Menurut Murwono (2003), fenomena dampak lalu lintas diakibatkan oleh adanya
pembangunan dan pengoperasian pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas
yang cukup besar, seperti kawasan industri, pusat perkantoran, pusat pertokoan, terminal
dan lain-lain. Jenis dampak pada komponen transportasi adalah gangguan kelancaran arus
lalu lintas, baik lalu lintas kendaraan bermotor, tidak bermotor dan pejalan kaki di ruas dan
persimpangan jalan. Tambahan arus lalu lintas kendaraan akibat tarikan/bangkitan dari
adanya pusat kegiatan tersebut akan memperbesar volume arus lalu lintas yang ada dan
akan menurunkan tingkat pelayanan jalan (volume/kapasitas menurun dan kecepatan arus
lalu lintas berkurang). Besar penurunan tingkat pelayanan jalan sangat dipengaruhi oleh
jenis dan besaran pusat kegiatan (mall/pasar/RS/kawasan industri dll), kondisi lalu lintas
dan jalan (kapasitas) pada ruas jalan dan simpang yang dilalui.
2-1
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Menurut Murwono (2003), fenomena dampak lalu lintas diakibatkan oleh adanya
pembangunan dan pengoperasian pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas
yang cukup besar, seperti pusat perkantoran pusat perbelanjaan, terminal, dan lain-lain.
Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak lalu lintas terjadi pada 2 (dua) tahap, yaitu:
a. Tahap konstruksi/ pembangunan. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu lintas
akibat angkutan material dan mobilisasi alat berat yang membebani ruas jalan pada
rute material;
b. Tahap pasca konstruksi/ saat beroperasi. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu
lintas dari pengunjung, pegawai dan penjual jasa transportasi yang akan membebani
ruas-ruas jalan tertentu, serta timbulnya bangkitan parkir kendaraan.
Tamin (2000) mengatakan bahwa setiap ruang kegiatan akan "membangkitkan" pergerakan
dan "menarik" pergerakan yang intensitasnya tergantung pada jenis tata guna lahannya. Bila
terdapat pembangunan dan pengembangan kawasan baru seperti pusat perbelanjaan,
superblok dan lain-lain tentu akan menimbulkan tambahan bangkitan dan tarikan lalu lintas
baru akibat kegiatan tambahan di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Karena itulah,
pembangunan kawasan baru dan pengembangannya akan memberikan pengaruh langsung
terhadap sistem jaringan jalan di sekitarnya.
Dikun (1993) menyatakan bahwa analisis dampak lalu lintas harus merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari keseluruhan proses perencanaan, evaluasi rancang bangun dan
pemberian izin. Untuk itu diperlukan dasar peraturan formal yang mewajibkan pemilik
melakukan analisis dampak lalu lintas sebelum pembangunan dimulai. Di dalam analisis
dampak lalu lintas, perkiraan banyaknya lalu lintas yang dibangkitkan oleh fasilitas tersebut
merupakan hal yang mutlak penting untuk dilakukan. Termasuk dalam proses analisis
dampak lalu lintas adalah dilakukannya pendekatan manajemen lalu lintas yang dirancang
untuk menghadapi dampak dari perjalanan terbangkitkan terhadap jaringan jalan yang ada.
Djamal (1993) mengemukakan 5 (lima) faktor/ elemen penting yang akan menimbulkan
dampak apabila sistem guna lahan berinteraksi dengan lalu lintas. Kelima elemen tersebut
adalah:
a. Elemen Bangkitan/ Tarikan Perjalanan, yang dipengaruhi oleh faktor tipe dan kelas
peruntukan, intensitas serta lokasi bangkitan.
b. Elemen Kinerja Jaringan Ruas Jalan, yang mencakup kinerja ruas jalan dan
persimpangan.
2-2
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
a. Penilaian dan formulasi dampak lalu lintas yang ditimbulkan oleh daerah
pembangunan baru terhadap jaringan jalan di sekitarnya (jaringan jalan eksternal),
khususnya ruas-ruas jalan yang membentuk sistem jaringan utama;
b. Upaya sinkronisasi terhadap kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan
penyediaan prasarana jalan, khususnya rencana peningkatan prasarana jalan dan
persimpangan di sekitar pembangunan utama yang diharapkan dapat mengurangi
konflik, kemacetan dan hambatan lalu lintas;
c. Penyediaan solusi-solusi yang dapat meminimumkan kemacetan lalu lintas yang
disebabkan oleh dampak pembangunan baru, serta penyusunan usulan indikatif
terhadap fasilitas tambahan yang diperlukan guna mengurangi dampak yang
diakibatkan oleh lalu lintas yang dibangkitkan oleh pembangunan baru tersebut,
termasuk di sini upaya untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana sistem
jaringan jalan yang telah ada;
d. Penyusunan rekomendasi pengaturan sistem jaringan jalan internal, titik-titik akses ke
dan dari lahan yang dibangun, kebutuhan fasilitas ruang parkir dan penyediaan
sebesar mungkin untuk kemudahan akses ke lahan yang akan dibangun.
2-3
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
j. Pengaturan Parkir;
k. Angkutan Umum;
l. Pejalan kaki, pengendara sepeda dan penyandang cacat.
Analisis dampak lalu lintas didasarkan pada suatu kondisi puncak yang menunjukkan
dampak lalu lintas terbesar. Kondisi puncak diwakili oleh suatu bangkitan lalu lintas per jam
yang menimbulkan dampak terbesar. Kondisi puncak terjadi karena kombinasi kondisi lalu
lintas sekitarnya dan bangkitan lalu lintas dari pembangunan baru. Kondisi puncak dianggap
terjadi pada salah satu kondisi berikut:
Dari ketiga kondisi di atas dicari kondisi yang mempunyai kombinasi terbesar dengan kondisi
lalu lintas sekitarnya ditambah dengan bangkitan lalu lintas akibat pembangunan baru
tersebut. Dampak lalu lintas sebenarnya merupakan selisih dari bangkitan pada kondisi
puncak akibat pembangunan baru dan bangkitan kondisi puncak dari penggunaan lahan
sebelumnya.
2-4
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Hasil identifikasi karakteristik pengembangan kawasan ini harus disertai dengan peta dan
gambar yang menjelaskan mengenai denah rencana pengembangan kawasan, lokasi
pengembangan kawasan di dalam peta tata guna lahan dan peta jaringan jalan, serta tata
letak (layout) dari sistem sirkulasi lalu lintas di dalam kawasan dan aksesnya ke dalam
jaringan jalan.
Bangkitan adalah banyaknya pergerakan yang berasal dari suatu tata guna lahan (zona),
sedangkan tarikan adalah banyaknya pergerakan yang menuju suatu tata guna lahan (zona).
Model bangkitan dan tarikan digunakan untuk mengetahui besarnya pergerakan yang
masuk atau keluar dari atau masuk ke sebuah zona. Data yang digunakan dalam model
bangkitan dan tarikan adalah data yang berbasis zona seperti penduduk, PDRB, jumlah
kendaraan, dan sebagainya. Hasil output dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas
berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya
kendaraan/jam.
