http://journal.ummat.ac.id/index.php/pendekar
ISSN 2615-1421 | 10.31764
Vol. 5 No. 2 Juli 20XX, Hal. 119-124
Abstract: This study aims to measure students' scientific literacy skills in learning science in
the aspects of content, procedural and epistemic knowledge. This study uses a quantitative
descriptive method. The research sample was 55 seventh-grade students of SMPN 2
Lhokseumawe city in the 2022/2023 academic year. The research instrument used is a scientific
literacy test question which consists of aspects of content, procedural and epistemic
knowledge with the competence to explain phenomena scientifically, interpret data and facts
scientifically, compile scientific inquiries, explain phenomena scientifically and evaluate
scientific inquiry. The results showed that the students' scientific literacy ability was moderate
with a percentage of 49.65%. Content knowledge explains phenomena scientifically and
interprets data and facts scientifically with a percentage of 56.4% and 51.2%, respectively, in
the "medium" category. In procedural knowledge, the percentage of scientifically explaining
phenomena is 45.6% in the “moderate” category and the lowest competence is compiling
scientific inquiries and evaluating scientific inquiries with percentages of 25.6% and 26.2%,
respectively. The highest percentage of epistemic knowledge of competence to explain
scientific phenomena is 60.1% in the "high" category to interpret data and facts scientifically
and scientific inquiry evaluations with 52.7% and 53.2% respectively in the "medium" category.
Improving students' scientific literacy can be done by getting used to using literacy-based test
questions.
—————————— ◆ ——————————
era abad 21 (Kristyowati & Purwanto, 2019). Sains
A. LATAR BELAKANG
bukan hanya penguasaan konsep, pengetahuan,
Sains merupakan suatu bentuk upaya yang prinsip-prinsip akan tetapi berkaitan upaya
membuat berbagai pengalaman menjadi sistem memahami fenomena alam secara sistematis dan
pola pikir yang logis yaitu dengan metode ilmiah proses penemuan (Subiantoro, 2010). Menurut
format penulisan adalah dengan menggunakan Chiapetta dan Koballa dalam (Handayani, 2015)
(Watini, 2019; Yaqin et al., 2020). Sains merupakan menyatakan terdapat 4 dimensi sains berdasarkan
salah satu pembelajaran yang menduduki peranan cara mempelajarinya yaitu sains sebagai cara
yang sangat penting karena sains dapat berpikir, sains sebagai cara untuk menyelidiki, sains
memberikan bekal peserta didik dalam menghadapi sebagai pengetahuan dan sains serta interaksinya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dengan teknologi dan masyarakat.
119
120 | Pendekar : Jurnal Pendidikan Berkarakter | Vol. 5, No. 2, Juli 2022, Hal 119-124
Dunia pendidikan saat ini sedang maraknya penilaian (Herizal et al., 2020; Novita et al., 2021;
melakukan pengembangan untuk peningkatan Sherly et al., 2021).
literasi sains siswa (Situmorang, 2016) beberapa Rapor pendidikan publik hasil AN 2021 dapat
negara menjadikan literasi sains sebagai tujuan diakses melalui laman
utama dalam pendidikan sains (Sumarni et al., 2017). raporpendidikan.kemdikbud.go.id/ merupakan
Pembelajaran sains di sekolah diharapkan dapat gambaran mengenai mutu pendidikan pada suatu
mengembangkan kemampuan siswa dalam wilayah berdasarkan kerangka penilaian yang
menghadapi tren pendidikan saat ini yaitu melalui dikembangkan dari model input, proses, dan output
pembelajaran literasi sains. Kemampuan literasi tentang kinerja atau efektivitas satuan pendidikan.
sains bagi siswa sangat dibutuhkan. Literatur dalam Dari hasil AN Tahun 2021 tingkat Sekolah Menengah
bidang pendidikan sains juga menunjukkan bahwa Pertama (SMP) yang telah diolah menjadi rapor
literasi sains semakin diterima dan dinilai oleh para pendidikan Indonesia secara umum kemampuan
pendidik sebagai hasil belajar yang diharapkan literasi dan numerasi masih dibawah nilai minimum.
