Anda di halaman 1dari 38

IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER PADA RIMPANG TEMU IRENG

(Curcuma aeruginosa Roxb.) DENGAN METODE KROMATOGRAFI


LAPIS TIPIS

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

NANDA KENCANA DWI PANGESTI

NIM : 1813420

AKADEMI FARMASI KUSUMA HUSADA

PURWOKERTO

TAHUN 2021
IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER PADA RIMPANG TEMU IRENG
(Curcuma aeruginosa Roxb.) DENGAN METODE KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Akhir Program Pendidikan Diploma III Farmasi

Disusun oleh :

Nanda Kencana Dwi Pangesti

NIM : 1813420

AKADEMI FARMASI KUSUMA HUSADA

PURWOKERTO

TAHUN 2021

i
PENGESAHAN

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER PADA RIMPANG TEMU IRENG


(Curcuma aeruginosa Roxb.) DENGAN METODE KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS
Oleh :

Nanda Kencana Dwi Pangesti


NIM :1813420
Telah dipertahankan di Depan Tim Penguji
Pada hari/tanggal : ………………………………………
TIM PENGUJI

Penguji I,

(………………………)
NIK
Penguji II,

(………………………)
NIK
Penguji III,

(………………………)
NIK
Mengetahui,
Direktur
Akademi Farmasi Kusuma Husada Purwokerto

(Arief Kusuma Wardani, M.Pharm.Sci)


NIK

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama : Nanda Kencana Dwi Pangesti

NIM : 1813420

Program Studi : Diploma III Farmasi

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam


penulisan KTI saya yang berjudul “IDENTIFIKASI METABOLIT
SEKUNDER PADA RIMPANG TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb.)
DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS”.

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat,


maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat ini saya buat dengan sebenarnya-benarnya.

Purwokerto,

Nanda Kencana Dwi Pangesti


NIM. 1813420

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER PADA

RIMPANG TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb.) DENGAN

METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, banyak pihak yang telah

memberikan bantuan berupa bimbingan, arahan, baik dalam bentuk

materi maupun non materi. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Arief Kusuma Wardani, M.Pharm.Sci selaku Direktur

Akademi Farmasi Kusuma Husada Purwokerto.

2. Ibu Aulia Nisa Khusnia, M.A selaku dosen pembimbing I dan Bapak

Arief Kusuma Wardani, M.Pharm.Sci selaku dosen pembimbing II

yang dengan ketulusan hati banyak memberikan arahan,

bimbingan, sumbangan fikiran dan meluangkan waktu dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Seluruh staff Akademi Farmasi Kusuma Husada Purwokerto

4. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membesarkan

dengan penuh kasih sayang, dan tiada bosan-bosannya

mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan pendidikan.

iv
5. Seluruh teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini.

Untuk seluruh bantuan baik moral atau materi yang diberikan kepada

penulis selama ini, penulis ucapkan terimakasih. Penulis menyadari

bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis

mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya, semoga karya tulis ilmiah ini

bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Purwokerto,

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................... i

Pengesahan......................................................................................... ii

Halaman Pernyataan........................................................................... iii

Kata Pengantar.................................................................................... iv

Daftar Isi............................................................................................... vi

Daftar Tabel.......................................................................................... ix

Daftar Gambar..................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................... 1

B. Perumusan Masalah...................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian............................................................................ 3

D. Hipotesis......................................................................................... 4

E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4

F. Keaslian Penelitian......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 5

A. Deskripsi temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)....................... 5

1. Sejarah temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)............ 5

2. Morfologi temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.).......... 5

3. Taksonomi dan klasifikasi temu ireng .............................. 6

4. Kandungan temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)...... 7

B. Ekstraksi - Maserasi ...................................................................... 8

C. Uji Identifikasi................................................................................. 8

D. Metabolit Sekunder........................................................................ 10

vi
1. Alkaloid............................................................................. 10

2. Flavonoid.......................................................................... 12

3. Saponin............................................................................ 13

4. Tanin................................................................................. 13

5. Triterpenoid/Steroid.......................................................... 14

E. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).......................................... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................. 18

A. Alat Penelitian................................................................................ 18

B. Prosedur Penelitian........................................................................ 18

1. Determinasi Tanaman....................................................... 18

2. Jalannya Penelitian........................................................... 18

C. Analisis Data.................................................................................. 24

D. Waktu Penelitian............................................................................ 24

DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 26

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.5.1 Keaslian Penelitian........................................................... 3

Tabel 3.2.3 Waktu Penelitian............................................................... 18

DAFTAR GAMBAR

viii
Gambar 2.A.1 Rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)..... 5

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan

tanaman obat dalam bentuk rimpang dari keluarga Zingiberaceae

yang banyak ditemui di berbagai lokasi di Indonesia (Bos et all.,

2007). Senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung seperti

flavonoid, saponin, triterpenoid, dan polifenol sering dimanfaatkan

sebagai obat herbal.

