Dosen Pembimbing :
Dr. Suasana Nikmat Ginting, MA
DISUSUN OLEH:
Kelompok I
1. Tri Wulan Hasibuan : 030719
2. Suci Rahmaida Sihombing :0307192058
3. Wilianda Munthe :030719
يم
ِ س ِم هللاِ ال َّر ْحم ِن ال َّر ِح
ْ ِب
“ Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTARISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Masalah..........................................................................................2
Daftar Pustaka........................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dudung Abdurrahman (2012). Siti Maryam, ed. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga
Modern (https://web.archive.org/web/20150530225023/https://books.google.co.id/books?
id=PvOeBg
AAQBAJ&pg=PA18&dq=jazirah+arab+pra+islam&hl=en&sa=X&ei=jetpVfXkONWIuASl_oOICw&ved=0C
Fs QuwUwCA#v=onepage&q=tihamah&f=false) . LESFI. hlm. 16-20. ISBN 978-979-567-024-7,
9795670247. Diarsipkan dari versi asli (https://books.google.co.id/books?id=PvOeBgAAQBAJ&pg=PA1
8&dq=jazirah+arab+pra+islam&hl=en&sa=X&ei=jetpVfXkONWIuASl_oOICw&ved=0CFsQuwUwCA#v=
on epage&q=tihamah&f=false) tanggal 2015-05-30. Diakses tanggal 2022-09-06.
keberanian yang dianggap baik oleh bangsa Arab tetap dipertahankan dan diubah cara
serta tujuannya.2
Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan negara-negara yang terletak di
Asia Barat dan Afrika Utara. Sebutan “Timur Tengah” digunakan oleh Kolonialisme
Barat untuk menunjuk kawasan di antara Timur Dekat (Turki) dan Timur Jauh (India
dan Cina). Berbicara tentang Timur Tengah tidak bisa tidak menyinggung dua
variabel lainnya, Arab dan Islam. Sedikitnya 25 negara yang mendiami kawasan ini
berpenduduk mayoritas Bangsa Arab dan menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa
resmi mereka.
Meskipun tidak sedikit bangsa-bangsa lain yang mendiami kawasan ini seperti
Persia, Berber, Turki, Kurdi dan bangsa lainnya, namun prosentase masyarakat Arab
tetap mayoritas dan tersebar di berbagai negara di kawasan ini. Sehingga tidak jarang
masyarakat menyebut mereka yang berasal dari Timur Tengah sebagai “orang Arab”.
Sebagaimana identik dengan Arab, kawasan ini juga identik dengan Islam. Dari
sekitar 1,4 miliar umat Muslim di dunia, sekitar 18% tinggal di negara-negara Arab
dan 20% lainnya tinggal di Afrika (Yahya, 2018: 244). Di kawasan ini juga terletak
berbagai situs-situs bersejarah penting bagi umat Islam, bahkan kota Mekkah dan
Madinah merupakan kota suci yang tiap tahunnya dikunjungi jutaan muslim dari
berbagai penjuru dunia.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun Penulis Merumuskan Masalah Sebagai Berikut:
Bagaimana Kondisi Geografis Makkah dan Madinah?
Bagaimana Kondisi Sosial Politik Makkah dan Madinah?
Bagaimana Perkembangan Arab Pra-Islam?
Bagaimana Kondisi Arab Saat Kelahiran Islam?
C. TUJUAN MASALAH
2
Zakaria Bashier, The Makkan Crucible, (Licester: Islamic Foundation, 1978), hlm. 27
Untuk Mengetahui Geografis Makkah dan Madinah
Untuk Mengetahui Kondisi Sosial Politik Makkah dan Madinah
Untuk Memahami Perkembangan Arab Pra-Islam
Untuk Mengetahui Kondisi Arab Saat Kelahiran Islam
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kondisi Geografis Makkah dan Madinah
Batas tanah haram Makkah pertama kali diletakkan oleh Nabi Ibrahim as.