(Rahayu, 2017). Literasi sains didefinisikan sebagai Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa
kemampuan untuk terlibat dalam masalah terkait kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia
sains dan berpikir tentang sains sebagai warga masih tergolong rendah sehingga mempengaruhi
negara yang bijaksana (OECD, 2016). Literasi sains kemampuan berpikir kritis siswa yang rendah (Anisa
diperlukan untuk memahami isu-isu sains, manfaat et al., 2021; Sihaloho et al., 2019). Rendahnya hasil
dan resiko dari sains (Fasasi, 2017) serta dengan kemampuan literasi siswa salah satunya disebabkan
kemampuan literasi sains dapat memahami oleh bahan bacaan yang digunakan dalam
permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan pembelajaran tidak sesuai, khususnya model
yang dihadapi masyarakat di era modern ini, evaluasi berbasis literasi (Karnasih, 2015; Laksono &
terutama yang mengandalkan pengetahuan dan Retnaningdyah, 2018; Pangesti, 2018). Sampai saat
teknologi (Turiman et al., 2012). ini AN hanya mengukur kemampuan literasi dan
Literasi sains dapat diukur melalui studi PISA numerasi siswa. Hal ini identik untuk bidang studi
(Program for International Student Assessment) Bahasa Indonesia dan Matematika. Dalam
yang diselenggarakan oleh OECD (Organisation for pembelajaran sains guru masih memberikan soal-
Economic Cooperation and Development) setiap soal bersifat rutin untuk mengevaluasi pemahaman
tiga tahun sekali. Hasil studi PISA untuk kemampuan siswa, sedangkan tuntutan saat ini soal non rutin
rata-rata literasi sains peserta didik Indonesia dari (berbasis literasi) sangat dibutuhkan dalam
tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2012, 2015, 2018 yaitu pembelajaran sains. Berdasarkan pemaparan di atas
berturut-turut 393, 395, 393, 385, 375, 403 dan 396 perlu adanya pengukuran kemampuan literasi sains
(OECD, 2019). Hasil literasi sains siswa masih dalam siswa dalam pembelajaran sains dengan
kategori rendah karena skor yang diperoleh berada menggunakan soal-soal berbasis literasi sains.
dibawah skor rata-rata ketuntasan PISA. Hal tersebut
B. METODE PENELITIAN
mengindikasikan bahwa peserta didik Indonesia
belum mampu memahami konsep dan proses sains Desain penelitian yang digunakan adalah
serta belum mampu mengaplikasikan pengetahuan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode
sains yang telah dipelajarinya dalam kehidupan deskriptif (deskriptif-kuantitatif) yaitu penelitian
sehari-hari (Sutrisna, 2021). Namun sudah ada upaya yang gambarannya menggunakan ukuran, jumlah
untuk meningkatkan kemampuan literasi sains atau frekuensi. Pengumpulan dan pengolahan data
siswa, dengan diterapkan sistem evaluasi penelitian dilakukan dengan menyajikan data apa
pendidikan yaitu Asesmen Nasional (AN) adanya. Penelitian yang dilakukan tidak memberikan
didalamnya terdapat Asesmen Kompetensi perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada
Minimum (AKM) untuk mengukur aspek kognitif variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan
hasil belajar siswa dengan sistem mengacu pada suatu kondisi apa adanya (Sukmadinata, 2012).
pada level PISA dan Trends in Mathematics and Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
Science Studies (TIMSS) diikuti sebagai tolak ukur kemampuan literasi sains siswa dalam pembelajaran
sains pada materi asam, basa dan garam. Populasi
penelitian adalah siswa kelas VII tahun ajaran
Mellyzar, Pengembangan E-Komik Interaktif ... 121
sebanyak 5 soal. Sebanyak 9 soal dengan kategori Kompetensi menafsirkan data dan fakta secara
“cukup” dan 3 soal dengan kategori “rendah”. ilmiah pada pengetahuan konten dengan
Perolehan data hasil penelitian terkait persentase 51,2% dengan kategori “sedang”.
kemampuan literasi sains pada masing-masing Pengetahuan konten merupakan pengetahuan yang
aspek konten, prosedural dan epistemik. Persentase berisi tentang teori, ide, fakta, maupun informasi
ketercapaian kemampuan literasi sains setiap aspek (Zakaria & Rosdiana, 2018). Pengetahuan konten
disajikan pada gambar 2. dengan kompetensi menafsirkan data dan fakta
secara ilmiah pada pengetahuan menuntut siswa
mampu menafsirkan bukti ilmiah untuk membuat
kesimnpulan dan mengkomunikasikan,
mengidentifikasi asumsi dan bukti yang mendukung
kesimpulan serta menjelaskan implikasi sosial dari
ilmu pengetahuan. Pada soal tes, siswa dituntut
mampu menafsirkan kerusakan lingkungan yang
terjadi akibat hujan asam berdasarkan wacana yang
Gambar 2. Kemampuan Literasi Sains Ditinjau
disajikan.