Model bangkitan dan tarikan menggunakan konsep pemodelan pergerakan secara terpisah
karena setiap pergerakan mempunyai tujuannya sendiri dan ketika dilakukan generalisasi
atas tujuan dari pergerakan tersebut hasil yang didapat tidaklah valid, akan ada tumpeng
tindih data. Oleh karena itu, klasikasi atas pergerakan dilakukan terlebih dahulu sebelum
membuat model ini.
2-5
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
1. Berdasarkan tujuan
Pergerakan berdasarkan tujuan dibagi menjadi:
Pergerakan ke tempat kerja
Pergerakan ke tempat belajar
Pergerakan ke tempat belanja
Pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi
Pergerakan ke tempat lain selain yang disebutkan di atas.
2. Berdasarkan waktu
Pergerakan berdasarkan waktu dikelompokkan pada jam sibuk dan jam tidak sibuk.
Namun, pada beberapa kasus dibedakan lagi menjadi jam sibuk kerja dan sibuk hari
libur.
3. Berdasarkan jenis orang
Pergerakan berdasarkan jenis orang memperhatikan atribut sosio-ekonomi masing-
masing individu dengan asumsi orang tersebut bergerak berdasarkan perilaku sosial
dan kemampuan ekonominya. Biasanya dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
Tingkat pendapatan
Tingkat kepemilikan kendaraan
Ukuran dan struktur rumah tangga
Bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan:
a. Jenis tata guna lahan
b. Jumlah aktifitas (dan intensitas) pada tata guna lahan tersebut.
Jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan dan komersial) mempunyai
ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda, seperti:
a. Jumlah arus lalu lintas
b. Jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk atau mobil)
c. Lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalu lintas pada pagi hari
dan sore hari, pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari.
Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga tingkat
aktifitasnya. Semakin tinggi tingkat pengguna sebidang tanah, semakin tinggi pergerakan
lalu lintas yang dihasilkan. Salah satu ukuran intensitas aktifitas sebidang tanah adalah
kepadatannya.
2-6
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Berdasarkan Tamin (2000), setiap ruang kegiatan akan membangkitkan pergerakan dan
menarik pergerakan yang intensitasnya tergantung pada jenis tata guna lahannya. Sistem
tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang biasanya terdiri atas
kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Bila terdapat pembangunan dan
pengembangan kawasan baru tentu akan menimbulkan tambahan bangkitan dan tarikan
lalu lintas baru akibat kegiatan tambahan di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Karena
itulah, pembangunan kawasan baru dan pengembangannya akan memberikan pengaruh
langsung terhadap sistem jaringan jalan di sekitarnya.
Bangkitan perjalanan harus diperkirakan untuk setiap zona yang ditetapkan, antara lain:
a. Bangkitan perjalanan dari/ ke zona rencana pengembangan kawasan,
b. Bangkitan perjalanan dari/ ke zona internal selain zona pengembangan kawasan yang
direncanakan;
c. Bangkitan perjalanan dari/ ke zona eksternal.
Untuk mendapatkan prakiraan bangkitan perjalanan dari pengembangan kawasan bagi jenis
kegiatan dan/atau usaha tertentu, dapat diprakirakan dari standar bangkitan perjalanan
yang berlaku atau dari hasil studi terdahulu atau berdasarkan data lalu lintas yang ada di
wilayah studi atau menggunakan metode-metode lain yang umum digunakan dalam kajian
transportasi, atau dapat dilakukan dengan menganalogikannya terhadap tingkat bangkitan
perjalanan dari kawasan sejenis yang memiliki kemiripan karakteristik.
Jika cara 1 atau cara 2 tidak dapat dilakukan, maka dilakukan survei bangkitan perjalanan
di kawasan yang memiliki kemiripan karakteristik dengan pengembangan kawasan yang
direncanakan.
I. Permukiman
2-7
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Acuan rumus yang digunakan menggunakan trip generation dari ITE (210), yaitu
single family detached housing. Besarnya nilai perjalanan tersebut dikalikan
dengan faktor penyesuaian berdasar ukuran dari unit perumahan yang dibangun.
Persamaan dan faktor penyesuaian untuk nilai perjalanan pada kawasan rumah
tinggal ditunjukkan sebagai berikut. Dimana nilai x merupakan jumlah unit rumah
yang dibangun, dan T merupakan besarnya perjalanan.
B. Apartemen
Analisis potensi tingkat perjalanan pada lahan yang diperuntukkan bagi apartemen
mengacu pada ITE (222), yaitu high rise apartment. Nilai bangkitan dan tarikan (T)
dihitung berdasarkan variabel unit kamar yang dibangun (x). Pada perhitungan ini,
luas 1 unit kamar diasumsikan 100 m2 dan kamar tersebut mengisi 80% dari luas
lantai gedung apartemen. Persamaan yang digunakan ditunjukkan sebagai berikut.
2-8
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
C. Rumah Susun
A. Gedung Perkantoran
Perkiraan total perjalanan pada area gedung perkantoran mengacu pada
persamaan ITE (710), yaitu General Office Building. Berdasar persamaan tersebut,
besarnya perjalanan (T) dihitung untuk setiap 1000 kaki 2 lantai bangunan/ gross
floor area (x). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.
B. Hotel
Untuk menghitung besarnya pergerakan pada kawasan hotel, digunakan acuan
persamaan ITE (310) yaitu Hotel. Besarnya bangkitan dan tarikan dihitung
berdasarkan perkiraan jumlah karyawan hotel. Pada perhitungan ini, diasumsikan
2-9
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
tingkat kepadatan karyawan adalah 0,5 karyawan per kamar hotel. Luas kamar
hotel diasumsikan 20 m2 dan memenuhi 70% dari luas lantai bangunan. Berikut
merupakan persamaan yang digunakan.
2-10
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
D. Fasilitas Umum
Kawasan yang termasuk dalam fasilitas umum meliputi sekolah, rumah ibadah,
fasilitas layanan umum, rumah sakit, pusat kegiatan olahraga, dan lainnya. Untuk
memperkirakan pergerakan yang terjadi pada kawasan fasilitas umum tersebut,
digunakan acuan Trip Generation Manual hasil studi San Diego untuk Hospital,
School, and Library. Berdasarkan acuan tersebut, besarnya pergerakan (T) dihitung
untuk setiap 1000 kaki2 luas kawasan (x). Sedangkan pada jam-jam sibuk, rata-
rata besarnya bangkitan dan tarikan ditunjukkan seperti pada persamaan berikut.
2-11
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
T = 16(x) × 10%
(in : out = 50% : 50%)
E. Taman Kota
Pergerakan yang terjadi karena adanya taman kota dihitung dengan acuan ITE
(412), yaitu County Park. Berdasarkan kondisi acuan tersebut, besarnya
pergerakan (T) dihitung untuk setiap luas kawasan (x) dalam satuan acre.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.
