Anda di halaman 1dari 51

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)

BERORIENTASI LITERASI SAINS PADA MATERI LARUTAN

ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

Proposal Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Penulisan Skripsi

Oleh:

Finkan Rahmi

1810208003

PRODI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH

PALEMBANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang dijadikan pedoman

hidup oleh umat Nabi Muhammad SAW. Manusia adalah makhluk yang

diberikan akal pikiran oleh Allah SWT sesuai dengan firman-Nya :

Artinya : sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,dan

pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi

orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil

berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka

memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya

Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci

Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S Ali-Imran 190-

191)

Dengan akal pikiran tersebut manusia mampu mengamati segala

sesuatu yang ada di sekitarnya, menghasilkan, dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Hal ini menjadikan ilmu pengetahuan dan

teknologi terus berkambang seiring dengan perubahan zaman. Adanya

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga berdampak pada dunia


pendidikan. Fenomena tersebut mangakibatkan persaingan ketat

mengingat pesatnya perkembangan sains dan teknologi di abad 21. Oleh

sebab itu, manusia perlu manusia perlu memiliki kemampuan khusus.

Salah satu kemampuan khusus tersebut yaitu kemampuan literasi

sains. Literasi sains (melek sains) adalah kemampuan seseorang untuk

memahami sains, mengkomunikasikan sains, serta menerapkan sains

untuk memecahkan masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang

tinggi terhadap diri sendiri dan lingkungan dalam mengambil keputusan

berdasarkan pertimbangan sains ( Wulandari Nisa & Hayat Sholihin,

2016). ). Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dalam proses

pembelajaran seharusnya mampu memberikan keterampilan dalam

menghubungkan konsep dengan fenomena yang terjadi di kehidupan

sehari-hari, sehingga proses pembelajaran akan menjadi lebih bermakna.

Kebermaknaan dalam pembelajaran sains tersebut dapat dicapai jika

peserta didik telah memiliki kemampuan literasi sains yang baik. Memiliki

kemampuan literasi sains dirasa sangat penting bagi peserta didik karena

dapat mengembangkan beberapa kemampuan diri, seperti mampu

memberikan penjelasan mengenai fenomena dan gejala alam yang terjadi

berdasarkan konsep yang dipahami, serta dapat menggunakan metode

ilmiah dalam memecahkan masalah. Secara garis besar literasi sains

memiliki arti yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep keilmuan

dalam memecahkan masalah kehidupan sehai-hari. Hal ini sesuai dengan

tantangan dan harapan kurikulum 2013. Berdasarkan Permendikbud No

81A Tahun 2013, mengenai penyempurnaan kurikulum pendidikan dari


pembelajaran berpusat pada guru menjadi berpusat kepada peserta didik.

Selain itu juga menyempurnakan pola pikir, dan penyempurnaan

kemampuan yang harus dimiliki seperti sikap, kompetensi dan

keterampilan.

Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan sains dan teknologi

dalam bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan

komunikasi (Yuyu Yuliati, 2017). Salah satu keterampilan yang

dibutuhkan abad 21 adalah keterampilan literasi sains. Hal ini dikarenakan

dengan memiliki keterampilan literasi sains, masing-masing individu

memiliki kemampuan memahami sains, mengkomunikasikan sains serta

menerapkan kemampuan sains yang dimiliki dalam setiap pemecahan

masalah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains. Rustaman juga

berpendapat bahwa literasi sains adalah kemampuan yang dapat

mengimplementasikan pengetahuan yang dimiliki siswa untuk

menyelesaikan masalah kehidupan nyata (Sistiana Windyarini, 2016).

Melek sains atau literasi sains berarti pengetahuan sains yang

dimiliki dapat diaplikasikan dalam memecahkan permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari. Individu yang melek sains akan menghadapi

masalah dengan menganalisis permasalahan tersebut berdasarkan bukti-

bukti ilmiah dan kemudian menyimpulkan secara ilmiah ( Toharudin et al,

2011). Pada hakekatnya sains merupakan suatu produk dan proses, teori

dan hukum yang diperoleh melalui proses sains. Kedua komponen sains

tersebut terkandung dalam ilmu kimia. Kimia memiliki karakteristik yang

membedakan dengan ilmu pengetahuan lain. Karakteristik tersebut berupa


konsep-konsep yang abstrak namun erat kaitannya dengan kehidupan

sehari-hari.

Pada proses pembelajaran kimia, konsep pembelajaran berorientasi

literasi sains menjadikan siswa dapat berfikir secara ilmiah mengenai bukti

yang akan dihadapi oleh siswa pada kehidupan selanjutnya. Konsep

pembelajaran berorientasi literasi sains dapat menjadi alternatif

pembelajaran sains yang diterapkan disekolah karena ia sejalan dengan

kurikulum, yang kini diterapkan bahkan, memiliki tingkat fleksibelitas

yang tinggi karena mengacu pada kurikulum tertentu (Toharudin et al,

2011). Terkait dengan pemberian pengetahuan tentang sains, proses

pembelajaran memerlukan media pembelajaran untuk membantu

meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang akhirnya akan tercapai

mutu hasil pembelajaran yang optimal (Munirah, 2014). Depdiknas

memaparkan bahwa pada kenyataannya bahan ajar yang dikembangkan

oleh pihak lain seringkali tidak cocok dengan siswa. Aspek

ketidakcocokan tersebut bisa berasal dari lingkungan sosial, geografis,

budaya dan hal-hal lainnya. Oleh karena itu, bahan ajar yang

dikembangkan sendiri diharapkan dapat sesuai dengan karakteristik siswa

sebagai sasaran, sehingga Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dapat

memberikan manfaat bagi guru dan siswa (Depdiknas, 2008).

Prastowo (2011) mendefinisikan lembar kerja peserta didik

(LKDP) sebagai kumpulan yang berisi materi berdasarkan kompetisi

dasar, ringkasan, dan kegiatan yang dilakukan peserta didik. Depdiknas

(2008) menyatakan bahwa, paling tidak lembar kerja peserta didik (LKPD)
membuat judul, KD yang perlu dicapai, informasi yang singkat, langkah

kerja peserta didik memuat fenomena di lingkungan sekitar melalui

pendekatan literasi sains. Domain literasi sains seperti yang ditetapkan

oleh PISA 2015 ada empat, yaitu domain pengetahuan, konteks,

kompetensi, dan sikap. Literasi sains diduga penting sebab dapat

menjelaskan tentang fenomena berdasarkan pemahaman konsep yang

dimiliki, serta dapat memecahkan masalah sehari-hari sengan metode

ilmiah.

Pemilihan lembar kerja peserta didik (LKPD) sebagai media

pembelajaran dikarenakan, media tersebut dapat dirancang dan

dikembangkan sesuai kondisi dan kebutuhan peserta didik, demi

meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Sehingga, perlu adanya

inovasi dalam media pembelajaran yakni dengan mengembangkan sebuah

lembar kerja peserta didik (LKPD) yang menarik untuk menumbuhkan

minat dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi awal di SMA Negeri 3 Lais, bahwa

guru belum menggunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

berorientasi literasi sains dalam melengkapi sumber belajar. Kendala

utama yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran kimia yaitu

peserta didik sulit dalam pemahaman konsep. Dari data analisis angket

yang diberikan 93% peserta didik yang mengalami kesulitan dalam

pelajaran kimia. Sebanyak 73% peserta didik berpendapat bahwa bahan

ajar yang digunakan belum membuat paham akan konsep dari soal-soal

kimia. Dalam proses belajar mengajar dikelas, peserta didik hanya


berfokus pada satu sumber yaitu berupa buku cetak. Buku-buku cetak

kimia tersebut dipakai dalam proses pembelajaran dikelas, namun siswa-

siswi harus berbagi karena buku tidak mencukupi dengan jumlah peserta

didik yang ada.

