Anda di halaman 1dari 4

KEBIJAKAN PERUMAHAN REZIM ZALIM MEMBUAT RAKYAT MISKIN SENGSARA

Oleh : Inda Nisa

(Pengamat Kebijakan Perumahan)

Miris, kendati kebutuhan pokok, namun ada ratusan ribu keluarga Indonesia tidak memiliki hunian layak.
Sementara kebijakan pemerintah dengan berbagai skema subsidi, seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan), SSB (Subsidi Selisih Bunga), dan SSM (Subsidi Selisih Margin), serta rumah DP
nol rupiah hanyalah memperpanjang penderitaan publik terutama si miskin /Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR).

Penting dicatat, istilah ‘subsidi’ pada berbagai skema tersebut adalah pengurangan bunga pembayaran
cicilan. Di tengah himpitan kemiskinan, publik tetap harus membayar mahal. Sebab, sesuai konsep good
governance, dana yang seharusnya untuk pembangunan rumah gratis malah diserahkan kepada
korporasi sebagai operator. Yakni, bank pengelola atau disebut bank pelaksana.1 Jelas, ini tindakan
zalim pemerintah.

Di tahun 2020 ini, diperkirakan kebutuhan rumah bersubsidi mencapai 250 ribu unit. Sedangkan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang digulirkan
Kementerian PUPR untuk tahun 2020 ini sekitar Rp 11 triliun dan hanya bisa dimanfaatkan membangun
sekitar 102.500 unit rumah. Sehingga masih ada sekitar 147.500 unit rumah yang tak bisa dibangun.
Artinya, kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki hunian juga sulit
dipenuhi.2

Terlebih lagi, pembangunan rumah subsidi yang dalam kendali korporasi pengembang juga sering
mengorbankan rakyat. Yakni, pada sengketa lahan, seperti penggusuran rumah warga di RW 11,
Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung beberapa waktu lalu. Lahannya akan
dibangun rumah deret oleh pengembang.3

Bahkan rumah subsidi yang sudah dibeli dan dihuni pun ada yang tanahnya masih dalam sengketa,
seperti yang terjadi pada perumahan subsidi Green Citayam City, ribuan unit rumah yang telah dihuni di
perumahan tersebut terancam digusur. 4

Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid menyebutkan setidaknya ada 3
kendala yang dihadapi para pengembang rumah MBR di daerah perkotaan yakni masalah keterbatasan
lahan, regulasi daerah dan pembiayaan.5

1
https://www.pu.go.id/berita/view/17814/kementerian-pupr-gandeng-15-bank-pelaksana-salurkan-subsidi-flpp-
syariah 9/01/2020
2
https://finance.detik.com/properti/d-4898974/ketua-mpr-kritik-kemenpupr-cuma-bangun-1025-ribu-rumah-
subsidi 14/02/2020
3
https://www.republika.co.id/berita/inpicture/nasional-inpicture/19/12/12/q2e7jm314-ricuh-penggusuran-
rumah-warga-rw-11-tamansari-bandung
4
https://metro.tempo.co/read/1301841/rumah-subsidi-jokowi-di-green-citayam-city-terancam-digusur
31/01/2020
5
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190502/47/917981/pengembangan-rumah-murah-mbr-terganjal-3-masalah-
ini
Sementara dari segi prasyarat akses makin sulit. Menurut Preadi Ekarto, komisaris utama ISPI Group,
saat ini, dia melihat bahwa jumlah persyaratan untuk memperoleh rumah subsidi item-nya lebih banyak
dibandingkan rumah non subsidi. Hal itu dinilai merepotkan warga, sebagaimana yang dikeluhkan oleh
seorang konsumen ; “Saya kesulitan mendapatkan surat kuasa pemotongan gaji yang dipersyaratkan
bank BTN untuk memperoleh rumah subsidi. Pihak HRD di kantor saya tidak berkenan memberi
persetujuan tertulis,” papar Fera, warga Depok. 6

Syarat lain yang juga memberatkan adalah harus memiliki penghasilan 4 juta per bulan, padahal
menurut Kepala BPS Suhariyanto merincikan, pada Maret 2019 garis kemiskinan Indonesia sebesar Rp
425.250 per kapita per bulan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan Indonesia pada
Maret 2019 mencapai 25,14 juta orang. 7 Sungguh banyak rakyat miskin yang tidak bisa mendapatkan
rumah subsidi tersebut.