Temu ireng telah banyak dimanfaatkan secara empiris untuk

membantu memelihara kesehatan kulit, sebagai obat anti asma,

batuk, penambah nafsu makan, anthelmentik dan juga sebagai

antibakteri karena mengandung curcumin.

Metabolit sekunder yang terkandung pada tanaman dapat

berupa senyawa kimia alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid.

Metabolit sekunder pada tanaman diduga merupakan senyawa

bioaktif yang menyebabkan tanaman ini berkhasiat sebagai obat

(Harborne, 1987).

Identifikasi dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) merupakan cara yang cepat dan mudah untuk melihat

kemurnian suatu sampel maupun karakteristik sampel dengan

menggunakan standar. Cara ini praktis untuk analisis skala kecil

karena hanya memerlukan bahan yang sedikit dan waktu yang

dibutuhkan relatif singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa dilihat

1
2

dari bercak yang terdapat pada klat KLT atau jumlah puncak pada

kromatogram KLT. Uji kualitas dengan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

kromatogram sampel dengan kromatogram senyawa standar

(Markham, 1988).

Penggunaan obat tradisional baik dalam usaha pencegahan

maupun usaha pengobatan suatu penyakit, serta usaha

pemeliharaan kesehatan sudah lama dikenal dan masih banyak

dilakukan di Indonesia. Obat tradisional yang digunakan tersebut

dipilih berdasarkan pengalaman dan pengetahuan turun temurun,

jarang berdasarkan pada hasil penelitian klinis. Karena itu

penelitian terhadap obat tradisional perlu dikembangkan dalam

usaha menemukan bahan-bahan yang efektif dan efisien serta

aman bagi pemakai.

Berdasarkan uraian diatas, maka dari itu peneliti akan

melakukan identifikasi untuk mengetahui sendiri kandungan yang

terdapat pada rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan

melakukan penelitian untuk mengetahui apa sajakah kandungan

senyawa kimia yang terdapat pada temu ireng (Curcuma

aeruginosa Roxb.)
3

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi metabolit

sekunder senyawa kimia yang terdapat pada temu ireng (Curcuma

aeruginosa Roxb.) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ekstrak

etanol rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) memiliki

kandungan senyawa kimia flavonoid, terpenoid dan steroid.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan mengetahui jenis senyawa metabolit

sekunder pada temu ireng

2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi tentang kandungan dan kegunaan dari

temu ireng

F. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang hampir mirip seperti yang terdapat

pada tabel :

Tabel 1.1.Keaslian Penelitian

1. Alvika Meta Ektraksi Maserasi 1. Ektrak temu ireng mengandung


Sari, Erba Flavonoid dari flavonoid dengan kadar tertinggi
Vidya Cikta, Temu Ireng 3,5% massa
2016 (Curcuma 2. Semakin lama waktu maserasi
aeruginosa semakin besar rendemen yang
Roxb.) dan diperoleh
Aplikasinya 3. Hasil rendemen terbaik
Pada Sabun didapatkan pada waktu maserasi
Transparan 24 jam sebesar 7,83% massa
dengan persamaan y= 0,002x +
0,012 dengan R² = 0,989 dan
4

kadar flavonoid terbaik yang


didapat adalah 3,5 µg/mL dengan
persamaan y = 0,114x+1,050
dengan R² = 0,879
4. Sabun padat transparan yang
dihasilkan mempunyai pH 9.
Kandungan alkali 0,048 dan
kadar air 0,31% massa
2. Devi Amalia, Uji Fitokimia dan KLT 1. Ektrak methanol rimpang temu
2018 Aktivitas hitam (Curcuma aeruginosa
Antioksidan Roxb.) mengandung senyawa
Ektrak Metanol alkaloid, flavonoid, polifenol dan
Rimpang Temu terpenoid/steroid.
Hitam (Curcuma 2. Nilai inhibitory concentration 50%
aeruginosa (IC50) pada ekstrak methanol
Roxb.) rimpang temu hitam (Curcuma
aeruginosa Roxb.) sebesar
283,411 µg/mL yang aktif sebagai
antioksidan
3. Yuwinda, Isolasi dan KLT Senyawa metabolit sekunder telah
Eva, Rita, Identifikasi berhasil diisolasi dari rimpang temu hitam
Swandari, Senyawa (Curcuma aeruginosa Roxb.) berupa
Sjarif, 2020 Metabolit minyak kuning dengan massa 0,0216
Sekunder dari gram.
Rimpang Temu
Hitam (Curcuma
aeruginosa
Roxb.)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

