Disusun oleh :
Kelompok I
A. Latar Belakang
Dalam masyarakat, peran laki-laki dan perempuan sering menjadi pembicaraan.
Hal tersebut begitu erat bahasannya dengan kajian gender. Pada dasarnya, gender
mencerminkan bagaimana antara laki laki dan perempuan harus berfikir, berperilaku,
yang semua itu ditentukan oleh struktur sosial masyarakat yang didasarkan pada
perbedaan biologis keduanya. Berdasarkan telaah buku dan artikel, bahwa terjadinya
ketidakadilan gender bukan disebabkan karena sosialisasi agama yang cenderung
patriarki yang memandang laki laki lebih tinggi dan lebih mulia dari perempuan, namun
hal tersebut disebabkan oleh adanya tradisi yang sudah ada dalam masyarakat sejak
dahulu.
Dalam hal ini Islam memberikan prinsip prinsip yang jelas terkait kesetaraan
gender. Islam tidak membedakan seseorang dari jenis kelamin dan peran sosialnyabaink
dalam rumah tangga maupun masyarakatnya, karena Islam merupakan agama yang
menjunjung tinggi nilai nilai keadilan dan kesetaraan. Laki laki dan perempuan
mempunyai kedudukan yang sama sebagai hamba Allah, Khalifah dibumi dan perjanjian
primodial. Laki laki dan perempuan juga memiliki potensi yang sama untuk meraih
sebuah prestasi. Peran yang berbeda bukanlah bentuk dari subordinasi perempuan atas
laki laki, namun hal tersebut untuk menciptakan sebuah kerjasama yang baik dalam
rumah tangga dan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud gender dalam Islam ?
2. Apa saja prinsip prinsip kesetaraan gender dalam Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gender dalam Islam
Gender menurut bahasa adalah jenis kelamin.1 Sedangkan menurut istilah adalah
suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran,
perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat. 2 Hilliary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Seks and
Gender: An Introduction, mengartikan bahwa gender sebagai harapan-harapan budaya
terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectation for woman and men).3 Jadi, gender
merupakan sebuah konsep yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam
perspektif sosial budaya.
Gender bukan merupakan konsep barat. Akan tetapi gender berasal dari ilmu
bahasa yang memberi perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Kemudian
bahasa ini di ambil oleh antropolog menjadi kata yang bisa dijelaskan, tetapi tidak ada
pandanannya dalam bahasa Indonesia. Seperti kata poliandri dan poligami yang tidak ada
pandanannya dalam bahasa Indonesia. Gender mengacu pada tanggung jawab laki-laki dan
perempuan yang dikontruksikan oleh sosial budaya, bukan mengacu pada perbedaan aspek
biologis.
Dalam konteks agama samawi, sejarah tentang kehidupan dan peran perempuan
telah tertuang dalam Kitab Perjanjian Lama menempatkan perempuan sebagai sumber
utama kesalahan. Hal ini terkisahkan dalam bentuk cerita atau kisah-kisah yang diyakini
kebenarannya. Dikisahkan bahwa Hawa adalah penyebab utama keluarnya Adam dari
Syurga dikarenakan Adam dirayu oleh Hawa untuk memakan buah khuldi setelah
sebelumnya dia terpesona oleh rayuan iblis.
1
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, “Kamus Inggris Indonesia”, (Jakarta: Gramedia, 1993), hlm. 265.
2
Helen Tierney (ed), “Women’s Studies Encyclopedia”, (New York:Green Wolrd Press, t. th), vol.i, hlm. 153.
3
Hillary M. Lipstik, “Sex &Gender an Introduction”, (London:Mayfied Plublishing Company,1993).
Ajaran Yahudi juga mewajibkan bagi orang yang telah meninggal untuk
melimpahkan hak waris kepada anak laki-laki tanpa sedikitpun melibatkan anak
perempuan. Dalam Kitab Perjanjian Lama Pasal 419 juga tertulis bahwa harta benda yang
dimiliki oleh istri adalah hak atau milik suami secara penuh, sementara sang istri hanya
berhak memiliki harta benda yang menjadi mahar dalam perkawinannya. Sementara jauh
setelah itu kaum nasrani dengan Perjanjian Baru sebagian Kitab Suci yang mereka yakini
kebenarannya memposisikan perempuan sebagimana Perjanjian Lama. Mereka meyakini
bahwa perempuan merupakan sumber kesalahan dan penyebab utama Adam dikeluarkan
dari Syurga. Mereka menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk menuju kedekatan
kepada Sang Pencipta adalah menjauhi Perempuan.
