Anda di halaman 1dari 34

Bab II Dasar Teori

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Analisis Dampak Lalu Lintas

Analisis dampak lalu lintas adalah suatu hasil kajian yang menilai tentang efek-efek

yang ditimbulkan oleh lalu lintas yang dibandingkan oleh suatu pembangunan pusat

kegiatan dan/atau pengembangan kawasan baru pada suatu ruas jalan terhadap jaringan

transportasi di sekitarnya. Studi analisis dampak lalu lintas adalah studi yang meliputi

kajian terhadap jaringan jalan di bagian dalam kawasan sampai dengan jalan di sekitar

kawasan pusat kegiatan dan atau pengembangan kawasan baru yang terpengaruh dan

merupakan akses jalan dari dan menuju kawasan tersebut. (UU No. 22 tahun 2009)

2.2 Fenomena Dampak Lalu Lintas

Fenomena dampak lalu-lintas diakibatkan oleh adanya pembangunan dan pengoperasian

pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas yang cukup besar, seperti pusat

perkantoran pusat perbelanjaan, terminal, dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa

dampak lalu lintas terjadi pada 2 (dua) tahap, yaitu (Murwono,2003):

1. Tahap konstruksi / pembangunan. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu lintas

akibat angkutan material dan mobilisasi alat berat yang membebani ruas jalan pada

rute material.

2. Tahap pasca konstruksi / saat beroperasi. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu-

lintas dari pengunjung, pegawai dan penjual jasa transportasi yang akan membebani

ruas-ruas jalan tertentu, serta timbulnya bangkitan parkir kendaraan.

II-7
Bab II Dasar Teori

Setiap ruang kegiatan akan "membangkitkan" pergerakan dan "menarik" pergerakan

yang intensitasnya tergantung pada jenis tata guna lahannya. Bila terdapat

pembangunan dan pengembangan kawasan baru seperti pusat perbelanjaan, superblok

dan lain-lain tentu akan menimbulkan tambahan bangkitan dan tarikan lalu lintas baru

akibat kegiatan tambahan di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Karena itulah,

pembangunan kawasan baru dan pengembangannya akan memberikan pengaruh

langsung terhadap sistem jaringan jalan di sekitarnya. (Tamin, 2000)

Analisis dampak lalu-lintas harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

keseluruhan proses perencanaan, evaluasi rancang bangun dan pemberian ijin. Untuk itu

diperlukan dasar peraturan formal yang mewajibkan pemilik melakukan analisis

dampak lalu lintas sebelum pembangunan dimulai. Di dalam analisis dampak lalu lintas,

perkiraan banyaknya lalu-lintas yang dibangkitkan oleh fasilitas tersebut merupakan hal

yang mutlak penting untuk dilakukan. Termasuk dalam proses analisis dampak lalu

lintas adalah dilakukannya pendekatan manajemen lalu lintas yang dirancang untuk

menghadapi dampak dari perjalanan terbangkitkan terhadap jaringan jalan yang

ada.(Dikun, 1993)

5 (lima) faktor / elemen penting yang akan menimbulkan dampak apabila sistem guna

lahan berinteraksi dengan lalu lintas. Kelima elemen tersebut adalah (Djamal,1993):

1. Elemen Bangkitan / Tarikan Perjalanan, yang dipengaruhi oleh faktor tipe dan kelas

peruntukan, intensitas serta lokasi bangkitan.

2. Elemen Kinerja Jaringan Ruas Jalan, yang mencakup kinerja ruas jalan dan

persimpangan.

3. Elemen Akses, berkenaan dengan jumlah dan lokasi akses.

II-8
Bab II Dasar Teori

4. Elemen Ruang Parkir.

5. Elemen Lingkungan, khususnya berkenaan dengan dampak polusi dan kebisingan.

2.3 Sasaran Analisis Dampak Lalu Lintas

Analisis Dampak Lalu Lintas ditekankan pada (Arief, 1993):

1. Penilaian dan formulasi dampak lalu-lintas yang ditimbulkan oleh daerah

pembangunan baru terhadap jaringan jalan disekitarnya (jaringan jalan eksternal),

khususnya ruas-ruas jalan yang membentuk sistem jaringan utama

2. Upaya sinkronisasi terhadap kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan

penyediaan prasarana jalan, khususnya rencana peningkatan prasarana jalan dan

persimpangan di sekitar pembangunan utama yang diharapkan dapat mengurangi

konflik, kemacetan dan hambatan lalu-lintas

3. Penyediaan solusi-solusi yang dapat meminimumkan kemacetan lalu lintas yang

disebabkan oleh dampak pembangunan baru, serta penyusunan usulan indikatif

terhadap fasilitas tambahan yang diperlukan guna mengurangi dampak yang

diakibatkan oleh lalu-lintas yang dibangkitkan oleh pembangunan baru tersebut,

termasuk di sini upaya untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana sistem

jaringan jalan yang telah ada

4. Penyusunan rekomendasi pengaturan sistem jaringan jalan internal, titik-titik akses

ke dan dari lahan yang dibangun, kebutuhan fasilitas ruang parkir dan penyediaan

sebesar mungkin untuk kemudahan akses ke lahan yang akan dibangun.

Teknis dalam melakukan analisis dampak lalu-lintas, sebagai berikut (The Institution of

Highways and Transportation, 1994):

1. Gambaran kondisi lalu lintas saat ini (eksisting).

II-9
Bab II Dasar Teori

2. Gambaran Pembangunan yang akan dilakukan

3. Estimasi pilihan moda dan tarikan perjalanan.

4. Analisis Penyebaran Perjalanan.

5. Identifikasi Rute Pembebanan Perjalanan.

6. Identifikasi Tahun Pembebanan dan pertumbuhan lalu lintas.

7. Analisis Dampak Lalu Lintas.

8. Analisis Dampak Lingkungan.

9. Pengaturan Tata Letak Internal.

10. Pengaturan Parkir.

11. Angkutan Umum.

12. Pejalan kaki, pengendara sepeda dan penyandang cacat.

Dari keseluruhan tahapan diatas, penelitian ini tidak melakukan tahapan analisis

dampak lingkungan, pengaturan tata letak internal, analisis angkutan umum dan analisis

pejalan kaki, pengendara sepeda dan penyandang cacat. Analisis dampak lingkungan

tidak dilakukan oleh karena telah dilakukan pada awal pembangunan. Pengaturan tata

letak internal tidak dilakukan mengingat swalayan tersebut telah terbangun dan

beroperasi.

2.4 Pendoman Perencanaan Transportasi

Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan

menyederhanakan suatu realita secara terukur. Model penyederhanaan dari realita untuk

mendapatkan tujuan tertentu, yaitu penjelasan dan pengertian yang lebih mendalam

serta kepentinga peramalan. Perkembangan pengunaan model dalam berbagai studi dan

riset di bidang transportasi berjalan seiring berkembangnya teknolgi transportasi.