Berdasarkan luasan lahan, tata guna lahan dan rencana tahapan pengembangan maka
disusun prediksi trip end atau analisis bangkitan/ tarikan perjalanan. Analisis bangkitan dan
tarikan perjalanan ini direncanakan per tahun sesuai tahapan pengembangan. Selanjutnya
ITE pada tahun 2013 mengeluarkan panduan penentuan bangkitan dan tarikan untuk
beberapa jenis guna lahan seperti pada tabel berikut ini.
2-12
Tabel 2. 2 Trip Generation Manual ITE Tahun 2013
2-13
(lanjutan)
2-14
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
2-15
Tabel 2. 3 Klasifikasi Andalalin
Kelas
Kelas
Pengembangan Waktu Tinjauan Ukuran Minimum Wilayah Studi Ruas Jalan dan Persimpangan Jalan yang Dikaji
Andalalin
Kawasan
I Pengembangan Tahun pembukaan Wilayah yang berbatasan dengan: a) Ruas jalan yang diakses oleh pengembangan
kawasan berskala a. ruas jalan yang diakses oleh pengembangan kawasan;
kecil kawasan; b) Persimpangan bersinyal dan/atau
b. persimpangan bersinyal dan/atau persimpangan tak bersinyal yang terdekat.
persimpangan tak bersinyal yang terdekat.
II Pengembangan a) Tahun pembukaan; Wilayah yang terluas dari dua batasan Ruas jalan dan persimpangan jalan yang dikaji
kawasan berskala b) 5 tahun setelah berikut: minimal adalah:
menengah pembukaan. a) wilayah yang dibatasi oleh persimpangan- a) ruas jalan yang diakses oleh pengembangan
persimpangan jalan terdekat, minimal kawasan;
persimpangan antara jalan kolektor b) persimpangan bersinyal dan/atau
dengan jalan kolektor, atau; persimpangan tak bersinyal terdekat, dan;
b) wilayah di dalam radius 1 km dari batas c) semua ruas jalan arteri dan jalan kolektor di
terluar lokasi pengembangan kawasan. dalam wilayah studi, dan;
d) semua persimpangan jalan yang ada di ruas
jalan arteri dan jalan kolektor di dalam wilayah
studi.
III Pengembangan a) Tahun pembukaan; Wilayah yang terluas dari dua batasan Ruas jalan dan persimpangan jalan yang dikaji
kawasan berskala b) 5 tahun setelah berikut: minimal adalah:
besar pembukaan; a) wilayah yang dibatasi oleh persimpangan- a) ruas jalan yang diakses oleh pengembangan
c) 10 tahun setelah persimpangan jalan terdekat, minimal kawasan;
pembukaan. persimpangan antara jalan kolektor b) persimpangan bersinyal dan/atau
dengan jalan kolektor, atau; persimpangan tak bersinyal terdekat, dan;
b) wilayah di dalam radius 2 km dari batas c) semua ruas jalan arteri dan jalan kolektor di
terluar lokasi pengembangan kawasan. dalam wilayah studi, dan;
d) semua persimpangan jalan yang ada di ruas
jalan arteri dan jalan kolektor di dalam wilayah
studi.
2-16
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Kelas
Kelas
Pengembangan Waktu Tinjauan Ukuran Minimum Wilayah Studi Ruas Jalan dan Persimpangan Jalan yang Dikaji
Andalalin
Kawasan
IV Pengembangan a) Tahun pembukaan Wilayah yang terluas dari dua batasan Ruas jalan dan persimpangan jalan yang dikaji
kawasan berskala setiap tahap; berikut: minimal adalah:
menengah atau b) 5 tahun setelah a) wilayah yang dibatasi oleh persimpangan- a) ruas jalan yang diakses oleh pengembangan
besar yang pembukaan setiap persimpangan jalan terdekat, minimal kawasan;
dibangun secara tahap; persimpangan antara jalan kolektor dengan b) persimpangan bersinyal dan/atau
bertahap c) 10 tahun setelah jalan kolektor, atau; persimpangan tak bersinyal terdekat, dan;
pembukaan setiap b) wilayah di dalam radius 2 km dari batas c) semua ruas jalan arteri dan jalan kolektor di
tahap. terluar lokasi pengembangan kawasan. dalam wilayah studi, dan;
d) semua persimpangan jalan yang ada di ruas
jalan arteri dan jalan kolektor di dalam wilayah
studi.
2-17
2.2 Jaringan Jalan
Jaringan infrastruktur transportasi mempunyai peranan yang sangat berarti untuk membuka
daerah-daerah yang sebelumnya terisolasi dan belum tereksploitasi, meningkatkan
pembangunan ekonomi serta menghubungkan wilayah-wilayah dalam negara (Johara,
1999). Oleh karena itu perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin maju biasanya
ditandai dengan meningkatnya mobilitas yang tinggi sebagai akibat tersedianya jasa
transportasi, sebaliknya perkembangan kehidupan masyarakat akan berada dalam keadaan
statis bila keadaan jasa transportasi yang tersedia belum memadai dengan kata lain sangat
terbatas.
Menurut Miro (1997), berdasarkan perannya jaringan jalan dapat dibagi atas:
1. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-
rata tinggi dan jumlah masuk (access road) dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan jarak sedang dengan kecepatan
rata-rata sedang dan jumlah masuk (acces road) yang masih dibatasi.
3. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat (angkutan setempat)
dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah masuk yang tidak dibatasi.
Pembagian jalan menurut perannya di atas adalah suatu hubungan jaringan jalan menurut
jaraknya dan kecepatan hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Sistem jaringan jalan menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1985) bahwa sistem
jaringan jalan terbagi atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
2-18
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan
jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat Nasional dengan simpul jasa
distribusi yang kemudian berwujud kota, sedangkan sistem jaringan jalan sekunder adalah
sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di
dalam kota.
Klasifikasi jalan menurut perannya dalam sistem jaringan jalan primer berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1985 tentang klasifikasi jalan dibagi atas: a) jalan
arteri adalah jalan yang melayani angkutan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara efisien, b) jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/ pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang dan kecepatan rata-rata
sedang, c) jalan lokal adalah jalan yang melayani jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah
dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Sementara persyaratan jalan menurut perannya dapat dibagi atas, jalan arteri primer, jalan
kolektor primer dan jalan lokal primer dengan peran sebagai berikut:
Menurut Miro (1997) jaringan jalan berdasarkan sistem pelayanan penghubung terbagi atas:
a. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang menghubungkan kota
wilayah tingkat nasional.
2-19
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
b. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan yang menghubungkan
zona-zona, kawasan-kawasan (titik simpul di dalam kota).
Prakiraan lalu lintas secara umum mencakup analisis dari komponen-komponen sebagai
berikut:
2-20
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Pertumbuhan normal lalu lintas masa depan dapat dicari dengan mengekstrapolasi data
LHR yang ada dari tahun-tahun sebelumnya. Prakiraan lalu lintas masa depan dapat juga
diperoleh melalui asumsi bahwa pertumbuhan lalu lintas berkaitan erat dengan
pertumbuhan ekonomi di wilayah studi.
Dari survei lalu lintas selanjutnya diolah sehingga diperoleh volume dan komposisi
kendaraan di wilayah studi dalam besaran jam puncak dan Lintas Harian Rata-rata (LHR).