1. Sejarah Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Temu Ireng dalam bahasa daerah dikenal dengan beberapa

nama, antara lain : temu hitam (Minang), koneng hideung

(Sunda), temu ireng (Jawa), temu ereng (Madura), dan temu

erang (Sumatra). Tanaman ini berasal dari Burma, kemudian

menyebar ke daerah-daerah tropis lainnya, terutama di wilayah

IndoMalaya, termasuk Indonesia.

gambar 2.A.1 Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

2. Morfologi Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Tinggi tanaman temu ireng mencapai dua meter dan lebar

rumpun 26,90 cm. Jika ditanam di dataran rendah, tiap rumpun

dapat menghasilkan dua belas anakan; sedangkan di dataran

tinggi hanya sekitar lima anakan per rumpun. Permukaan daun

bagian atas bergaris menyirip dan pinggiran daun rata. Daun

tidak berbulu dan ibu tulang daun atau kedua sisinya berwarna

cokelat merah sampai ungu. Ukuran panjang daun rata-rata

5
6

39,20 cm dan lebar 12,20 cm. Jumlah 7 daun mencapai enam

helai per rumpun. Tanaman ini berbunga pada umur lima bulan.

Bunga berwarna ungu, sedangkan tangkai bunga berwarna

hijau. Jika dipotong melintang, rimpang berwarna putih dan

berbentuk cincin. Jika diirisiris, rimpang akan tampak seperti

cincin berwarna biru atau kelabu. Kulit rimpang tua umumnya

berwarna putih kotor, sedangkan dagingnya kelabu. Rimpang

cukup harum dan berasa getir. Kedalaman rimpang sekitar

11,60 cm; dengan panjang akar 17 cm, ketebalan rimpang muda

sekitar 2,20 cm. Jumlah rimpang tua rumpun sekitar sembilan

buah; sedangkan rimpang muda sekitar lima buah. Komponen

utama yang terkandung dalam minyak rimpang temu ireng

terdiri atas terpen, alkohol, ester, mineral, minyak atsiri, lemak,

damar, dan kurkumin.

3. Taksonomi dan klasifikasi temu ireng

Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan salah

satu tanaman buah yang sangat popular dan juga banyak di

kenal masyarakat. Klasifikasi tumbuhan temu ireng (Curcuma

aeruginosa Roxb.) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae
7

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma aeruginosa Roxb. (Tjitrosoepomo,

1994)

4. Kandungan dalam temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Temu ireng mengandung komponen minyak atsiri 2%,

saponin, flavonoid, kurkuminoid, zat pahit, dammar, lemak,

mineral, dan minyak. Khasiat obat dari tanaman temu ireng

telah ditunjukkan dari beberapa kajian farmakologi diantaranya

adalah sebagai antioksidan (Choudhury et al. 2013),

antimikroba, antiinflamasi, antikanker, penambah nafsu makan,

anthelmentik dan berkhasiat meningkatkan kadar trombosit

darah (Moektiwardoyo et al. 2014). Penelitian yang telah

dilakukan oleh Amalia (2018) menunjukkan bahwa fraksi etil

asetat temu ireng memiliki daya hambat sedang sebagai

antioksidan karena banyak mengandung senyawa aktif

antioksidan seperti flavonoid, fenolik dan alkaloid.

B. Ekstraksi – Maserasi

Ekstraksi merupakan metode pemisahan secara fisik atau

kimia satu atau lebih senyawa yang diinginkan dari larutan atau

padatan yang mengandung campuran senyawa. Pemisahan pada

ekstraksi menggunakan prinsip like dissolve like, artinya kelarutan

zat dalam pelarut bergantung pada kepolarannya. Zat yang polar

hanya akan larut dalam pelarut polar, begitu pula zat nonpolar

hanya larut dalam pelarut nonpolar. Pemilihan pelarut dalam


8

ekstraksi harus memperhatikan selektivitas, kemampuan

mengekstraksi komponen sasaran, toksisitas, kemudahan untuk

diuapkan dan harga (Harborne, 1987). Secara umum terdapat tiga

metode ekstraksi, yaitu metode perkolasi, maserasi dan soxhletasi

(Houghton & Raman, 1998). Maserasi merupakan metode ekstraksi

dengan cara merendam sampel dalam pelarut tunggal atau

campuran dengan atau tanpa pengadukan, tanpa pemanasan

untuk mengekstraksi sampel yang relatif mudah rusak oleh panas.

Metode maserasi relatif sederhana karena tidak memerlukan

alat-alat yang rumit, relatif mudah, murah, dan dapat menghidari

rusaknya komponen senyawa akibat panas. Namun waktu yang

diperlukan relatif lama (umumnya 1-2 hari perendaman) dan

menggunakan pelarut tidak efektif dan efisien.