Terdapat beberapa konsep pemodelan perencanaan transportasi yang berkembang


II-10
Bab II Dasar Teori

sampaii dengan saat ini da yang umum digunakan adalah ‘Model Perencanaan

Transportasi Empat Tahap. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa

seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara bertahap dan berurutan,

model perencanaan transportasi empat tahap terdiri dari sebagai berikut (Fidel, 2004) :

1 Model Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)

2 Model Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)

3 Model Pemilihan Modal (Modal Choice)

4 Model Pembebanan Jaringan Jalan (Trip Assignment)

2.5 Model Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)

Bangkitan perjalanan didefinisikan sebagai banyaknya jumlah perjalanan / pergerakan /

lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu kawasan persatuan waktu. Tujuan dasar tahap

bangkitan perjalanan adalah menghasilkan model hubungan yang mengkaitkan

parameter tata guna lahan dengan jumlah perjalanan yang menuju ke suatu kawasan

atau jumlah perjalanan yang meninggalkan suatu kawasan. Pada tahap bangkitan

perjalanan untukk meramalkan jumlah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang pada

setiap kawasan asal menggunakan data mengenai tingkat bangkitan perjalanan, sosio-

ekonomi, serta tataguna lahan. Salam proses peramalan bangkitan perjalanan dianalisa

menjadi dua bagian yaitu,

1. Produksi perjalanan / Perjalanan yang dihasilkan (Trip Production)

Merupakan banyaknya (jumlah) perjalanan / pergerakan yang dihasilkan oleh zona asal

(perjalanan yang berasal), dengan lain pengertian merupakan perjalanan /

pergerakan/arus lalu-lintas yang meningkatkan suatu lokasi tata guna

lahan/zona/kawasan.

II-11
Bab II Dasar Teori

2. Penarik Perjalanan /perjalanan yang tertarik (Trip Attraction)

Merupakan banyaknya (jumlah) perjalanan / pergerakan yang tertarik ke zona tujuan

(perjalanan yang menuju), dengan lain pengertian merupakan perjalanan / pergerakan /

arus lalu lintas yang menuju atau datang kesuatu lokasi tata guna lahan / zona /

kawasan.

Bangkitan / Tarikan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah

pergerakan yang berasal dari satu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas merupakan merupakan

fungsi tata guna lahan yang yang menghasilkan pergerakan lalu-lintas. Bangkitan ini

mencangkup :

1. Lalu lintas yang meninggalkan lokasi

2. Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi

Gambar 2.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Tamin, 2000)

Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah

kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya kendaraaan/jam.

Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau kendaraan yang masuk atau

keluar dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari (atau satu jam) untuk mendapatkan

II-12
Bab II Dasar Teori

tarikan dan bangkitan pergerakan. Bangkitan dan tarikan tersebut tergantung pada dua

aspek tata guna lahan:

a. Jenis Guna Lahan

Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan dan komersial) mempunyai

ciri bangkitan lalu-lintas yang berbeda :

1. Jumlah arus lalu-lintas

2. Jenis arus lalu-lintas

Lalu-lintas pada waktu tertentu (misalkan pertokoan akan menghasilkan arus lalu-lintas

sepanjang hari)

Tabel 2.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan dari Beberapa Aktivitas Tata Guna
Lahan

Deskripsi Aktivitas Tata Rata-Rata Jumlah Jumlah


No
Guna Lahan Kendaraan per 100m2 Kajian
1 Pasar Swalayan 136 3
2 Pertokoan Lokal* 85 21
3 Pusat Pertokoan** 38 38
4 Restoran Siap Santap 595 6
5 Gedung Perkantoran 13 22
6 Rumah Sakit 18 12
7 Perpustakaan 45 2
8 Daerah industri 5 98
*)Luas Area = 4.645 - 9290m2 **)Luas Area = 46.452 - 92.903m2

b. Intensitas Aktivitas Tata Guna Lahan

Bangkitan / Tarikan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan tetapi

juga tingkatan aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah,

semakin tinggi pergerakan arus lalu-lintas yang dihasilkannya.salah satu ukuran

intensitas aktifitas sebidang tanah adalah kepadatannya.

Metode analisis yang dipakai dalam tahap bangkitan perjalanan sangat tergantung pada
II-13
Bab II Dasar Teori

basis perjalanan dan pendekatan analisis yang dilakukan. Ada dua metode analisis yang

dapat dipakai dalam tahap bangkitan perjalanan, kedua metode ini terkait dengan basis

perjalanan dan pendekatan yang dilakukan.

1. Analisa Regresi Linear

Metode analisa yang paling umum dipakai dalam tahap pemodelan bangkitan perjalanan

adalah Model Regresi Linier dan Metode Klasifikasi Silang. Pada studi ini digunakan

Metode Regresi Linier oleh karena itu hanya akan diberikan teori tentang Model

Regresi Linier. Model Regresi Linier merupakan salah satu dari model-model yang

tergabung di dalam model statistik matematika.

Pada tahap bangkitan perjalanan, untuk perjalanan berbasis zona (kawasan), metode

analisis regresi liner meganalisa bagaimana hubugan antar variable-variabel bebas

berupa karakteristik sosio ekonomi zona asal dengan variable terkait berupa jumlah arus

lalu litas (perjalanan) dari zona asal yang diamati ke zona tujuan dan juga memberikan

asil berupa besaran angka perkiraan jumlah perjalanan dari asal ke tujuan yng

ditimbulkan oleh karakteristik-karakteristik sosio ekonomi zona untuk perjalaan

berbasis zona. Terdpat dua bentuk metode analisis register linier, yaitu:

a. Analisis Register Linier Sederhana (Simple Linier Regresion Anlysis)

Analisis ini hanya menghubungkan variable terikat dengan 1 ( satu ) buah variable

bebas yang mempengaruhi naik turunnya variable terikat yang diamati dengan asumsi

studi, variabel-variabel lainnya tidak mempengaruhi perubahan pada variabel terikat

atau tidak kita masukan kedalam model.

Bentuk umum dari etode analisi ini adalah, dengan berbasis persamaan fungsi

kebutuhan diatas, maka didapat persamaan sebagai berikut :


II-14
Bab II Dasar Teori

Y = a + bx + e

Atau

Q = a + bTGL + e

Dimana :

Y atau Q = Variabel terikat yang akan diramalkan besarannya (dependent variable)

atau dalam studi transportasi berupa jumlah perjalanan (lalu-lintas)

manusia, kendaraan, dan barang dari titik asal ke titik tujuan yang akan

diperkirakan.

x atau TGL = Variabel bebas (independent Variable) berupa faktor yang berpengaruh

terhadap timbulnya jumlah perjalanan (lalu-lintas) seperti karateristik

sosio-ekonomi zona, dengan asumsi faktor lain yang tidak berpengaruh

( disebut juga explanatory variable)

a = Parameter konstanta (constant parameter) yang artinya, kalau x atau

TGL sama dengan nol dalam arti tidak berubah / tetap, maka Y atau

jumlah perjalanan sama dengan a

b = Parameter koofisien (coefficient parameter) berupa nilai yang akan

dipergunakan untuk meramalkan Y atau Q.

e = Nilai kesalahan yang mewakili seluruh factor-faktor yang kita anggap

tidak mempengaruhi (disturbance term)

b. Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regresion Analysis)

Merupakan teknik analisis regresi yang menghubungkan satu variabel terikat dengan

dua atau lebih variabel-variabel bebas yang dianggap atau mungkin mempengaruhi

II-15
Bab II Dasar Teori

perubahan variabel terikat yang diamati.

Y = a + b1x1 + b2x2 + …… + bnxn + e

Y = variabel terikat yang akan diramalkan (dependent variable).

X1,..xn = variabel-variabel bebas (independent variable).

b = parameter koefisien (koefisien parameter) berupa nilai yang akan

dipergunakan untuk meramalkan Y.

e = nilai kesalahan yang mewakili seluruh faktor-faktor yang kita anggap tidak

mempengaruhi (disturbance term).

2. Trip - Rate Analysis Technique (Trip Generation Rate)

Teknik ini merujuk pada model Bangkitan Perjalanan yang telah dikembangkan terlebih

dahulu. Informasi yang digunakan dari model rujukan adalah trip production or trip

attraction rates yang terkait dengan zona bangkitan perjalanan di dalam wilayah studi.