Tujuan utama penciptaan manusia oleh Allah SWT sebagai hamba, adalah untuk
beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzariat:56:
Menurut prof. Nasarudin Umar dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang
yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan
dengan orangorang bertaqwa (muttaqûn), dan untuk mencapai derajat muttaqûn ini tidak
dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.
4
Dalam firman-Nya Allah SWT telah menegaskan bahwa hamba yang ideal ialah para
muttaqun, sebagaimana diesbutkan dalam Q.S. Al-Hujurat:13:
4
Umar, Nasarudin, “Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an”, (Jakarta:Paramadina, 1999), hlm. 248.
ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dalam hadist yang diriwayatkan oeh Ibnu Umar, disebutkan bahwa perempuan
memiliki kekurangan “akal” dan “agama”. Namun, kaliamt kekurangan “akal” dalam
hadist ini masih perlu dikaji lebih jauh, yang diamksud kata “al-aqlu” masih perlu
diselami maknanya lebih dalam. Kalau kekurangan akal, sesuai hadist ini, dihubungkan
dengan kualiatas persaksian, sementara kesaksian itu berhubungan dengan factor budaya,
maka bisa saja dipahami yang dimaksud “kekurangan akal dalam hadist ini adalah
keterbatasan penggunaan fungsi akal bagi perempuan karena adanya pembatasan-
pembatasan budaya di dalam masyarakat.5 Demikian pula “kekurangan agama” yang
dihubungkan halangan perempuan karena “haid” memerlukan keterangan lebih lanjut,
karena halangan itu bukan kehendak peremopuan tetapi sesuatu yang bersifat alamiah
yang mendapatkan dispensai dari Tuhan.6
5
Umar, Nasarudin, “Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an”, (Jakarta:Paramadina, 1999), hlm. 251.
6
Umar, Nasarudin, “Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an”, (Jakarta:Paramadina, 1999), hlm. 252.
ۤ
ِ ُ ْان ِعقَبْٚ ر ِش
ة َ َ َّ َيب ٰٓ ارى ُك ۗ ْى ا ٌَِّ َسثْٙ َِ ْجهُ َٕ ُر ْى فّٛذ ِن ٍ ع ُك ْى فَ ْٕقَ ثَ ْع
ٍ ط دَ َسج ِ ف ْاَّلَ ْس
َ ض َٔ َس َف َ ثَ ْع َ ٘ َجعَهَ ُك ْى خَه ِٕى ْ َْٔ َُٕ انَّ ِز
ٌىْٛ ࣖ َٔاََِّّٗ نَغَفُ ْٕ ٌس َّس ِح
“Dan Dialah yang menjadikan kalian peguasa-penguasa di bumi dan Dia
meniggikan sebahagian kalian aas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian
amat cepat siksaanya-Nya, dan seseungguhnay Dian Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Juga dalam Q.S. Al-Baqarah:30, kata khalfah dalam kedua ayat ini tidak secara
spesifik menunjuk kepada salah satu jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan.
Laki –laki dan perempuan memiliki kapasitas, kemapuan, dan fungsi yang sama yaitu
sebagai khalifah. Keduanya akan mempertanggungjawabkan semua tugas-tugas
kekhalifahannya di muka bumi. Hal ini, sebagaimana pula mereka harus bertanggung
jawab atas perannya sebagai hamba Tuhan.
ٌَش ِٓ ْذََب ٰٓ أ
َ ََّٗز َ ُٓ ْى َٔأ َ ْش َٓذَ ُْ ْى َعهَ ٰٓٗ أََفُ ِس ِٓ ْى أَنَ ْسذُ ثِ َش ِثّ ُك ْى قَبنُٕا ثَهٕٚس ِْ ْى ر ُ ِ ّس
ِ ُٓ ظ ُ ٍَٔإِرْ أ َ َخزَ َسثُّ َ ِي ٍۢ ثَُِ ٰٓٗ َءادَ َو ِي
ٍَِٛ ًَ ِخ ِإََّب ُرَُّب َع ٍْ َْزَا َغ ِفهَٛ ْٕ َو ٱ ْن ِقَٚ رَقُٕنُٕا
7
Ermagusti, “Prinsip Kesetaraan Gender dalam Islam”. Dalam Jurnal Ilmiah Kajian Gender. Vol 1, (Padang:UIN
Imam Bonjol), hlm.193.
