Anda di halaman 1dari 6

Nama : Munawar Bahrul Hayat

Nim : 2002010239
Kelas : Manajemen G

Tugas diktat perpajakan

1. Materi dari kelompok 1

• Dasar-dasar perpajakan berdasarkan ketentuan umum dan tata cara

Perpajakan.

pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh otang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya

di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk

membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya

sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut 0antara

lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi,

pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk

membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Hukum pajak merupakan hukum yang

telah disusun dalam undang-undang yang memiliki tujuan dan fungsi sebagaimana telah

dirancang dalam undang-undang itu sendiri.

2. Materi dari kelompok 2

• Pajak penghasilan pasal 21

PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji,upah,honorarium,tunjangan dan

pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubung dengan pekerjaan atau

jabatan,jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang di wajibkan oleh UU No.7

Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.17 Tahun

2000 dan terbaru pada tahun 2013 untuk memotong PPh pasal 21.
3. Materi dari kelompok 3

• Pajak penghasilan pasal 22Berdasarkan pembahasan mengenai “Prosedur Pelaksaan Pemungutan


Penyetoran dan Pelaporan PPh

Pasal 22 Atas Pengadaan Barang pada Bab III maka dapat diambil beberapa hal berikut :

1. PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, baik Pemerintah

Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintahan dan lembagalembaga negara
lain, berkenan dengan pembayaran atas penerapan barang, dan badanbadan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang
lain.

2. PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang adalah bentuk pemotongan atau pemungutan
pajak yang dilakukan pihak BUMN terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan
pembayaran atas pengadaan atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)
3. Kegiatan yang tidak dikenakan PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang adalah Pembayaran
atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara.
4. Tarif PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang adalah 1,5% dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (Ber-NPWP) dan 3% dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (tidak ber-NPWP) Besarnya Pajak terutang dihitung
dengan mengalikan tarif pajak pasal 22 atas pembayaran pembeliaan barang dengan DPP
PPN.
5. Pajak dipotong oleh Pemungut pada saat dilakukan pembayaran.
6. Pembayaran PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang
pajak penghasilan 22.
7. Penyetoran PPh pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 10 berikutnya.
4. Materi dari kelompok 4
Pajak penghasilan pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 ( PPH Pasal 23) adalah pajak yang dipotong oleh pemungut
pajak dari wajib pajak saat transaksi yang meliputi transaksi dividen, royalti, bunga, hadiah
dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain
tanah atau transfer bangunan atau jasa. Pemotongan PPh Pasal 23 sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan yaitu pada akhir bulan jatuh tempo pembayaran
penghasilan. Penyetoran PPh Pasal 23 dilakukan tepat waktu atau paling lambat tanggal 10
bulan.
5. Materi dari kelompok 5

• Pajak penghasilan pasal 24

PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak

untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak

terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia

dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang dibayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di

luar negeri tidak melebihi hutang yang ingin dibayar di Indonesia. Pemanfaatan kredit pajak

di luar negeri ini, peringatan wajib pajak tidak terkena pajak ganda.

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan

yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain

bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok

Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap

Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan

mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

6. Materi dari kelompok 6

• Pajak penghasilan pasal 25

Pph pasal 25 mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak

berjalan yang harus di bayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan jadi kita sebagai

masyarakat yang baik harus tepat waktu dalam membayar pajak.

7. Materi dari kelompok 7

• Pajak petambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah

Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap barang mewah termasuk di dalamnya tas-tas mewah

yang terbuat dari kulit maupun kulit tiruan secara normatif tidak konsisten dengan UU 42/2009

khususnya pada bagian penjelasan pasal 5 ayat 1 UU 42/2009. Ketidaksesuaian ini adalah

sebagai berikut :

a) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah
merupakan kebijakan yang tidak memperhatikan keseimbangan beban pajak antara masyarakat

yang berpenghasilan tinggi dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah dikarenakan

dengan adanya pembebasan PPnBM, beban pajak bagi konsumen yang mengkonsumsi barangbarang
mewah yang pada umumnya masyarakat menengah ke atas menjadi semakin ringan

sehingga menimbulkan dampak regresif dalam pemungutan pajak.