Anggota fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Jhonny Simanjutak menyebutkan program rumah DP nol rupiah
yang juga merupakan rumah subsidi, tidak sesuai dengan visi penyediaan hunian layak dan terjangkau,
"Masih banyak masyarakat dengan berpenghasilan rendah yang mengeluh karena harga rumah DP nol
rupiah tidak terjangkau". Menurut anggota Fraksi Demokrat DPRD DKI Jakarta Desie Christhyana
"Prosedurnya terlalu rumit dan berlarut-larut". 8

Faktanya, rumah subsidi bukanlah rumah murah apa lagi gratis yang mudah diakses bagi siapa saja yang
membutuhkan. Sebab, harga rumah subsidi berkisar 100 (seratus) jutaan ke atas, sedangkan
bangunannya hanya berukuran kecil, yakni, 36 meter persegi untuk rumah tapak dan 21 hingga 36
meter persegi untuk rumah susun. Selain itu, masalah seperti struktur bangunan yang kurang baik
terkadang muncul di kawasan tertentu. Sudah tentu ini amat menyulitkan rakyat miskin. 9

Di tambah lagi lokasi rumah subsidi jauh dari pusat fasilitas layanan publik, seperti sekolah, rumah sakit,
dan tempat kegiatan ekonomi sehari-hari masyarakat. 10 Juga sulit dijangkau karena tidak dilengkapi
infrastruktur dan moda transportasi publik yang memadai.

Sangat disayangkan, konsep batil dan kebijakan zalim ini meski nyata sangat menyengsarakan publik,
namun pemerintah justru mengabaikan dengan penggunaan teknologi aplikasi, seperti aplikasi SiKasep
(Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan) yang diluncurkan pada 19 Desember 2019 lalu. "...agar
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa langsung mengakses dan menemukan rumah yang
diinginkan dan pengembang bisa mengurangi biaya pemasarannya,” ujar Direktur Utama Pusat
Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan, Arief Sabaruddin. 11 Hasilnya, dari sekian banyak rakyat
miskin yang membutuhkan rumah, baru 14 pemohon yang dapat dipenuhi pengajuan FLPPnya melalui
aplikasi SiKasep12
6
https://www.beritasatu.com/bisnis/475913/konsumen-keluhkan-persyaratan-rumah-mbr 30/01/2018
7
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4013223/bps-penghasilan-rp-19-juta-per-bulan-masuk-kategori-warga-
miskin 19 Juli 2019
8
https://tirto.id/pdip-dki-rumah-dp-0-rupiah-tak-terjangkau-warga-penghasilan-rendah-emSk 4/12/2019
9
https://www.99.co/blog/indonesia/kelebihan-dan-kekurangan-rumah-subsidi/ 31/01/2020
10
https://properti.kompas.com/read/2019/08/14/144351121/masalah-klasik-rumah-subsidi-lokasi-jauh-dari-
peradaban
11
https://www.republika.co.id/berita/q4veag423/aplikasi-sikasep-bantu-pembiayaan-rumah-14-debitur-mbr
29/01/2020
12
https://www.republika.co.id/berita/q4veag423/aplikasi-sikasep-bantu-pembiayaan-rumah-14-debitur-mbr
29/01/2020
Demikian juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal
Penyediaan Perumahan merilis aplikasi pemantauan pelaksanaan bedah rumah atau Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS). Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi
Abdul Hamid mengatakan ; “aplikasi E - BSPS tersebut diharapkan dapat digunakan untuk
mempermudah pemantauan serta meminimalisir dokumen verifikasi penyaluran bantuan bedah rumah
untuk masyarakat. Adapun, E - BSPS sangat diperlukan Kementerian guna mengantisipasi sebaran lokasi
yang begitu luas.” Menurut Khalawi, Kementerian PUPR pada tahun ini telah mengalokasikan anggaran
untuk program BSPS atau bedah rumah sebesar Rp4,3 triliun. Anggaran tersebut diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas serta mendorong pembangunan rumah baru untuk
masyarakat yang rumahnya tidak layak huni sebanyak 178.750 unit. 13 Dana yang demikian besar itu
tidaklah disalurkan langsung kepada rakyat miskin untuk membedah rumahnya agar menjadi layak,
tetapi pengelolaannya justru diserahkan kepada operator. Ini semakin mempersulit rakyat memperoleh
hunian.

Sungguh ini kezaliman rezim yang tidak bisa ditolerir, sehingga penentuan akar madalah adalah perkara
pokok agar diperoleh solusi solutif lagi segera.

Akar Masalah

Bila ditelaah secara mendalam, kezaliman ini berawal dari kelalaian negara yang menerapkan sistem
kehidupan sekulerisme. Khususnya, sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem politik demokrasi.
Negara dibenarkan dan dilegalkan berlepas tanggung jawab. Yang dalam hal ini memenuhi kebutuhan
hunian layak rakyat papa. Berupa penyerahan tanggung jawabnya kepada korporasi-operator.
Sementara itu, korporasi sebagai operator, jelas orientasi utama mencari keuntungan bukan pelayanan.
Ini satu hal, hal lain konsep neoliberalisme telah memandulkan kemampuan negara, terutama dana,
dan lahan.

