkinan jumlah dana yang
sehat secara jasmani dan/atau rohani. tingkat SD/MI. Lebih lanjut 70,1% diperlukan untuk bantuan sosial semcam ini akan terus bertambah seiring
Survei Identifikasi Disabilitas dan penyandang disabilitas menyatakan meningkatnya biaya hidup dan juga meningkatnya jumlah penyandang
Kelompok Masyarakat yang beresiko bahwa kegiatan mereka hanya di rumah disabilitas. Dalam hal ini, program pemberdayaan penyandang disabilitas
(Arbeiter-Samariter-Bund/ASB, 2014) saja. dapat menjadi investasi pembangunan karena mampu mendukung
yang dilakukan di 4 kabupaten, Bantul kemandirian sekaligus mengurangi ketergantungan penyandang
(DI. Yogyakarta), Klaten (Jawa disabilitas pada bantuan sosial. Dengan demikian, di masa yang akan
Tengah), Ciamis (Jawa Barat), dan datang alokasi untuk dana bantuan sosial bagi penyandang disabilitas
Kepulauan Mentawai (Sumatera dapat secara berangsur dialihkan pada kegiatan pembangunan yang
Barat), menyebutkan bahwa 63,5% lebih produktif.
8 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan |9
Menurut ILO (2013) sebagian besar
dunia kerja yang menerima tenaga kerja
dengan penyandang disabilitas adalah
dunia kerja non formal yang membutuhkan
keahlian rendah dengan pembayaran
upah kerja yang rendah pula. Situasi ini
menyebabkan upaya pemutusan rantai
kemiskinan di lingkungan penyandang
disabilitas semakin berat.

B. Ketangguhan:
Komponen Penguatan Ekonomi “Banyak penyandang disabilitas anggota kami telah berhasil mendapatkan
pekerjaan di perusahaan-perusahaan, pabirik-pabrik, namun banyak pula
yang akhirnya keluar karena enggak kuat dan enggak cocok dengan
lingkungan pekerjaan yang belum bersahabat dengan disabilitas.”
(Widodo, Sekretaris Persatuan Penyandang Cacat Klaten/PPCK).

1.
Disabilitas
dan akses
menuju kemandirian

P
ersaingan dalam dunia kerja Kutipan di atas menunjukan hambatan berlapis yang
formal yang mengharuskan dihadapi penyandang disabilitas dalam dunia kerja. Selain
seseorang memilki pengalaman akses terhadap kesempatan kerja yang terbatas, penyandang
dan sertifikat pendidikan yang layak disabilitas juga mengalami tantangan lingkungan kerja yang
menjadi salah satu penghambat besar tidak bersahabat sehingga menyingkirkan tenaga kerja
dalam penyerapan tenaga kerja dengan dengan disabilitas lebih jauh lagi dari kesempatan kerja.
disabilitas. Hasil survei ASB (2014) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terbatasnya
menyebutkan bahwa 70,1% penyandang kesempatanlah yang menyebabkan penyandang disabilitas
disabilitas tidak memiliki pekerjaan (hanya belum mampu berkontribusi secara signifikan dalam
diam di rumah saja) dan 43,7% dari pembangunan.
penyandang disabilitas yang bekerja
menjalankan pekerjaan sebagai buruh
harian atau serabutan.
10 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 11
I
ndustri rumah tangga berkontribusi Penyandang disabilitas sering terbentur penyandang disabilitas untuk
besar terhadap pertumbuhan dengan syarat utama melamar pekerjaan mengakses lapangan kerja. Selain
ekonomi masyarakat. Mengingat di sebagian besar perusahaan yang dari keterbatasan aksesibilitas non fisik

2.
Wirausahawan dengan
terbatasnya lapangan kerja formal dan
akses permodalan, memulai usaha kecil
bagi sebagian besar masyarakat menjadi
menyebutkan bahwa pelamar harus 'sehat
jasmani dan rohani'. Dikarenakan
kesalahpahaman pandangan yang masih
(sikap) di atas, keterbatasan
aksesibilitas fisik di tempat kerja
menyebabkan penyandang disabilitas
disabilitas pilihan utama. Pemilihan usaha kecil tertanam dalam masyarakat kita dan belum memiliki kesempatan untuk
sebagai sumber penghidupan didasari mayoritas pelaku usaha, penyandang menunjukkan kinerja yang optimal di
oleh beberapa alasan di antaranya, disabilitas sering dianggap tidak sehat perusahaan formal. Aksesibilitas fisik
sumber daya yang relatif mudah di dapat secara jasmani dan rohani. Pandangan ini ini mencakup tempat bekerja, alat
dan risiko yang juga relatif kecil. Terlebih tentunya mempersempit kesempatan kerja, dsb yang belum dirancang
sesuai dengan kebutuhan
d a n k e m a m p u a n
penyandang disabilitas. Hal
inilah yang menyebabkan
kualitas pekerja dengan
disabilitas dipandang tidak
mampu bersaing dengan
pekerja non disabilitas.
Realitas ini menjadikan
usaha kecil menjadi
tumpuan harapan
penyandang disabilitas
untuk menyokong
Wirausahawan dengan disabilitas
kehidupan rumah tangga

bagi penyandang disabilitas, kemampuan


“ mereka. Sebagian
wirausahawan dengan
disabilitas yang sudah berhasil


dan keterampilan yang memadai tidak merekrut rekannya yang juga memiliki
serta merta membuat penyandang disabilitas sebagai pekerja untuk maju
wirausahawan dengan disabilitas
disabilitas mudah untuk bersaing dalam bersama. Dalam hal ini, secara tidak
juga berkontribusi pada penguatan
dunia kerja formal. Pandangan sebelah langsung keberadaan wirausahawan
fondasi ekonomi bangsa
mata terhadap kapasitas penyandang dengan disabilitas juga berkontribusi
disabilitas dan pengabaian potensi pada penguatan fondasi ekonomi
mereka membuat penyandang disabilitas bangsa karena sudah turut berupaya
tersisih dalam persaingan dunia kerja. mengurangi tingkat kemiskinan.
12 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 13
P
elaksanaan kegiatan dukungan Dalam pendampingan, para wirausahawan dengan disabilitas tersebut
pemberdayaan ekonomi diberikan mendapatkan pelatihan dengan materi pokok sebagai berikut:

3. pada penyandang disabilitas yang


telah memulai wirausaha di Kabupaten
Dukungan Klaten, Jawa Tengah. Kegiatan ini a. Materi pembukuan