Menurut ITE (Institute Of Transportation Engineers), karakteristik dari bangkitan

perjalanan dikembangkan berdasarkan tipe tata guna lahan dan intensitas kegiatan dari

suatu daerah. Lima karakteristik utama yang berpengaruh terhadap analisa tingkat

bangkitan perjalanan :

1. Jumlah dari tingkat bangkitan perjalanan, pada umumnya didapat dari hasil

bengkitan perjalanan per unit kegiatan (missal, 1000m 2) dan jumlah dari kegiatan

(missal, luas area per 1000)

2. Jumlah perjalanan dari dan menuju suatu daerah selama jam puncak yang

berdekatan dengan suatu jalan.

3. Jumlah perjalanan dari dan menuju uatu daerah selama jam puncak pada daerah

sumber penghasilan perjalanan. Volume jam puncak pada suatu daerah berbeda

II-16
Bab II Dasar Teori

dengan daerah lainnya.

4. Variasi harian, variasi bulanan.

Variabel unit yang digunakan untuk tingkat bangkitan perjalanan :

 Fungsinya berhubungan dengan volume bangkitan perjalanan

 Relatif mudah untuk diukur

 Peetapan secara konsisten dan kemudian tingkat pengukuran

ITE memberikan suatu daftar tingkat bangkitan perjalanan, yang digunkan sebagai

prinsip untuk analisa lalu lintas (traffic analysis), yang secara berkala informasi tersebut

diperbaharui dan ditambahkan oleh komite ITE.

Tabel 2.2 Analisis Trip Rate (Trip Rate Analysis ITE)

Nama Item Analisis "Trip Rate"


Asumsi Dasar Analisis trip rate berkemam dengan bebeapa model, yang didasari
penentuan trip produksi rata-rata atau rate dari trip ataraksi yang
berhubungan dengan pembangkitan perjalanan utama dalan suatu
wilayah
Variabel Bebas Berhubungan dengan masing-masing jumlah rumah tangga di estimasi
dengan metode statistik, diasumsikan tetap stabil sepanjang waktu.
Syarat Pemilihan Variabel yang dipilih harus bisa diklasifikasikan menurut serangkaian
Variabel kategori yang mempunyai korelasi tinggi dengan pembuatan perjalanan.

3. Cross Classification

Model ini merupakan pengembangan dari model Trip-Rate dan digunkan sebagai

disagregat. Model. Di dalam konteks Bangkitan Perjalanan dari zona pemukinan, rumah

tangga dikelompokan ke dalam beberapa kategori yang sangat berkorelasi dangan

terjadinya perjalanan. Kategori ini terdiri dari 3 atau 4 variabel terkait, dimana tiap

kategori di bagi lagi ke dalam beberapa tingkatan.

II-17
Bab II Dasar Teori

2.6 Model Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)

Distribusi perjalanan, merupakan bagia prses perencanaan transportasi yang

berhubungan dengan sejumlah asal perjalanan yang ada untuk tiap zona dari wilayah

yang diamati dengan sejumlah tujuan perjalanan berlokasi dalam zona lai dalam

wilayah tersebut. Pada tahap ini moda dan rute tidak menjadi focus analisis, tetapi lebih

mempertimbangkan penetapan hubungan interaksi antara sejumlah zona berdasarkan

perhitungan bangkitan perjalanan yang telah dilakukan sebelumnya. Pola pergerakan

delam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus perjalanan (kendaraan,

penumpang dan barang) yang bergerak dari zona sal ke zon tujuan di dalam daerah

tertetu dn selama periode waktu tertentu. Dalam menggambarkan pola pergerakan

perencanaan transportasi umumnya menggunakan Matriks Pergerakan atau Matriks

Asal – Tujuan (MAT). MAT adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi

menganai bersamanya pergerkan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertntu. Baris

menyatakan zona asal dalam kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriksny

menyatakan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan. Dalam hal ini notasi Tid

menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, penumpang atau barang) yang

bergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d selama selang waktu tertentu.

Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan MAT metode tersebut

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu metode Konvesional dan metode Tidak

Konvensional (Tamin, 2000) dan pengelompokan digambarkan dalam diagram pada

gambar berikut:

II-18
Bab II Dasar Teori

Gambar 2.2 Klasifikasi metode untuk memperkirakan Matriks Asal Tujuan


(Tamin, 2000)

2.7 Model Pemilihan Moda (Moda Choice)

Pemodelan pemilihan moda/kendaraan yaitu pemodelan atau tahap proses perencanaan

angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui

jumlah (dalan arti proposi) orang dan baramg yang akan menggunakan atau memilih

berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asa-tujuan tertentu,

demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proposi orang yang akan

menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan dengan maksud untuk mangkalibarasi

model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui peubah bebas (atributa)

yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Setelah dilakukan proses kalibrasi,

model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda dengan menggunakan nilai

perubah bebas (atribut) untuk masa medatang.


II-19
Bab II Dasar Teori

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dan dikelompokan

mejadi tiga sebagian dijelaskan sebagai berikut ini (Benakiva and Lerman, 1985):

1. Ciri Penggunaan Jalan, faktor berikut ini diyakini akan sangat mempengaruhi

pemilihan moda :

 Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi

 Pemilikan surat izin mengemudi (SIM)

 Struktur rumah tangga

 Pendapat

2. Pemilihan moda juga akan dipengaruhi dari Ciri Pergerakan

 Tujuan Pergerakan

 Waktu terjadinya pergerakan

 Jarak perjalanan

3. Ciri fasilitas moda transportasi, hal ini dapat dikelompokan menjadi dua kategori.

a. Faktor kuantitatif

- Waktu perjalanan, waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu

berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus, waktu selama bergerak

- Biaya transportasi

- Ketersediaan ruang dan tarif parkir

b. Fakor kualitatif, meliputi kenyamanan dan keamanan, keandalan dan

keteraturan.

4. Ciri kota atau zona, ciri yang dapat mempengaruhu pemilihan moda adalah jarak

dari pusat kota dan kepadatan penduduk. Dari semua model pemilihan moda,

pemilihan perubah bebas yang digunakan sangat tergantung pada :

a. Orang yang memilih model tersebut

II-20
Bab II Dasar Teori

b. Tujuan pergerakan

c. Jenis model yang digunakan

2.8 Model Pembebanan Jaringan Jalan (Trip Assigment)

Model pembebanan lalu lintas merupakan tahap akhir dari proses analisa pemerintahan

perjalanan. Data masukan yang utama pada proses analisa permintaan perjalanan. Data

masukan yang utama pada proses pembebanan jaringan jalan berupa matriks asal

tujuan, jaringan yang telah diberi kode dan karakteristik jaringan seperti waktu tempuh.

Pada prosedur pembebanan ini dilakukan pemilihan rute perjalanan dari zona tujuan

pada jaringan dan membebankan mereka ke rute terpilih tersebut.

Aplikasi pembebanan jaringan jalan ini dapat dikelompokan ke dalam dua hal yaitu

untuk pengujian suatu rencana jangka panjang (strategis), misalnya usula pembangunan

jalan bebas hambatan dan untuk rencana jangka pendek menengah seperti penelitian

terhadap usulan manajemenlalu lintas pada kawasan lokal. Jaringan jalan dapat

dispesifikasikan sebagai grafik yang terdiri dari sekumpulan elemen terbatas yang

dinamakan simpul-simpul yang dihubungkan oleh satu atau banyak ruas.