Konsep kapitalisme berupa anggaran berbasis kinerja, hanyalah menfasilitasi korporasi


mengkomersilkan hunian yang dibutuhkan publik. Sementara itu, liberalisasi harta milik umum, berupa
berbagai barang tambang dengan jumlah berlimpah yang merupakan bahan bangunan semen, pasir,
besi dan batu, demikian juga kayu/ hutan tidak saja harganya melangit tetapi juga di bawah kekuasaan
korporasi. Demikian pula pemberian konsesi serta liberalisasi lahan mengakibatkan lahan perumahan
dalam kendali dan kekuasaan korporasi pengembamg. Ini diperparah oleh konsep otonomi daerah.
Yang tidak saja memperlambat tindakan, juga menfasilitasi liberalisasi tanah, sumberdaya alam, bahan
bangunan, serta lahan perumahan.

Khilafah Satu- Satunya Solusi

Islam memiliki sejumlah konsep sahih yang menjadi prinsip pengelolaan perumahan yang jika
diterapkan secara kaffah dalam bingkai Khilafah meniscayakan solusi, sehingga rakyat dapat mengakses

13
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200208/47/1198871/kementerian-pupr-rilis-aplikasi-pemantauan-bedah-
rumah 08/02/2020
rumah yang layak (pantas dihuni oleh manusia), nyaman (memenuhi aspek kesehatan), harga
terjangkau, dan syar’i.

Adapun konsep dan prinsip sahih Islam yang terpenting, adalah :

Pertama : negara adalah pihak yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya menjamin
pemenuhan kebutuhan hunian rakyat miskin yang jelas-jelas tidak memiliki kemampuan ekonomi. Dan
harus dipenuhi pra syarat : hunian layak (pantas dihuni oleh manusia), nyaman (memenuhi aspek
kesehatan), harga terjangkau, dan syar’i. Apapun alasannya tidak dibenarkan negara berperan sebagai
regulator. Sebab ditegaskan Rasulullah Shallahu A’laihi Wa-salam yang artinya, "Imam (Khalifah) adalah
pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (Terjemahan HR Al Bukhari).14 Negara
tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawabnya kepada operator, baik kepada pengembang maupun
bank-bank.

Kedua : pembiayaan pembangunan perumahan berbasis baitul mal dan bersifat mutlak. Sumber-
sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran sepenuhnya berdasarkan ketentuan syari’at. 15 Artinya
tidak dibenarkan menggunakan konsep anggaran berbasis kinerja apapun alasannya.

Negara juga tidak dibenarkan menerapkan konsep pembangunan dan pengadaan perumahan dengan
konsep KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). Karena, antara lain akan menghilangkan
kewenangan negara yang begitu penting dalam fungsimya sebagai pelayan publik.

Bagi rakyat miskin yang memiliki rumah, namun tidak layak huni dan mengharuskan direnovasi, maka
negara harus melakukan renovasi langsung dan segera.

Ketiga : lahan-lahan yang dimiliki oleh negara bisa langsung dibangunkan rumah untuk rakyat miskin
atau negara memberikan tanah miliknya kepada rakyat miskin secara cuma-cuma untuk dibangun
rumah. Hal ini dibenarkan selama bertujuan untuk kemaslahatan kaum muslim.

Disamping itu, negara juga harus melarang penguasaan tanah oleh korporasi, karena hal itu akan
menghalangi negara dalam proses penjaminan ketersediaan lahan untuk perumahan.

Keempat : pengelolaan industri bahan bangunan yang bersumber dari bahan tambang berlimpah.
Negara juga harus mengolah barang tambang untuk menghasilkan semen, besi, aluminium, tembaga,
dan lain-lain menjadi bahan bangunan yang siap pakai. Dengan demikian, individu rakyat mudah
menggunakannya baik secara gratis maupun membeli dengan harga terjangkau (murah).

Penerapan syariah kaffah dalam bingkai Khilafah menjadi jaminan ketersediaan perumahan bagi rakyat
miskin. Oleh karena itu kebutuhan akan penerapan syariah Islam secara kaffah oleh Khilafah menjadi
hal yang urgen, yang harus disegerakan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu ikuti
langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2] : 208)

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

14
Hizbut Tahrir. Ajhizatu Daulatul Khilafah. Darul Ummah. Beirut. 2005.
15
Zalum, ‘Abdul Qadiim. Al Amwal Fi Daulatil KHilafah. Darul ummah. Beirut. 2004.

Anda mungkin juga menyukai