C. Uji Identifikasi

Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan

aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian yang

mencakup aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan

disimpan oleh organisme, yaitu struktur kimianya, biosintesisnya,

perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah

dan fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi

senyawa dari bermacam-macam jenis tanaman (Harborne,1987;

Sirait, 2007). Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri

komponen bioaktif suatu ekstrak kasar yang mempunyai efek racun


9

atau efek farmakologi lain yang bermanfaat bila diujikan dengan

sistem biologi atau bioassay (Harborne, 1987).

Pemeriksaan senyawa alkaloid, ekstrak dilarutkan dengan

pelarut tertentu, kemudian ditandai dengan terbentuknya endapan

jingga dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih hingga

kekuningan dengan pereaksi Mayer (Jones and Kinghorn, 2006).

Pemeriksaan flavonoid, ekstrak dilarutkan dengan pelarut

tertentu, kemudian ditandai dengan perubahan warna menjadi

merah sampai jingga (flavon), warna merah tua (flavonol atau

flavonon), warna hijau sampai biru (aglikon atau glikosida).

Pemeriksaan saponin, ekstrak dilarutkan dengan pelarut

tertentu, kemudian ditandai dengan terbentuk buih yang mantap

selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada

penambahan HCl 2N, buih tidak hilang (Depkes RI, 1999).

Pemeriksaan polifenol dan tanin, ekstrak dilarutkan dengan

pelarut tertentu, jika terjadi endapan berwarna biru tua, biru

kehitaman atau hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa

polifenol dan tanin (Robinson, 1995; Jones and Kinghorn, 2006).

Sedangkan pemeriksaan steroid dan triterpenoid, ekstrak

dilarutkan dengan pelarut tertentu, bila terbentuk warna hijau-biru

setelah ditetesi dengan pereaksi Liebermann-Burchard (Jones and

Kinghorn, 2006; Evans, 2009).


10

D. Metabolit Sekunder

1. Alkaloida

Alkaloid adalah golongan senyawa sekunder yang

tersebar luas hampir pada semua jenis tumbuhan. Alkaloid

dapat ditemukan pada biji, daun, ranting, dan kulit kayu dari

tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid pada tumbuhan mencapai

10 – 15%. Alkaloid merupakan senyawa tak berwarna,

bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal, dan berupa

cairan pada suhu kamar (Sabirin, et al., 1994). Ciri khas dari

semua jenis alkaloid memiliki paling sedikit satu atom N

yang bersifat basa yang merupakan bagian dari cincin

heterosiklik. Alkaloid dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

alkaloid yaitu pirolidin, piperidin, isokuinolin, indol, piridin,

dan tropana. Fungsi alkaloid mempunyai sifat farmakologi

sebagai obat pereda rasa sakit (Morfin), obat penenang

(Reserfina), obat antispamodia (Atrofina), obat anestetiklokal

(Kokain), serta obat stimulan syaraf dan uterus (Strisina)

(Ikan, 1969; Endarini, 2016).

Uji identifikasi golongan alkaloid dilakukan dengan

menggunakan metode Culvenor dan Fitzgerald. Ekstrak

tanaman ditambahkan 0,5 – 1 ml asam sulfat 2N dan

dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas

dimasukkan kedalam tiga tabung reaksi. Tabung reaksi yang

pertama ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Meyer,


11

sedangkan tabung reaksi kedua ditambahkan 2 tetes

pereaksi Dregendorf dan untuk tabung reaksi yang ketiga

ditambahkan 2 tetes pereaksi Wagener. Hasil yang diperoleh

pada tabung pertama ditandai dengan adanya endapan

putih, sedangkan pada tabung reaksi kedua dan ketiga

ditandai dengan adanya endapan berwarna coklat

kemerahan. Hal itu menunjukkan bahwa larutan pada ketiga

tabung reaksi tersebut mengandung senyawa golongan

alkaloid (Endarini, 2016).

Pembuatan reagen Meyer dilakukan dengan cara

menimbang 1,5 gram HgCl2, kemudian dilarutkan dalam 60

ml akuades. Sedangkan pada wadah yang lain, 5 gram KI

dilarutkan dalam 10 ml akuades. Kedua larutan yang telah

dibuat tersebut, kemudian dicampur dan diencerkan pada

volume 100 ml akuades. Reagen yang sudah jadi disimpan

dalam botol gelap. Pembuatan reagen Dregendorf dilakukan

dengan cara menimbang 1 gram bismuth subnitrat,

kemudian dilarutkan dalam campuran 10 ml asam asetat

glasial dan 40 ml akuades. Sedangkan pada wadah lain, 8

gram KI dilarutkan dalam 20 ml akuades. Kedua larutan

yang telah dibuat tersebut dicampur dan diencerkan dalam

100 ml akuades. Reagen yang sudah jadi disimpan dalam

botol gelap dan dapat digunakan selama beberapa minggu

setelah dibuat. Pembuatan reagen Wagner dilakukan


12

dengan cara menimbang 2 gram KI dan 1,3 gram iodin,

kemudian dilarutkan dalam 100 ml akuades dan disaring.