Al-Qur’an mempunyai pandangan yang lebih positif terhadap manusia. Al-Qur’an
menegaskan bahwa Allah memuliakan seluruh anak cucu Adam sebagaimana disebutkan
dalam Q.S. al-Isra : 70 sebagai berikut :
ً ع
لٛ ٍ ِذ َٔفَع َّْهَُ ُٓ ْى َعهَٗ َرث
ِ ش ِ ّي ًَّ ٍْ َخهَ ْقَُب ر َ ْفٛ َّ َٔنَقَذْ ر ََّش ْيَُب َثُِ ٰٓٗ َءادَ َو َٔ َح ًَ ْهَُ ُٓ ْى فِٗ ٱ ْنجَ ِ ّش َٔٱ ْنجَحْ ِش َٔ َسصَ ْقَُ ُٓى ِ ّيٍَ ٱن
ِ َِّجٛط
Arinya : “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan.”
Kata بَنی آدَمdalam ayat ini menunjukkan kepada seluruh anak cucu Adam, tanpa
membedakan jenis kelamin, suku bangsa, dan warna kulit. Dalam al-Qur’an tidak pernah
ditemukan satu ayat pun yang menunjukkan keutamaan seseorang karena factor jenis
kelamin atau karena keturunan suku bangsa tertentu.Kemandirian dan otonomi
perempuan dalam tradisi Islam sejak awal terlihat begitu kuat.Perjanjian, bai’at, sumpah,
dan nazar yang dilakukan oleh perempuan mengikat dengan sendirinya sebagaimana
halnya laki-laki.
Di dalam tradisi Islam, perempuan mukallaf dapat melakukan berbagai perjanjian,
sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan.Tidak ada suatu
kekuatan yang dapat menggugurkan janji, sumpah, atau nazar mereka sebagaimana
ditegaskan dalam QS. al-Mai’dah: 89 sebagai berikut:
َ ْٔ ٍََ ِي ٍْ أِٛسك
ر ِػ َيب َ غعَب ُو َعَ ََشحِ َي ْ ِ ًٍََ َف َكفَّ َشر ُ ُّٰٓٓ إْٚ َ اخز ُ ُرى ثِ ًَب َعقَّذر ُّ ُى ٱ ْْل
ِ َُؤٚ ٍ ًَ ُِ ُك ْى َٔنَ ِكْٚ َ اخز ُ ُر ُى ٱ َّّللُ ثِٱنهَّ ْغ ِٕ فِ ٰٓٗ أ
ِ َُؤٚ ََّل
ۚ ًَ َُ ُك ْىْٚ َظ ٰٕٓا أ
ُ َ ًَ ُِ ُك ْى إِرَا َحهَ ْفز ُ ْى ۚ َٔٱحْ فْٚ َ ٍَّبو ۚ رَ ِن َ َرفَّ َشح ُ أََٚب ُو ثَهَث َ ِخ أٛصِ ََ ِجذْ فٚ ش َسقَجَ ٍخ فَ ًٍَ نَّ ْىٚ ُ ُك ْى أ َ ْٔ ِرس َْٕر ُ ُٓ ْى أ َ ْٔ رَحْ ِشٛط ِع ًٌَُٕ أ َ ْْ ِه ْ ُر
ٌََٔزِِۦّ نَعَهَّ ُك ْى ر َ َْ ُك ُشٍُِّٚ ٱ َّّللُ نَ ُك ْى َءاَُٛجٚ َ َرزَ ِن
Artinya : “Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja
yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu
termasuk orang-orang yang zalim.”
b. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan disebutkan dalam QS. al-
A’raf: 20, sebagai berikut:
8
Sarifa Suhra, “Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Al-Quran Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam”. Dalam
Jurnal Al-ulum. Vol 13. (Bone : STAIN Watampone 2013). Hal 384.
syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan
supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang
kekal (dalam surga).”
c. Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi,
disebutkan dalam QS. al-A’raf: 22, sebagai berikut:
ق ٱ ْن َجَُّ ِخ
ِ ِٓ ًَب ِيٍ َٔ َسْٛ َبٌ َعه ِ َصف ِ َ ْخٚ غ ِفقَب َ َٔ ر ْٕ َءر ُ ُٓ ًَب َ د نَ ُٓ ًَب َّ ٔس ۚ فَهَ ًَّب رَاقَب ٱن
ْ ََ َج َشح َ ثَذ ٍ فَذَنَّى ُٓ ًَب ثِغُ ُش
ٌ ِطٍَ نَ ُك ًَب َعذ ٌُّٔ ُّيج
ٍٛ َ ْٛ َ َّ َََٔبدَى ُٓ ًَب َسثُّ ُٓ ًَب ٰٓ أَنَ ْى أ َ َْ َٓ ُك ًَب َعٍ رِ ْه ُك ًَب ٱن
َّ َ َج َشحِ َٔأَقُم نَّ ُك ًَب ٰٓ إِ ٌَّ ٱن
d. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan, disebutkan dalam QS.
al-A’raf: 23, sebagai berikut:
ٍَٚسَُب َٔ ِإٌ نَّ ْى رَ ْغ ِف ْش نََُب َٔر َْش َح ًَُْب نَ َُ ُكَٕ ٍََّ ِيٍَ ٱ ْن َخس ِِش
َ ُظهَ ًَُْب ٰٓ أََف
َ قَ َبَّل َسثََُّب
Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri,
dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.
