Manajemen
Manajemen
Nim : 2002010239
Kelas : Manajemen G
Perpajakan.
pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh otang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya
sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut 0antara
lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi,
pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk
membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Hukum pajak merupakan hukum yang
telah disusun dalam undang-undang yang memiliki tujuan dan fungsi sebagaimana telah
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubung dengan pekerjaan atau
jabatan,jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang di wajibkan oleh UU No.7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.17 Tahun
2000 dan terbaru pada tahun 2013 untuk memotong PPh pasal 21.
3. Materi dari kelompok 3
Pasal 22 Atas Pengadaan Barang pada Bab III maka dapat diambil beberapa hal berikut :
1. PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintahan dan lembagalembaga negara
lain, berkenan dengan pembayaran atas penerapan barang, dan badanbadan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang
lain.
2. PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang adalah bentuk pemotongan atau pemungutan
pajak yang dilakukan pihak BUMN terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan
pembayaran atas pengadaan atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN)
3. Kegiatan yang tidak dikenakan PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang adalah Pembayaran
atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara.
4. Tarif PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang adalah 1,5% dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (Ber-NPWP) dan 3% dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (tidak ber-NPWP) Besarnya Pajak terutang dihitung
dengan mengalikan tarif pajak pasal 22 atas pembayaran pembeliaan barang dengan DPP
PPN.
5. Pajak dipotong oleh Pemungut pada saat dilakukan pembayaran.
6. Pembayaran PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang
pajak penghasilan 22.
7. Penyetoran PPh pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 10 berikutnya.
4. Materi dari kelompok 4
Pajak penghasilan pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 ( PPH Pasal 23) adalah pajak yang dipotong oleh pemungut
pajak dari wajib pajak saat transaksi yang meliputi transaksi dividen, royalti, bunga, hadiah
dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain
tanah atau transfer bangunan atau jasa. Pemotongan PPh Pasal 23 sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan yaitu pada akhir bulan jatuh tempo pembayaran
penghasilan. Penyetoran PPh Pasal 23 dilakukan tepat waktu atau paling lambat tanggal 10
bulan.
5. Materi dari kelompok 5
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak
untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak
terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia
dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang dibayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di
luar negeri tidak melebihi hutang yang ingin dibayar di Indonesia. Pemanfaatan kredit pajak
di luar negeri ini, peringatan wajib pajak tidak terkena pajak ganda.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan
yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain
Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pph pasal 25 mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan yang harus di bayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan jadi kita sebagai
Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap barang mewah termasuk di dalamnya tas-tas mewah
yang terbuat dari kulit maupun kulit tiruan secara normatif tidak konsisten dengan UU 42/2009
khususnya pada bagian penjelasan pasal 5 ayat 1 UU 42/2009. Ketidaksesuaian ini adalah
sebagai berikut :
a) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah
merupakan kebijakan yang tidak memperhatikan keseimbangan beban pajak antara masyarakat
dengan adanya pembebasan PPnBM, beban pajak bagi konsumen yang mengkonsumsi barangbarang
mewah yang pada umumnya masyarakat menengah ke atas menjadi semakin ringan
PPnBM yaitu dalam rangka mengendalikan pola konsumsi terhadap barang-barang mewah
dalam hal ini tas mewah, dengan membebaskan PPnBM terhadap tas mewah dan barang
mewah lainnya maka pemerintah tidak berusaha untuk mengendalikan konsumsi barang
c) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah juga
terbukti tidak dapat melindugi produsen kecil karena pada faktanya jumlah impor tas-tas yang
terbuat dari kulit maupun kulit tiruan bertambah yang mengakibatkanbanyaknya jumlah
produk impor di pasar Indonesia yang menggerus penjualan produk dari dalam negeri.
d) Kebijakan ini juga tidak menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk mengamankan
e) Dalam bagian penjelasan pasal 5 ayat 1 UU 42/2009 diberikan kualifikasi barang yang
termasuk ke dalam kategori barang mewah, dan tas-tas yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan
memenuhi kualifikasi sebagai barang mewah, karena tas yang terbuat dari kulit maupun kulit
tiruan adalah bukan barang kebutuhan pokok, barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu khususnya oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan barang tersebut merupakan
f) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah juga
gagal dalam mencapai tujuan-tujuannya, tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan
daya beli masyarakat namun data menunjukkan bahwa kebijaksanaan pembebasan PPnBM
tidak memberikan pengaruh terhadap daya beli masyarakat, lebih khususnya pembebasan
PPnBM ini juga tidak menambah daya beli masyarakat atas tas-tas mewah karena harga tinggi
maupun rendah masyarakat menengah ke atas akan tetap membeli tas mewah tersebut karena
faktor bentuk nyabukan harganya. Jadi baik secara normatif maupun secara
sosiologisKebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas
mewah tidak konsisten dengan UU 42/2009 dan tidak efektif dalam mencapai tujuantujuannya.
2. Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah juga
pembebasan PPnBMterhadap tas-tas mewah dan barang mewah lainnya hanya dinikmati oleh
segelintir orang yaitu masyarakat yang mampu mengkonsumsi tas mewah yang jumlahnya
a) Kebijakan ini juga menimbulkan kesenjangan beban pajak antara masyarakat yang
kesenjangan beban pajak antara masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan masyarakat
berpenghasilan rendah maka kebijakan ini juga akan menimbulkan ketidakadilan bagi
masyarakat.
b) Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah termasuk tas mewah tidak
keringanan beban pajak hanya kepada masyarakat yang mampu mengkonsumsi tas mewah dan
barang mewah lainnya bukan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga
masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi yang seharusnya membayar pajak lebih tidak
lagi dibebankan dengan pajak tambahan yang berujung pada tidak dapat tercapainya keadilan
dan Bangunan
Menurut Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000, Bea perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan, dan inilah yang dinamakan dengan pajak. Adapun Hak atas Tanah dan atau
Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
Yang menjadi subjek dari BPHTB ini adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai tanah
dan bangunan dan ini juga sesuai dengan yang terdapat dalam UU BPHTB. Sedangkan yang
Dasar dari pengenaan BPHTB ini yaitu nilai perolehan Objek pajak (NPOP), dan kemudian
yang dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). Dan tarif
yang diberlakukan dalam perhitungan BPHTB ini adalah tarif final sebesar 5% sebagaiman
terdapat dlam UU No. 20 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan tahun 2004.