Reagen wagner yang telah dibuat disimpan dalam botol

gelap (Endarini, 2016).

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol

terbesar yang banyak tersebar di alam. Flavonoid di alam

sering dijumpai dalam bentuk glikosida. Terdapat sekitar 10

jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol,

flavon, glikoflavon, biflavon, khalkon, auron, flavanon, dan

isoflavon. Flavonoid terdiri dari dua cincin benzene yang

terikat pada propana membentuk senyawa C 6-C3-C6.

Susunan senyawa ini menghasilkan turunan senyawa

flavonoid yaitu flavonoid, isoflavonoid dan neoflavonoid.

Flavonoid memiliki menfaat sebagai antioksidan, antikanker

dan agen detoksifikasi (Endarini, 2016; Saxena, et al., 2013).

Pemeriksaan senyawa flavonoid dapat dilakukan

menggunakan pereaksi Wilstater atau Sianidin. Hasil ekstrak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan

HCl pekat kemudian ditambahkan pita logam magnesium

(Mg). Perubahan warna larutan menjadi warna merah,

oranye atau hijau menandakan adanya senyawa flavonoid

(Endarini, 2016).
13

3. Saponin

Saponin merupakan senyawa golongan glikosida

terpenoid dan bagian dari triterpenoid yang mempunyai sifat

polar. Glikosida merupakan senyawa kompleks yang terdiri

dari gula pereduksi (glikon) dan gula nonpereduksi (aglikon).

Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan terbentuknya

busa ketika proses ekstraksi atau proses pemekatan

ekstrak. Pemeriksaan saponin dapat dilakukan dengan cara

menambahkan akuades ke dalam sampel lalu dikocok

selama 30 detik, apabila terdapat busa didalam larutan

tersebut dan stabil dalam waktu 30 detik menunjukkan

adanya kandungan senyawa saponin dalam sampel

(Saxena, et al., 2013).

4. Tanin

Tanin merupakan salah satu senyawa golongan fenol

selain flavonoid. Tanin biasanya ditemukan pada bagian

daun dan buah yang belum matang. Tanin memiliki banyak

manfaat, salah satunya sebagai bahan pewarna, perekat,

mordan, dan lain-lain. Tanin dapat diklasifikasikan menjadi

dua kelompok yaitu kelompok tanin terkondensasi dan

kelompok tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau biasa

disebut flavolan terbentuk dari proses kondensasi katekin

tunggal yang membentuk senyawa dimer dan kemudian

menjadi oligomer. Sedangkan tanin terhidrolisis terbentuk


14

dari proses hidrolisis yang dididihkan dalam HCl encer,

proses hidrolisis ini terjadi akibat adanya ikatan ester pada

senyawa tanin (Solikhah, 2016).

Pemeriksaan senyawa tanin dapat dilakukan dengan

cara melarutkan sampel kedalam metanol, kemudian

ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl 3. Adanya perubahan

warna larutan menjadi hitam kebiruan atau hijau

menandakan sampel tersebut positif terhadap senyawa tanin

(Endarini, 2016).

5. Triterpenoid/Steroid

Steroid merupakan golongan lipid dan termasuk

derivat dari siklopentanoperhidrofenantrena. Steroid

tersusun dari isopren-isopren dari rantai panjang

hidrokarbon sehingga mempunyai sifat nonpolar. Tetapi

beberapa persenyawaan steroid mengandung gugus –OH

(sterol) sehingga menyebabkan kecenderungan sifat lebih

polar. Turunan steroid yang paling penting adalah steroid

alkohol atau sterol, sedangkan jenis yang lain berupa asam

empedu, hormon androgen dan estrogen serta hormon

kortikostroid (Solikhah, 2016).

Triterpenoid tersusun dari 6 unit isoprena dan berupa

turunan skualena. Senyawa ini sering ditemukan dalam

bentuk glikosida. Senyawa ini positif dalam suatu sampel

dengan terbentuknya cincin kecoklatan ketika ditambahkan


15

dengan asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi

(Solikhah, 2016).

Pemeriksaan senyawa steroid dan triterpenoid

dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak dalam kloroform.