Dalam jaringan pembebanan lalu lintas terdapat beberapa unsur penting, diantaranya :

a. Simpul (node), adalah suatu titik pertemua dari dua ruas jalan atau lebih, yang

dapat berupa persimpangan maupun simpul distribusi

b. Segmen (link), adalah segmen jalan yang menghubungkan dua titik simpul (node),

dimana ada sepanjang segmen tersebut terdapat karakteristik lalu lintas yang

homogen. Link berisi informasi mengenai panjang jalan. Jumlah lajur lalu lintas,

jenis kendaraan (moda) yang beroperasi, fungsi-fungsi arus lalu lintas (fungsi

volume – kecepatan, volume – perlambatan, dll)

II-21
Bab II Dasar Teori

c. Pusat zona (zone centroid), yang mempresentasikan suatu titik di dalam zona

sebagai titik awal dan akhir perjalanan, biasanya hanya terdapat satu buah dalam

zona

d. Persimpangan, biasanya pada perpotongan dua penggal jalan atau pada titik ubah

fisik dari jalan

1. Metode Analisis Pembebanan Jaringan Jalan

Perbedaan dalam tujuan dan presepsi menghasilakn proses penyebran kendaraan pada

setiap rute, yang dalam hal ini disebut proses stokastik (mempertimbangkan perannya)

dalam pemilihan rute. Metode analisi pembebanan jarungan jalan sangat bergantung

pada salah satu bagian analisis. Tapi sebaliknya, jika unsur stokastik dihilangkan, maka

perhitungan kapasitas jalan (v/c) rasio sangat diperlukan (Tamin, 2000). Dua unsur yang

ekstrim dan controversial ini mengakibatkan adanya 4 (empat) metode dalam analisis

pemilihan rute dapat dilihat pada table 2.3

Tabel 2.3 Pengelompokan Model Pembebanan Jaringan Jalan (Tamin, 2000)

Pengaruh Unsur yang Lebih Pengaruh Stokastik Dipertimbangkan?


Dipertimbangkan Tidak Ya
Model Semua atau tidak sama
Apakah Pengaruh Tidak Model Stokastik Murni
sekali (all-or-noting)
kendala kapasitas di
pertimbangkan ? Model Keseimbangan Model keseimbangan
Ya
Wardrobe pengguna Stokastik

1. Model All – Or – Nothing

Model ini tidak memperdulikan pengaruh kendala kapasitas suatu ruas jalan, apakah

ruas jalannya padat (macet) atau sebaliknya (lancar), maka seluruh pemakaian jalan

(pelaku perjalanan) akan memilih ruas jalan yang jaraknya dekat, waktu singkat dan

biaya murah sekalipun ruas jalan tersebut macet.

II-22
Bab II Dasar Teori

2. Model Keseimbangan Wardrop

Model ini sesuai dengan hukum Wardrop dalam pembebanan arus alau lintas pada suatu

ruas dalam jaringan jalan yang menghubugkan suatu zona asal dengan zona tujuan.

Hukum wardrop menyatakan bahwa pemakai jalan akan terpengaruh oleh variable

kepadatan volume lalu lintas (v/c ratio-tingkat kemacetan) yaitu, apabila suatu ruas jalan

sudah macet, pemakai jalan akan memili ruas jalan yang tingkat kemacetannya redah

serta mempertimbangkan jarak terpendek, waktu tersingkat, dan biaya termurah

sehingga terjadi keseimbangan antara ruas jalan yang pertama dengan ras jalan yang

erakhir.

3. Model Stokastik Murni

Model ini dipakai berdasarkan pasa asumsi bahwa para pelaku perjalanan yanf akan

mengunakan rute alternatif, perilakunya tidak dipengaruhi sedikit pun oleh kondisi

ruas jalan yang macet (kendala kapasitas), sehingga masing-masing individu pelaku

perjalanan memiliki presepsi yang berbeba-beda tetang rure terbaik (jarak pedek, waktu

singkat dan biaya murah)

4. Model Keseimbangan Penggua Stokastik (KSP)

Model ini menggabungkan unsur random (stokastik) dengan kepadatan arus lalu lintas

pada suatu rute. Model pendekatannya mengikuti fungsi biaya yang dipengaruhi oleh

kepadatan volume lalu lintas pada suatu jlan. Setiap ruas jalan memiliki peluang yang

saa untuk dipilih pengguna ruas jalan, karena masing-masing pengguna memiliki

presepsi yang berbeda-beda (relatif) terhadap rute jalan mana yang ongkos

perjalanannya murah.

2.9 Transportasi dan Kinerja Jalan

Hubungan antara lalu-lintas dengan tata guna lahan dapat dikembangkan melalui suatu
II-23
Bab II Dasar Teori

proses perencanaan transportasi yang saling terkait, terdiri dari :

- Bangkitan / Tarikan perjalanan, untuk menentukan hubungan antara pelaku

perjalanan dan faktor guna lahan yang dicatat dalam inventaris perencanaan.

- Penyebaran perjalanan, yang menentukan pola perjalanan antar zona.

- Pembebanan lalu-lintas, yang menentukan jalur transportasi publik atau jaringan

jalan suatu perjalanan yang akan dibuat.

- Pemilihan moda, suatu keputusan yang dibuat untuk memilih moda perjalanan

yang akan digunakan oleh pelaku perjalanan.

Volume lalu-lintas ruas jalan adalah jumlah atau banyaknya kendaraan yang melewati

suatu titik tertentu pada ruas jalan dalam suatu satuan waktu tertentu (MKJI, 1997).

Volume lalu-lintas dua arah pada jam paling sibuk dalam sehari dipakai sebagai dasar

untuk analisa unjuk kerja ruas jalan dan persimpangan yang ada. Untuk kepentingan

analisis, kendaran yang disurvai dikasifikasikan atas :

a. Kendaraan Ringan (Light Vehicle/LV) yang terdiri dari Jeep, Station Wagon, Colt,

Sedan, Bis mini, Combi, Pick Up, dll

b. Kendaraan berat (Heavy Vehicle/HV), terdiri dari Bus dan Truk;

c. Sepeda motor (Motorcycle/MC);

d. Data hasil survai per-jenis kendaraan tersebut selanjutnya dikonversikan dalam

Satuan Mobil Penumpang (SMP) guna menyamakan tingkat penggunaan ruang

keseluruhan jenis kendaraan. Untuk keperluan ini, MKJI (1997) telah

merekomendasikan nilai konversi untuk masing-masing klasifikasi kendaraan

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.6 dibawah ini

II-24
Bab II Dasar Teori

Tabel 2.4 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang (emp) untuk Ruas Jalan (MKJI, 1997)

Nilai Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)


FAKTOR
LEBAR JALAN TOTAL ARUS
TIPE JALAN EMP
(M) (Km/Jam)
HV MC
4/2 UD < 3700 1,3 0,40
4/2 UD ≥ 3700 1,2 0,25
2/2 UD >6 < 1800 1,3 0,40
≥ 1800 1,2 0,25
2/2 UD ≤6 < 1800 1,3 0,5
≥ 1800 1,2 0,35

Tabel 2.5 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang (EMP) untuk Persimpangan (MKJI,
1997)

FAKTOR EMP UNTUK TIPE PENDEKAT


JENIS KENDARAAN
Terlindung Terlawan
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4

Menurut MKJI (1997), kinerja ruas jalan dapat diukur berdasarkan beberapa parameter,

diantaranya :

1. Derajad Kejenuhan (DS), yakni rasio arus lalu-lintas (smp/jam) terhadap

kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu.

2. Kecepatan tempuh (V), yakni kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu-lintas

dihitung dari panjang jalan dibagi waktu tempuh rata-rata yang melalui segmen.