Pada tahap ini dilakukan juga penyusunan database jaringan jalan sebagai masukan paket
program simulasi model jaringan jalan.
Dengan data asal tujuan yang diperoleh sebelumnya dan dengan data volume lalu lintas
(smp/ jam puncak) selanjutnya dibentuk Matriks Asal Tujuan perjalanan (smp/ jam puncak).
Matriks ini dibebankan dalam jaringan jalan eksisting sehingga diperoleh kinerja
(performance) ruas-ruas jalan di sekitar wilayah studi. Kesemua langkah ini merupakan
gambaran umum pemodelan transportasi empat tahap yang detailnya dijelaskan sebagai
berikut.
Model perencanaan transportasi empat tahap merupakan pilihan konsep pemodelan yang
paling sering digunakan dalam berbagai studi transportasi di Indonesia, karena selain
kemudahannya juga kemampuannya dalam menggambarkan berbagai interaksi antara
sistem transportasi dan tata ruang di wilayah studi.
Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-
masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan perjalanan, sebaran perjalanan,
pemilihan moda, dan pemilihan rute. Struktur umum konsep model perencanaan
transportasi empat tahap ini disajikan pada Gambar 2.3.
Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan, termasuk di
dalamnya adalah karakteristik populasi yang ada di setiap zona. Dengan menggunakan
informasi dari data tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/
atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan
perjalanan (trip generation). Tahap ini akan menghasilkan persamaan trip generation yang
menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik populasi serta pola dan intensitas
tata guna lahan di zona yang bersangkutan.
2-21
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Selanjutnya diprediksi dari/ kemana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik
oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam
tahap ini akan dihasilkan matriks asal tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal
split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang
digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini
dihasilkan MAT per moda. Terakhir, pada tahap pembebanan (trip assignment) MAT
didistribusikan ke ruas-ruas jalan yang tersedia di dalam jaringan jalan sesuai dengan kinerja
rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalu lintas di setiap ruas jalan yang akan
menjadi dasar dalam melakukan analisis kinerja.
2-22
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Dengan melihat proses di atas maka secara garis besar proses analisis transportasi jalan
terdiri atas beberapa kegiatan utama, yaitu: penetapan wilayah studi, analisis sistem
jaringan, analisis kebutuhan pergerakan, dan analisis sistem pergerakan. Dalam beberapa
butir berikut ini disampaikan bahasan mengenai setiap tahap pemodelan transportasi yang
dilakukan.
Area yang ditentukan sebagai wilayah studi adalah semua area yang dianggap berpengaruh
terhadap pergerakan di Masjid. Batas wilayah studi dapat berupa batas administratif, batas
alam (sungai, gunung, dsb.), atau batas lainnya (seperti: jalan, rel kereta api, dll). Wilayah
studi ini dibagi menjadi beberapa zona perjalanan, dimana jumlah zona menentukan tingkat
kedalaman analisis. Makin banyak zona, makin detail analisis yang diperlukan. Untuk
keperluan pemodelan setiap zona diwakilkan oleh satu pusat zona (centroid) yang
dihubungkan ke jaringan jalan melalui centroid connector. Pembagian zona dapat
didasarkan kepada perwilayahan administratif, kondisi alam (dibatasi oleh sungai, gunung,
dsb.), atau berdasarkan tata guna lahan. Sistem zona ini digunakan sebagai dasar
pergerakan.
Untuk keperluan membentuk sistem zona maka wilayah studi dibagi menjadi beberapa
bagian (zona) yang merepresentasikan agregasi wilayah pembangkit/ penarik (asal/ tujuan)
perjalanan. Dalam hal ini terminologi zona dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni:
Zona Internal, yaitu zona yang berada di dalam garis batas wilayah studi;
Zona Eksternal, yaitu zona yang berada di luar wilayah studi.
Untuk memudahkan dalam pengumpulan data dan dalam tahap prakiraan lalu lintas
selanjutnya, maka dalam menetapkan sistem zona internal perlu diperhatikan pola-pola
pembagian ruang yang telah ada, misalnya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), pembagian wilayah administrasi dan sistem zona yang
pernah digunakan pada studi terdahulu.
Penetapan zona-zona eksternal didasarkan pada representasi terhadap arah lalu lintas
utama dari wilayah kota lainnya yang menuju ke wilayah studi, sehingga lokasi dan jumlah
zona eksternal ditetapkan sesuai dengan lokasi dan jumlah jalan arteri dan/ atau jalan
kolektor yang berbatasan dengan wilayah studi.
2-23
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Pembangunan basis data jaringan jalan meliputi identifikasi kondisi eksisting jaringan jalan
menyangkut lebar dan panjang jalan, geometrik, kecepatan pada kondisi volume kendaraan
= 0 (free flow speed), kapasitas ruas jalan, beserta sistem kodifikasinya (node and centroid
numbering or codification).
Selanjutnya basis data jaringan jalan ini dibentuk ke dalam format SATURN yang digunakan
sebagai alat simulasi dalam studi ini. Penyusunan data jaringan tersebut juga memasukkan
sistem zona ke dalam jaringan. Setiap perpotongan ruas merupakan suatu node yang diberi
kode tertentu, sehingga ruas jalan merupakan penghubung dua node. Sementara itu zona
juga diberi kode, kemudian pusatnya (centroid) dihubungkan dengan jaringan menggunakan
centroid connector ke node terdekat atau yang paling dianggap mewakili. Selain itu pada
basis data jaringan tersebut juga perlu dimasukkan karakteristik-karakteristik ruas jalan
yang meliputi besarnya kapasitas dan kecepatan pada kondisi bebas (free flow speed),
kecepatan pada kondisi kapasitas (speed under capacity), dan jarak atau panjang ruas.
Format input SATURN terdiri dari 8 (delapan) kolom, seperti terlihat di bawah ini:
Dimana:
Adapun penyusunan database jaringan jalan tersebut dilakukan untuk 2 (dua) kondisi yaitu:
2-24
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Model bangkitan perjalanan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah model regresi
multilinier dengan rumusan pokok sebagai berikut:
Dalam kasus ini, Yei mewakili jumlah perjalanan (yang lebih tepat dipandang sebagai hasil
pemodelan) yang terbangkit atau tertarik dari dan ke zona i sebagai variabel terikat pada
model yang bersangkutan. Sedangkan xni adalah besarnya variabel bebas ke-n yang diamati
dari zona i, misalnya: tingkat kepadatan zona industri, jumlah penduduk atau kondisi
ekonomi dan lain sebagainya. Selanjutnya a adalah konstanta yang akan diperoleh dari
perhitungan dan bni adalah koefisien yang menyatakan efek perubahan setiap satuan
variabel xni terhadap jumlah perjalanan. Dalam ilmu statistik, koefisien bni biasa disebut
dengan koefisien regresi parsial. Sedangkan ui menyatakan besarnya residu yang akan
diperoleh dari estimasi.