Kemudian ditambahkan dengan 0,5 mL asam asetat

anhidrat. Selanjutnya, ditetesi dengan 2 mL asam sulfat

pekat melalui dinding tabung tersebut. Perubahan warna

larutan menjadi hijau kebiruan menunjukkan adanya

golongan steroid. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin

kecokelatan atau violet pada perbatasan dua pelarut,

menunjukkan adanya golongan triterpenoid (Simaremare,

2014).

E. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis

melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan

perbedaan sifat fisika dan kimia senyawa tersebut.

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan senyawa

kimia yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi

antara dua fase yaitu fase diam dan gerak. Fase diam yang

digunakan pada kromatografi lapis tipis memiliki peran

sebagai penjerap diameter partikel antara 10-30 µm.

semakin kecil ukuran partikel fase diam, maka semakin

efisien kinerja kromatografi lapis tipis serta resolusinya

semakin bagus. Fase diam yang sering digunakan adalah


16

plat silica G160F254 yang bersifat asam. Plat ini akan

berflouresensi sinar UV pada panjang gelombang 254 nm

dan ukuran kolom 60 mesh (0,25-0,18 mm) (Solikhah, 2016).

Fase gerak atau larutan pengembang biasanya

menggunakan pelarut organik atau campuran organik-

anorganik (Gritter, 1991). Eluen ini akan mengelusi sampel

berdasarkan sifat kepolarannya. Jika komponen kimia pada

tumbuhan bersifat polar akan terserap atau tertahan pada

plat, sedangkan komponen kimia pada tumbuhan yang

bersifat nonpolar akan terus bergerak membentuk bercak

yang kemudian nampak sebagai nilai Retention Factor (Rf)

(Solikhah, 2016).

Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu

senyawa pada kromatogram. Rf dapat ditinjau dengan

membandingkan antara jarak senyawa sampel dari titik awal

dengan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Persamaan

untuk menghitung nilai Rf adalah sebagai berikut: (Lestari

dan Atun, 2019).

Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :

Rf = Jarak yang ditempuh senyawa pelarut

Jarak yang ditempuh eluen

Nilai Rf yang diperoleh biasanya lebih kecil dari 1.

Apabila nilai Rf kurang dari 0,2, menghasilkan bercak noda


17

yang kurang simetris, maka dianggap belum terjadi

kesetimbangan antara komponen yang yang terelusi dengan

fase gerak dan fase diam. Pada nilai Rf lebih dari 0,8, bercak

noda yang dihasilkan akan diganggu oleh absorbansi

pengotor lempeng plat KLT yang teramati pada visualisasi

menggunakan lampu UV (Mukharomah, 2017).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : cawan,

timbangan analitik, blender, tabung reaksi, waterbath, lempeng

KLT, pipet mikro, pipet tetes, chamber, kain flanel, rak tabung,

sinar UV 254 nm dan 366 nm.

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rimpang

temu hitam sebanyak 150 gr yang dipotong dengan panjang

rajangan 3-4 cm dan tebal rajangan 0,5-1 cm, sedangkan bahan

kimia yang digunakan etanol 96%, serbuk magnesium, asam

klorida pekat, amil alkohol dan silica gel GF 254.

C. Prosedur Penelitian

1. Determinasi Tanaman

Determinasi Rimpang Temu Ireng di lakukan di Laboratorium

Lingkungan Departemen Biologi Universitas Jendral Soedirman

Purwokerto.

2. Jalannya Penelitian

a. Proses Pengeringan temu ireng (Curcuma aeruginosa

Roxb.)

Rimpang temu ireng segar dibersihkan dari kotoran-kotoran

yang menempel, dicuci dengan air hingga bersih, kemudian

ditiriskan untuk membebaskan daun dari sisa air cucian.

18
19

Rimpang yang dipotong dengan panjang rajangan 3-4 cm

dan tebal rajangan 0,5-1 cm kemudian dikeringkan dengan

proses penjemuran dibawah sinar matahari kurang lebih

selama 5 hari atau sampai rimpang sudah kering.

b. Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi.

Simplisia sebanyak 150 gram dihaluskan dengan cara

diblender setelah itu dimaserasi dengan etanol 96%

sebanyak 1000 ml. Campuran simplisia dan pelarut

direndam dengan sesekali diaduk, kemudian dibiarkan

selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah proses

maserasi selesai campuran disaring dengan kertas

saring atau kain flannel, lalu filtrat disimpan pada wadah

tertutup, sedangkan ampas dimaserasi kembali dengan

etanol 96% dengan prosedur yang sama. Setiap hari

pelarut diganti dengan pelarut baru sampai di dapat filtrat

yang jernih. Hal ini dilakukan maksimal hingga 4-10 hari

(Depkes, 1995). Kemudian filtrat diuapkan sampai

volume sisa 1/3 volume awal. Dilakukan uji kromatografi

lapis tipis.