Berdasarkan hal tersebut maka karakteristik lalu-lintas dapat dihitung dengan

pendekatan sebagai berikut :

1. Kecepatan Arus Bebas

Dalam MKJI (1997) kecepatan arus bebas kendaraan ringan (FV) dinyatakan dengan

II-25
Bab II Dasar Teori

persamaan :

FV = (FVO+ FVW) x FFVST x FFVCS

Dimana :

FVO = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)

FVW = Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam)

FFVST = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

2. Kapasitas Jalan Pertokoan

Kapasitas jalan perkotaan dihitung dari kapasitas dasar. Kapasitas dasar adalah jumlah

kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang pada suatu jalur atau jalan

selama 1 (satu) jam, dalam keadaan jalan dan lalu-lintas yang mendekati ideal dapat

dicapai. Besarnya kapasitas jalan dapat dijabarkan sebagai berikut (MKJI, 1997)

C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS

Dimana :

C = kapasitas ruas jalan (SMP/Jam)

Co = kapasitas dasar

FCW = faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu-lintas

FCSP = faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah

FCSF = faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping

FCCS = faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota.

A. Kapasitas Dasar

Besarnya kapasitas dasar jalan kota yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut:

II-26
Bab II Dasar Teori

Tabel 2.6 Kapasitas Dasar (MKJI, 1997)

Kapasitas
Tipe Jalan Keterangan
SMP/jam
4 lajur dipisah atau jalan satu
1650 per lanjur
arah
4 lajur tidak dipisah 1500 per lajur
2 lajur tidak sipisah 2900 kedua arah

B. Faktor penyesuaian lebar jalur (FCW)

Faktor penyesuaian lebar jalan seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (MKJI, 1997)

Lebar Jalan
Tipe Jalan FCw Keterangan
Efektif
4 lajur dipisah atau jalan satu
arah 3.00 0.92 per lajur
3.25 0.96
3.50 1.00
3.75 1.04
4.00 1.08
4 lajur tidak dipisah 3.00 0.91 per lajur
3.25 0.95
3.50 1.00
3.75 1.05
4.00 1.09
2 lajur tidak sipisah 5.00 0.56 kedua arah
6.00 0.87
7.00 1.00
8.00 1.14
9.00 1.25
10.00 1.29
11.00 1.34

C. Faktor Penyesuaian Arah Lalu – Lintas (FCSP)

Besarnya faktor penyesuaian pada jalan tanpa menggunakan pemisah tergantung kepada

besarnya split kedua arah seperti tabel berikut :

II-27
Bab II Dasar Teori

Tabel 2.8 Penyesuaian Arah Lalu Lintas (MKJI, 1997)

Split arah %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30


2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
Fsp
4/2 tidak dipisah 1.00 0.99 0.97 0.96 0.94

D. Faktor Penyesuaian Kerb dan Bahu Jalan (FCSF)

Faktor penyesuaian kapasitas jalan antar kota terhadap lebar jalan dihitung dengan

menggunakan tabel berikut:

Tabel 2.9 Penyesuaian Kerb dengan Bahu Jalan (MKJI, 1997)

Faktor penyesuaian bahu jalan dengan


Gesekan jarak ke penghalang
Tipe Jalan
Samping Lebar efektif bahu jalan Ws
≤ 0.5 1.00 1.50 ≥ 2.0
4/2 dipisah VL 0.96 0.98 1.01 1.03
median L 0.94 0.97 1.00 1.02
M 0.92 0.95 0.98 1.00
H 0.88 0.92 0.95 0.98
VH 0.84 0.88 0.92 0.96
4/2 tidak VL 0.96 0.99 1.01 1.03
dipisah L 0.94 0.97 1.00 1.02
M 0.92 0.95 0.98 1.00
H 0.87 0.91 0.94 0.98
VH 0.80 0.86 0.90 0.95
2/2 tidak VL 0.94 0.96 0.99 1.01
dipisah atau L 0.92 0.94 0.97 1.00
jalan satu
M 0.89 0.92 0.95 0.98
arah
H 0.82 0.86 0.90 0.95
VH 0.73 0.79 0.85 0.91

II-28
Bab II Dasar Teori

Catatan :

- Tabel tersebut di atas menganggap bahwa lebar bahu di kiri dan kanan jalan

sama, bila lebar bahu kiri dan kanan berbeda maka digunakan nilai rata-ratanya.

- Lebar efektif bahu adalah lebar yang bebas dari segala rintangan, bila di tengah

terdapat pohon, maka lebar efektifnya adalah setengahnya.

E. Faktor Ukuran Kota (FCS)

Berdasarkan hasil penelitian ternyata ukuran kota mempengaruhi kapasitas seperti

ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (MKJI, 1997)

Ukuran Kota Faktor ukuran kota


Juta Orang Fcs
< 0.1 0.86
0.1 - 0.5 0.90
0.5 - 1.0 0.94
1.0 - 3.0 1.00
≥ 3.0 1.04

F. Ekivalen Mobil Penumpang

Tabel 2.11 Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi (MKJI, 1997)

emp
Arus lalu MC
Tipe jalan : Jalan tak
lintas Total Lebar Jalur Lalu
terbagi HV
dua arah Lintas
(Kend/jam) <6 >6
Dua lajur tak terbagi 0 1.30 0.5 0.4
( 2/2 UD ) > 1800 1.20 0.35 0.25
Empat lajur tak teragi 0 1.30 0.4
( 4/2 UD ) > 3700 1.20 0.25

II-29
Bab II Dasar Teori

G. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus lalu lintas Q (smp/jam) terhadap

kapasitas C (smp/jam) digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja

segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah

kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan dirumuskan sebagai

DS = Q/C

Tabel 2.12 Batas Lingkup V/C Ratio Beserta Karakteristik-Karakteristiknya (KM


14 tahun 2006)

BATAS
TINGKAT
KARAKTERISTIK LALU LINTAS LINGKUP
PELAYANAN
V/C

A Kondisi arus lalu lintas bebas dengan kecepatan 0.00 - 0.20


tinggi dan volume lalu lintas rendah

B Arus stabil, tetapi kecepatan operasional mulai 0.20 - 0.44


dibatasi oleh kondisi lalu lintas

C Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan 0.45 - 0.74


dikendalikan

D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dapat 0.75 - 0.84


dikendalikan, V/C masih dapat ditolelir

E Arus tidak stabil kecepatan terkadang terhenti, 0.85 - 1.00


permintaan sudah mendekati kapasitas

F Arus dipaksakan, kecepatan rendah, volume diatas ≥ 1.00


kapasitas, antrian panjang (macet)

2.10 Manajemen Lalu Lintas

Manajemen lalu-lintas adalah pengelolahan dan pengendalian arus lalu-lintas dengan

melakukan optimasi penggunaan prasarana yang ada, baik pada saat sekarang maupun

yang akan direncanakan (Abubakar, 1996). Adapun sasaran diberlakukannya

manajemen lalu-lintas adalah :

1. Mengatur dan menyederhanakan lalu-lintas dengan melakukan pemisahan

terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan

II-30
Bab II Dasar Teori

gangguan terhadap lalu-lintas.

2. Mengurangi tingkat kemacetan lalu-lintas dengan menaikkan kapasitas atau

mengurangi volume lalu-lintas pada suatu jalan.

2.11 SPSS

Menurut Sutopo (2016) Kualitas dan kuantitas sample sangat menentukan kualitas hasil

suatu penelitian, karena dari sample-lah karakter suatu populasi akan digeneralisasi

sebagai hasil dari suatu penelitian. Pernyataan yang diajukan dalam kuesioner harus

jelas dan mudah dimengerti untuk mengurangi kesalahan interpretasi responden dalam

pengisian kuesioner. Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang efisien bila

peneliti mengetahui secara pasti data atau informasi yang dibutuhkan tersebut diukur.