M
pemberdayaan ekonomi d i l a k s a n a k a n u n t u k m e n a n g g a p i ateri ini ditujukan untuk Pembukuan sederhana setidaknya
bagi penyandang disabiitas: rekomendasi dari Dinas Sosial Jawa membiasakan peserta memuat informasi terkait aset, hutang,
Sekilas pengalaman ASB Tengah terkait kebutuhan akan kegiatan pendampingan piutang, pendapatan,
pemberdayaan ekonomi bagi penyandang mencatat semua transaksi pengeluaran dan laba rugi.
disabilitas. Setelah mengikuti pelatihan usaha. Selama ini keuangan Melalui pemanfaat
banyak penyandang disabilitas yang memulai praktik wirausaha namun masih u s a h a p e s e r t a informasi tersebut, peserta
menemui kesulitan dalam melakukan pengembangan usaha. Oleh karena itu, materi pendampingan hanya dicatat pendampingan dapat
pemberdayaan yang diberikan dalam pendampingan ASB lebih menekankan pada berdasarkan ingatan dan menghindari kekeliruan
peningkatan soft skill atau keterampilan pengembangan usaha. seringnya bercampur dengan dalam pengelolaan usaha
keuangan pribadi. Hal ini dan salah sasaran dalam
menyebabkan ketidakjelasan p e r e n c a n a a n
informasi akan prospek pengembangan usaha.
3. 1. Kegiatan pendampingan
pengembangan usaha.
pengembangan usaha bagi

P
penyandang disabilitas emasaran merupakan
tantangan terbesar dalam

K
egiatan pendampingan dunia usaha kecil. Bagi
diberikan pada 36 penyandang disabilitas, asumsi yang
wirausahawan dengan melekat pada kemampuan
b. Materi pemasaran
disabilitas. Usaha yang dimiliki para penyandang disabilitas dan
wirausahawan ini setidaknya keterbatasan aksesibilitas lingkungan
mencakup hal berikut: menjadi hambatan tersendiri bagi
penyandang disabilitas untuk masuk
1. Usaha produksi makanan ringan 6. Usaha jasa pijat dan bertahan di dalam pasar. Materi
2. Usaha sablon 7. Usaha toko kelontong pendampingan pemasaran diberikan
3. Usaha jasa kecantikan 8. Usaha jasa kerajinan kain perca melalui teori di dalam kelas dan juga
4. Usaha servis elektronik 9. Usaha jahit praktik lapangan melalui survey pasar
5. Usaha kerajinan bambu 10. Usaha bengkel untuk mengetahui posisi produk
peserta pendampingan dan
bagaimana mereka bisa 'masuk' pasar
dan bersaing di dalamnya.

14 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 15


c. Materi media promosi 3. 2. Strategi keberlanjutan pendampingan

M S
edia promosi pemasaran diberikan untuk mendukung kegiatan ecara umum ide keberlanjutan Pusbis Disabilitas diharapkan mampu
pemasaran secara kreatif dengan menggunakan sumber daya yang ada. program berasal dari penyandang memfasilitasi proses saling melengkapi
Media promosi yang dlatihkan juga mencakup media promosi on line. disabilitas yang terlibat dalam dan saling belajar antar anggota PIB.
pendampingan. Mempertimbangkan akan PIB diharapkan mampu memotivasi
terbatasnya jaringan eksternal dan ragam anggota untuk senantiasa
d. Materi pengembangan pusat bisnis keterampilan yang dimiliki wirasusahawan meningkatkan kualitas produk.
dengan disabilitas, maka para peserta

M
ateri pengembangan pusat pendampingan memutuskan untuk
bisnis mencakup motivasi, menginisiasi sebuah wadah yang dapat
komitmen organisasi dan mensinergikan ragam keterampilan
pengelolaan untuk keberlanjutan. disabilitas. Wadah ini disebut dengan
Pusat bisnis ini merupaka ide exit Pusat Informasi Bisnis Disabilitas (Pusbis
strategy dari pendampingan yang Disabilitas). Setiap wirausahawan dengan
diajukan oleh peserta pendampingan disabilitas yang tergabung dalam Pusbis
dalam rangka optimalisasi Disabilitas memiliki kelebihan dan
sumberdaya kelompok usaha keterbatasan dalam mengembangkan
penyandang disabilitas. usahanya masing-masing. Oleh karena itu

Selain pelatihan soft skill di atas pendampingan ASB juga memfasilitasi


permintaan pelatihan hard skill yang ditujukan untuk mengembangkan kualitas dan “Saya hanya bisa menawarkan produk di rumah saja. Sebenarnya pingin
ragam produk usaha. Dalam pendampingan ini, pelatihan hard skill mencakup coba jual ke pasar tapi susah mobilitas. Enggak punya kendaraan sendiri dan
pelatihan pecah pola untuk kelompok usaha jahit dan pelatihan usaha pengawetan kendaraan umum juga sulit, enggak aksesibel untuk kursi roda. Jadinya,
bambu untuk kelompok usaha pengrajin bambu. konsumen saya ya yang dekat-dekat rumah aja, sulit berkembang.”
(Ibu Sriyati, Klaten)

Pemasaran menjadi masalah utama dalam pengembangan usaha. Tantangan ini


tidak hanya terletak pada persaingan dalam pasar itu sendiri tetapi juga pada
hambatan teknis yang menghalangi penyandang disabilitas untuk mempromosikan
produknya di luar tempat usaha (rumah)-nya sendiri. Oleh karena itu, Pusbis
Disabilitas secara khusus juga dirancang untuk memperkuat posisi wirausahawan
dengan disabilitas untuk menjaring pasar produk yang lebih luas dengan
menggunakan sumber daya yang ada pada setiap anggotanya, termasuk sumber
daya mobilitas fisik dan kemampuan berkomunikasi serta berjejaring yang ada pada
anggota.
16 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 17
Pusbis Disabilitas juga maka akan lebih mudah bagi
mempermudah wirasusahawan wirausahawan dengan disabilitas untuk