Malaikat Jibril as. yang memperlihatkan kepadanya. Tapal batas itu tidak pernah
diperbaharui hingga pada masa Rasulullah saw. Pada saat penaklukan Kota Makkah,
Rasulullah saw. mengutus Tamim bin Asad al-Khuza‟i untuk memperbaharui batas
tersebut. Batas tersebut tidak diganggu gugat hingga pada masa Khalifah „Umar bin
Khathab ra. Ia mengutus orang-orang Quraisy untuk memperbaharu tapal batas
tersebut. Perbatasan kota Makkah dapat digambarkan sebagai berikut:3
Kota yang satunya adalah Madinah. Kota ini merupakan salah satu kota yang
termasuk kawasan tandus, yang populer dengan sebutan Hijaz selain Thaif dan
Makkah. Dibandingkan Makkah, orang Yahudi memang lebih banyak dijumpai di
Madinah dan sekitarnya. Sebenarnya kedua bangsa ini terdiri dari satu rumpun
bangsa, yaitu ras Semit yang berpangkal dari Nabi Ibrahim melalui dua putranya,
Ismail dan Ishaq. Bangsa Arab melalui Ismail dan Yahudi melaui Ishaq.5
Kota ini dulunya dikenal dengan sebutan Yasrib. Letaknya sekitar 510 km
sebelah utara kota Makkah. Secara geografis, Madinah lebih baik dari Makkah.
Madinah terletak pada “jalur rempah-rempah”, yang menghubungkan Yaman dan
Suriah. Kota ini merupakan sebuah oasis dalam arti sebenarnya. Tanahnya sangat
cocok ditanami pohon kurma. Di tangan penduduk Yahudi, tepatnya Bani Nadir dan
Bani Quraizah, kota ini menjadi pusat pertanian terkemuka.6
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras
atau rumput bangsa Kaukasoid, dalam subras Medditerranean yang anggotanya
meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia, dan Irania.
Bangsa Arab hidupnya berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri dari gurun
4
Lihat Phillip K. Hitty, History of the Arabs, terjemah oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi dengan judul yang sama, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), h. 7.
5
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan
Al-Qur'an, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996), h. 26.
6
Lihat Phillip K. Hitti, History of the Arabs, h. 131.
pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu
tempat ke tempat yang lain mengikuti tumbuhan stepa atau padang rumput yang
tumbuh secara sporadis di tanah Arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun
hujan (Wilkinson, 2004: 244; Hitti, 1970: 23). Padang rumput diperlukan oleh bangsa
Badawi, Badawah, Badui, untuk mengembala ternak mereka. Mereka mendiami
wilayah Jazirah Arabia yang dahulu merupakan sambungan wilayah gurun
membentang dari barat Sahara di Afika hingga ke timur melintasi Asia, Iran Tengah,
dan Gurun Gobi di Cina. Wilayah ini sangat kering dan panas karena uap air laut
disekitarnya. Sekalipun begitu, wilayah ini kaya dengan penghasilan bahan minyak
terbesar di dunia (Supriyadi, 2016: 47-49; Wilkinson, 2004: 244).
Bangsa Arab diketahui telah memiliki peradaban jauh sebelum Islam muncul
disana. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa aspek peradaban Arab meliputi agama,
politik, ekonomi dan seni budaya. Sejarawan muslim membagi penduduk Arab
menjadi tiga kategori, yaitu: 1) al-‘Arab al-Ba’idah: Arab Kuno; 2) ‘Arab al-
Arabiyah: Arab Pribumi; dan 3) al’Arab al-Musta’ribah: Arab pendatang (Supriyadi,
2016: 50; Karim, 2015: 50). Eksistensi Arab Kuno tidak dapat terdeteksi oleh sejarah
kecuali beberapa kaum yang dikisahkan dalam al-Quran dan kitab-kitab
pendahulunya. Adapun Arab pribumi adalah dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun
dan ‘Adnaniyun yang berasal dari Yaman dan merupakan keturunan Nabi Isma’il AS
yang berdiam di Hijaz, Tahama, Nejad, Palmerah dan sekitarnya (Supriyadi, 2016:
50; Karim, 2015: 50).
Dari segi tempat tinggal mereka dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu
Ahl al-Hadharah (penduduk kota) dan Ahl al-Badiyah (penduduka gurun pasir).
Kedua kelompok ini banyak perbedaan dalam pranata sosial, tata cara, ekonomi, dan
politik yang dipengaruhi kondisi geografi dan kondisi alam dimana mereka tinggal
(Karim, 2015: 50). Peradaban Arab pra Islam sering pula dikenal dengan nama Era
Jahiliyyah (kebodohan). Penamaan ini tidak murni dikarenakan kebodohan mereka
dalam berbagai segi dan tidak berperadaban, namun karena ketiadaan pengetahuan
mereka akan agama, tata cara kemasyarakatan, politik, dan pengetahuan tentang ke-
Esaan Allah. Adapun dari segi fisik, mereka dinilai lebih sempurna dibanding orang-
orang Eropa dalam berbagai organ tubuh, begitupula dalam sisi pertanian dan
perekenomian yang telah maju.