c. Uji Identifikasi

a) Pemeriksaan Alkaloid

Senyawa alkaloid dalam sampel dapat

diketahui keberadaannya dengan cara 1 mL


20

sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Kemudian ditambahkan 1 mL HCl 2N dan 9 mL

akuades, dipanaskan diatas penangas air selama

2 menit dan didinginkan. Selanjutnya dibagi

kedalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama yang

berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua

ditambahkan pereaksi Dragendorff sebanyak 3

tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi

Mayer sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan

jingga pada tabung kedua dan endapan putih

hingga kekuningan pada tabung ketiga

menunjukkan adanya alkaloid (Simaremare,

2014).

b) Pemeriksaan Flavonoid

Pemeriksaan senyawa flavonoid dilakukan

dengan cara 1 mL sampel dimasukkan ke dalam

tabung reaksi. Kemudian ditambahkan sedikit

serbuk Mg dan 0,5 mL HCL pekat. Kemudian

didihkan, perubahan warna larutan menjadi jingga

atau merah menandakan adanya senyawa

flavonoid (Rasyidi et al., 2015 dan Simaremare,

2014 ).
21

c) Pemeriksaan Saponin

Pemeriksaan senyawa saponin menggunakan

metode Forth dilakukan dengan cara dimasukan 1

mL larutan ekstrak ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan 5 mL akuades lalu dikocok

selama 30 detik. Apabila terbentuk busa (tidak

hilang selama 30 detik) maka identifikasi

menunjukan adanya saponin. Dicek dengan

penambahan 1 tetes HCl 2 N, apabila busa

tidak hilang selama 30 detik dengan tinggi busa

1–10 cm maka menunjukkan adanya saponin

(Rasyidi et al., 2015).

d) Pemeriksaan Tanin

Pemeriksaan senyawa tanin dilakukan dengan

cara 1 mL larutan ekstrak dimasukkan ke dalam

tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 mL

akuades dan dididihkan. Setelah mendidih,

ditunggu sampai dingin, lalu disaring. Kemudian

ditetesi larutan FeCl3 1%. Perubahan warna

menjadi biru-hijau, coklat-hijau, biru- hitam, dan

hitam menunjukkan adanya senyawa tanin (Yadav

et al., 2011).
22

e) Pemeriksaan Steroid dan Triterpenoid

Larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan. Sampel

disari dengan eter, kemudian diuapkan hingga

kering. Pada residu ditetesi pereaksi Liebermann-

Burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukkan

bahwa dalam simplisia terkandung senyawa

kelompol triterpenoid, sedangkan bila terbentuk

warna hijau-biru menunjukkan adanya senyawa

kelompok steroid (Jones and Kinghorn, 2006;

Evans, 2009).

d. Identifikasi Metabolit Sekunder dengan Uji

Kromatografi Lapis Tipis

a) Siapkan fase diam silica gel GF 254 yang telah

diaktifkan di dalam oven selama 15 menit dengan

ukuran 10 x 3 cm (p x l) sebanyak 4 buah. Masing-

masing silica dibuat batas dengan ukuran batas

atas 0,5 cm dan batas bawah 1,5 cm.

b) Cuplikan ekstrak temu ireng (Curcuma aeruginosa

Roxb.) tersebut ditotolkan pada batas bawah

lapisan silica gel dengan menggunakan pipa

kapiler sebanyak 3 totolan dengan posisi sejajar

berjarak pada setiap silica gel.

c) Kemudian lempeng silica gel tersebut dimasukkan

ke dalam chamber atau bejana yang telah jenuh


23

dengan fase gerak sebanyak 20 ml. Adapun fase

gerak untuk masing-masing senyawa adalah Uji

KLT Alkaloid menggunakan fase gerak

kloroform:etil asetat (60:40). Uji KLT Flavonoid

menggunakan fase gerak methanol:etil asetat:air

(1,5:8:0,5). Uji KLT Saponin menggunakan fase

gerak n-heksana:aseton (4:1). Uji KLT Polifenol

dan Tanin menggunakan fase gerak n-

butanol:asam asetat:air (4:1:5). Uji KLT Steroid

dan Triterpenoid menggunakan fase gerak n-

heksana:aseton (8:4) (Harborne, 1987). Amati fase

gerak hingga mencapai batas atas, kemudian

angkat dan dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan.

d) Bercak senyawa yang muncul pada lempeng silica

gel diamati dibawah sinar UV 254 nm.

e) Hitung angka Rf dan hRf pada setiap bercak

senyawa yang terbentuk. Hasil yang didapat

bandingkan dengan pustaka, kemudian simpulkan

golongan senyawa yang sesuai dengan nilai Rf

dan hRf yang ada pada pustaka tersebut.