Dengan mengembangkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

berorientasi literasi sains, peneliti mengharapkan bisa membantu pendidik

untuk menambah alat atau sumber belajar alternatif baru yang dapat

digunakan dalam proses pembelajaran kimia, serta dapat melatih dan

mengembangkan pengetahuan peserta didik khususnya pada pembelajaran

kimia pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Lembar Kerja

Peserta Didik (LKPD) ini dibuat dengan sederhana dan dikaitkan dengan

kehidupan sehari-hari peserta didik agar peserta didik lebih memahami

materi yang akan disampaikan. Dengan adanya Lembar Kerja Peserta

Dididk (LKPD) ini diharapkan juga bisa membantu pendidik pada

pembelajaran selama masih COVID-19 berlangsung. Lembar Kerja

Peserta Didik (LKPD) berisi rangkuman singkat materi, dan juga terdapat

tugas kegiatan pengamatan yang bisa dikerjakan dan dilakukan oleh

peserta didik dirumah. Dengan ini peserta didik tentunya bisa lebih

memahami materi pembelajaran dan waktu yang digunakan juga lebih

efektif.

Chusnul Latifah dan Kusuwati Dwiningsih (2018) dalam

penelitiannya tentang pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

berorientasi literasi sains pada materi pengembangan termokimia kelas XI

SMA, hasil penelitiannya menunjukkan ditinjau dari aspek kevalidan


diperoleh hasil berdasarkan validitas isi sebesar 91,67% dengan ketegori

sangat valid dan validitas konstruk yang terdiri dari kesesuaian tampilan

sebesar 93,34% (sangat valid), penyajian sebesar 90% (sangat valid) dan

kebahasaan sebesar 90,67% (sangat valid). Dari hasil tersebut, LKS yang

dikembangkan dinyatakan valid sehingga layak untuk dikembangkan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk

mengembangkan yang berjudul pengembangan Lembar Kerja Peserta

Didik (LKPD) berorientasi literasi sains pada materi larutan elektrolit dan

nonelektrolit. Media pembelajaran ini dikembangkan berguna untuk

sebagai bahan bacaan yang menarik, menambah wawasan dan

menyenangkan. Serta mampu meningkatkan minat dan motivasi peserta

didik dalam melatih kemampuan literasi sains sehingga memperoleh hasil

belajar yang memuaskan dan menghasilkan sumber daya yang berkualitas,

melalui penelitian dengan judul : “Pengembangan Lembar Kerja Peserta

Didik (LKPD) Berorientasi Literasi Sains Pada Materi Larutan Elektrolit

Dan Nonelektrolit”.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat validitas lembar kerja peserta didik (LKPD)

berorientasi literasi sains pada meteri larutan elektrolit dan

nonelektrolit?

2. Bagaimana respon peserta didik terhadap lembar kerja peserta didik

(LKPD) berorientasi literasi sains pada materi larutan elektrolit dan

nonelektrolit?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menghasilkan tingkat validitas lembar peserta didik (LKPD)

berorientasi literasi sains pada meteri larutan elektrolit dan

nonelektrolit

2. Untuk mengetahui respon peserta didik terhadap lembar kerja peserta

didik (LKPD) berorientasi literasi sains pada materi larutan elektrolit

dan nonelektrolit

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

a. Bagi Peserta Didik

Untuk membantu peserta didik agar mudah memahami materi kimia

khususnya materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dan diharapkan

dapat melatih kemampuan literasi sains peserta didik melalui lembar

kerja peserta didik berorientasi literasi sains.

b. Bagi Guru
Dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam proses belajar mengajar di

dalam kelas

c. Bagi Sekolah

Dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengembangan bahan ajar

dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah

d. Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang pengembangan

bahan ajar dalam proses pembelajaran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak

dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.

Jadi media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke

penerima pesan (Arief S. Sadiman, 2009).

Media sebagai alat bantu mengajar berkembang sedemikian

pesatnya sesuai kemajuan teknologi. Ragam dan jenis media pun

cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan kondisi,

waktu, keuangan maupun materi yang akan disampaikan. Jika

dikaitkan dengan pembelajaran maka media dapat diartikan sebagai

alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk

membawa informasi dari pengajar ke peserta didik. Dengan demikian,

media pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang akan

digunakan untuk menganyampaikan informasi dari sumber/pengajar ke

peserta didik yang bertujuan merangsang mereka agar mengikuti

kegiatan pembelajaran secara utuh (Cecep Kustandi & Bambang

Sutjipto, 2013).

2. Kedudukan Media Dalam Sistem Pembelajaran

Secara umum, kedudukan media dalam sistem pembelajaran adalah

sebagai berikut (Ibid., Hlm. 19)

1. Alat bantu;
2. Alat penyalur pesan;

3. Alat penguatan (reinforcement); dan

4. Wakil guru dalam menyampaikan informasi secara lebih teliti,

jelas dan menarik.

3. Fungsi Media Pembelajaran

Menurut Kemp dan Dayton (1985:28), ada tiga fungsi utama media

pembelajaran apabila digunakan untuk perorangan, kelompok, atau

kelompok dengan jumlah besar:

1) Memotivasi minat atau tindakan

Media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau

hiburan.

2) Menyajikan informasi

Media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian

informasi diharapkan siswa. Isi dan bentuk peyajian bersifat amat

umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau

pengetahuan latar belakang.

3) Memberi intruksi

Informasi yang terdapat dalam media harus melibatkan siswa baik

dalam bentuk benak maupun mental meupun dalam bentuk

aktifitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.

Selain itu, fungsi media pembelajaran bagi pengajar yaitu

(Nunu Mahnun, 2014):

1) Memberikan pedoman, arahan untuk mencapai tujuan.

2) Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik.


3) Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik.

4) Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pengajaran.

5) Membantu kecermatan, ketelitian dalam penyajian materi

pelajaran.

6) Membangkitkan rasa percaya diri seorang pengajar.

7) Meningkatkan kualitas pelajaran.

4. Manfaat Media Pembelajaran

Kemp dan Dayton mengemukakan bahwa terdapat dampak positif

dari penggunaan media pembelajaran dikelas, atau sebagai cara utama

pembelajaran langsung (Cecep Kustandi & Bambang Sutjipto, 2013):

1. Penyampaian pembelajaran tidak kaku.

2. Pembelajaran bisa lebih menarik.

3. Lama waktu pembelajaran yan diperlukan dapat dipersingkat.

4. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bila media pembelajaran

sapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan

cara terorganisasi dengan baik, spesifik dan jelas.

5. Pembelajaran dapat disajikan dimana dan kapan saja sesuai dengan

yang diinginkan.

6. Meningkatkan difat positif peserta didik dan proses belajar menjadi

lebih kuat/baik.

7. Peran guru dapat berubak ke arah yang lebih positif.

B. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

1. Definisi Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)


Lembar kerja peserta didik (LKPD merupakan salah satu media

pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi peserta

didik. LKPD ini sangat mampu menunjang tercapainya tujuan

pembelajaran sesuai kurikulum 2013 (K-13). Hairudin mengatakan

bahwa LKPD merupakan salah satu panduan kegiatan belajar peserta

didik guna memudahkan peserta didik dalam proses pembelajaran (M.

Djauhar Shiddiq, et al., 2012). Trianto menjelaskan bahwa LKPD

merupakan sebuah perangkat pembelajaran yang terdiri atas lembaran-

lembaran kertas yang berisi kegiatan pengamatan, permasalahan-

permasalahan serta langkah-langkah yang dapat digunakan peserta

didik untuk menyesuaikan permasalahan-permasalahan tersebut.

Salah satu bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran adalah

lembar kerja peserta didik (LKPD). Lembar kerja peserta didik

(student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus

dikerjakan oleh peserta didik. Menurut definisi lain LKPD merupakan

bahan ajar cetak berupa lembar kerja materi, ringkasan, dan pedoman

dalam pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus diselesaikan oleh

peserta didik dan harus mengarah pada kompetensi dasar yang harus

dicapai (Sartiah dan D. Yulianti, 2015).