2-25
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Gambar 2. 4 Prosedur Penyusunan Tahap Bangkitan Perjalanan dengan Analisis Regresi Multilinier
Distribusi perjalanan harus dilakukan di setiap tahun tinjauan sesuai dengan hasil prakiraan
bangkitan perjalanan sebelumnya. Distribusi perjalanan dapat dilakukan dengan metode-
metode yang umum digunakan dalam kajian transportasi.
Representasi dari karakteristik dan pola pergerakan suatu wilayah biasanya berupa
pergerakan antarunit wilayah, atau pergerakan antarzona, yang biasa diungkapkan dengan
Matriks Asal Tujuan. Matriks Asal Tujuan (MAT) merupakan matriks yang berisikan sejumlah
pergerakan yang terjadi pada suatu daerah, yang dapat menggambarkan karakteristik dan
pola pergerakan, baik pergerakan penumpang maupun pergerakan barang. Zona asal
berada pada kolom matriks, sedangkan zona tujuan berada pada baris matriks.
Distribusi perjalanan merupakan proses yang berhubungan dengan jumlah asal dan tujuan
perjalanan tiap zona dalam daerah studi. Pada tahap ini mempertimbangkan penetapan
2-26
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
hubungan interaksi antara sejumlah zona berdasarkan besarnya bangkitan dan tarikan
perjalanan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.
Untuk menyebarkan bangkitan tarikan perjalanan di masa datang hasil prediksi model
bangkitan perjalanan pada subbab sebelumnya, maka diperlukan model distribusi
perjalanan, atau yang disebut trip distribution. Model distribusi perjalanan yang paling sering
digunakan dalam berbagai kajian adalah model gravity.
Model Gravity adalah nama yang diberikan pada bentuk model trip distribusi matematika
sintetik yang sering digunakan dalam studi-studi transportasi. Secara sederhana model ini
menyatakan bahwa potensi pergerakan ke suatu zona adalah sebanding dengan ukuran
zona tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak antara kedua zona tersebut.
Dimana tij adalah jumlah perjalanan dari zona i ke zona j, ai adalah faktor yang berhubungan
dengan perjalanan dari zona i, bj adalah faktor yang berhubungan dengan perjalanan ke
zona j, Cij adalah biaya/ongkos perjalanan dari zona i ke zona j dan F(Cij) = Cij-nβ exp (-β.cij),
dan adalah besaran resistance pergerakan pada jaringan jalan antara zona i dan j. Dalam
hal ini, nilai β harus dikalibrasi dengan metoda seperti gambar berikut.
2-27
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Definisikan Cij
Cari nilai C*
Hitung nilai
ya
Apakah sudah
Selesai
memenuhi syarat
konvergensi?
tidak
Jika hasil kalibrasi β menggunakan model gravity tidak menghasilkan nilai β yang
berkualifikasi baik, maka sebaiknya diaplikasikan dengan nilai parameter penyebar
perjalanan sama dengan nol, maka model ini akan mirip dengan model Furness. Model
Furness merupakan basis termudah dalam meramalkan matriks perjalanan di mana
perilaku matriks di masa datang akan mirip dengan yang ada pada saat ini. Dengan demikan
model Furness, cocok untuk wilayah studi yang sudah stabil tanpa perubahan yang berarti
dalam basis data sistem zona dan sistem jaringan jalannya. Proses kalibrasi matriks dengan
Model Furness disajikan pada gambar berikut.
2-28
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
ya
Selesai
Pada sistem transportasi terjadi keseimbangan pada beberapa tingkat. Salah satunya
adalah pada tingkat jaringan. Setiap pelaku pergerakan berusaha mencari rute yang terbaik
untuk melakukan pergerakannya, baik itu dari segi jarak maupun waktu tempuh. Pada
umumnya mereka akan mencari sampai pada akhirnya mereka akan menemukan suatu
pola rute yang stabil. Suatu pola rute yang arus pergerakannya dapat dikatakan stabil bila
setiap pelaku kendaraan tidak lagi berusaha mencari rute yang terbaik untuk mencapai
tujuan mereka karena rute yang dilalui mereka merupakan rute yang terbaik. Kondisi ini
dikenal dengan kondisi keseimbangan jaringan jaalan.
Namun berbeda halnya dengan kendaraan umum karena pada umumnya penumpang
kendaraan umum akan mencari rute yang dapat meminimumkan biaya. Biaya yang dapat
menjadi salah satu pertimbangan adalah biaya kemacetan, waktu tunggu, dan lain-lain.
Sehingga rute pun menjadi pengaruh bagi pengguna kendaraan umum untuk berusaha
2-29
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
menghindari tundaan tersebut. Kondisi ini akan berinteraksi dengan kondisi yang terjadi
pada kendaraan pribadi sehingga pada akhirnya akan menghasilkan kondisi keseimbangan
yang baru. Kondisi keseimbangan tersebut dikenal dengan kondisi keseimbangan jaringan
mutimoda. Pada tingkat yang lebih tinggi, pola pergerakan baru akan mempengaruhi
pemilihan moda, zona tujuan, dan waktu terjadinya pergerakan.
Suatu kondisi keseimbangan yang baru akan mempengaruhi tingkat pelayanan masing-
masing rute yang pada konteks pemodelannya perlu menaksir kembali MAT. Proses
penaksiran MAT ini perlu dilakukan berulang-ulang hingga didapat MAT dengan nilai biaya
perjalanan yang konsisten dengan arus yang terjadi pada semua sistem jaringan. Kondisi ini
dikenal dengan kondisi keseimbangan sistem.
Pembebanan lalu lintas hanya dilakukan bagi perjalanan yang menggunakan kendaraan,
sehingga hasil distribusi perjalanan harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan mobil
penumpang (smp). Pembebanan lalu lintas harus dilakukan pada periode jam puncak di
setiap tahun tinjauan, sehingga diperoleh informasi mengenai dampak lalu lintas jalan yang
paling besar akibat dari pengembangan kawasan yang direncanakan. Kondisi puncak terjadi
karena kombinasi kondisi lalu lintas sekitarnya dan bangkitan lalu lintas dari pembangunan
baru.
Dampak lalu lintas sebenarnya merupakan selisih dari bangkitan pada kondisi puncak akibat
pembangunan baru dan bangkitan kondisi puncak dari penggunaan lahan sebelumnya.
Pembebanan lalu lintas dapat dilakukan dengan metode-metode yang umum digunakan
dalam kajian transportasi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi
pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pemilihan rute antara lain: waktu tempuh, biaya, kemacetan dan antrian, jenis maneuver,
jenis jalan raya, pemandangan, kelengkapan rambu dan marka, dan lain sebagainya. Faktor
uhtama dalam pemilihan rute adalah biaya pergerakan dan nilai waktu. Pada umumnya
biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh.
MAT perjalanan akan dibebankan ke dalam jaringan jalan sehingga diperoleh volume arus
lalu lintas, kecepatan, dan waktu perjalanan dalam sistem. Data karakteristik lalu lintas baik
saat ini maupun di masa mendatang merupakan masukan utama dalam proses analisis,
terutama penanganan ruas prioritas.