Pengukuran dapat dilkaukan dengan pengujian validitas dan reabilitas.

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur

apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2011). Untuk mengetahui apakah kuesioner yang

kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur maka perlu diuji

dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item dengan skor total kuesioner.

Pengujian validitas tiap butir kuesioner dengan menggunakan teknik korelasi produk

momen antara skor tiap butir kuesioner dengan skor total (jumlah tiap skor kuesioner).

Indtrumen dikatakan valid apabila nilai korelasi (pearson correlation) adalah positif dan

nilai korelasi probabilitas korelasi < taraf signifikan (0,05).

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat

dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tersebut

tetap konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Alat ukr

dikatakan reliabel jika menghasilkan hasil yang sama meskipun dilakukan pengukuran

berkali-kali. Metode yang digunakan untuk mengukur reabilitas kuesioner adalah

II-31
Bab II Dasar Teori

dengan metode Cronbach’s Alpha. Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s

Alpha lebih besar dari 0,6.

Dalam (Didik Setyawarno, 2016) pengujian dengan menggunakan SPSS juga dapat

menggunakan one tailed (satu sisi) dan two tailed (dua sisi) dalam menentukan kriteria

penolakan dalam pengujian hipotis. Perbedaannya adalah jika one tailed atau sering disebut

uji satu arah atau uji satu sisi. Kunci dalam menentukan pengujian one tailed (satu sisi)

yaitu dalam perumusan hipotesis disebutkan arah hipotesisnya (positif, negtif, lebih besar,

lebih kecil). Contoh:Ha: Ada pengaruh positif antara X terhadap Y; Ha: Rata-rata A lebih

besar dari rata-rata B; Ha: Ada hubungan negative antara X terhadad Y. Perhatikan ilustrasi

wilayah kritis atua daerah penolakan dalam pengujian satu sisi (Kurva Distribusi Z)

Gambar 2.3 Kurva Pengujian Satu Sisi

Dalam uji satu sisi, ada dua jenis, yaitu sisi kiri atau negatife (-α) dan sisi kanan atau

positif (α). Sisi kiri atau arah negatif, maka Nilai statistik hitung Z dibandingan dengan

Distribusi Z tabel negatif. Karna wilayah kritis terletak di sebelah kiri taraf signifikansi

(-maka tandanya “lebih kecil”, sehingga kriteria penolakan: Ho ditolak jika Z hitung < -Z

(α). Kenapa {-Z (α)}, karena arahnya bersifat negative.

Sisi kanan atau arah positif, maka Nilai statistik hitung Z dibandingan dengan Distribusi Z

tabel positif. Karna wilayah kritis terletak di sebelah kanan taraf signifikansi (α), maka

tandanya “lebih besar”, maka kriteria penolakan: Ho ditolak jika Z hitung > Z (α).
II-32
Bab II Dasar Teori

Sedangkan two tailed atau sering disebut uji dua arah,atau uji dua sisi. Kunci dalam

menentukan penggunaan uji dua arah yaitu dalam perumusan hipotesis tidak disebutkan

arahnya. Contoh: Ha: Ada pengaruh antara X terhadap Y; Ha: Terdapat perbadaan antara A

dan B; Ha: Ada hubungan antara X terhada Y. Perhatikan ilustrasi wilayah kritis atua

daerah penolakan dalam pengujian satu sisi (Kurva Distribusi Z)

Gambar 2.4 Kurva Pengujian Dua Sisi

Karena dua sisi (sisi kanan dan sisi kiri) maka taraf signifikansi (α) dibagi dua sehingga

sisi kiri dibatasi oleh {-Z(α/2)} dan sisi kanan dibatasi oleh {Z(α/2)}, sehingga daerah

penolakan untuk pengujian dua sisi ada dua yaitu Ho ditolak jika Z hitung < Z tabel {-

Z(α/2)} atau Z hitung > Z tabel {Z(α/2)}.

2.12 Kuisioner

Pengertian metode angket menurut Arikunto (2006:151) “Angket adalah pernyataan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan

tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:199)

“Angket atau kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawab”.
II-33
Bab II Dasar Teori

Kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kuesioner atau

angket langsung yang tertutup karena responden hanya tinggal memberikan tanda pada

salah satu jawaban yang dianggap benar.

a. Kebaikan metode angket :

b. Menghemat waktu, maksudnya dengan waktu yang singkat dapat memperoleh

data

c. Menghemat biaya , karena tidak memerlukan banyak peralatan

d. Menghemat tenaga

Kelemahan metode angket :

a. Ada kemungkinan dalam memberikan jawaban atas pertanyaan yang diampaikan

adalah tidak jujur

b. Apabila pertanyaan kurang jelas dapat mengakibatkan jawaban bermacam-macam

Langkah-langkah pelaksanaan angket adalah sebagai berikut :

a. Penulis membuat daftar pertanyaan

b. Setelah itu diberikan kepada reponden

c. Setelah selesai dijawab segera disusun untuk diolah sesuai dengan standar yang

ditetapkan sebelumnya, kemudian disajikan dalam laporan penelitian.

2.13 Penentuan Jumlah Sample

Dalam penelitian dengan populasi yang anggotanya sedikit / kecil maka penelitian dapat

dilakukan pada seluruh anggota populasi, dan hasilnya merupakan kesimpulan

yangmenggambarkan karakter populasi bukan generalisasi dari hasil penelitian terhadap

sampel lagi.Penelitian semacam ini jelas akan memberikan hasil yang relatif lebih baik

karena seluruh anggota populasinya diteliti. Namun bila populasi yang diteliti adalah

besar / sangat besar maka meneliti seluruh anggota populasi sangatlah tidak mungkin

II-34
Bab II Dasar Teori

dilakukan, dan dalam kondisi seperti ini maka penelitian dilakukan dengan sampel yang

anggotanya jauh lebih kecil dari populasi.

Generalisasi dari hasil penelitian terhadap sampel selanjutnya digunakan untuk

menaksir, memperkirakan dan menggambarkan karakter – karakter dari suatu populasi,

sehingga tepat dan tidaknya perkiraan terhadap karakter populasi tersebut sangatlah

ditentukan oleh kualitas dan kuantitas / ukuran sampel. Inilah peran sampel dalam sautu

penelitian sehingga agar sampel yang dipilih dapat mewakili populasi penarikan suatu

sampel harus dilakukan dengan metode yang tepat dan sesuai dengan situasi yang

dihadapi (Budi Purwadi, 2001). Sampel adalah sebuah himpunan bagian dari sebuah

populasi, namun sebagian dari populasi yang diambil dengan cara – cara yang tidak

sesuai dan benar tidaklah dapat disebut sebagai sampel (Masri Singarimbun dkk, 1987).

Sampel yang baik pada dasarnya adalah sampel yang refresentatif, yang dapat

memberikan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.

Dalam hal menentukan ukuran / jumlah sampel akan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yang terdiri dari ( Masri Singarimbun, 1987: 150 ) :

1. Derajat keseragaman dari populasi

2. Presisi yang dikehendaki dalam penelitian

3. Rencana analisa

4. Tenaga, Biaya dan Waktu

Ada beberapa rumus yang lazim digunakan untuk menentukan ukuran sampel, namun

demikian dalam penggunaannnya tidak ada yang bersifat mutlak ( paling benar ).