2. Fungsi Lembar Kerja Peserta Didik(LKPD)

Prastowo penjelaskan bahwa LKPD berfungsi untuk

mempermudah peserta didik dalam memahami materi pembelajaran

serta bimbingan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan

terkait materu yang telah dipelajari (Dewi Rahayu dan Budiyona,


2018). Hairudin mengatakan bahwa penerapan LKPD mampu

memudahkan peserta didik dalam menikuti alur kegiatan pembelajaran

(Daryanti, et al,.). selaras dengan teori yang diungkapka oleh Putri

bahwa dengan menerapkann LKPD dalam kegiatan pembelajaran

membuat peserta didik cenderung lebih aktif karena dalam LKPD

memuat beberapa pernyataan pada metri tertentu serta tahap-tahap

yanh harus ditempuh oleh peserta didik guna menyelesaikan

pertanyaan tersebut. Falah juga mengungkapakan bahwa dengan

LKPD sangat efektif diterapkan dalam kegiatan pembelajaran (Debby

Damayanti Sinaga, et al,.).

3. Tujuan Penyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Dalam hal, ini ada empat point yang menjadi tujuan penyusun

LKPD, yaitu:

1) Menyajikan bahan ajar yang memudakan peserta didik untuk

berinteraksi dengan materi yang diberikan;

2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta

didik terhadap materi yang diberikan;

3) Melatih kemandirian belajar peserta didik; dan

4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas atau latihan

kepada peserta didik ( Ibid, hlm. 205-206).

4. Unsur-Unsur LKPD Sebagai Bahan Ajar

Berdasarkan strukturnya, LKPD lebih ringkas dan lebih kompleks

jika dibandingkan dengan modul dan buku. Bahan ajar LKPD terdiri

atas 6 unsur pokok yang meliputi judul, kompetensi dasar atau materi
pokok, petunjuk belajar, tugas atau langkah kerja penilaian, dan

informasi pendukung. Sedangkan berdasarkan formatnya, LKPD

minimal memiliki delapan unsur, yaitu: judul, waktu penyelesaian,

kompetensi dasar yang akan dicapai, informasi singkat, peralatan atau

bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, tugas yang harus

dilakukan, langkah kerja, dan laporanyang harus dikerjakan (Andi

Prastowo, 2011).

5. Penyususn Lembar Kerja Peserda Didik (LKPD)

Keberadaan LKPD yang kreatif dan inovatif yang mampu menarik

dan membangkitkan semangat rasa ingin tahu peserta didik dalam

belajar sangat diharapkan. Sudah seharusnya tenaga pendidik mampu

mempersiapkan dan menciptakan media sendiri untuk memudahkan

peserta didik dalam proses pembelajaran.

Sebelum itu pendidik harus memahami bagaimana langkah-

langkah penyusunan LKPD.

1) Melakukan analisis kurikulum

Melaksanakan analisis kurikulum berguna untuk memilah-

milah materi apa saja yang memerlukan bantuan LKPD dalam

proses pembelajaran. Umumnya, ketika penentuan materi, tahapan

analisis dilaksanakan dengan cara melihat materi pokok, materi

yang diajarkan serta mencermati kompetensi yang akan dicapai

oleh peserta didik dan pengalaman belajar (Ibid., hlm. 211-212).

2) Menyusun peta kebutuhan LKPD


Peta kebutuhan LKPD sangat dibutuhkan dalam

menentukan jumlah LKPD yang akan ditulis serta melihat urutan

LKPD-nya. Urutan LKPD juga diperlukan dalam penentuan

prioritas penulis. Analisis kurikulum dan analisis sumber belajar

dilakukan sebelum menyusun peta kebutuhan LKPD ini.

3) Menentukan judul-judul LKPD

Dalam penentuan judul LKPD didasarkan atas kompetensi-

kompetensi dasar, pengalaman belajar yang terdapat dalam

kurikulum, atau materi-materi pokok. Jika satu kompetensi dasar

tidak terlalu besar maka dapat dijadikan sekaligus sebagai judul

LKPD. Jika satu kompetensi dasar diuraikan dan menghasilkan

maksimal 4 materi pokok, maka kompetensi tersebut dapat

dijadikan satu judul LKPD.

4) Penulisan LKPD

Pertama, merumuskan kompetensi dasar. Perumusan

kompetensi dasar biasanya langsung dari kurikulum. Kedua,

menentukan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi. Ketiga,

menyusun materi pembelajaran. Dalam menyusun materi, materi

yang disajikan harus mendukung terhadap kompetensi dasar.

Keempat memperhatikan struktur LKPD. Memahami struktur

LKPD, karena jika salah satu dari struktur itu tidak lengkap,

LKPD yang dihasilkan akan kurang maksimal. Terhadap enam

komponen dalam struktur LKPD, yaitu judul, kompetensi dasar

yang akan dicapai, petunjuk belajar (petunjuk-petunjuk peserta


didik), tugas-tugas, informasi-informasi pendukung, penilaian

peserta didik, dan langkah-langkah kerja (Ibid., hlm. 213-215).

6. Kriteria kualitas Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, syarat-syarat

yang harus dipenuhi oleh LKPD adalah sebagai berikut:

1) Syarat didaktik

Syarat didaktik menerangkan bahwa sifat LKPD universal, bisa

diterapkan untuk peserta didik yang tergolong pandai dan kurang

pandai. Hal ini terpenting dalam LKPD yakni menekankan pada

kemampuan penemuan konsep, dan mengandung berbagai stimulus

melalui media dan berbagai kegiatan aktifitas belajar peserta didik,

LKPD mengutamakan pengembangan komunikasi sosial, moral,

emosional dan estetika. Syarat didaktik mengharuskan LKPD

mengikuti prinsip-prinsip belajar mengajar efektif.

2) Syarat kontruksi

Syarat kontruksi berhubungan dengan kalimat, penggunaan bahasa,

tingkata kesukaran, kosa kata, dan kejelasan dalam LKPD. Syarat-

syarat kontruksi yang harus dipenuhi oleh LKPD anatara lain

mengenai susunan kalimat, penggunaan bahasa, taraf kesukaran

kosakata, dan kejelasan kalimat.

3) Syarat teknis

Syarat teknis menitikberatkan pada gambar, tulisan, dan

penampilam dalam LKPD (Regina Tutik Padmaningrum, 2008).


C. Literasi Sains

1. Pengertian Literasi Sains

Secara asal katanya literasi sains berasal dari dua kata yaitu literasi

dan sains. Asal kata literasi yaitu literature yang mempunyai arti melek

huruf. OCEO menyatakan bahwa asal kata sains yaitu scientia yang

mempunyai arti pengetahuan. Herlen menyatakan bahwa literasi sains

menurut PISA yaitu keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh

seseorang dalam menggunakan wawasannya terutama wawasan dalam

bidang sains, untuk meneliti soal-soal, mengambil kesimpulan

berdasarkan fakta-fakta ilmiah sebagai upaya untuk memahami dan

merancang keputusan yang berkaitan dengan alam serta perubahan-

perubahan yang terjadi di alam akibat dari perbuatan manusia ( Utami

Dian Pratiwi et al., 2018).

Toharudin yang menyatakan bahwa literasi sains yaitu keahlian

seseorang yang digunakan untuk menguasai ilmu sains, mempraktikan

ilmu sains untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalahan

ilmiah sehingga mampu mempunyai perilaku dan sensitivitas terhadap

diri sendiri dan lingkungan sekkitar dalam membuat keputusan

berdasarkan penilaian sains (Nisa Wulandari & Huda Sholihin, 2016).

Ketika seseorang mampu mencari kebenaran dan informasi-informasi

sains, mampu menggunakan keterampilan saintifik untuk menelaah

informasi-informasi tersebut secara lebih lanjut, mampu menjelaskan

informasi serta data-data ilmiah dengan sempurna, maka Gormally et


al., menyatakan bahwa oarang tersebut sudah memiliki kemampuan

literasi sains (Andi Ratna et al., 2019).