b) Kebijakan pembebasan PPnBM juga bertentangan dengan maksud adanya penganaan

PPnBM yaitu dalam rangka mengendalikan pola konsumsi terhadap barang-barang mewah

dalam hal ini tas mewah, dengan membebaskan PPnBM terhadap tas mewah dan barang

mewah lainnya maka pemerintah tidak berusaha untuk mengendalikan konsumsi barang

mewah melainkan merangsang konsumen untuk mengkonsumsi tas mewah.

c) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah juga

terbukti tidak dapat melindugi produsen kecil karena pada faktanya jumlah impor tas-tas yang

terbuat dari kulit maupun kulit tiruan bertambah yang mengakibatkanbanyaknya jumlah

produk impor di pasar Indonesia yang menggerus penjualan produk dari dalam negeri.

d) Kebijakan ini juga tidak menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk mengamankan

penerimaan negara dalam sektor pajak.

e) Dalam bagian penjelasan pasal 5 ayat 1 UU 42/2009 diberikan kualifikasi barang yang

termasuk ke dalam kategori barang mewah, dan tas-tas yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan

memenuhi kualifikasi sebagai barang mewah, karena tas yang terbuat dari kulit maupun kulit

tiruan adalah bukan barang kebutuhan pokok, barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat

tertentu khususnya oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan barang tersebut merupakan

barang yang digunakan untuk menunjukkan status.

f) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah juga

gagal dalam mencapai tujuan-tujuannya, tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan

daya beli masyarakat namun data menunjukkan bahwa kebijaksanaan pembebasan PPnBM

tidak memberikan pengaruh terhadap daya beli masyarakat, lebih khususnya pembebasan

PPnBM ini juga tidak menambah daya beli masyarakat atas tas-tas mewah karena harga tinggi

maupun rendah masyarakat menengah ke atas akan tetap membeli tas mewah tersebut karena

faktor bentuk nyabukan harganya. Jadi baik secara normatif maupun secara
sosiologisKebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas

mewah tidak konsisten dengan UU 42/2009 dan tidak efektif dalam mencapai tujuantujuannya.

2. Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah juga

menunjukkan ketidakkonsistenannya dengan asas keadilan dalam hukum pajak. Kebijakan

pembebasan PPnBMterhadap tas-tas mewah dan barang mewah lainnya hanya dinikmati oleh

segelintir orang yaitu masyarakat yang mampu mengkonsumsi tas mewah yang jumlahnya

hanya 10% dari jumlah total penduduk Indonesia.

a) Kebijakan ini juga menimbulkan kesenjangan beban pajak antara masyarakat yang

berpenghasilan tinggi dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah, dengan terjadinya

kesenjangan beban pajak antara masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan masyarakat

berpenghasilan rendah maka kebijakan ini juga akan menimbulkan ketidakadilan bagi

masyarakat.

b) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah tidak

memberikan perhatian pada kesetaraan masyarakatnya, karena kebijakan ini memberikan

keringanan beban pajak hanya kepada masyarakat yang mampu mengkonsumsi tas mewah dan

barang mewah lainnya bukan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga

masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi yang seharusnya membayar pajak lebih tidak

lagi dibebankan dengan pajak tambahan yang berujung pada tidak dapat tercapainya keadilan

sosial di dalam masyarakat.

8. Materi dari kelompok 8


• Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan

Menurut Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000, Bea perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan, dan inilah yang dinamakan dengan pajak. Adapun Hak atas Tanah dan atau

Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,

sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
Yang menjadi subjek dari BPHTB ini adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai tanah

dan bangunan dan ini juga sesuai dengan yang terdapat dalam UU BPHTB. Sedangkan yang

menjadi objek dari BPHTB ini yaitu tanah dan bangunan.

Dasar dari pengenaan BPHTB ini yaitu nilai perolehan Objek pajak (NPOP), dan kemudian

yang dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). Dan tarif

yang diberlakukan dalam perhitungan BPHTB ini adalah tarif final sebesar 5% sebagaiman

terdapat dlam UU No. 20 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan tahun 2004.

Anda mungkin juga menyukai