Islam memiliki prinsip tidak ada perbedaan antara hak untuk meraih prestasi baik
itu jenis kelamin laki-laki maupun perempuan, hanya saja harus bias diadaptasikan dengan
kemampuan dari segi intelektual dan keterampilannya. Karena itu perempuan menjadi
manusia yang produktif hingga setara dengan laki-laki.
Tidak menjadi suatu halangan apapun bagi seorang perempuan jika memiliki
keinginan untuk melakukan pekerjaan di bidang public, hukum, guru, dll. Asalkan ia
menjaga kesopanan dan kesuciannya. Dalam tafsiran tradisional, laki-laki itu mempunya
superioritas atas perempuan. Para teolog hampir sepakat dalam persoalan ini. Mereka
mengutip ayat Al-Quran yang mendukung posisi mereka, Surat An-Nisa ayat 34 :
9
Sarifa Suhra, “Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Al-Quran Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam”. Dalam
Jurnal Al-ulum. Vol 13. (Bone : STAIN Watampone 2013). Hal 384.
Jurnal Al-ulum. Vol 13. (Bone : STAIN Watampone 2013). hlml 386.
ٌظذ َ ص ِه َحذُ َقُِزَذٌ َح ِف َّ ط َٔ ِث ًَب ٰٓ أََفَقُٕا ِي ٍْ أ َ ْي َٕ ِن ِٓ ْى ۚ فَٱن
ٍ ع ُٓ ْى َعهَٗ ثَ ْع َ ُِّعهَٗ ٱن
َّ َسب ٰٓ ِء ِث ًَب ف
َ ع َم ٱ َّّللُ ثَ ْع َ ٌَٕنش َجب ُل قَ َّٕ ُيِّ ٱ
َ َ بج ِ َٔٱظ ِْشثُْٕ ٍَُّ فَئ ِ ٌْ أ
غ ْعَُ ُك ْى َف َل رَ ْجغُٕا ِ ع َ ًَ ظْٕ ٍَُّ َٔٱ ْْ ُج ُشْٔ ٍَُّ فِٗ ٱ ْن ُ َٕصَ ْ ٍَُّ فَ ِع ُ َُ ٌَُٕع ٱ َّّللُ ۚ َٔٱنَّزِٗ رَخَبف
َ ت ثِ ًَب َح ِفِ ْٛ َِنّ ْهغ
ً ِرج
ً ًِّب َرجٛل ۗ إِ ٌَّ ٱ َّّللَ َربٌَ َع ِهٛ
شاٛ َ ٍَّ ِٓ ْٛ ََعه
Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.”
Kata qawwam dalam ayat ini bisa diinterpretasikan bermacammacam seperti
“wewenang, “pelindung”, “berkuasa” dan “pendukung”. Menurut Ali Engeneer tokoh
yang concern dengan isu feminisme tafsiran yang paling tepat itu adalah “pendukung”
seperti yang ditunjukkan oleh bagian akhir ayat itu karena mereka telah menafkahkan
sebahagian dari harta mereka. Jadi, laki-laki adalah pendukung perempuan karena mereka
memberi nafkah untuk biaya hidup.
Dengan demikian ayat yang ditafsirkan tersebut tidak memperkuat superioritas
laki-laki atas perempuan. Kata qawwam digunakan dengan pengertian “kekuasaan”
dikaitkan dengan pemberian nafkah keluarga. Andai kata perempuan yang memberi
nafkah karena. suami tidak mampu, tentu laki-laki tersebut tidak menjadi berkuasa
terhadap perempuan. Jadi superioritas laki-laki atas perempuan bukan karena nafkah.
Yang jelas, dalam persoalan sosial, ekonomi, agama tidak memerikan kebijaksanaan
yang final untuk itu.10
10
Ermagusti, “Prinsip Kesetaraan Gender Dalam Islam”. Dalam Jurnal Ilmiah Kajian Gender. Vol 1. (Padang :
UIN Imam Bonjol 2011). Hal 194-195.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jhon M. Echolas dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1993
Tierney, Helen, Women’s Studies Encyclopedia, New York: Green Wolrd Press, vol I
Ermagusti, Prinsip Kesetaraan Gender dalam Islam, Jurnal ilmiah kajian gender, Vol I,
Padang : UIN Imam Bonjol