2-30
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Pemilihan Rute
Hasil prakiraan lalu lintas berupa arus lalu lintas pada jam puncak di tahun-tahun tinjauan
harus diukur dampaknya terhadap ruas jalan dan persimpangan jalan yang dikaji. Adapun
elemen dampak lalu lintas jalan yang harus ditinjau dan metode pengukurannya
disampaikan pada tabel berikut.
2-31
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Untuk setiap elemen dampak lalu lintas jalan yang diukur harus ditetapkan apakah
menghasilkan masalah yang harus ditangani atau tidak. Pada tabel berikut disampaikan
kriteria berupa nilai batas dari indikator dampak lalu lintas jalan yang membutuhkan
penanganan.
Dalam manual, nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan
menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per
arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan nilai
ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan
berikut:
2-32
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
1. Kendaraan ringan (LV), termasuk mobil penumpang, minibus, pick up, truk kecil, dan
jeep;
2. Kendaraan berat (HV), termasuk truk dan bus;
3. Sepeda motor (MC)
Pengaruh kendaraan tak bermotor (UM) dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor
penyesuaian hambatan samping.
Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing jenis kendaraan tergantung pada
tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kend/jam. Tabel-tabel berikut
menjelaskan konversi nilai emp untuk ruas jalan perkotaan tak terbagi dan jalan perkotaan
terbagi serta konversi nilai emp untuk simpang bersinyal.
2-33
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Arus lalu lintas merupakan interaksi yang unik antara pengemudi, kendaraan, dan jalan.
Tidak ada arus lalu lintas yang sama bahkan pada keadaan yang serupa, sehingga arus pada
suatu ruas jalan tertentu selalu bervariasi. Walaupun demikian diperlukan paramater yang
dapat menunjukkan kondisi ruas jalan atau yang akan dipakai untuk desain. Parameter
tersebut adalah volume, kecepatan, kepadatan, tingkat pelayanan dan derajat kejenuhan.
Hal yang sangat penting untuk dapat merancang dan mengoperasikan sistem transportasi
dengan tingkat efisiensi dan keselamatan yang paling baik.
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu ruas jalan pada periode
waktu tertentu, diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu. Manfaat data (informasi)
volume lalu lintas adalah:
2-34
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
2) AADT (Average Annual Daily Traffic) atau dikenal juga sebagai LHRT (Lalu Lintas
Harian Rata-rata Tahunan), yaitu total volume lalu lintas satu tahun dibagi dengan
365 hari.
3) AAWT (Average Annual Weekday Traffic) yaitu volume lalu lintas yang diukur 24
jam pada hari kerja dibagi dengan jumlah hari kerja selama pengumpulan data.
4) Maximum Annual Hourly Volume adalah volume lalu lintas tiap jam yang terbesar
untuk suatu tahun tertentu.
5) 30 HV (30th) Highest Annual Hourly Volume) atau disebut juga sebagai DHV
(Design Hourly Volume), yaitu volume lalu lintas tiap jam yang dipakai sebagai
volume lalu lintas desain. Dalam setahun besarnya volume lalu lintas ini
dilampaui oleh 29 data.
6) Rate of Flow atau Flow Rate adalah volume lalu lintas yang diperoleh dari
pengamatan yang lebih kecil dari satu jam, akan tetapi kemudian dikonversikan
menjadi volume 1 jam secara linear.
7) Peak Hour Factor (PHF) adalah perbandingan volume lalu lintas satu jam penuh
dengan puncak dari flow rate pada jam tersebut.
Dalam mengevaluasi permasalahan lalu lintas perkotaan, perlu ditinjau klasifikasi fungsi dan
sistem jaringan ruas-ruas jalan yang ada. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan perkotaan
dibedakan antara jalan primer, kolektor, dan lokal. Sedangkan klasifikasi berdasarkan
sistem jaringan terdiri dari jalan primer dan sekunder (Direktorat Pembinaan Jalan Kota,
Nomor 10/ BNKT/ 1991) tentang Klasifikasi Jaringan Jalan Perkotaan). Kinerja untuk ruas
jalan perkotaan dapat dinilai dengan menggunakan parameter lalu lintas berikut ini:
2-35
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Dimana:
C = kapasitas (smp/jam)
C0 = kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping, dan bahu jalan
FCSF = faktor penyesuaian ukuran kota
Selanjutnya besarnya volume lalu lintas pada periode mendatang akan dihitung
berdasarkan analisis peramalan lalu lintas. Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas
didasarkan pada tingkat pertumbuhan normal dan tingkat pertumbuhan bangkitan
yang ditimbulkan oleh adanya pembangunan.
3. Tingkat Pelayanan
Indikator tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan menunjukkan kondisi secara
keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan nilai
kuantitatif seperti VCR, kecepatan perjalanan, dan berdasarkan nilai kualitatif seperti
kebebasan pengemudi dalam bergerak/ memilih kecepatan, derajat hambatan lalu
lintas, serta kenyamanan. Secara umum tingkat pelayanan dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
2-36
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Tabel berikut menunjukan beberapa kondisi lalu lintas pada ruas jalan arteri.
Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Simpang adalah
simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu, di sini arus
lalu lintas mengalami konflik.
Simpang dapat didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau lebih bergabung
atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu lintas di
dalamnya (Khisty C.J. dan Kent L.B., 2003). Menurut Khisty (2003), persimpangan dibuat
dengan tujuan untuk mengurangi potensi konflik di antara kendaraan (termasuk pejalan
kaki) dan sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi
kendaraan.
Pada persimpangan terdapat 4 (empat) jenis pergerakan arus lalu lintas yang dapat
menimbulkan konflik yaitu:
Pemilihan metode pengendalian tergantung pada besarnya arus lalu lintas yang harus
dilayani dan keselamatan. Ada empat cara pengendalian simpang yakni: prioritas, lampu
pengatur lalu lintas, bundaran, dan persimpangan tidak sebidang. Kadang-kadang lampu
lalu lintas digunakan pada bundaran, tapi bukanlah teknik yang baku, hanya digunakan pada
kasus-kasus tertentu saja.
2-37
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Menurut MKJI (1997), arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QLT, lurus QST,
dan belok kanan QRT) dikonversikan dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp)
untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Selain itu arus jenuh didefinisikan
sebagai besarnya keberangkatan rata-rata antrian di dalam suatu pendekat simpang selama
sinyal hijau yang besarnya dinyatakan dalam satuan smp per jam hijau (smp/jam hijau).
Adapun nilai arus jenuh suatu persimpangan bersinyal dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
𝑺 = 𝑺𝟎 × 𝑭𝑪𝑺 × 𝑭𝑺𝑭 × 𝑭𝑮 × 𝑭𝑷 × 𝑭𝑳𝑻 × 𝑭𝑹𝑻
Dimana:
S = Arus jenuh (smp/ waktu hijau efektif)
S0 = Arus jenuh dasar (smp/ waktu hijau efektif)
FCS = Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF = Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping
FG = Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
FP = Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran dekat lengan simpang
2-38
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Besar setiap faktor koreksi arus jenuh sangat bergantung pada tipe persimpangan.