Ciri khas dari penerapan pendekatan literasi sains dalam kegiatan

pembelajaran menurut PISA 2006 seperti yang diungkapkan Astuti

yaitu pertama, kesadaran akan adanya wawasan dan teknologi sangat

berpengaruh dalam situasi kehidupan masyarakat. Seperti di era

sekarang ini dimana hampir seluruh kegiatan manusia melibatkan

peran teknologi didalamnya. Sedangkan untuk menciptakan dan

menggunakan teknologi dengan baik dan bijak diperlukan wawasan

yang cukup baik. Kedua, pemahaman masyarakat bahwa wawasan

ilmiah bukan hanya mencakup wawasan tentang alam saja yang bisa

diperboleh, tapi juga wawasan mencakupkepentingan di seluruh

bidang kehidupan. Ketiga, keterampilan literasi sains mencakup

keterampilan dalam menelaah kebenaran-kebenaran ilmiah,

mendeskripsikan dengan jelas terkait peristiwa yang terjadi,

merancang sebuah ikhtisar dan keputusan berdasarkan fakta-fakta

ilmiah yang ada (Yosef Firman Narut & Kansius Supradi, 2019).

2. Pentingnya literasi sains

Menurut Programme For Internasional Student Assessment

(PISA), hasil dari usaha kolaboratif antara negara OECD

(Organitation For Economic Cooperation). PISA mengukur hasil

sistem pendidikan pada prestasi belajar peserta didik yang berusia 15

tahun. Asesmen yang dilakukan oleh PISA ini tidak sekedar terfokus

pada sejauh mana peserta didik telah menguasai kurikulum sekolah,


tetapi juga melihat kemampuan peserta didik untuk menggunakan

pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dalam kehidupan

sehari-hari. Orientasi ini mencerminkan perubahan tujuan kurikulum

yang semakin mengarah kepada apa yang dapat dilakukan peserta

didik dengan bekal kemampuannya dan apa yang telah dipelajarinya di

sekolah.

Pada 2003, PISA mendefinisikan literasi sains sebagai kapasitas

untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, kemampuan

mengidentifikasi pernyataan-pernyataan dan menarik kesimpulan

berdasarkan bukti-bukti yang ada agar dapat memahami dan

membantu peserta didik membuat keputusan tentangdunia alami dan

interaksi antara manusia dengan alam. Seiring dengan pesatnya

perkembanagn sains dan teknologi, definisi ini sudah mengalami

perkembangan dan perubahan. Pada 2006, literasi sains adalah

kemampuan mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena secara

ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah itu dalam kehidupan sehari-hari

(Uus Toharudin. Dkk, Ibid, hlm 6-7).

3. Indikator Literasi Sains

Holboord (2009) dalam jurnalnya The Meaning Of Science,

menyatakan literasi sains berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan

dengan cara meningatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar

dapat memberikan kontribusi pada lingkungan sosial. Berdasarkan

pernyataan di atas literasi sains memiliki arti luas, setiap kalangan

dapat memberikan memberikan kontribusi dalam mengartikan literasi


sains. Setiap kalangan umur memberikan kontribusi terhadap teknologi

berdasarkan tingkat pemahaman yang dimilikinya. Secara umum

literasi sains memiliki beberapa komponen, komponen tersebut adalah;

1. Mampu membedakan mana konteks sains dan mana yang bukan

konteks sains

2. Mengerti bagian-bagian dari literasi sains dan memiliki

pemahaman secara umum aplikasi sains

3. Memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sains dalam

memecahkan masalah

4. Mengerti karakteristik dari sains dan mengerti kaitannya dengan

budaya

5. Mengetahui manfaat dan resiko yang ditimbulkan oleh sains

Komponen-komponen di atas merupakan dasar pengembangan dar

indikator yang akan disusun untuk lebh lanjut literasi sains.

Menurut Gormally (2012) dalam Mamat, 2016) indikator literasi

sains antara lain;

1. Mengidentifikasi pendapat ilmiah yang valid

2. Melakukan penelusuran literatur yang efektif

3. Memahami elemen-elemen desain penelitian dan bagaimana

dampaknya terhadap temuan / kesimpulan

4. Membuat grafik secara tepat dari data

5. Memecahkan masalah menggunakan keterampilan kuantitatif,

termasuk statistik dasar

6. Memahami dan mengidentifikasikan statistik dasar


7. Melakukan inferensi, prediksi, dan penarikan kesimpulan

berdasarkan data kuantitatif.

4. Ruang Lingkup Literasi Sains

Konsep literasi sains mengharapkan siswa untuk memiliki rasa

kepedulian yang tinggi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dalam

menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari dan mengambil

keputusan berdasarkan pengetahuan sains yang dipahaminya. Definisi

lliterasi sains pada PISA 2012 sebagai berikut:

1) Pengetahuan ilmiah individu dan kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan yang dimilikinya untuk mengidentifikasi masalah,

memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, dan

menarik kesimpulan berdasarkan bukti yang berhubungan dengan

isu ilmiah.

2) Memahami karakteristik utama pengetahuan yang dibangun dari

pengetahuan manusia dan inkuiri.

3) Menyadari bagaimana sains dan teknologi membentuk material,

lingkungan intelektual dan budaya.

4) Adanya kemauan untuk terlibat dalam isu dan ide yang

berhubungan dengan sain.

Berdasarkan framework PISA 2012 aspek literasi sains

terdiri dari aspek konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap

yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

a) Aspek Konteks Sains


Aspek yang penting dalam asesmen literasi sains PISA

adalah keterlibatan peserta didik dalam berbagai situasi yang

disajikan dalam bentuk isu-isu penting yang berhubungan

dengan sains dalam kehidupan sehari-hari. Item asesmen

literasi sains didesain untuk konteks yang bukan hanya terbatas

pada kehidupan sekolah saja, tetapi juga pada konteks

kehidupan nyata peserta didik secara menyeluruh. PISA

berfokus pada situasi yang berkaitan dengan diri individu,

keluarga, sosial, kondisi global dan beberapa topik untuk

memahami kemajuan dalam bidang sains. Dalam OECD (2003)

menyebutkan bahwa asesmen literasi sains pada PISA menilai

kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang berkaitan dengan

konteks.

b) Aspek Kompetensi Sains

Aspek kompetensi sains mengarah pada proses mental yang

terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan

permasalahan. Prioritas penilaian PISA 2012 dalam literasi

sains merujuk pada aspek kompetensi sains, yaitu;

mengidentifikasi isu ilmiah, mendeskripsikan fenomena ilmiah

berdasarkan pengetahuan ilmiah, dan mampu menemukan bukti

ilmiah untuk menarik sebuah kesimpulan.

c) Aspek Pengetahuan Sains

Pada aspek pengetahuan sains, peserta didik mampu

merangkum sejumlah konsep kunci agar mampu memahami


fenomena alam tertentu serta kronologi perubahan yang terjadi

akibat kegiatan aktivitas manusia. Tujuan tes PISA adalah

untuk menggambarkan sejauh mana pencapaian peserta didik

yang terlihat dari penerapan pengetahuan mereka dalam

konteks yang sejlan dengan kehidupan mereka (Wilandri, Nisa

dan Hayat Sholihin, 2016).

PISA 2018. Literasi sains terdiri dari tiga aspek yang saling

berkaitan, yaitu;

Tabel 2.1 Aspek-aspek kerangka penilaian literasi ilmiah

untuk PISA 2015/2018

Konteks Masalah pribadi, lkal/nasional dan

global, baik saat ini dan historis,

yang menurut pemahaman sains dan

teknologi.

Pengetahuan Pemahaman tentang fakta-fakta

utama, konsep dan teori penjelas

yang membentuk dasar pengetahuan

ilmiah. Pengetahuan tersebut

mencakup tentang alam dan artefak

teknologi (pengetahuan konten),

pengetahuan tentang bagaimana ide-

ide tersebut dihasilkan (pengetahuan

prosedural), dan pemahaman tentang

alaan yang mendasari prosedur dan


pembenaran untuk penggunaannya

(pengetahuan epistemik).

Kompetensi Kemampuan untuk menjelaskan

fenomena secara ilmiah,

mengevaluasi dan merancang

penyelidikan ilmiah, dan

menafsirkan data dan buti dan secara

ilmiah (OECD, 2018)

D. Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit

1. Larutan elektrolit

Elektrolit adalah zat yang menghasilkan ion-ion dalam larutan.