Mereka tidak dapat menjadi pewaris suami atau orang tua. Para lelaki juga
bebas menikah dengan wanita mana saja berapapun jumlahnya, sedangkan tidak
demikian bagi wanita. Seorang istri yang ditinggal suaminya meninggal juga dapat
diwarisi oleh anak tertuanya atau salah satu kerabat mendiang suaminya. Sungguh
jauh berbeda dengan posisi suami setelah menikah yang berkedudukan layaknya raja
dan penguasa (Karim, 2015: 51). Mereka juga terkenal dengan tradisi penguburan
anak hidup-hidup. Namun, perlu dipahami bahwa tradisi tersebut tidak terjadi di
seluruh suku Arab. Hanya beberapa suku dan kabilah saja yang menerapkan tradisi
tersebut. Tradisi tersebut dilakukan dengan dasar bahwa anak (kebanyakan
perempuan) adalah penyebab kemiskinan dan aib bagi keluarga. Bila mereka kalah
dalam peperangan, maka istri dan anak perempuan mereka akan dirampas oleh
musuh. Karenanya, mereka beranggapan lebih baik membunuh mereka terlebih
dahulu sebelum ditawan oleh musuh. Alasan lainnya adalah faktor kependudukan.
Salah satu peristiwa besar yang berpengaruh adalah hancurnya bendungan Ma’arib,
Yaman, rakyat berbondong-bondong melakukan urbanisasi besar-besaran ke Utara,
termasuk Mekkah, Yatsrib dan Damaskus (Wilkinson, 2004: 245; Hitti, 1970: 64-65).
Perpindahan ini menyebabkan terbatasnya bahan pangan dan menyebabkan kesulitan
ekonomi dan kemiskinan banyak keluarga. Membunuh bayi yang baru lahir disinyalir
sebagai usaha untuk mengurangi pengeluaran keluarga.
Makkah merupakan kota penting pada waktu itu, baik karena tradisi maupun
karena kedudukannya. Di samping berhadapan dengan agama politeisme yang telah
mengakar kuat, ajaran Nabi Muhammad saw. juga harus melawan oposisi dari
pemerintahan oligarki.7 Dakwah Nabi Muhammad saw yang menyeru kepada Islam
7
Syed Ameer Ali, Api Islam, (Jakarta: Pembangunan, 2002), h. 16, sebagaimana lihat dalam Istianah
Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, (Malang, UIN-Malang Press, 2008), h. 14. Oligarki adalah
pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok
dianggap sebagai perusakan terhadap tatanan masyarakat yang dianut oleh kalangan
bangsawan. Inilah yang menyebabkan terjadinya banyak konflik. Sikap kontra
tersebut tidak sekedar dilatarbelakangi faktor sosial dan faktor ekonomi saja. Para
bangsawan belum siap untuk menyejajarkan kedudukannya dengan sekelompok
masyarakat yang selama ini merupakan budak. Selain itu adanya larangan
menyembah berhala tidak saja berdampak dalam hal kepercayaan, tapi juga dampak
ekonomi.8 Hal ini karena pembuatan berhala merupakan salah satu penghasilan
masyarakat saat itu. Penentangan terhadap dakwah Rasulullah saw tersebut terjadi
setelah dakwah dilaksanakan secara terang-terangan. Ada lima faktor yang
mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam, yaitu:
tertentu. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia V, aplikasi android, 2016
8
Lihat Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, h. 17
9
Lihat A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 1, (Jakarta: Pustaka alHusna, 1983), h. 87-90.
melahirkan pemerintahan Islam yang kuat.10 Dalam bidang ekonomi, ada dikenal
istilah ilaf, yaitu perjalanan komersial yang merupakan tradisi masyarakat sebelum
Islam di Makkah yang dilegitimasi Alquran dalam Surah Quraisy. Musim panas ke
Syria, sedangkan musim dingin ke Yaman.11 Beralih ke kota satunya, Madinah saat
itu merupakan sebuah kota yang heterogen, dimana di dalamnya terdapat dua
kebudayaan dan tradisi yang berbeda. Sekalipun terdapat orangorang Arab yang
memeluk Yahudi dan ada di antara mereka yang terikat hubungan perkawinan, tapi
sikap dan pola hidup sukusuku Yahudi yang terdiri dari dua puluh suku itu secara
umum berbeda dari orang-orang Arab.12 W. Montgomery Watt dalam bukunya
“Muhammad Propet and State Man” menjelaskan kondisi sosial politik Madinah
sebelum peristiwa hijrah.