Berdasarkan Aspek Literasi Sains. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan
Berdasarkan gambar 2 diperoleh informasi tentang variabel dan interpretasi data (Fadilah et al.,
bahwa ketercapaian literasi sains aspek 2020). Persentase kemampuan literasi sains paling
pengetahuan dengan konten epistemik. rendah pada kompetensi menyusun inkuiri ilmiah
Pengetahuan epistemik berisi suatu penjelasan yaitu 25,6% dengan kategori “rendah”. Pada
ataupun pembuktian untuk mengetahui kebenaran kompetensi menyusun inkuiri ilmiah, siswa di
yang dihasilkan oleh sains (Subaidah et al., 2019). haruskan merancang prosedur untuk menyelidiki
Konten epistemik dengan kompetensi menjelaskan suatu fenomena berdasarkan wacana dengan
fenomena secara ilmiah memperoleh persentase instruksi rancanglah suatu alat untuk menyelidiki
paling tinggi yaitu 60,1% dengan kategori “tinggi”. apakah hujan dapat dikategorikan sebagai hujan
Untuk pengetahuan konten kemampuan siswa asam. Kemampuan siswa untuk mendeskripsi
dalam menjelaskan fenomena secara ilmiah juga rancangan penyelidikan masih rendah. Hal ini
merupakan persentase tertinggi dinbandingkan disebabkan karena untuk kompetensi menyusun
dengan kompetensi menafsirkan data dengan inkuiri ilmiah sangat cocok dengan metode
persentase 56,4% dengan kategori “sedang”. Pada praktikum atau siswa telah mempelajari dan
konten prosedural persentase menjelaskan melakukan percobaan sebelumnya. Pernyataan ini
fenomena ilmiah juga paling tinggi yaitu 45,6% selaras dengan penelitian sebelumnya yang
kategori “sedang” lebih tinggi dibandingkan menyatakan bahwa rendahnya kemampuan siswa
menyusun inkuiri ilmiah dan mengevaluasi inkuiri dalam keterampilan sains disebabkan karena
ilmiah. Aspek menjelaskan fenomena ilmiah kurangnya kesempatan melakukan kegiatan inkuiri
mengukur sejauh mana siswa memahami konsep dilaboratorium (Rahmawati et al., 2014).
suatu materi, sehingga dapat menggunakan Pada pengetahuan epistemik mengevaluasi
pengetahuan yang telah dimilikinya berdasarkan inkuiri ilmiah tergolong “sedang” dengan persentase
fenomena yang terjadi dalam kehidupan sekitarnya. 53,27%. Kompetensi mengevaluasi inkuiri ilmiah
Dengan demikian siswa memahami bahwa sains tergolong “rendah” dengan persentase 26,2% pada
sangat dekat dengan kehidupan mereka (Utami & pengetahuan prosedural. Salah satu contoh
Suciati, 2015). Persentase paling tinggi pada aspek pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui
menjelaskan fenomena ilmiah dikarenakan siswa kompetensi evaluasi inkuiri ilmiah adalah
mampu dalam mengerjakan soal evaluasi yang Bagaimana cara untuk mengetahui bahwa telah
menuntut siswa untuk menjelaskan fenomena ilmiah terjadi hujan asam di suatu daerah jika diamati dari
dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari- kondisi lingkungan daerah tersebut? Jelaskan secara
hari. ilmiah! Sebagian besar siswa menjawab dengan
mengamati lingkungan. Jawaban ini tidak salah akan
Mellyzar, Pengembangan E-Komik Interaktif ... 123
tetapi kurang ilmiah, berdasarkan wacana yang dalam kriteria “rendah” dengan persentase masing-
diberikan dijelaskan bahwa cara mengetahui terjadi masing 25,6% dan 26,2%.
hujan asam dengan mengamati keadaan lingkungan Saran untuk perbaikan agar pengajar dengan
meliputi ekosistem perairan, tumbuhan dan rutin mengiplementasikan soal-soal literasi pada
infrastruktur yang dibbuat dari batuan dan logam. setiap materi yang diajarkan dalam pembelajaran
Dari soal ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan sains agar kemampuan literasi sains siswa semakin
literasi siswa rendah, siswa langsung menjawab meningkat.
dengan ringkas tanpa menjelaskan secara ilmiah
UCAPAN TERIMA KASIH
yang seharusnya penjelasannya bisa diperoleh dari
Terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan
penalaran wacana sesuai. Senada dengan penelitian
Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas
(Suparya et al., 2022) menyatakan bahwa penyebab
Malikussaleh yang telah memberikan kesempatan
rendahnya literasi sains siswa adalah minat dan
penelitian ini untuk didanai dari sumber dana PNBP
kebiasaan membaca yang kurang.