NaCl, KCl, MgCl2, NH4Cl, dan (NH4)2SO4 adalah beberapa contoh

elektrolit yang dalam larutan dengan pelarut air terdisosiasi

menghasilkan ion-ion. Contoh reaksi disosiasi dari zat-zat tersebut

adalah sebagai berikut.


H2O
KCl(s) K+ (aq) + Cl-(aq)

Adanya ion-ion dalam larutan ditunjukkan dengan menyalanya

lampu pada alat uji elektrolit ketika larutan ditunjuk dengan menyala

lampu pada alat uji elektrolit ketika larutan dihubungkan dengan

sumber arus melalui elektrode.

Larutan senyawa molekuler dalam air. Seperti HCl, HNO3, dan

HSO4 juga menghasilkan ion-ion. Molekul-molekul tersebut di dalam

air mengalami ionisasi dengan persamaan berikut.


H2O
HCl(v) H+(aq) + Cl- (aq)

H2O
HNO3(1) H+(aq)+ NO3-(aq)

H2O
H2SO4(1) 2H+(aq) + SO32- (aq)

2. Larutan Non elektrolit

Nonelektrolit adalah zat yang tidak menghasilkan ion-ion dalam

larutan. Kristal gula bila dilarutkan dalam air tidak menghasilkan ion-

ion. Dalam larutan, molekul-molekul gula hasil peruraian kristal gula,

hanya mengadakan ikatan hidrogen antarmolekul dan gaya London

dengan molekul-molekul air. Pelarutan gula dalam air dapat

dinyatakan dengan persamaan berikut.


H2O
C12H22O11(s) C12H222O11(aq)

Air murni terdiri dari molekul-molekul air dan sejumlah sangat

kecil ion-ion H+ dan OH-. Air murni tidak mengantarkan arus listrik

(Effendy, 2016).

Dalam pelarut air, zat padat dapat dalam keadaan ion-ion maupun

molekul-molekulnya. Jika NaCl terlarut dalam air, masing-masing ion

Na+ dan ion Cl- terhidrasi oleh molekul-molekul air dan bergerak

secara bebas keseluruh medium larutan. Jika glukosa atau etanol larut

dalam air, zat-zat tersebut tidak terdapat dalam bentuk ion, melainkan

sebagai molekul. Zat-zat di dalam air membentuk ion-ion dinamakan

zat elektrolit, dan larutannya dinamakan larutan elektrolit. Sebaliknya,


zat-zat yang di dalam pelarut air berupa molekul disebut zat

nonelektrolit dan larutan yang terbentuk dinamakan larutan

nonelektrolit.

Secara eksperimen larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit dapat

dibedakan berdasarkan daya hantar listriknya. Larutan elektrolit seperti

beberapa jenis larutan garam, asam, dan basa kuat dapat

menghantarkan arus listrik. Zat-zat nonelektrolit seperti senyawa

organik pada umumnya di dalam pelarut air tidak dapat

menghantarkan arus listrik.

Dalam keadaan murni, asam merupakan senyawa kovalen, tetapi

jika dilarutkan ke dalam air terurai menjadi ion-ionnya.

HCl (aq) + H2O(l) H3+O+ + Cl-

Umumnya, basa merupakan senyawa ionik, kecuali NH3 adalah

basa dalam keadaan murni berupa senyawa kovalen dan di dalam air

terurai menjadi ion-ionnya.

NH3(g) + H2O(l) NH4+(aq) + OH(aq)

Semua garam merupakan senyawa ionik. Jika garam dilarutkan

dalam air, ion-ion garam akan melepaskan diri dari kisi-kisi kristal

yang selanjutnya terhidrasi di dalam pelarut air.

NaCl-(aq) + H2O(l) Na+(aq) + Cl-(aq)

Zat elektrolit yang teruirai sempurna di dalam air dinamakan

elektroli kuat, sedangkan zat elektrolit yang hanya terurai sebagian

membentuk ion-ionnya di dalam air dinamakan elektroli lemah. Asam

dan basa yang merupakan elektrolit kuat disebut asam kuat dan basa
kuat. Asam dan basa yang hanya terionisasi sebagian di dalam air

disebut asam lemah dan basa lemah. Selain HCl, HBr, HI, HNO3,

H2SO4, dan HClO4, umumnya tergolong asam lemah. Basa kuat adalah

hidroksida dari logam alkali dan alkali tanah, kecuali berilium. Berikut

tabel penggolongan zat terlarut dalam larutan berair:

Tabel 1.1 Penggolongan Zat Terlarut dalam Larutan Berair

(Raymond Chang, 2004)

Elektrolit kuat Elektrolit lemah Nonelektrolit

HCl CH3COOH (NH2)2CO (urea)

HNO3 HF CH3OH (metanol)

HClO4 HNO2 C2H5OH (etanol)

H2SO4* NH3 C6H12O6 (glukosa)

NaOH H2O@ C12H22O11 (sukrosa)

Ba(OH)2

Senyawa-senyawa

ionik

*H2SO4 memiliki 2 ion H+ yang dapat terionisasi

@ Air murni merupakan elektrolit yang sangat lemah

Dengan membandingkan cahaya bola lampu pijar dari zat-zat

terlarut dengan jumlah molar yang sama dapat membantu kita untuk

membedakan antara elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Ciri elektrolit

kuat adalah apabila zat terlarut dianggap telah 100 persen terdisosiasi

menjadi ion-ionnya dalam larutan. Disosiasi adalah penguraian


senyawa menjadi kation dan anion. Dengan demikian kita dapat

menyatakan proses pelarutan natrium klorida dalam air sebagai

berikut:
H2O
NaCl(s) Na+(aq) + Cl-(aq)

3. Senyawa Ion dan Senyawa Kovalen

Beberapa zat ada yang dalam keadaan padat tidak dapat

menghantarkan listrik tetapi dalam keadaan cair larutan dapat

menghantarkan listrik, misalnya garam dapur (NaCl). Demikian juga

dengan HCl yang dapat menghantarkan listrik setelah dilarutkan dalam

air.

Air murni penghantar listrik yang sangat buruk. Pada pengujian

dengan alatuji elektrolit, tidak ditemukan adanya arus listrik yang

mengalir dari satu elektrode ke elektrode yang lain (lampu tidak

menyala). Akan tetapi, bila ke dalam air tersebut dilarutkan garam

dapur padat, maka larutan yan terjadi dapat menghantarkan listrik

dengan baik. Hal ini ditandai dengan menyalanya lampu alat uji

elektrolit. Peristiwa yang sama akan terjadi bila air ditetesi larutan

pekat asam klorida. Larutan NaCl dalam air dan larutan HCl dalam air

dapat menghantarkan listrik dan disebut larutan elektrolit.

Beberapa zat padat dan zat cair yang dilarutkan ke dalam air

ternyata tidak menghantarkan listrik. Sebagai contoh ketika gula, urea,

dan alkohol masing-masing dilarutkan ke dalam air. Larutan terbentuk

tidak menghantarkan listrik dan disebut larutan nonelektrolit.


Svante Arrhenius pada tahun 1884 mengajukan teorinya,

bahwadalam larutan elektrolit yang berperan menghantarkan arus

listrik adalah ion listrik karena ion-ion Na+ dan Cl- terikat sangat rapat

dalam kristal sehingga tidak bebas bergerak. Kondisi ini tidak terjadi

pada NaCl cair. Dalam keadaan cair, jarak antar ion-ion Na+ dan Cl-

sangat renggang sehingga ion-ion tersebut bebas bergerak untuk

mengantarkan listrik.

Hal yang sama terjadi pada larutan NaCl (NaCl padat yang

dilarutkan dalam air). Oleh karena pengaruh air, garam dapur (NaCl)

akan terurai menjadi ion positif (kation) Na+ dan ion negatif (anion) Cl-

yang bebas bergerak. Proses peruraian ini disebut dengan disosiasi.