Beberapa

II-35
Bab II Dasar Teori

rumus tersebut di antaranya :

1. n = Z2S2 / C2 ( Budi Purwadi, 2000: 136 )

2. n = ( Z./ E ) 2 ( Djarwanto dkk, 2000: 154 )

3. n = 0.25 ( Z / E ) 2 ( Djarwanto dkk, 2000: 159 )

4. n = N / ( 1 + N. Moe2 ) ( Rao, 1996 )

n tergantung pada teknis analisa yamg akan digunakan

Rumus n = Z2 S2 / C2

n : Jumlah sample

Z : Angka normal standart yang besarnya tergantung dari level conviden

S : Sebenarnya adalah ( standart deviasi populasi ) , namun karena tidak

diketahui dan tidak dapat dihitung maka didekati dengan S ( standart deviasi dari

sample ) yang sebenarnya juga belum bisa dihitung sebelum ada sample.

C : Selisih antara nilai rata-rata sample dengan nilai rata – rata populasi yang

besarnya juga diperkirakan

II-36
Bab II Dasar Teori

Tabel 2.13 Peneltian-Penelitian Sejenis Yang Menjadi Referensi

No Peneliti Judul Metode Masalah Hasil Kesimpulan


1 Husni Mubarak PENGARUH TARIKAN PERJALANAN MKJI 1997 Penurunan kinerja jalan Jalan Ateri Primer Sudirman volume arus lalu Terjadinya kenaikan volume tarikan pada 5
(Universitas Avdurrab, PADA MALL PEKANBARU DAN diakibatkan penambahan volume lintas harian tertingi terjadi pada hari senin tahun kedepan hingga 2 kali lipat
2014) PLAZA SENAPLEAN TINGKAT lalu lintas yang menyebabkan sebersar 1813,2 smp/jam. Analisa pembahasan
PELAYANAN SATT INI DAN kemacetan lalu lintas disekitar interprestasi model didapatkan jumlah tarikan
PROYEKSI 5 TAHUN KEDEPAN pusat perbelanjaan pada Mall Pekanbaru pada tahun 2014 dari
semua zona yang telah ditentukan mencapai
angka total (dalam sample) sebesar 892,299
perjalanan/hari sedangkan untuk Plaza
Senapedan di dapatkan angka 930,107
perjalanan/hari. Analisa prediksi pada Mall
Pekanbaru tahun 2019 sebesar 2367
perjalanan/hari sedangkan Mall Senapedan
2685 perjalanan/ hari.
2 Selamet Jauhari, STUDI EVALUASI DAMPAK LALU MKJI 1997 Pembebanan lalu lintas baru akibat SPBU Manahan (eksisting) menunjukkan kondisi lalu lintas simpang menjadi semakin
Amirotul MHN, Doni LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN pembangunan dan pengoperasian kondisi yang tidak stabil pada 2 lengan tidak baik pada semua pendekat. Tundaan rata
Anggoro (Universitas STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR SPBU tersebut secara langsung akan pendekat simpang (timur dan barat), (DS>0,8). – rata pada pendekat barat dan timur terlalu
Sebelas Maret 2015) UMUM (SPBU) MANAHAN membawa dampak terhadap Hal ini mengakibatkan terjadinya tundaan yang lama, sehingga perlu pertimbangan untuk
SURAKARTA penurunan unjuk kerja jaringan sangat panjang pada kedua lengan pendekat pengaturan ulang kinerja simpang sesuai
jalan di sekitar lokasi simpang tersebut. dengan arus lalu lintas yang melalui
pembangunan. persimpangan tersebut
3 Ahmad Munawar ANALISIS DAMPAK LALULINTAS MKJI 1997 Daerah yang dikembangkan adalah Kebutuhan ruang parkir mobil sebanyak 984 diperlukan suatu perubahan/pengaturan guna
(UGM, 2014) PEMBANGUNAN PUSAT daerah yang memberikan bangkitan SRP dan sepeda motor sebanyak 555 SRP. menghilangkan dampak lalulintas akibat
PERBELANJAAN: STUDI KASUS dan tarikan lalu lintas baru yang Sedangkan lahan parkir yang disediakan oleh pembangunan Plaza Ambaruk
PLAZA AMBARUKMO akan membebani lalu lintas yang pihak pengembang untuk mobil sebanyak 1047
ada SRP dan motor sebanyak 990 SRP. Akibat
pengembangan Plaza Ambarrukmo maka
derajat kejenuhan untuk masing-masing lengan
simpang di simpang UIN menjadi kurang merata
sehingga perlu dilakukan pengaturan ulang
simpang bersinyal di Simpang UIN

II-37
Bab II Dasar Teori

No Peneliti Judul Metode Masalah Hasil Kesimpulan


4 Feby Ayu Lestari, Yayuk ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS MKJI 1997 Bagaimana kinerja lalu lintas pada frekuensi kejadian yang terjadi di Kawasan derajat kejenuhan pada kawasan Pasar Pagi ini
Apriyani (Universitas AKIBAT ADANYA PUSAT jalan akibat adanya pusat Pasar Pagi ini ≥ 900 kejadian/jam yaitu 2096,3 dalam kondisi arus lalu lintas bebas dan
Bangka Belitung, 2014) PERBELANJAAN DIKAWASAN perbelanjaan dikawasan Pasar Pagi kejadian/jam. badan jalan yang dipakai pada kapasitas jalan dapat menampung volume lalu
PASAR PAGI PANGKALPINANG dan bagaimana dampak lalu lintas saat hari kerja adalah 3,3 m dari sebelah kiri dan lintas yang terjadi. Tingkat pelayanan yang
TERHADAP KINERJA RUAS JALAN kendaraan yang menuju kawasan 5,5 m dari arah kanan dan pada hari libur 3,5 m terjadi akibat adanya Pasar Pagi ini bertolak
Pasar Pagi. dari sebelah kiri dan 6,2 m dari arah kanan yang belakang antara hasil hitungan dengan kondisi
dilihat dari arah jalan Ahmad yani Dalam. dilapangan, dalam hitungan didapat kondisi
Pejalan kaki, pedagang kaki lima dan kendaraan arus lalu lintas bebas dikarenakan kemacetan
keluar masuk menyebabkan terjadinya yang terjadi dijalan tersebut tidak mengalami
Andalalin. kemacetan sepanjang waktu tetapi hanya pada
waktu tertentu saja,

5 Josef Sumajuow ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS MKJI 1997. Parameter yang berdirinya Rumah Sakit Unsrat di nilai derajat kejenuhan tertinggi yang terjadi Berdasarkan kondisi volume yang masih
(Universitas Sam (ANDALALIN) KAWASAN KAMPUS digunakan untuk mengevaluasi kawasan kampus Unsrat maka akan pada ruas adalah 0,68 < 1,00, berarti tingkat rendah dan kondisi geometrik simpang yang
Ratulangi, 2014) UNIVERSITAS SAM RATULANGI kinerja persimpangan, ruas jalan menimbulkan tarikan dan pelayanan ruas jalan tersebut masuk dalam baik maka kondisi geometrik yang ada sudah
dan jalinan yang ditinjau adalah bangkitan lalu lintas pada jalanjalan kategori C dengan batas lingkup (V/C) 0,45-0,74 dapat berfungsi sebagai pintu masuk maupun
nilai derajat kejenuhan (DS), yang sekitar Rumah Sakit dan akan yaitu kondisi arus stabil, tetapi kecepatan keluar kampus Universitas Sam Ratulangi.
dianggap normal jika lebih kecil menambah volume lalu lintas. Hal operasi dan gerak kendaraan dipengaruhi oleh
dari 0,8. lain yang mempengaruhi besar volume lalu lintas. jumlah pergerakan
kemacetan lalu lintas disebabkan yang masuk/keluar kampus Universitas Sam
pula oleh adanya pergerakan Ratulangi melalui ruas jalan Wolter Monginsidi
kendaraan keluar masuk pusat sebesar 870 smp/jam. Sedangkan di ruas yang
perbelanjaan dan kendaraan yang satunya lagi melalui ruas jalan Kampus Barat
menyeberang jalan (Depan Gereja Kampus) jumlah pergerakan yang
masuk/ keluar kampus Universitas Sam
Ratulangi melalui ruas jalan Wolter