C.
dengan disabilitas untuk mengkoordinir mengkoordinir dan saling mendukung
akses terhadap sumber daya partisipasi mereka dalam pameran.
Ketangguhan:
eksternal, misalnya melalui partisipasi Keterlibatan dalam pameran merupakan Komponen Pengurangan
Pusbis Disabilitas dalam berbagai kesempatan wirausahawan dengan
pameran produk usaha kecil. Sebelum disabilitas untuk praktek sekaligus belajar
Risiko Bencana
tahun 2014, wirausahawan dengan langsung. Dalam pelaksanaan
disabilitas belum pernah mengkuti pendampingan (Oktober 2013 –
pameran produk karena keterbatasan Desember 2014), terhitung sudah Pusbis
waktu untuk mengkoordinir peserta
juga karena keterbatasan mobilitas
(kendaraan dan kemampuan fisik
Disabilitas sudah mengikuti pameran 3
(tiga) kali. Pameran ekonomi kreatif yang
diselenggarakan dalam rangka hari jadi Integrasi penyandang disabilitas
1.
untuk angkut dan bongkar muat produk Kabupaten Klaten yang ke-210 dalam Program Desa Tangguh
dalam stand pameran).Dengan Pusbis merupakan pameran pertama yang diikuti Bencana (BNPB) melalui Peraturan
Disabilitas sebagai wadah koordinasi oleh Pusbis Disabilitas. Kepala (Perka) BNPB No. 1 Tahun
2012 mencanangkan program
“Pameran ini merupakan pameran pertama bagi kami dan memberikan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.
pengalaman yang berarti. Dalam pameran ini kami belajar untuk Program nasional ini merupakan
mempromosikan produk dan juga mempelajari bagaimana produk kami dapat p e m b e l a j a r a n
bersaing dengan produk-produk serupa. Dalam pendampingan juga, kami penyelenggaraan penanggulangan
belajar bahwa menjalankan usaha bukan hanya tentang menghasilkan bencana yang telah diselenggarakan
produk tetapi bagaimana merencanakan peningkatan kualitas, memperluas berbagai pihak, pemerintah maupun
keragaman produk dan yang paling penting bagaimana cara non pemerintah sejak tahun 2004
memasarkannya.” pasca tsunami Aceh. Program
(Marwan, penyandang disabilitas, pengrajin kain perca Klaten). Nasional Desa Tangguh memberikan

V
isi penanggulangan bencana penekanan terhadap pelibatan aktif
Lebih jauh melalui divisi pendampingan bisnisnya, anggota Pusbis Indonesia adalah mewujudkan masyarakat dalam penanggulangan
Disabilitas berharap dapat mendukung pengembangan usaha Ketangguhan Bangsa dalam bencana (PB). Masyarakat yang
penyandang disabilitas yang belum tergabung dalam Pusbis atau Menghadapi Bencana. Ketangguhan memahami tentang komponen risiko
memotivasi penyandang disabiliitas lain untuk memulai usaha dan dalam hal ini tidak hanya dimaknai sebagai yang ada dilingkungan mereka dan
hidup mandiri. Selain itu PPCK sebagai organisasi payung penyandang hasil namun juga mencakup proses untuk masyarakat yang berdaya untuk
disabilitas berinisiatif untuk melaksanakan Training of Trainer (ToT) bagi mencapai dan memelihara kualitas mengelola dan menghadapi risiko
anggotanya agar mampu mendiseminasikan pelatihan pengembangan ketangguhan yang sudah ada. Dalam tersebutlah yang dibutuhkan untuk
usaha pada penyandang disabilitas lain yang belum mendapatkan rangka menuju ketangguhan bangsa. menopang ketangguhan.
pendampingan langsung dalam program ASB. Badan Nasional Penanggulangan
18 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 19
Secara operasional, Program pemberdayaan terkait PB yang berasal Prinsip inklusif dalam penerima tetapi juga menjadi target mitra
Nasional Desa Tangguh ditujukan dari berbagai pihak (pemerintah dan non penyelenggaraan Program Desa Tangguh pelaksana kegiatan Desa Tangguh.
untuk melembagakan dan pemerintah). Dalam mewujudkan hal ini, mencoba untuk merangkul semua Berbagai pembelajaran membuktikan
menstrukturisasi upaya dan hasil-hasil BNPB menentukan 6 komponen pokok kepentingan lintas sektor. Tujuan dari bahwa masyarakat penyandang
PB berbasis masyarakat. untuk menuju Desa Tangguh yang penerapan prinsip inklusif ini adalah agar disabilitas memiliki kapasitas untuk
Pelembagaan dan strukturisasi ini kemudian dikembangakan menjadi 20 penyelenggraan program Desa Tangguh terlibat langsung dalam PB baik pada
ditujukan untuk memberikan dampak indikator, seperti terlihat dalam tabel dapat melibatkan semua masyarakat dan tahap sebelum, saat, maupun pasca
yang lebih luas dan menjamin berikut: mendatangkan manfaat bagi semua bencana. Partisipasi masyarakat
keberlanjutan pendampingan masyarakat, tidak terkecuali penyandang disabilitas yang berarti (meaningful
N
disabilitas. Petunjuk teknis pelaksanaan participation) dalam mendayagunakan
KOMPONEN POKOK INDIKATOR
O Desa Tangguh secara jelas menyebutkan kapasitas yang ada mampu
1. LEGISLASI 1 Kebijakan/Peraturan Desa/Kel tentang PB/PRB
2. PERENCANAAN 2 Rencana Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi
bahwa penyandang disabilitas merupakan berkontribusi secara signifikan dalam
Komunitas, salah satu target utama program. Dalam pencapaian dan pemeliharaan kualitas
dan Rencana kontijensi
3. KELEMBAGAAN 3 Forum PRB konteks inklusif, penyandang disabilitas ketangguhan.
4 Relawan Penanggulangan Bencana/ Tim PB
tentunya tidak hanya menjadi target
5 Kerjasama antar pelaku dan wilayah
4. PENDANAAN 6 Dana tanggap darurat
7 Dana untuk PRB
5. PENGEMBANGAN 8 Pelatihan untuk pemerintah desa
KAPASITAS 9 Pelatihan untuk tim relawan
1 Pelatihan untuk warga desa
0
1 Pelibatan/partisipasi warga desa
1

2.
1 Pelibatan Perempuan dalam tim relawan
2
6. 1 Peta dan analisa risiko
PENYELENGGARAAN 3
PENANGGULANGAN 1 Peta dan jalur evakuasi serta tempat pengungsian Mengapa Desa Tangguh Inklusif
BENCANA 4

?
1 Sistem peringatan dini
5
1 Pelaksanaan mitigasi struktural (fisik)
6
1 Pola ketahanan ekonomi untuk mengurangi kerentanan
7 masyarakat
1 Perlindungan kesehatan kepada kelompok rentan
8

D
1 Pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk PRB
9 esa Tangguh ditandai dengan
2 Perlindungan aset produktif utama masyarakat
0
adanya masyarakat yang
memiliki kemampuan untuk
Melihat komponen dan indikator di atas dapat disimpulkan bahwa ketangguhan
mengantisipasi dan meminimalisasi risiko
merupakan isu lintas sektor. Sehingga peningkatan kapasitas ketangguhan yang
yang ditimbulkan oleh ancaman dan
disesuaikan dengan ancaman dan sumberdaya yang berada di sekitar lingkungan
mampu pulih segera setelah terkena
masyarakat maupun yang melekat pada individu anggota masyarakat hanya dapat
dampak bencana (John Twigg, 2009).
dicapai melalui kerjasama antar pihak.