24

e. Hitung HRf

Rf = Jarak yang ditempuh senyawa pelarut

Jarak yang ditempuh eluen

HRf = Rf x 100

D. Analisis Data

Data ini menggunakan analisis Deskriptif Kualitatif.

E. Waktu Penelitian

Berikut ini adalah waktu penelitian terdapat pada tabel :

Tabel 3.2.3 Waktu Penelitian

No Kegiatan Bulan 2020/2021

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug

1 Pengajuan judul KTI

2 Pencarian Literatur KTI

3 Pengajuan Proposal KTI

4 Revisi Proposal KTI

5 Uji Determinasi

6 Seminar Proposal KTI

7 Revisi Hasil Seminar KTI

8 Persiapan Penelitian KTI

9 Pelaksanaan Penelitian KTI

10 Penyelesaian KTI

11 Ujian KTI
25
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nanda Kencana Dwi Pangesti

Tempat, tanggal lahir : Banyumas, 18 Juni 1996

Alamat : Kutasari RT 006/RW 005 Baturraden

No. Telp : 0857 0008 7903

Pendidikan : 1. SDN 3 Sumampir lulus tahun 2008

2. SMP N 9 Purwokerto lulus tahun 2011

3. SMA N Baturraden lulus tahun 2014

26
DAFTAR PUSTAKA

Amalia. 2018. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Rimpang Temu


Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.). Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman.
Bos, e. a. 2007 HPLC-photodiode aray detection analysis of curcuminoids
in Curcuma species indigenous to Indonesia, Phytochem. Anal.
18:118-122.
Choudhury, e. a. 2013. Developent of single node cutting propagation
techniques and evaluation od antioxidant activity of Curcuma
aeruginosa Roxburgh rhizome. Int. J. Pharm. Pharm. Sci. 5:227-
234.

Depkes. 1995. Farmakope Indonesi Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Depkes. 1999. Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Obat


Tradisional. Jakarta.

Depkes. 2014. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia I. Makassar:


Universitas Muslim Indonesia.
Endarini, L.H. 2016. Farmakognosi dan Fitokimia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Evans, C. 2009. Pharmacognosy Trease and vans 16th Edition. China:
Saunders Elsevier. P. 263-356.
Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi kedua. Terjemahkan
Kokasih Padmawinata. Bandung: ITB.

Harborne, J. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan. Bandung: ITB Bandung.

Houghton, J.A. 1998. Laboratory Handbook of Fractination of Natural


Extract. London: Chapman and Hall.
Ikan, R. 1969. Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel
Universities Press.

Indonesia, D. K. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Jones, W. K. 2006. Extraction of Plant Secondary Metabolites. New
Jersey: Humana Press.
Kristianti, E.A 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya:Airlangga University
Press.

27
28

Lestari, A. dan Atun, S. 2019. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder


dan Fraksi Etil Asetat Batang Dendropthoe falcate. Jurnal
Penelitian Saintek. Vol. 24 (1): 13-10.
List, P.A. 1989. Phyropharmaceutical Technology. Boston:CRC Pr.
Markham, K. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB
Bandung.
Mukharomah, M. 2017. Validasi Metode Analisis Propanolol dalam Plasma
Manusia In Vitro Secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Robinson, T. 1995. The Organic Constituens of Higher Plants, diterjemah
oleh Padmawinata, K Edisi VII. Bandung: ITB.
Sabirin, M., Hardjono, S. dan Respati, S. 1994. Pengantar Praktikum
Kimia Organik II. Yogyakarta: UGM Press.
Sanexa, M., Sanexa, J., Nema, R., Singh, D., dan Gupta, A. 2013.
Phytochemistry of Medical Plants. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry, ISSN 2278-4136. Hal 168-182.
Simaremare, E.S. 2014. Srining Fitokimia Ektrak Etanol Daun Gatal.
Pharmacy.ISSN 1693-3591. Hal 98-107.
Singh, 2002. A Treatise of Phytochemistry. Chandigarh. Emedia Science.
Sirait, 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Solikha, R.M. 2016. Identifikasi Senyawa Triterpenoid an Fraksi N-
Heksana Ektrak Rumput Bambu (Lophatherum gracile Brongn.)
dengan Metode UPLC-MS. Skripsi. UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Yadav, Y.C., Srivastava, D.N., Saini, V., Singhal, S., Seth, A.K., dan
Kumar, S. 2011. In-Vitro Antioxidant Activity of Methanolic Extract
of Ficus Benghalensis L. Latex. Pharmacologyonline. Vol, 1: 140-
148.

Anda mungkin juga menyukai