NaCl(s) Na+(aq) + Cl-(aq)

Senyawa ionik memiliki daya hantar listrik yang rendah dalam

keadaan padat tetapi cukup tinggi dalam keadaan lebur. Daya hantar

yang tinggi senyawa ionik dalam keadaan lebur disebabkan oleh

adanya kation-kation dan anion-anion yang dapat bergerak bebas

dibawahpengaruh medan listrik. Pada keadaan padat ion-ion terikat

secara kuat dalam kisi kristak dan tidak bebas bergerak di bawah

pengaruh medan listrik sehingga daya hantarnya rendah. Senyawa

ionik cenderung mudah larut dalam pelarut dengan kepolaran yang

tinggi seperti air. Larutan senyawa ionik dalam air dapat

menghantarkan arus listrik karena dalam larutan, ion-ion hasil disosiasi

dapat bergerak bebas (Effendy, 2016).


HCl merupakan senyawa kovalen maka tidak ada ion pada HCl,

yang ada adalah molekul-molekul HCl. Molekul-molekul ini meskipun

bebas bergerak tetapi tidak dapat membawa muatan listrik karena

bukan ion. HCl merupakan senyawa kovalen polar, yang berarti

mempunyai kutub-kutub positif dan negatif akibat adanya perbedaan

kelektronegatifan. Di dalam air, molekul HCl tersebut dapat terurai

karena pengaruh air yang juga bersifat polar sehingga membentuk ion-

ion H+ dan Cl-. Ion-ion dalam larutan HCl inilah yang berperan sebagai

penghantar listrik. Poses peruraian ini sidebut ionisasi.

HCl(aq) H+(aq) + Cl-(aq)

Ion-ion positif akan bergerak menuju ke elektrode negarif dan ion-

ion negarif akan bergerak menuju ke elektrode positif dengan

membawa muatan listrik. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan

bahwa larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik karena di dalam

larutan terkandung ion-ion yang bebas bergerak. Ion-ion tersebut

berasal dari zat terlarut yang terurai menjadi ion-ion positif dan ion-ion

negarif yang bebas bergerak untuk membawa muatan listrik.

I. Konsep Operasional

Pada penelitian ini, peneliti mendesain lembar kerja peserta didik

berbasis literasi sains untuk meningkatkan kemampuan literasi sains pada

meteri larutan elektrolit dan nonelektrolit. Pentingnya kemampuan literasi

sains untuk mengupayakan peningkatan mutu dan kualitas pembelajaran

sains. Diharapkan melalui lembar kerja peserta didik ini mampu


menambah minat dan motivasi peserta didik dalam mempelajari sains.

Selain itu, mampu menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik terhadap

fenomena-fenomena dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dari

sudut pandang sains. Berikut bagan prosedur penelitian Borg & Gall

(Septiana Vicky Laksita, Suporwoko & Sri Budiawanti, 2013).


Analisis kebutuhan

Rancangan Pembuatan LKPD

Pengumpulan Data Rancangan LKPD

Pembuatan Desain LKPD

Pembuatan LKPD

Validasi Validasi Uji


Media Materi Kepraktisan

Memenuhi Kriteria

Tidak

Revisi
Ya

Draf Final

Uji Coba Terbatas dan Revisi

Produk Akhir LKPD Berorientasi Literasi

Gambar 1.1 Bagan Prosedur Pemelitian (Borg & Gall)


BAB III

Metode Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran

2021/2022, Di sekolah SMA Negeri 3 Lais.

B. Objek dan Subjek Penelitian

1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah lembar kerja peserta didik (LKPD)

berorientasi literasi sains pada materi larutan elektrolit dan

nonelektrolit untuk peserta didik kelas X SMA Negeri 3 Lais.

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang melakukan

validasi terhadap produk lembar kerja peserta didik (LKPD)

berorientasi literasi sains pada materi larutan elektolit dan nonelektrolit

sebagai subjek penellitian.

a. Ahli Media Pembelajaran

Ahli media pembelajaran minimal memiliki pendidikan sarjana

S2 (strata dua) yang berasal dari dosen dan memiliki pengalaman

serta keahlian dalam perencanaan maupun pengembangan desain

media pembelajaran.

b. Ahli Materi Pembelajaran Kimia


Ahli materi pembelajaran kimia minimal memiliki pendidikan

sarjana S2 (strata dua) bidang kimia yang berasal dari dosen serta

memiliki pengalaman luas dan tinggi dalam mengajar pelajaran

kimia.

c. Peserta Didik

Peserta didik kelas X SMA Negeri 3 Lais bertindak sebagai

subjek uji coba terbatas untuk mengetahui respon peserta didik

terhadap media tersebut

C. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian dan pengembangan (R&D). Metode penelitian dan

pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Research and Development

adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk

tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2011).

Menurut Trianto yang dimaksud dengan penelitian dan pengembangan

adalah rangkaian dengan proses baru atau langkah-langkah dalam rangka

mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan prosuk yang

telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan (Trianto, 2011).

Model pengembangan yang digunakan untuk mendesain LKPD

diadaptasikan dari model pengembangan Borg & Gall menggariskan 10

langkah-langkah umum untuk menghasilkan produk yakni sebagai berikut:

1) penelitian dan pengumpulan data awal; 2) perencanaan penelitian; 3)

pengembangan produk awal; 4) uji coba terbatas; 5) revisi hasil uji coba
terbatas; 6) uji coba lapangan; 7) revisi hasil uji coba lapangan; 8) uji

lapangan; 9) revisi produk akhir; 10) desiminasi.

Mengingat keterbatasan penelitian, secara garis besar langkah-

langkah penelitian dan pengembangan yang telah dikemukakan

sebelumnya, disederhanakan sesuai kebutuhan penelitian yakni terbatas

pada tahap uji coba terbatas dan revisi. Hal tersebut didasari oleh Borg dan

Gall yang menyarankan dalam penelitian dibatasi dalam skala kecil,

termasuk dimungkinkan membatasi langkah penelitian.

Berikut ini tahapan pada model Borg dan Gall (Sri Haryati, 2012);

1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan

data), termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang

berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran kebutuhan,

penelitian dalam skala kecil, dan persiapan untuk merumuskan

kerangka kerja penelitian;

2. Planning (perencanaan), termasuk dalam langkah ini menyusun

rencana penelitian yang meliputi merumuskan kecakapan dan

keahlian yang berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan

yang akan dicapai pada setiap tahapan, desain atau langkah-langkah

penelitian dan jika mungkin/diperlukan melaksanakan studi

kelayakan secara terbatas;

3. Develop preliminary form of product (pengembangan produk), yaitu

mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan

dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen

pendukung, menyiapkan pedoman dan buku prtunjuk, dan


melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung. Contoh

pengembangan bahan pembelajarab, proses pembelajaran dan

instrumen evaluasi;

4. Preliminary field testing (uji coba terbatas), yaitu melakukan uji

coba lapangan awal dalam skala terbatas. Pada langkah ini

pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan wawancara,

observasi atau angket;

5. Main product revision (revisi produk), yaitu melaksanakan

perbaikan terhadap produk awal yang dihasikan berdasarkan hasil uji

coba awal. Perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu

kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam uji coba terbatas,

sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap diuji coba

lebih luas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah strategi atau cara yang digunakan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam

penelitiannya. Penelitian data yang dimaksud untuk memperoleh bahan-

bahan, keterangan, kenyataan-kenyataan, dan informasi yang dapat

dipercaya. Dalam penelitian dapat digunakan berbagai macam metode,

diantaranya dengan wawancara, angket, tes, dan analisis dokumen

(Sudaryono, Gaguk Margono, dan Wardani Rahayu, 2016).

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah wawancara, angket dan dokumentasi.


1. Wawancara (interview)

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang digunakan

untuk memproleh informasi langsung dari sumbernya secara lebih

mendalam (Riduwan, 2016). Instrumen yang digunakan pada teknik

ini adalah pedoman wawancara yang dilakukan pada tahap studi

pendahuluan untuk analisis kebutuhan guru dan peserta didik. Studi

pendahuluan berupa wawancara ditujuka kepada guru kimia kelas X.