20 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 21


Anggota masyarakat desa sendiri menjangkau setiap individu secara pula. Dalam hal ini, program Desa Tangguh Inklusif memandang setiap anggota
terdiri dari individu-individu yang langsung. Namun pendekatan inklusif masyarakat termasuk anak-anak, perempuan, lansia dan penyandang disabilitas,
memiliki karakter dan kapasitas yang yang ditekankan sejak awal mampu memiliki kapasitas untuk berkontribusi aktif mewujudkan ketangguhan.
beragam. Keragaman ini dapat meminimalisir tantangan ini. Pendekatan
menjadi modal sekaligus tantangan inklusif mampu memperluas dampak
menuju ketangguhan. Keragaman program hingga menjangkau sebanyak
dapat menjadi modal ketangguhan jika mungkin individu dengan seberagam
Inklusi

3.
terdapat upaya optimalisasi mungkin karakter dan kapasitas
mengangkat kapasitas
pendayagunaan ragam kapasitas masyarakat dalam suatu wilayah.
lintas sektor
masyarakat yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan dalam Prinsip PRB memberi penekanan
membangun ketangguhan masyarakat pada individu dan masyarakat yang
yang beragam pula. Di sisi lain berisiko. Oleh karena itu pengabaian (baik

K
egiatan berbasis mayarakat kerjasama antar pihak. Pemerintah
keragaman dapat menjadi tantangan disengaja maupun tidak disengaja) merupakan kegiatan yang sebagai penyedia layanan tidak dapat
yang menghambat jika keragamanan terhadap penyandang disabilitas, sebagai dilakukan oleh masyarakat untuk selalu berada di tengah masyarakat,
itu sendiri diabaikan dan kapasitas masyarakat yang terpapar risiko lebih masyarakat sebagai salah satu strategi sedangkan bencana dapat menimpa
diseragamkan (generalisasi) yang tinggi daripada masyarakat pada yang digunakan untuk memastikan masyarakat kapan saja sehingga
seringnya tidak sesuai dengan umumnya, berlawanan dengan prinsip perluasan dampak kesiapsiagaan
kebutuhan akan ketangguhan yang PRB itu sendiri. Pembenaran penyandang dan keberlanjutan masyarakat
melekat pada individu sebagai bagian disabilitas sebagai anggota masyarakat kegiatan. Kiranya menjadi hal vital.
dari anggota masyarakat. yang terpapar risiko lebih tinggi setidaknya pendekatan ini Di sisi lain dalam
dapat dihubungkan dengan hambatan sudah sangat tepat menentukan
Dalam suatu masyarakat yang praktis terkait akses terhadap informasi sekali bila prioritas dan
berada di wilayah rawan bencana, dan pendidikan kebencanaan dan jalur diterapkan dalam penyelenggaraan
semua anggota masyarakat tanpa evakuasi serta sistem peringatan dini yang upaya PRB untuk kegiatan PRB
terkecuali tentu terpapar risiko belum disesuaikan dengan kebutuhan dan ketangguhan. dibutuhkan
bencana. Pada saat bersamaan kemampuan penyandang disabilitas. M e n g i n g a t pengkajian yang
semua masyarakat berhak selamat
dan pulih dari bencana. Dengan Terkait dengan keragaman kapasitas perubahan paradigma penekanan cermat akan komponen risiko yakni,
demikian, pengukuran dan intervensi masyarakat, nilai-nilai inklusifitas yang mekanisme penanggulangan bencana ancaman, kerentanan dan kapasitas di
ketanguhan dan upaya peningkatan mendasari penyelenggaraan kegiatan Indonesia dari tanggap darurat menjadi mana masyarakat setempatlah yang
kapasitas ketangguhan juga harus Desa Tangguh dalam hal ini juga ditujukan PRB (mitigasi, pencegahan, dan paling mengenali ke-3 komponen ini.
menyasar semua anggota masyarakat. untuk optimalisasi pendayagunaan ragam kesiapsiagaan), maka penanggulangan
Disadari bahwa terbatasnya sumber kapasitas yang berguna untuk memenuhi bencana membutuhkan sumber daya dan
daya, menjadikan program penguatan kebutuhan dalam membangun
ketangguhan tidak mampu ketangguhan masyarakat yang beragam
22 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 23
Pendekatan inklusif-disabilitas

4. dalam PRB praktis:


Sekilas pengalaman ASB

S a y a n g n y a d a l a m landasan menuju ketangguhan


penyelenggaraan kegiatan berbasis masyarakat. Dengan demikian, apabila dilaksanakan di Desa Hargomulyo,
Pemerintah Indonesia dalam kebijakan
masyarakat tidak semua masyarakat terdapat suatu komponen masyarakat Kecamatan Gedangsari, Kabupaten
dan strategi program PRB menunjukkan
dapat terlibat. Menurut Survei yang tidak selaras maka ketangguhan Gunungkidul. Desa Hargomulyo terdiri
komitmen kuat dalam perwujudan PRB
Identifikasi Disabilitas terkait Bencana akan sulit dicapai. dari 14 dusun dan memiliki ancaman
inklusif disabilitas. Selain Program Desa
(ASB 2014), 76% penyandang bencana utama, gempa bumi dan
Tangguh yang memegang prinsip inklusi,
disabilitas yang tinggal di wilayah Dipahami bahwa tidak semua program tanah longsor. Penekanan pada
BNPB juga telah mengesahkan Peraturan
rawan bencana belum pernah terlibat pendampingan, termasuk program pelibatan aktif penyandang disabilitas
Kepala BNPB No. 14 Tahun 2014 tentang
dalam kegiatan pengurangan risiko pendampingan Desa Tangguh dapat dalam pelaksanaan program di
Penanganan, Perlindungan dan
bencana. Kemudian pertanyaannya menjangkau seluruh masyarakat secara Partisipasi Hargomulyo tidak
yang muncul adalah masyarakat yang individu secara langsung dikarenakan Penyandang dimaksudkan
mana yang terlibat, atau harus terlibat, keterbatasan SDM, waktu dan Disabilitas dalam u n t u k
atau seharusnya terlibat atau selalu penganggaran. Oleh karena itu perwakilan Penanggulangan mengkhususkan
terlibat, atau tidak terlibat, atau selalu masyarakat yang mengikuti kegiatan Bencana. Untuk pendampingan
tidak terlibat? Dan mengapa? Untuk pendampingan secara langsung harus mendukung t e r h a d a p
memastikan dampak kegiatan PRB mencerminkan representasi keseluruhan implementasi penyandang
yang optimal, pertanyaan tentang unsur masyarakat. Terlebih dalam Perka ini, Pusdiklat disabilitas namun
inklusi tersebut harus terjawab. kegiatan PRB menuju ketangguhan, BNPB telah lebih kepada
perwakilan unsur masyarakat yang paling mengembangkan upaya integrasi
Masyarakat dalam arti luas dapat berisiko terhadap bencana (anak-anak,
diartikan sebagai kumpulan individu perempuan, lansia, dan penyandang kurikulum pelatihan terkait PRB Inklusif (pemaduan) penyandang disabilitas
yang bertempat tinggal di suatu disabilitas) harus dihadirkan dan terlibat Disabilitas. ASB Indonesia, sebagai mitra dalam kegiatan PRB bersama-sama
wilayah, saling berinteraksi, aktif agar kapasitas dan kebutuhan unsur Pemerintah, dalam hal ini berupaya untuk dengan anggota masyarakat lainnya.
bergantung satu sama lain dan masyarakat ini teridentifikasi untuk mengaplikasikan kebijakan dan strategi Kontribusi aktif penyandang disabilitas
membentuk keterhubungan. Individu- kemudian ditindaklajuti dalam program Pemerintah dalam kegiatan PRB ini tentunya akan berdampak pada
individu yang ada di dalam suatu perencanaan kegiatan. Keterwakilan yang praktis berbasis masyarakat dan dalam perwujudan ketangguhan masyarakat
masyarakat terikat dalam suatu adil dan merata ini nantinya dapat kerangka Desa Tangguh Inklusif. Model secara menyeluruh (inklusif).
wilayah administrasi, norma dan nilai- mendukung keselarasan menuju program Desa Tangguh Inklusif oleh ASB
nilai sosial lainnya. Keterhubungan dan ketangguhan.
keterikatan inilah yang menjadi

24 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 25


O
utput kegiatan Desa Tangguh

5.
inklusif diarahkan pada
Mengubah kerentanan
pecapaian indikator Desa
menjadi kapasitas
Tangguh yang disebutkan dalam Petunjuk
Teknis Desa/Kelurahan Tangguh. Adapun,
Desa Tangguh Inklusif, memberikan
penekanan pada perluasan akses bagi
penyandang disabilitas untuk terlibat aktif

6.
Ancaman pada masyarakat x Kerentanan masyarakat Output Kegiatan
Risiko pada masyarakat= dalam seluruh rangkaian kegiatan.
Kapasitas masyarakat Desa Tangguh Inklusif
Keterlibatan aktif penyandang disabilitas
dapat menghasilkan output yang inklusif
pula. Hal ini dikarenakan keterlibatan
penyandang disabilitas mampu

T
erlihat jelas dalam perumusan memastikan bahwa kebutuhan dan
risiko di atas bahwa “pembiaran” kemampuan penyandang disabilitas turut
1
atas kerentanan pada salah satu diperhitungkan dalam PRB.
atau lebih unsur masyarakat akan
berdampak pada meningkatnya risiko
pada seluruh masyarakat. Sebaliknya
kapasitas yang ada pada satu atau lebih
unsur masyarakat akan berdampak pada
1
Komponen kerentanan disini tetap digunakan untuk penurunan tingkat risiko pada seluruh
menyesuaikan dengan formula yang sering dipakai masyarakat pula. Selama ini masyarakat
dalam kajian risiko. Namun demikian, dalam konteks
ketangguhan, ASB memberi fokus pada peningkatan dengan disabilitas lekat dengan
kapasitas bukan pada identifikasi kerentanan semata.
Semua individu yang terpapar risiko memiliki kapasitas kerentanan. Seharusnya label “rentan”
untuk mengelolanya dan risiko dapat dikurangi hanya
melalui peningkatan kapasitas. tersebut sudah cukup untuk menjadi
alasan kuat untuk melibatkan penyandang
disabilitas dalam kegiatan peningkatan
kapasitas dalam rangka mentransformasi
unsur kerentanan masyarakat dengan
disabilitas menjadi unsur kapasitas.
Transformasi ini tentunya berdampak luas
tidak hanya pada penurunan tingkat risiko
pada individu dengan disbilitas tetapi juga
penurunan tingkat risiko pada keluarga
dan masyarakat di sekitar mereka.
26 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 27
6.1. Ringkasan Hasil
Program Desa Tangguh Inklusif
di Desa Hargomulyo

 Rencana Penanggulangan RPBDes dan RAK disusun dengan  Rencana Kontinjensi Gempa dan Longsor (Renkon).
Bencana Desa (RPBDes) dan partisipasi penyandang disabilitas sejak Renkon disusun dengan memperhitungkan keberadaan penyandang disabilitas di
Rencana Aksi Komunitas (RAK) dari risk mapping hingga prioritisasi Hargomulyo. Simulasi inklusif tingkat dusun dan desa dilaksanakan untuk
kegiatan sehingga poin-poin perencanaan memastikan bahwa renkon telah sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya
yang terkandung juga memuat kebutuhan warga desa termasuk kebutuhan dan sumber daya warga dengan disabilitas.
dan kontribusi penyandang disabilitas
dalam penyelenggaraan PRB.  Tim Penanggulangan Bencana (Tim PB) tingkat dusun dan desa dan Forum PRB
Desa.
Anggota Tim PB dan Forum PRB mencakup perwakilan masyarakat dengan
disabilitas sehingga kegiatan Tim PB memperhatikan kebutuhan dan kemampuan
penyandang disabilitas. Lebih lanjut, Tim PB inklusif membuka ruang bagi
kerjasama masyarakat disabilitas dan non disabilitas untuk PRB inklusif, di mana
masing-masing unsur masyarakat memiliki peran yang setara, yakni sebagai aktor
aktif.

 Peningkatan kapasitas PRB dalam seting inklusif.


Setting inklusif dalam peningkatan kapasitas bagi masyarakat memungkinkan
adanya pengenalan dan sinergi potensi masing-masing unsur masyarakat terkait
apa yang mereka bisa kontribusikan ke dalam perwujudan ketangguhan desa.
Dalam hal ini, perwujudan ketangguhan desa membutuhkan potensi yang
beragam.
Pelibatan penyandang disabilitas dalam kegiatan peningkatan kapasitas tidak
hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pribadi mereka dalam
menghadapi bencana. Lebih lanjut, peningkatan kapasitas tersebut dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas penyandang disabilitas sebagai aktor aktif yang
mampu berkontribusi secara positif dalam perwujudan ketangguhan desanya
bersama – sama dengan unsur masyarakat lainnya.