Penjelasan lebih rinci mengenai setiap faktor koreksi arus jenuh dapat ditemukan dalam
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.
Untuk pendekat terlindung, arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif
pendekat (We):
S0 = 600 x We
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali tetap dilakukan berdasarkan
metode Webster (MKJI, 1997) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang.
Pertama-tama menentukan waktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau (g) pada masing-masing
fase (i).
Volume lalu lintas mempengaruhi panjang waktu siklus pada fixed time operation. Panjang
waktu siklus akan mempengaruhi tundaan kendaraan rata-rata yang melewati simpang.
Berikut ini adalah waktu siklus yang disarankan untuk pengaturan fase yang berbeda.
2-39
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Waktu Hijau
Pada umumnya pembagian waktu hijau pada kinerja suatu simpang bersinyal lebih peka
terhadap kesalahan daripada panjangnya waktu siklus.
Waktu siklus yang disesuaikan (c) sesuai waktu hijau yang diperoleh dan waktu hilang (LTI).
c = g + LTI
Dimana:
c = waktu siklus yang disesuaikan
Kapasitas
Menurut MKJI (1997), perhitungan kapasitas dapat dibuat dengan pemisahan jalur tiap
pendekat. Pada satu lengan dapat terdiri dari satu atau lebih pendekat, missal dibagi
menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini diterapkan jika gerakan belok kanan
mempunyai fase berbeda dari lalu lintas yang lurus atau dapat juga dengan merubah fisik
jalan yaitu dengan membagi pendekat dengan pulau (canalization). Kapasitas (C) dari suatu
pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝒈
𝑪 =𝑺×
𝒄
Dimana:
C = Kapasitas pendekat (smp/jam)
S = Arus jenuh (smp/ jam hijau)
g = Waktu hijau (detik)
c = Waktu siklus
2-40
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Derajat Kejenuhan
DS = Q/C
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas pendekat (smp/jam)
Panjang Antrian
Panjang antrian adalah panjangnya antrian kendaraan dalam suatu pendekat dan antrian
dalam jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat (kendaraan, smp). Dalam MKJI
(1997), antrian yang terjadi pada suatu pendekat adalah jumlah rata-rata antrian smp pada
awal sinyal hijau (NQ) yang merupakan jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
(NQ1) dan jumlah smp yang datang selama waktu merah (NQ 2), yang persamaannya
dituliskan seperti berikut ini:
NQ = NQ1 + NQ2
Dimana:
NQ = jumlah rata-rata antrian pada awal sinyal hijau
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
NQ2 = jumlah smp yang datang selama fase merah
Dari nilai derajat kejenuhan dapat digunakan untuk menghitung jumlah antrian (NQ) yang
merupakan sisa dari fase terdahulu yang dihitung dengan rumus:
1. Untuk DS > 5
8 xDS 0,5
NQ1 0,25 xCx DS 1 ( DS 1) 2
C
Dimana:
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
2-41
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
1 GR Q
NQ2 cx x
1 GRxDS 3600
Dimana:
NQ2 = jumlah smp yang datang selama fase merah
DS = derajat kejenuhan
GR = rasio hijau = (g/c)
Q = arus lalu lintas pada tempat masuk di luar LTOR (smp/jam)
c = waktu siklus (detik)
Panjang antrian (QL) didapatkan dari perkalian (NQmax) dengan luas rata-rata yang
dipergunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk (Wmasuk). NQmax didapat
dengan menyesuaikan nilai NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya
pembebanan lebih POL (%) dengan menggunakan grafik seperti terlihat pada gambar di
bawah ini. Untuk perencanaan dan desain disarankan nilai P OL ≤ 5%, untuk operasional
disarankan POL = 5 - 10%.
Jika dampak lalu lintas jalan yang dihasilkan oleh rencana pengembangan kawasan telah
melampaui kriteria yang ditetapkan, maka harus disusun langkah-langkah penanganan
2-42
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
masalah yang perlu dilakukan. Pada dasarnya penanganan masalah dampak lalu lintas jalan
sangat kasus per kasus, tergantung dari karakteristik lokasi dan tingkat permasalahan yang
dihadapi. Oleh karena itu harus ditelusuri beberapa alternatif penanganan yang dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitasnya dalam menyelesaikan masalah serta
konsekuensi biayanya.
Berikut ini disampaikan beberapa alternatif penanganan masalah yang dapat dilakukan
untuk setiap elemen dampak lalu lintas jalan.
Menurut Tamin (2000) jenis penanganan masalah mengacu kepada kriteria evaluasi yang
meliputi derajat kejenuhan (DS) setiap ruas jalan, yang akan menentukan jenis penanganan
untuk ruas jalan dan persimpangan. Jenis penanganan di ruas jalan dikelompokkan menjadi:
2-43
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Penanganan ini mencakup perubahan fisik ruas jalan yang berupa pelebaran atau
penambahan lajur sehingga kapasitas ruas jalan dapat ditingkatkan secara berarti.
Jenis penanganan ini dilakukan apabila nilai DS sudah lebih besar dari 0,80.
Sementara itu, jenis penanganan di persimpangan dengan lampu lalu lintas dan
persimpangan tanpa lampu lalu lintas dikelompokkan menjadi berikut:
Selanjutnya menurut Hobbs (1979), manajemen lalu lintas adalah suatu proses
memaksimumkan pemakaian sistem jalan yang ada dan meningkatkan keamanan jalan,
tanpa merusak kualitas lingkungan. Manajemen lalu lintas juga dapat menangani
perubahan-perubahan pada tata letak geometri, pembuatan petunjuk-petunjuk tambahan
dan alat-alat pengaturan seperti rambu-rambu, tanda-tanda jalan untuk pejalan kaki,
2-44
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
penyeberangan dan lampu untuk penerangan jalan. Abubakar, dkk. (1996) menjelaskan
bahwa manajemen lalu lintas adalah pengelolaan dan pengendalian arus lalu lintas dengan
melakukan optimasi penggunaan prasarana yang ada, baik pada saat sekarang maupun
yang akan direncanakan.
a. Mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakan lalu lintas secara menyeluruh dengan
tingkat aksesibilitas yang tinggi dengan menyeimbangkan permintaan dengan sarana
penunjang yang tersedia.
b. Meningkatkan dan memperbaiki tingkat keselamatan dari pengguna yang dapat
diterima oleh semua pihak.
c. Melindungi dan memperbaiki keadaan kondisi lingkungan dimana arus lalu lintas
tersebut berada.
d. Mempromosikan penggunaan energi secara efisien ataupun penggunaan energi lain
yang dampak negatifnya lebih kecil daripada energi yang ada.
Manajemen lalu lintas tersebut dapat dilakukan dengan mengendalikan arus lalu lintas yang
ada seperti melarang atau membatasi pergerakan atau akses, dengan menggunakan suatu
rangkaian teknik desain rekayasa lalu lintas, tetapi dengan mengusahakan untuk
menetapkan suatu pola arus lalu lintas yang diinginkan untuk kepentingan efisiensi dan
keselamatan pergerakan secara keseluruhan. dengan sarana penunjang yang tersedia.
Teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen lalu lintas adalah sebagai berikut:
2-45
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Pada dasarnya parkir adalah kebutuhan umum yang awalnya berfungsi melayani. Sesuai
dengan fungsi tersebut, ruang parkir disesuaikan dengan permintaan seiring dengan
kebutuhan orang yang berkendaraan untuk berada atau mengakses suatu tempat. Pada
kondisi tertentukemudian akan terjadi pertambahan permintaan yang apabila tidak diikuti
dengan penambahan ruang parkir dapat menimbulkan masalah. Hal ini dapat diatasi
dengan menerapkan konsep manajemen parkir secara lebih baik. Pada kenyataannya
masalah parkir kini telah tumbuh menjadi isu yang serius, yang terjadi karena dorongan
urbanisasi, pesatnya tingkat pertumbuhan kendaraan, dan tekanan dari kondotelasi
produsen kendaraan bermotor. Kondisi parkir diperparah dengan masalah parkir illegal yang
masih muncul di banyak tempat.
Terdapat beberapa jenis penggolongan parkir yang ditentukan berdasarkan kategori ruang
parkir, pengelolaan, dan karakteristik fisik, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
a. Parkir dalam kategori ruang parkir; terdiri atas parkir badan jalan dan parkir di luar
badan jalan.
Parkir pada badan jalan menggunakan badan jalan yang menjadi hal publik (jalan
lingkungan maupun jalan raya);
Parkir di luar badan jalan adalah lahan parkir yang disediakan khusus di luar badan
jalan yang memiliki pintu masuk khusus (sistem parkir berbayar dengan lahan
parkir yang memiliki batas khusus).
b. Pengelolaan parkir dapat dibagi menjadi parkir umum dan swasta.
Parkir umum terbuka untuk masyarakat umum dan berdurasi singkat;
Parkir swasta disediakan untuk kelompok tertentu dari pengguna, seperti warga,
penyewa, dan parkir pelanggan (jika penerapan parkir kepada pelanggan
diberlakukan secara tegas);
2-46
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Kata-kata umum dan swasta di atas tidak mengacu kepada penyediaan parkir oleh
pemerintah atau sektor swasta. Bahkan lahan parkir milik swasta pun terbuka
sebagai ruang parkir umum di Indonesia.
Parkir pada badan jalan hampir selalu berarti parkir umum;
Parkir di luar badan jalan dapat berupa parkir umum atau parkir swasta.
c. Parkir di luar badan jalan dapat dikategorikan sesuai dengan karakteristik fisik.
Taman parkir (bangunan luar di permukaan tanah)
o Menempati ruang terbuka, atau
o Berada dalam kompleks bangunan
Multilevel
o Sebagai fasilitas yang berdiri sendiri parkir (gedung parkir, garasi parkir)
o Melekat atau berada dalam bangunan
Parkir bawah tanah
Satu ‘Satuan Ruang Parkir’ (SRP) adalah tempat untuk satu kendaraan. Dimensi ruang parkir
menurut Dirrjen Perhubungan Darat dipengaruhi oleh: (i) lebar total kendaraan; (ii) panjang
total kendaraan; (iii) jarak bebas; (iv) jarak bebas areal lateral. Penentuan SRP untuk mobil
penumpang diklasifikasikan menjadi tiga golongan, dapat dilihat pada tabel berikut.
Sumber: Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
2-47
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Kebutuhan ruang gerak kendaraan parkir dipengaruhi oleh (i) sudut parkir; (ii) lebar ruang
parkir; (iii) ruang parkir efektif; (iv) ruang maneuver; dan (v) lebar pengurangan maneuver
(2,5 m). Standar kebutuhan gerak yang disarankan oleh Direktorat Perhubungan Darat dapat
dilihat pada tabel berikut.
Standar kebutuhan ruang parkir akan berbeda-beda untuk tiap jenis tempat kegiatan. Hal
ini disebabkan antara lain karena perbedaan tipe pelayanan, tarif yang dikenakan,
ketersediaan ruang parkir, tingkat kepemilikan kendaraan bermotor, dan tingkat
pendapatan masyarakat. Dari hasil studi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, standar
kebutuhan ruang parkir untuk pusat perdagangan dapat disajikan dalam tabel berikut.
Sumber: Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
2-48
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Teori antrian (queueing) sangat perlu dipelajari dalam usaha mengenal perilaku pergerakan
arus lalu lintas baik manusia maupun kendaraan (Morlok, 1978 dan Hobbs, 1979). Hal ini
disebabkan sangat banyak kejadian yang terjadi di sektor transportasi dan permasalahan
lalu lintas yang terjadi sehari-hari pada sistem jaringan jalan dapat dijelaskan dan
dipecahkan dengan bantuan analisis teori antrian.
Antrian kendaraan yang terjadi di depan pintu gerbang tol atau antrian kendaraan yang
terjadi pada setiap lengan persimpangan berlampu lalu lintas;
Antrian kendaraan truk pada saat bongkar/ muat barang di pelabuhan;
Antrian kapal laut yang ingin merapat di dermaga;
Antrian kendaraan yang terjadi pada saat kendaraan ingin memasuki kapal feri di
terminal penyeberangan;
Antrian manusia pada loket pembelian karcis di bandara stasiun kereta api, dan lain-
lain;
Antrian manusia pada loket pelayanan bank, loket pembayaran listrik atau telepon,
serta pasar swalayan;
Sangat banyak kejadian lainnya yang terjadi sehari-hari yang dapat dijelaskan dengan
bantuan analisis teori antrian.
Terdapat 3 (tiga) komponen utama dalam teori antrian yang harus benar-benar diketahui
dan dipahami yaitu: (Wohl dan Martin, 1967; Morlok, 1978; dan Hobbs, 1979):
2-49
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Selain tingkat pelayanan juga dikenal Waktu Pelayanan (WP) yang dapat didefinisikan
sebagai waktu yang dibutuhkan oleh satu tempat pelayanan untuk dapat melayani
satu kendaraan atau satu orang, biasa dinyatakan dalam satuan menit/ kendaraan
atau menit/ orang, sehingga dapat disimpulkan bahwa:
1
𝑊𝑃 =
𝜇
Selain itu, dikenal juga notasi () yang didefinisikan sebagai rasio antara tingkat
kedatangan () dengan tingkat pelayanan () dengan persyaratan bahwa nilai tersebut
selalu harus lebih kecil dari 1.
𝜆
𝜌= <1
𝜇
Jika nilai > 1, hal ini berarti bahwa tingkat kedatangan lebih besar dari tingkat
pelayanan. Jika hal ini terjadi, maka dapat dipastikan akan terjadi antrian yang akan
selalu bertambah panjang (tidak terhingga).
3. Disiplin Antrian
Disiplin antrian mempunyai pengertian tentang bagaimana tata cara kendaraan atau
manusia mengantri. Beberapa jenis disiplin antrian yang sering digunakan dalam
bidang transportasi atau arus lalu lintas adalah First In First Out, dan First Vacant First
Served.
2-50