10
Lihat Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, h. 18.
11
Ada beberapa lagi lembaga sosial pra-Islam pada masyarakat Mekah, selanjutnya lihat Hakan Sahin,
Civil Society Institutions in Pre-Islamic Mecca, artikel dalam ResearchGate, April 2015, Istanbul:
Medipol University, h. 7.
12
Lihat J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur'an, h. 29.
warga Yahudi yang sebagian besar pengikutnya lebih simpati terhadap monoteisme. 13
Penduduk Madinah mengikuti masyarakat Quraisy dan penduduk Makkah dalam
keyakinan dan agama. Mereka memandang kaum Quraisy sebagai penjaga rumah
Allah, sebagai pemimpin-pemimpin agama, serta sebagai panutan dalam berakidah
dan beribadah. Mereka tunduk pada paganisme (ajaran penyembah patung) yang
meliputi seluruh jazirah Arab, menyembah beberapa berhala, yang disembah pula
oleh kaum Quraisy dan penduduk Hijaz. Hanya saja hubungan antara mereka dengan
berhala lebih kuat daripada hubungan antara masing-masing mereka.14
Islam diwahyukan oleh Allah melalui seorang hamba dan rasul-Nya yaitu
Muhammad Ibn Abdillah yang lahir pada 12 R. Awwal Tahun Gajah bertepatan
dengan 29 Agustus 571 M di Mekkah. Beliau berasal dari kabilah Quraisy yang
merupakan kabilah terhormat di kalangan bangsa Arab. Beliau menerima wahyu
pertamanya pada umur 40 tahun dan menjadi titik awal lahirnya ajaran agama
penyempurna agama Tauhid dari Nabi Ibrahim, yaitu Islam. Jalan dakwah yang
dilaluinya cukup terjal dan mendapat tekanan dan penolakan dari berbagai pihak.
Namun tanpa mengenal putus asa, beliau tetap melanjutkan misi suci menyampaikan
wahyu Allah kepada manusia. Secara keseluruhan, beliau menghabiskan waktu
sekitar 23 tahun untuk berdakwah menyeru kepada Islam, dengan rincian 13 tahun
pertama dilaksanakan di Mekkah dan 10 tahun selanjutnya di kota Yatsrib atau
Madinah (Palmer, 2005: 158; Syauqi, 2016: 1).
13
Lihat Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 37-38.
14
Lihat Abu Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW,
(Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2006), h. 209.
mulai menerapkan syari’ah Islam, hukum-hukum dan pembangunan ekonomi,
sebagai dasar kehidupan bernegara dan bermasyarakat (Palmer, 2005: 160, 163;
Syauqi, 2016: 1; Karim, 2015: 64; Supriyadi, 2016: 62-63). Berbagai dasar-dasar
kemasyarakatan Islam diletakkan oleh Nabi demi membangun miniatur negara yang
sesuai dengan konsep Islam. Pertama, pendirian masjid untuk tempat berkumpul dan
bermusyawarah disamping fungsi utamanya sebagai tempat ibadah. Kedua,
mempersaudarakan antar kaum muslim pendatang (Muhajirin) dan penduduk asli
Madinah (Anshar) meski tidak memiliki hubungan kekerabatan secara keturunan.
Ketiga, membuat perjanjian untuk bekerja sama dan saling membantu antara kaum
muslim dan bukan muslim (Karim, 2105: 68-70).
Dasar berpolitik yang dijunjung oleh Nabi adalah keadilan. Prinsip keadilan
harus dijalankan terhadap semua penduduk tanpa pandang bulu dan mengakui
persamaan derajat seluruh manusia di hadapan Allah. Prinsip ini cukup berat untuk
dipraktikkan mengingat tradisi Arab yang mengakui keunggulan satu keturunan atau
satu kabilah tertentu atas lainnya. Prinsip lainnya adalah prinsip musyawarah untuk
memecahkan segala persoalan demi tercapainya kemashlahatan bersama (Karim,
2015: 70). Prinsip sosial Islam (social justice) juga diperkenalkan menggantikan
berbagai tradisi Jahiliyyah yang kurang (bahkan tidak) berperikemanusiaan
(Armstrong, 2002: 6). Nabi yang juga berdagang mengajarkan konsep jual-beli yang
berbeda dengan tradisi Arab dahulu, tidak ada lagi monopoli perdagangan maupun
sistem ekonomi kapitalis. Derajat wanita yang dahulu tidak berharga diangkat
sedemikian rupa sehingga memiliki derajat yang setara dengan pria (Armstrong,
2002: 16).