28 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 29


Tantangan dan Kesempatan

1. Pemasaran produk usaha


penyandang disabilitas

D.
Ketangguhan Inklusif
dalam Praktek:
Kesempatan dan Tantangan

Tantangan
Sebagian besar wirausahawan dengan disabilitas yang terlibat dalam pendampingan
ini, mayoritas terhitung baru dalam memulai usahanya. Keragaman terletak pada

D
alam setiap kegiatan kualitas produk dan kapasitas dan keterampilan usaha namun satu tantangan yang
pemberdayaan masyarakat sama-sama mereka hadapi dan sangat berpengaruh pada pengembangan usaha
tentunya akan selalu terdapat adalah adalah pemasaran.
tantangan yang mendorong pendamping
untuk lebih fleksibel dalam mencari solusi Kesempatan
tanpa harus menurunkan kualitas kegiatan Sebagian besar wirausahawan dengan disabilitas membangun usaha bukan atas
pendampingan. Kejelian dalam dasar 'passion' atau keterampilan mereka dalam berwirausaha namun dikarenakan
memanfaatkan sumberdaya yang ada menjadi wirausaha menjadi satu-satunya pilihan mereka untuk mencari nafkah,
sudah menjadi 'inti' kegiatan memenuhi kebutuhan dan hidup mandiri mengingat kesempatan untuk mengakses
pemberdayaan yang berkelanjutan. Tugas lapangan kerja formal masih sangat terbatas. Keterampilan berwirausaha tentunya
pendamping bukan memperkenalkan hal tidak dapat dibangun hanya melalui pelatihan-pelatihan tetapi juga melalui praktek
baru melainkan memfasilitasi masyarakat usaha langsung yang mereka jalani. Namun demikian, masih terdapat pula
untuk lebih 'aware' atau sadar akan wirausahawan dengan disabilitas yang benar-benar memiliki keterampilan
sumber daya disekitar yang dapat mereka berwirausaha. Pembentukan wadah pusat informasi bisnis dapat mendukung
manfaatkan untuk meningkatkan proses saling belajar, menularkan keterampilan, dan saling mendukung antar
ketangguhan, khususnya ketangguhan wirausahawan dengan disabilitas, utamanya dalam hal berjejaring dan mengakses
yang inklusif. sumber daya dari pihak eksternal dan pemasaran produk.
30 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 31
2. Hambatan dan Dukungan PRB Inklusif Disabilitas 3. Memutus asumsi
Tantangan Tantangan
Survey Hambatan dan Dukungan dalam PRB Inklusif Disabilitas yang dilakukan oleh Selama ini, seringnya asumsi yang mengahalangi kegiatan inklusif disabilitas.
ASB dan Centre for Disability Research and Policy (Pusat Kajian dan Kebijakan Masyarakat non disabilitas berasumsi bahwa masyarakat disabilitas tidak dapat
Disabilitas), Universitas Sydney, 2014 menunjukkan bahwa hambatan besar dalam mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan karena akan kesulitan untuk terlibat dan
terlaksananya PRB Inklusif Disabilitas adalah, 1) terbatasnya sumber daya, 2) mereka tidak ingin memberatkan penyandang disabilitas, ada rasa “kasihan”.
terbatasnya pengalaman, dan 3) terbatasnya akses terhadap sumber daya. Ketiga Sebaliknya anggota masyarakat disabilitas menganggap bahwa mereka tidak
hambatan ini terkait dengan asumsi masyarakat luas bahwa disabilitas merupakan dilibatkan dalam kegiatan masyarakat karena dianggap tidak mampu untuk
'isu teknis” dan “isu terpisah' dari isu sosial masyarakat lainnya. Anggapan ini berkontribusi.
disebabkan oleh pandangan bahwa penanganan disabilitas membutuhan keahlian
medis, psikologis, dan akademik. Dengan demikian isu masyarakat, anak-anak dan Kesempatan
perempuan berbeda dengan isu masyarakat, anak-anak dan perempuan dengan Ketangguhan masyarakat sangat bergantung pada ketangguhan unsur-unsur yang
disabilitas. Pada dasarnya, keahlian-keahlian teknis tersebut tentu saja dapat ada pada masyarakat itu sendiri. Jika terdapat satu unsur yang tidak selaras makan
mendukung program pemberdayaan disabilitas. Namun, untuk mendapatkan ketangguhan akan sulit untuk tercapai. Oleh karena itu diperlukan adanya sinergi
keahlian tersebut dalam satu waktu dan dalam frekuensi yang intensif untuk situasi antar unsur-unsur masyarakat, tidak terkecuali unsur masyarakat non disabilitas
saat ini masih sulit. Dalam PRB, peningkatan kapasitas seharusnya diberikan kepada dengan unsur masyarakat disabilitas. Sinergi ini tentunya tidak akan terjadi apabila
masyarakat secepat atau setepat waktu mungkin karena kita tidak bisa menunda kedua belah pihak mempertahankan asumsinya masing-masing, yang cenderung
terjadinya bencana yang bisa menimpa masyarakat kapan saja dan kejadian bencana salah. Interaksi antara kedua belah unsur mampu meluluhkan asumsi karena dalam
tidak menunggu kapan kita memiliki sumber daya atau keahlian yang ideal. interkasi tersebut terbangun komunikasi dan kerjasama. Dalam komunikasi dan
kerjasama tersebut masing-masing unsur dapat memahami langsung posisi masing-
Kesempatan masing. Oleh karena itu dalam pendampingan, ASB mengupayakan kegiatan yang
Dalam pengalaman pendampingan ASB, didapati bahwa tidak harus menjadi seorang sama dalam waktu yang sama dan tempat yang sama bagi masyarakat non disabilitas
ahli disabilitas untuk melaksanakan program inklusif disabilitas. Seringnya kegiatan dan masyarakat disabilitas. Kegiatan pendampingan untuk keduanya tidak
PRB inklusif disabilitas dapat berjalan lancar dengan dukungan identifikasi yang baik dipisahkan kecuali pada awal-awal kegiatan sebagai persiapan pengintegrasian
terkait hambatan dan sumber daya yang ada pada disabilitas. Cara terbaik untuk menuju sinergi.
mengidentifikasi hal ini adalah dengan cara menanyakan langsung kepada
penyandang disabilitas itu sendiri. Dalam hal ini, terbukti penyandang disabilitas yang
paling memahami “permasalahannya” dan sekaligus paling mengerti bagaimana
solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kemitraan (integrasi aktif)
penyandang disabilitas dan organisasi penyandang disabilitas dalam kegiatan
mampu meminimalisir tantangan “teknis” dalam pelaksanaan PRB Inklusif Disbailitas.
Dapat disimpulkan bahwasannya sumberdaya PRB inklusif disabilitas sudah ada
hanya kita saja yang belum memanfaatkannya.