Universitas Malikussaleh 2022. Terima kasih kepada
Kemampuan literasi sains siswa kurang
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-guru dan
disebabkan oleh minat baca dan memahami wacana
seluruh siswa-siswi di SMPN 2 Lhokseumawe yang
siswa yang masih kurang, selain itu proses
sangat kooperatif dalam pelaksanaan penelitian ini.
pembelajaran dikelas juga sangat berpengaruh
(Naturasari et al., 2016). Beberapa guru sudah DAFTAR RUJUKAN
menerapkan model pembelajaran yang dapat
Anisa, A. R., Ipungkarti, A. A., & Saffanah, K. N. (2021).
meningkatkan kreatifitas siswa dan kemampuan Pengaruh Kurangnya Literasi serta Kemampuan
literasi siswa, akan tetapi sebagian besar guru masih dalam Berpikir Kritis yang Masih Rendah dalam
menerapkan model mengajar berorientasi materi Pendidikan di Indonesia. In Current Research in
yang didominasi metode pembelajaran yang Education: Conference Series Journal, 1(1), 1–
monoton. Tujuan pembelajaran masih menekankan 12.
pada kemampuan siswa untuk menghafal fakta- Fadilah, M., Permanasari, A., Riandi, R., & Maryani, E.
(2020). Analisis Karakteristik Kemampuan
fakta dan konsep sains. Masih sedikit guru
Literasi Sains Konteks Bencana Gempa Bumi
memberikan perhatian pada aspek literasi sains Mahasiswa Pendidikan IPA pada Domain
Kebiasaan guru memberikan soal tes sebagai Pengetahuan Prosedural dan Epistemik. Jurnal
evaluasi pembelajaran dalam bentuk soal rutin dan IPA & Pembelajaran IPA, 4(1), 103–119.
jarang dikaitkan dengan literasi. https://doi.org/10.24815/jipi.v4i1.16651
Fasasi, R. A. (2017). Effects of ethnoscience
D. SIMPULAN DAN SARAN instruction, school location, and parental
Kemampuan literasi sains siswa di SMPN 2 educational status on learners’ attitude towards
science. International Journal of Science
Lhokseumawe dalam kriteria “sedang” dengan rata-
Education, 39(5), 548–564.
rata persentase 49,65%. Dari komponen literasi https://doi.org/10.1080/09500693.2017.12965
sains, komponen pengatahuan epistemik dengan 99
kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah dengan Handayani, N. N. L. (2015). Membangun masyarakat
persentase paling besar yaitu 60,1% dengan melek sains berkarakter bangsa melalui
kategori tinggi. Menafsirkan data dan fakta secara pembelajaran. Prosiding Seminar Nasional
MIPA, 364–368.
ilmiah serta evaluasi inkuiri ilmiah tergolong
Herizal, H., Mellyzar, M., & Novita, N. (2020). Literasi
“sedang” dengan persentase masing-masing 52,7% Numerasi Ditinjau dari Pengetahuan dan Self-
dan 53,27%. Untuk pengertahuan konten Efficacy Calon Guru Matematika. CV. AA. Rizky.
menjelaskan fenomena ilmiah serta menafsirkan Karnasih, I. (2015). Analisis kesalahan Newman pada
data dan fakta secara ilmiah tergolong “sedang” soal cerita matematis (Newmans error analysis
dengan persentase 56,4% dan 51,2%. Persentase in mathematical word problems). Jurnal
paling rendah pada pengetahuan prosedural, untuk Paradikma, 8(1), 37–51.
Kristyowati, R., & Purwanto, A. (2019). Pembelajaran
kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah
literasi sains melalui pemanfaatan lingkungan.
45,6% kategori sedang. Pada kompetensi menyusun Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan,
inkuiri ilmiah dan mengevaluasi inkuiri ilmiah masih 9(2), 183–191.
https://doi.org/10.24246/j.js.2019.v9.i2.p183-
124 | Pendekar : Jurnal Pendidikan Berkarakter | Vol. 5, No. 2, Juli 2022, Hal 119-124