Sejarah perang yang terjadi di zaman Nabi tidak lain karena terlebih dahulu
diserang sehingga menuntut untuk terjadi peperangan. Bila memungkinkan, Nabi
lebih memilih cara-cara diplomasi dan perundingan dibandingkan mengobarkan
peperangan (Karim, 2015: 73-74; Supriyadi, 2016: 64).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi geografis Makkah adalah daerah yang gersang, sedangkan kondisi
geografis Madinah adalah daerah yang subur. Cuaca kedua wilayah ini panas dan
kering. Kondisi sosial politik pada masa ini berubah seiring datangnya tatanan baru
dalam Islam misalnya mengemukanya persamaan atau keadilan sosial dan tatanan
politik baru yang diikat dengan dasar akidah. Tradisi masyarakat yang sering
berperang antar suku hingga berkepanjangan, berubah menjadi persatuan dalam
akidah dengan diangkatnya Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin. Kondisi hukum
terbagi pada dua fase, yaitu fase Makkah dan fase Madinah. Fase Makkah bercirikan
akidah sebagai pondasi hukum, fase Madinah bercirikan hukum yang lengkap dan
diturunkan secara bertahap. Struktur hukum di Makkah dan Madinah dipegang oleh
Nabi Muhammad saw. Substansi hukumnya berupa Alquran dan Hadis, yang
keduanya bersumber dari wahyu Allah swt. Budaya hukum menunjukkan bahwa
masyarakat Makkah dan Madinah patuh terhadap hukum. Kepatuhan ini dipengaruhi
akidah yang kuat.
B. Saran
Demikian yang dapat kami papar kan mengenai materi pada pertemuan ini
lebih dan kurang mohon maaf. kami selaku penulis sangat berharap pembaca sudi
kiranya memberikan kritik dan saran yang tentunya akan membangun kepada kami
demi mencapai-nya kesempurnaan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim, Khalil. Daulah Yatsrib; Basha`ir fi ‘Am al-Wufud, terj. oleh Kamran As‟ad
Irsyady, Negara Madinah; Politik Penaklukan Suku Arab, (Yogyakarta: LKiS, 2005).
Abu Bakar, Istianah. Sejarah Peradaban Islam, (Malang, UINMalang Press, 2008).
Ali, Syed Ameer. Api Islam, (Jakarta: Pembangunan, 2002).
Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Surabaya: Gema Insani, 2001).
Haikal, Muhammad Husain. Hayatu Muhammad, terjemah oleh Ali Audah, Sejarah Hidup
Muhammad, (Bogor: Litera AntarNusa, 2008).
Hasjmi, A. Dustur Dakwah menurut Alquran, (Jakarta: Bulang Bintang, 1415 H/1994 M.).
Hitti, Phillip K. History of the Arabs, terjemah oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi dengan judul yang sama, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014).
al-Jawziyyah, Ibn Qayyim. A’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al- ‘Alamin, (Kairo: al-Dar al-
„Alamiyyah, 2015/1435), cet. I.
Khallaf, Abdul Wahhab. ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Qalam, 1398/1978).
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000).
an-Nadwi. Abu Hasan Ali al-Hasani, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad
SAW, (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2006).
Sahin, Hakan. Civil Society Institutions in Pre-Islamic Mecca, artikel dalam ResearchGate,
April 2015, Istanbul: Medipol University Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum (Bandung:
Refika Aditama, 2007).
Sairazi, Abdul Hafiz. Prinsip-prinsip Tasyri‟ Pada Fase Makkah dalam Konteks Kekinian,
dalam Jurnal An-Nahdhah, Vol. 6 No. 11, Januari-Juni 2013.
Salahuddin, Hafiz dan Anjam Niaz. Pre-Islamic Arab Judiciary in Islam, artikel dalam Gomal
University Journal of Research, Pakistan, 27 (2), Desember 2011.
Schacht, Joseph. An Introduction to Islamic Law, terjemah oleh Tim IAIN Raden Fatah
dengan judul Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Departemen Agama, 1985).