32 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 33


Dalam pendampingan, ASB mengupayakan tempat pertemuan yang mudah

4. Inklusif: pendekatan masyarakat secara menyeluruh


dijangkau semua peserta tidak terkecuali penyandang disabilitas. Tempat pertemuan
tidak harus di kantor desa atau rumah Pak Dusun tetapi juga rumah warga. Selain itu
ASB mendorong agar peserta saling bekerjasama, misalnya warga yang memiliki
Tantangan
kendaraan menjemput dan mengantar peserta yang tidak memiliki kendaraan. ASB
Kegiatan pendampingan dengan
juga memodifikasi kegiatan dan output kegiatan yang seharusnya tingkat desa
melibatkan penyandang disabilitas
menjadi tingkat dusun untuk optimalisasi keterlibatan seluruh masyarakat. Wilayah
menantang fasilitator pendampingan
satu desa bisa jadi sangat luas sehingga sulit bagi masyarakat untuk terlibat secara
untuk lebih peka pada ragam kebutuhan
intens dalam kegiatan yang dilakukan pada tingkat desa.
dan kemampuan peserta

5.
pendampingan. Dalam satu kegiatan
pendampingan mungkin saja terdapat
Visibilitas disabilitas
peserta yang memiliki hambatan untuk
Tantangan
menulis, melihat, mendengar, berjalan,
Selama ini perencanaan dan pelaksanakan kegiatan masyarakat sebagian besar
dan sebagainya, yang masing-masing
belum menyasar penyandang disabilitas dikarenakan masyarakat penyandang
membutuhkan penyesuaian praktis agar
disabilitas termasuk dalam kategori 'hidden population” yang keberadaan,
bisa terlibat.
kemampuan dan kebutuhannya “tersembunyi” atau “tidak terlihat”. Penyandang
Kesempatan disabilitas juga jarang terlihat dan berbaur dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena
Beragamnya kebutuhan dan kemampuan peserta pendampingan tidak itu keberadaan mereka semakin tidak disadari.
mengharuskan pendamping melakukan kegiatan secara terpisah yang tentunya ASB : Ibu pernah ikut rapat atau kegiatan di desa?
memakan waktu dan sumber daya. Kegiatan dengan setting inklusif dan fasilitasi Tukini : Enggak pernah
reasonable accomodation mampu mendorong peserta yang membutuhkan ASB : Dusun?
dampingan khusus untuk terlibat aktif. Tukini : Enggak pernah
Setting inklusif dapat di mulai dengan hal sederhana berikut: pengaturan tempat ASB : RT?
duduk peserta, pemilihan material yang dapat dimanfaatkan semua peserta (audio, Tukini : Enggak pernah
video, cetak, dll), pemilihan metode penyampaian materi (ceramah, diskusi (Interview ASB dengan seorang masyarakat dengan disabilitas saat identifikasi
kelompok, brainstorming, dll) dan pemilihan tempat lokasi pelatihan yang aksesibel potensi keterlibatan disabilitas dalam PRB, 2014)
bagi semua.
Fasilitasi reasonable accomodation atau penyesuaian akomodasi juga dapat Kesempatan
mendorong partisipasi aktif penyandang disabilitas. Akomodasi ini dapat berupa PRB Inklusif Disabilitas mendorong keterlibatan penyandang disabilitas dalam
penerjemah bahasa isyarat bagi peserta yang kesulitan mendengar, penyediaan kegiatan masyarakat. Lebih lanjut keterlibatan ini mampu meningkatkan visibilitas
material dalam huruf Braille bagi peserta yang kesulitan melihat, dan penyediaan atau 'keterlihatan” penyandang disabilitas dalam kehidupan masyarakat. Berbaurnya
jeronjong atau 'ramp' portable bagi pengguna kursi roda. penyandang disabilitas dengan masyarakat umum melalui kegiatan PRB mampu
Seringnya penyandang disabilitas tidak dapat hadir dalam pertemuan karena tempat memberikan penyadaran secara tidak langsung tentang keberadaan, kebutuhan dan
pertemuan jauh, tidak memiliki kendaraan dan kendaraan umum tidak tersedia. kemampuan penyandang disabilitas. Tentunya penyadaran ini akan berdampak pula
pada perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan masyarakat di luar PRB.
34 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 35
dimiliki.