II-38
Bab II Dasar Teori

No Peneliti Judul Metode Masalah Hasil Kesimpulan


6 S. B. Raheem , W. A. The Cause, Effect and Possible preliminary investigation was researcher examined visible causes The most noticeable congestion problem along The case study road operates under level of
Olawoore , D. P. Solution to Traffic Congestion on carried out along the case study of congestion on the case road, the study road was found during the peak hour service F (in most time) which is generally
Olagunju , E. M. Nigeria Road (A Case Study of road to determine the best studying traffic (between 7:30am and 8:30am while coming nacceptable and level of service E during low
Adeokun(Department Basorun-Akobo Road, Oyo State) approach to be used in dealing stream which involved traffic from Akobo towards Basoruun and between traffic period. Defects on the road also
of Civil Engineering, with the research problems. The direction peak period and other 3:45pm and 4:30pm while going towards Akobo onstitute significantly to congestion. The case
The Polytechnic, whole road was surveyed by three factors that are physically affecting from Basorun). Average delay timebetween study road lack parking bay and thus parking
Ibadan. Nigeria, 2015) men and it was observed that the easy flow Basorun to Olopo-meji 6minutes and ideal time vehicles inhibit the free-flow of traffic. verage
noticeable congestions was within of traffic along the study area. is just 15seconds. Ideal times is the times taking delay on case road is 6minute which is
the APCON in Basorun to lopoMeji for a vehicle travelling on 56km/h to pass rough nacceptable as ideal time on that road course is
in Akobo, all fall within 2 local the length of road survey (900m) under just 15seconds. The pick hourly traffic is found
government. Researcher then prevailing condition. Vehicle form a long queue between 7:45am and 8:30am and 4:00pm –
restricted investigation to the area when traffic contacts small interference even 4:45pm for morning and evening peak period
described above, which consists uring the low period of traffic as the traffic is respectively. Private cars are the most ehicular
of four noticeable junctions being operating under level of service F in most type that ply the road. Most congested section
(BaosrunOja, Yanbule, General Gas time of the road was found between Yanbule and
and Olopo-meji)- all covers General Gas. Morning congestion (coming)
1.55km. Based on the nature of the exceeded afternoon congestion (going).Factors
research work, the researcher such as bad road (pothole) responsible for
employed scope that consists an sugestion (especially between general gas and
experimental investigation and Olopomeji junction.
theoretical study

7 Ewa Hącia (Maritime The impact of tourist traffic on the Survey of the number of visitors phenomenon of increasing in accordance with European Union regulations The increasing number of tourists has an
University of functioning concentration of tourism in the in the field of sustainable transport, the impact on the increased demand for goods and
Szczecin,2016) of Polish seaside health resorts Polish seaside regions, with development services, resulting in more
particular emphasis on health of urban freight transport based on vehicles congestion, pollution, noise, etc.
resorts. Particular attention is paid with alternative drives (especially electrical) Implementation of the tourist needs requires
to the negative aspects of this will take place in the near appropriate organization in the field of
phenomenon in the field of future. city logistics
emerging
difficulties in the city logistics
8 P.Ponnurangama, Traffic Impact Analysis (TIA) for System Dynamics (SD) impacts of developments on traffic impact study is not only suggesting short new circulation of traffic movement may be
Dr.G.Umadevib Chennai IT Corridor service levels of transportation term management measures but also it introduced as a trial on a non peak
(bCollege of facilities in Chennai city and to addresses the problem in a holistic way through day to check its adequacy in terms
Engineering Guindy, provide an early warning on the simulation modelling effort to ensure requirements of the study corridor
2016) robustness of travel demand for sustainable solutions.
both present and future situation

II-39
Bab II Dasar Teori

No Peneliti Judul Metode Masalah Hasil Kesimpulan


9 Dr. Mir Iqbal Faheem A Frame Work for Traffic Impact Level of Service (LOS) Standard Is the study area large enough to Forecast additional traffic associated with new The dynamic characteristics like volume,
(2014) Analysis include all significant impacts from development, based on accepted practices. speed, headway at intersections, turning
the development? Does it include Determine the improvements that are moments are obtained by conducting
all critical intersections? Were necessary to accommodate the new respective traffic surveys as per IRC guidelines.
traffic counts taken during the development. Assist communities in land use The data is purified and compared with
critical time periods? Are traffic decision making. Assist in allocating scarce standard data like los by principles of highway
counts recent? Have all the resources to areas which need improvements engineering and traffic analysis and then it is
assumptions used in the technical Identify potential problems with the proposed projected on realistic and scientific basis.
analysis been clearly identified? Do development which may influence the
calculated levels of service seem developer‟s decision to pursue it. Allow the
reasonable? Does the community community to assess the impacts that a
have acceptable standards for level proposed development may have. Help to
of service? Does the description of ensure safe and reasonable traffic conditions on
the proposed site agree with the streets after the development is complete.
site plan submitted? Have trip rates Reduce the negative impacts created by
been adjusted to account for public developments by helping to ensure that the
transportation, pedestrians or pass- transportation network can accommodate the
by-trips? Does the directional development. Provide direction to community
distribution of the site traffic seem decision makers and developers of expected
reasonable? Has pedestrian impacts. Protect the substantial community
circulation been accommodated? investment in the street system.
Has adequate parking been
provided to meet demand?

10 XIA Xi1, HE ZhaoCheng , Traffic Impact Analysis of Urban Level of Service (LOS) Standard ; applies PARAMICS to simulate the Link Delay : When the volume Ketika volume lalu lintas kurang dari Q,
SUN WenBo , CHEN Intersections with PARAMICS simulation traffic operation in the continues to increase, the improvement of FCS menerapkan ruang tunggu yang komprehensif
ZhanQiu, and GONG Comprehensive Waiting Area on comprehensive waiting area becomes more obvious, and the UCS is superior tidak hanya tidak dapat ditingkatkan
JunFeng (Sun Yat-sen Urban Intersection Based on adopted to the WCS until operasi lalu lintas tetapi juga memperburuk
University,2014) PARAMICS by a certain entrance at a crossing the volume is larger than 1.3Q ; Queue Length : lalu lintas. Melakukan FCS akan meningkatkan
intersection and take a traffic When the volume continues to increase, operasi lalu lintas persimpangan
impact analysis for the the queue length decreases obviously under efektif hingga volume lalu lintas lebih besar
comprehensive waiting FCS, and the UCS is superior to the WCS until dari Q. UCS akan meningkatkan operasi lalu
area. the volume is larger lintas persimpangan sampai
than 1.15Q ; Passing Vehicles : When the volume lalu lintas terus meningkat pada 1,15Q-
inputting volume is larger than Q, the 1,4Q. Dari indeks kendaraan yang lewat, tidak
improvement of FCS is more obvious, and the ada yang jelas
UCS is superior to the WCS berbeda apakah akan menerapkan ruang
until the volume is larger than 1.15Q. tunggu yang komprehensif atau tidak.

II-40

Anda mungkin juga menyukai