2. Angket (Questionnaire)

Angket adalah daftar pernyataan yang diberikan kepada orang lain

yang bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan

pengguna. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti untuk mengetahui kevalidan dan kepraktisan

LKPD yang didesain adalah berupa angket atau kuisioner. Adapun

instrumen yang digunakan yaitu lembar validasi materi, lembar

validasi media, lembar uji kepraktisan, dan angket respon peserta

didik.

Penilaian instrumen (angket) untuk ahli materi, ahli media, guru

dan peserta didik disusun berdasarkan Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP) tentang penilaian LKPD kimia untuk peserta didik

Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasa Aliyah (MA).

Penilaian instrumen validasi ahli media, ahli materi, praktikalisasi

guru dan praktikalisasi peserta didik ini disusun menggunakan rating

scale. Rating scale yaitu data mentah yang didapat berupa angka

kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Dalam model rating


scale responden akan menjawab salah satu dari jawaban kuantitatif

yang telah disediakan. Dengan demikian bentuk rating scale lebih

fleksibel, tidak responden terhadap gejala atau fenomena lainnya,

misalnya skala untuk mengukur status sosial, kepuasan,

prokduktivitas, motivasi dan lain sebagainya (Ridwa, 2012).

Tipe rating scale yang digunakan dalam penelitian ini adalah

numerical rating scale. Komponen numerical rating scale adalah

pernyataan tentang kualitas tertentu dari suatu yang akan diukur, yang

diikuti dengan angka yang menunjukkan skor sesuatu yang diukur

(Eko Putro Widoyoko, 2012). Berikut tabel skala angket yang akan

digunakan dalam penilaian instrumen:

Tabel 3.1. Skor Penilaian terhadap Pilihan Jawaban

Alternatif Kurang Baik

Penilaian Sekali Kurang Baik Sekali

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(Sumber Berdasarkan BSNP)

Setiap kriteria di atas dihubungkan berdasarkan pertanyaan yang

terkait dengan produk yang dikembangkan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi ditunjukkan untuk memperoleh data langsung dari

tempat penelitian (Ridwan, 2014). Selain itu didokumentasi dilakukan

untuk melengkapi, mendukung informasi mengenai proses penelitian

agar menjadi penelitian yang jelas dan dipercaya. Salah satu informasi
yang diperoleh dari dokumentasi, yaiitu tentang sejarah sekolah,

organisasi sekolah dan lain sebagainya.

a. Instrumen validasi oleh ahli materi

Sebelum LKPD diuji cobakan kepada peserta didik secara

terbatas LKPD harus divalidasi dulu kepada validator materi.

Instumen materi berupa angket penilaian menggunakan format

rating scale. Rating scale atau skala bertingkat adalah suatu

ukuran subjektif yang dibuat berskala (Sugiyono, 2013). Tabel

skala angket yang digunakan dalam penelitian instrumen ahli

materi sebagai berikut:

Tabel 3.2. Skor Penilaian Ahli Materi

Alternatif Kurang Baik

Penilaian Sekali Kurang Baik Sekali

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Instrumen validasi oleh ahli desain media

Pembuatan lembar kerja peserta didik (LKPD) terlebih

dahulu divalidasi oleh ahli desain media. Instrumen ini divalidasi

oleh ahli desain media. Penilaian instrumen disusun menurut

skala perhitungan rating scale. Berikut tabel skala angket yang

digunakan dalam penilaian instrumen ahli media:

Tabel 3.3. Skor Penilaian Ahli Media

Alternatif Kurang Baik

Penilaian Sekali Kurang Baik Sekali

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
c. Instumen uji kepraktisan

Setelah divalidasi oleh ahli materi dan ahli media, LKPD

direvisi sesuai dengan maksud validator. Kemudian setelah valid

pembuatan LKPD diuji kepraktisannya kepada 1 orang guru

kimia di SMA Negeri 3 Lais untuk mendapatkan data kepraktisan

LKPD. Berikut tabel skala angket yang digunakan dalam

penilaian instrumen oleh guru:

Tabel 3.4. Skor Penilaian Guru

Alternatif Kurang Baik

Penilaian Sekali Kurang Baik Sekali

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

d. Uji respon peserta didik

Setelah divalidasi oleh ahli materi dan ahli media, serta

guru kimia LKPD direvisi sesuai masukan validator. Kemudian

setelah valid dan praktis LKPD diuji cobakan pada peserta didik

di SMA Negeri 3 Lais. Angket tanggapan peserta didik terhadap

LKPD berorientasi literasi sains digunakan untuk memngetahui

respon peserta didik tentang LKPD berorientasi literasi sains.

Berikut tabel skala angket yang digunakan dalam penilaian

instrumen oleh peserta didik:


Tebel 3.5. Skor Penilaian Respon Peserta Didik

Alternatif Kurang Baik

Penilaian Sekali Kurang Baik Sekali

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Instumen ini ditujukan ke peserta didik meliputi: aspek

kemudahan dalam memahami, kemandirian belajar, motivasi

LKPD, penyajian LKPD, dan penggunaan LKPD.

e. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang

ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat, meliputi

buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan,

foto-foto, dan data yang relevan dengan penelitian (Yunus

Abidin, Tita Mulyati, dan Hana Yunansah, 2017). Teknik

dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil data

menggunakan kamera dan ditampilkan pada laporan dalam

bentuk gambar.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif

kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif yang mendeskripsikan hasil uji

validasi dan uji praktikalisasi. Adapun kedua teknik tersebut yaitu:

1. Analisis deskriptif kualitatif


Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan cara

mengelompokkan informasi-informasi dari data kualitatif yang berupa

masukan, krit ik, dan saran perbaikan yang terdapat pada angket.

Teknik analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mengelolah

data hasil review ahli materi dan ahli media berupa saran dan komentar

mengenai perbaikan LPKD. Data hasil analisis kebutuhan berdasarkan

hasil wawancara yang diperoleh dari guru digunakan untuk menyusun

latar belakang dan mengetahui tingkat kebutuhan akan desai LKPD

berorientasi literasi sains.

2. Analisis deskriptif kuantitatif

Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis data

yang diperoleh dari angket. Analisis ini dilakukan dengan cara

menganalisis data kuantitatif berupa angka dan presentase mengenai

suatu onjek yan diteliti untuk memperoleh kesimpulan umum sehingga

perlu melakukan analisis hasil validasi untuk menentukan kevalida,

kepraktidan, dan bagaimana respon peserta didik terhadap LKPD.

Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Analisis data uji validasi dan uji praktikalisasi LKPD

Data hasil uji validasi dan kepraktisan terhadap desain

LKPD dianalisis dengan metode deskriptif kuantitatif melalui

presentase. Untuk melakukan validitas dan praktikalitas lembar

kerja peserta didik (LKPD) digunakan rating scale yang diperoleh

dengan cara:

1) Menentukan skor kriterium


Alternatif Kurang Baik

Penilaian Sekali Kurang Baik Sekali

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Skor maksimum = skor maksimum tiap item x jumlah butir

2) Menentukan jumlah skor yang akan diperoleh dengan

menjumlahkan skor dari penilaian masing-masing validator.

3) Menentukan prsentase skor


Presentase skor = Jumlsh skor yang diperoleh x 100%
Jumlah skor kriterium

Hasil presentase skor kemudian ditafsirkan dalam pengertian

kualitatif untuk menentukan tingkat validasi dan kepraktisan

berdasarkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6. Kriteria Interpretasi Uji Validasi LKPD

No. Presentase Hasil Kriteria

Penskoran (%)

1. 81%-100% Sangat Valid

2. 61%-80% Valid

3. 41%-60% Cukup Valid

4. 21%-40% Kurang Valid

5. 0%-20% Tidak Valid

Sumber: Modifikasi Riduan, 2016:15


Tabel 3.7. Kriteria Interpretasi Uji Kepraktisan LKPD

No. Presentase Hasil Kriteria

Penskoran (%)

1. 81%-100% Sangat Valid

2. 61%-80% Valid

3. 41%-60% Cukup Valid

4. 21%-40% Kurang Valid

5. 0%-20% Tidak Valid

Sumber: Modifikasi Riduan, 2016:15

Data tersebut ditafsirkan dengan teknik deskriftif sehingga

dapat dilihat tingkat kevalidan dan kepraktisan LKPD beorientasi

literasi sains. Dalam penelitian ditetapkan nilai kevalidan

dankepraktisan produk tanpa revisi bila mencapai intervai 60%-

80% dengan kriteria valid atau parktis (Nadia Vienurillah dan

Kusumawati Dwiningsih, 2016). Dalam penelitian ditetapkan

respon positif bila mencapai presentasi lebih dari 61% (Ali

Mustofa, Nur Kuswanti, dan Siti Nurul Hidayari, 2017).