6. Identifikasi penyandang disabilitas


Misalnya, bagi individu yang berkesulitan mendengar tetapi tidak berkesulitan
melihat, pendamping dapat mengembangkan dan menyampaikan informasi prosedur
keselamatan dari bencana melalui media visual dengan konten yang sama pada
Tantangan
media yang diperuntukkan untuk masyarakat umum lainnya. Namun apabila seorang
Dimanakah penyandang disabilitas berada? Berapakah jumlah penyandang
individu tidak berkesulitan mendengar namun memiliki kesulitan berjalan, misal
disabilitas yang ada di masyarakat? Kedua pertanyaan tersebut merupakan
pengguna kursi roda, maka teknik penyampaian informasi bisa disamakan dengan
pertanyaan sederhana dengan beragam jawaban. Ragam jawaban ini dikarenakan
teknik penyampaian informasi yang diperuntukkan masyarakat umum, namun konten
persepsi kita tentang disabilitas yang berbeda-beda namun tetap masih mendasar
informasi harus disesuaikan dengan kemampuan individu tersebut sehingga bisa ia
pada pelabelan subyektif yang dihubungkan dengan bentuk fisik atau karakter
praktikkan.
penyandang disabilitas. Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat pelabelan tidak
Untuk mendukung perancangan kegiatan berdasarkan kebutuhan, pendamping
banyak membantu dalam merancang program yang inklusif. Dalam pelabelan tidak
dapat menggunakan pertanyaan Washington Group. Pertanyaan ini dikembangkan
nampak hambatan dan kapasitas seseorang untuk berkontribusi positif kepada
guna menyederhanakan identifikasi disabilitas dari segi non teknis atau non medis
masyarakatnya. Pelabelan hanya berhenti pada label itu sendiri dan tidak dapat
dan dapat dilakukan oleh orang awam termasuk masyarakat yang tinggal di sekitar
dikembangkan untuk merancang intervensi apa yang dibutuhkan untuk mengurangi
penyandang disabilitas. Jika kita menanyakan pada masyarakat adakah penyandang
hambatan dan meningkatkan kapasitas.
disabilitas yang tinggal di sekitar mereka, maka kemungkinan masyarakat sulit untuk
menjawab atau menjawab berdasarkan asumsi yang belum tentu benar. Jika
Kesempatan
pertanyaannnya kita sederhanakan menjadi, adakah masyarakat di sekitar yang
Dalam integrasi penyandang disabilitas tentunya diperlukan informasi tentang
mengalami kesulitan melihat, berjalan dan sebagainya pasti masyarakat dapat
penyandang disabilitas. Namun, dikarenakan informasi terkait label disabilitas tidak
dengan mudah menjawab. Sebagai contoh data penyandang disabilitas dari Desa
membantu dalam merancang pendekatan program iinklusif, maka identifikasi
Hargomulyo, Gedangsari, Gunungkidul yang didapat dari data desa adalah 125
disabilitas sebaiknya didasarkan pada penggalian informasi terkait hambatan spesifik
setelah melakukan verifikasi dengan menggunakan pertanyaan Washington Group
yang mereka alami dan kapasitas apa yang mereka miliki. Informasi jumlah warga
jumlah disabilitas di desa tersebut menjadi 221. Hal ini berimplikasi bahwa pertanyaan
yang memiliki hambatan berjalan atau naik turun tangga lebih berguna dari pada
Washington Group lebih praktis dan mempermudah identifikasi oleh masyarakat yang
informasi terkait jumlah warga yang tuna daksa (label). Dalam PRB misalnya,
sebagian besar awam akan pelabelan medis, akademik atau psikologis yang selama
informasi tentang warga yang mengalami kesulitan berjalan atau naik turun tangga
ini digunakan untuk mengidentifikasi penyandang disabilitas. Berikut 6 set pertanyaan
dapat memberikan petunjuk kepada kita misalnya terkait penentuan jalur evakuasi
yang dikembangkan oleh Washington Group.
dan tempat evakuasi yang aksesibel.
Sampel hasil identifikasi penyandang disabilitas menggunakan Washington
Terkait pengembangan kapasitas informasi mengenai hambatan dan kapasitas juga
Group Question, ASB 2014
sangat berguna dalam mengembangan informasi dan mekanisme penyampaian
INFORMASI TERKAIT DISABILITAS (MENGGUNAKAN WASHINGTON GROUP QUESTIONS)
informasi kepada penyandang disabilitas. Dalam upaya pengembangan kapasitas
Berjalan/ Mengingat/
yang inklusif, pendamping harus memastikan pengembangan informasi yang Melihat Mendengar naik-turun tangga konsentrasi Rawat diri Komunikasi

Tidak kesulitan 65.3% 64.6% 45.4% 48.3% 69.2% 47.5%


aksesibel baik dari segi media informasi, konten informasi dan penyampaian
Sesekali kesulitan 15.7% 15.0% 14.4% 20.9% 11.7% 20.8%
informasi. Dalam hal ini penyandang disabilitas tidak hanya diharapkan mampu
Banyak kesulitan 13.0% 13.6% 27.6% 23.2% 9.6% 21.2%
mendapatkan informasi tetapi juga mempraktekkannya. Dengan demikian konten
Tidak dapat melakukan sama sekali 5.8% 4.3% 12.5% 6.8% 9.5% 9.9%
informasi harus disesuaikan dengan hambatan yang di alami dan kapasitas yang
Tidak menjawab 0.2% 2.6% 0.1% 0.8% 0.1% 0.7%

36 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 37


Pertanyaan Washington Group mengidentifikasi 6 hambatan yang mungkin dialami
oleh individu dengan 5 pilihan jawaban dari tidak kesulitan hingga tidak dapat
melakukan sama sekali. Pilihan ini dapat digunakan untuk menjadi acuan analisa
E. Kesimpulan

hambatan dan tingkat kesulitan. Pertanyaan Washington Group diajukan langsung


kepada penyandang disabilitas atau pendampingnya (jika penyandang disabilitas
tidak mampu menjawab). Dalam hal ini, interviewer yang mengajukan pertanyaan

S
tidak boleh berasumsi. Semua jawaban harus berasal dari penyandang disabilitas etiap masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana tentunya terpapar
sendiri atau pendamping disabilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari. risiko bencana dan tingkat risiko yang dialami sangat bergantung pada tingkat
ketangguhan. Perubahan paradigma kerentanan menjadi ketangguhan
mengakui bahwa semua masyarakat tidak terkecuali penyandang disabilitas pada
dasarnya memiliki kapasitas untuk berkontribusi aktif dalam pengelolaan risiko. Lebih
lanjut peningkatan kapasitas yang diberikan pada masyarakat, baik disabilitas
maupun non disabilitas, mampu meningkatkan kemampuan mereka untuk
mengurangi risiko.

Pengalaman pelaksanaan program ketangguhan ASB menunjukkan bahwa


peyandang disabilitas merupakan sumber daya potensial. Namun dikarenakan
asumsi yang cenderung tidak benar dan keberadaan penyandang disabilitas yang
“tidak terlihat”, sumber daya ini belum termanfaatkan secara maksimal.

Kegiatan pemberdayaan penyandang disabilitas seringnya dianggap harus selalu


dilaksanakan secara terpisah dan mengedepankan hal-hal teknis. Anggapan ini
mempersempit ruang interaksi antara masyarakat disabilitas dengan masyarakat non
disabilitas dan secara tidak langsung juga mengurangi kesempatan kerjasama semua
unsur masyarakat dalam mewujudkan ketangguhan. Pelaksanaan pendampingan
terpisah juga mengurangi kesempatan penguatan keterikatan sosial antara
masyarakat disabilitas dan masyarakat non disabilitas. Telah banyak dikaji bahwa
keterikatan sosial masyarakat merupakan salah satu pijakan utama untuk
mewujudkan ketangguhan karena didalamnya terdapat upaya kerjasama.
Keterikatan sosial yang berkualitas mampu memelihara dan memperkuat kapasitas
masyarakat yang ada di dalamnya. Dalam rangka menumbuhkan dan memelihara
keterikatan sosial ini, maka kegiatan pendampingan masyarakat menuju
ketangguhan seharusnya didasarkan pada prinsip inklusif dengan menerapkan
pendekatan masyarakat yang menyeluruh (whole communty approach) di mana
setiap unsur masyarakat dapat berkontribusi aktif dan merasakan manfaat dari
integrasi kontribusinya tersebut.

38 | Disabilitas dalam Ketangguhan Disabilitas dalam Ketangguhan | 39

Anda mungkin juga menyukai