DAFTAR PUSTAKA

Ali Mustofa, Nur Kuswanti, Dan Siti Nurul Hidayati, “Keefektifan LKS Berbasis

Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi

Sains” (UNESA: E-Jurnal Pensa, Vol. 05, No. 01, 27-32, 2017), hlm. 29

Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif (Yogyakarta:

Diva Press, 2011), hlm. 207-208.

Andi Ratna et al., (Hubungan Antara Literasi Sains Dengan Prestasi Belajar

Peserta Didik Pada Pembelajaran Kimia Kelas XI MIPA SMA Negeri Se-

Kota Makassar,” Chemistry Education Review (CER) vol. 2, no. 2 (2019),

68.

Arifatun Nisa, Sudarmin dan Sumini. 2015. Efektifitas Penggunaan Modul

Terintegrasi Etnois Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk

Meningkatkan Literasi Sains Siswa, Unnes Science Education Journal, Vol.

4 N. 3, ISSN 2252-6617.Hlm 1050

Arief S. Sadiman, 2009. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya, Jakarta:Rajawali Pers. Hlm. 6.

Aisyah & Dwiningsih, K. (2017). Pengembanag Lembar Kegiatan Siswa

Berorientasi Literasi Sains Pada Materi Larutan Eketrolit dan

Nonelektrolit. UNESA Joernal of Chemical Education, Vol. 6, No. 2, Hal

329-333

Cecep Kustandi & Bambang Sutjipto, 2013, Media Pembelajaran; Manual dan

Digital, Bogor:Ghali Indonesia.Hlm. I.


Daryanti,et al,. “Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis

Predict-Observe-Explain (POE) Pada Sub Materi Sifat Senyawa Ion Dan

Kovalen Untuk Kelas X Farmasi SMK Panca Bhakti Sungai Raya,” 100

Debby Darmanyanti Sinaga, et al., “ Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik

Berbasis Predict-Observe-Eksplain Pada Materi Tekanan Dalam Zat Cair

Untuk Meningkatkan Keterampilan Sains Siswa”, 104.

Depdiknas, 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat

Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dewi Rahayu dan Budiyono, “ Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik

(LKPD) Berbasis Pemecahan Masalah Materi Bangun Datar.” Jurnal

Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar (JPGSD), vol. 6, no. 3 (2018).

250.

Effendy, Ilmu Kimia Untuk Anak SMA dan MA Kelas x Jilid 1 B, Malang,

Indonesia Academia Publishing, 2016, hlm. 153

Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 120

Lin,Y., Zhao, H,. Yu, F., & Yang, J. 2018. Design of an Ekstended Eksperiment

With Electrical Double Layer Capacitors: Electrochemical Energy Storage

Devices In Green Chemistry. Journal MDPI Sustainability, Vol. 7, No. 2,

Hal 123-128

Munairah. 2014. Uapaya Peningkatan Hasik Belajar Melalui Media

Pembelajaran. AULADUNA. Vol. 1, No. 1.


Nadia Vienurilah dan Kusumawati Dwiningsih, “Pengembangan Lembar Kerja

Siswa (LKS) Berorientasi Literasi Sains Pada Submateri Faktor-Fakrotyang

Mempengaruhi Laju Reaksi”, (Surabaya: Unesa Journal Of Chemical

Education, Vol. 5, No. 2: 258-263, ISSN: 2232-9454. May 2016), hlm. 260

Nisa Walandari Dan Huda Sholihin, “Analisis Kemampuan Literasi Sains Pada

Aspek Pengetahuan Dan Kompetensi Sains Siswa SMP Pada Materi Kalor”,

Edusains, vol. 8, no. 1 (2016), 67.

Nunu Mahnun, 2014, Media dan Sumber Belajar Berbasis Teknologi Informasi

dan Komunikasi, Yogyakarta : Aswaja Pressindo. Hlm. 10.

OECD. 2006. PISA 2015 Rosult in Focus. OECD Publishing

OECD, 2018, Assessment and Analytical Framework for PISA 2018, France :

OECD Pushlishing.

Regina Tutik Padmaningrum, Penilaian Lembar Kerja Siswa (Yogyakarta: Jurnal

Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, 2008), hlm. 2.

Reymon Chang, Kimia Dasar, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 91

Ridwan, Metode dan Teknik Meyusun Proposal Penelitian, (Bandung: ALFA

BETA, 2014), hlm. 105

Ridwan, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, (Bandung; Alfabeta, 2010), hlm. 92

Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, (Bandung; Alfabeta,

2016, hlm. 29
Sartiah dan D. Yulianti, Pengembangan LKS Fisika Kalor Dan Perubahan Wujud

Bermuatan Karakter Dengan Pendekatan Scientific (Semarang: Unnes

Physic Education Journal Universitas Negeri Semarang, ISSN. 2252-6935,

2015), hlm. 55.

Septiana Vicky Laksita, Suporwoko dan Sri Budiawati, “Pengembangan Media

Pembelajaran Fisika Dalam Bentuk Pocket Book Pada Materi Alat Optik

Sert Suhhu Dan Kalor Untuk Kelas X SMA”, (Surakarta: Jurnal Materi dan

Pembelajaran Fisika (JMPF) Vol. 3, No. 1, ISSN: 2089-6158, 2013), hlm.

15

Sistiana Windyarini, Setiono, dan Astri Sutisnawati, Pengembangan bahan ajar

berbasis konteks dan kreativitas untuk melatih literasi sains siswa,

JURNAL BIOEDUKATIKA, Vol. 4, No. 2, Tahun 2016. Hlm. 19

Sri Haryati, Research And Developmont (R&D) Sebagai Salah Satu Model

Penelitian Dalam Bidang Pendidikan, vol. 37 No. 1, 15, 2012. Hlm. 14-15

Sudaryono,Gaguk Margono, dan Wardani Rahayu, Pengembanagn Instrumen

Penelitian Pendidikan, (Yogyakarta: Garaha Ilmu, 2013), hlm. 29

Suryono & Haryanto. 2015. Belajar dan pembelajaran. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya Offset

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 268

Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. 2011. Membangun Literasi Sains

Peserta Didik. Bandung: Humaniora.


Toharudin,Uus & Hendrawati, Sri. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta

Didik. Bandung: Anggota IKAPI

Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi

Pendidikan & Tenaga Kependidikan, (Jakarta; Kencana, 2011), hlm. 206

Utami Dian Pratiwi et al., “Pentingnya Literasi Sains Pada Pembelajaran IPA

SMA Abad 21”, Indonesian Journal Of Natural Science Education (IJNE),

vol. 1, no.1 (2018), 25-26.

Wulandari, Nisa, dan Hayat Sholihin. 2016. Analisis Kemampuan Literasi Sains

Pada Aspek Pengetahuan Dan Kompetensi Siswa SMP Pada Materi Kalor.

Universitas pendidikan indonesia. ISSN : 1979-7281 Hlm. 61

Yunus Abidin, Tita Mulyati, dan Hana Yunansah, Pembelajaran Literasi: Strategi

Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca Dan

Menulis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), hlm. 145

Yosef Firman Narut san Kansius Supradi, “Literasi Sains Peserta Didik Dalam

Pembelajaran IPA di Indonesia, Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, vol. 3, no.

1 (2019), 63.

Yuyu Yulianti, Literasi Sains Dalam Pembelajaran, Jurnal Cakrawala Pendas,

Vol. 3, No. 2, Tahun 2017, Hlm. 22

Anda mungkin juga menyukai