Anda di halaman 1dari 71

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN


METODOLOGI
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

2.1. STUDI LITERATUR


Ketentuan Umum
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas pada pasal 1 menjelaskan bahwa :
a. Analisis Dampak Lalu Lintas adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak

lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas.

b. Bangkitan Lalu Lintas adalah jumlah kendaraan masuk atau keluar rata-rata per hari
atau selama jam puncak, yang dibangkitkan dan/atau ditarik oleh adanya rencana
pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
c. Pengembang atau Pembangun adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan yang menurut hukum sah sebagai pemilik yang akan membangun atau

mengembangkan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.


d. Tim Evaluasi Penilai adalah tim yang menilai serta mengevaluasi dokumen hasil
Analisis Dampak Lalu Lintas yang disampaikan oleh Pengembangatau Pembangun.
e. Tim Monitoring dan Evaluasi adalah tim yang bertugas mengawasi dan mengevaluasi

implementasi pelaksanaan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas yang disampaikan oleh
Pengembangatau Pembangun.

f. Tenaga Ahli Penyusun adalah orang yang memiliki keahlian seeara profesional dan

dapat memberikan saran dan pendapat sesuai dengan lingkup keahlian yang dimiliki
dalam penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas.
g. Sertifikat Kompetensi Penyusun Analisis Dampak Lalu Lintas adalah sertifikat yang

diberikan kepada Tenaga Ahli Penyusun yang telah memenuhi persyaratan,

pengetahuan, keahlian, dan kualifikasi di bidang penyusunan Analisis Dampak Lalu


Lintas sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan.

h. Sertifikat Kompetensi Penilai Analisis Dampak Lalu Lintas adalah sertifikat yang
diberikan kepada petugas yang telah memenuhi persyaratan, pengetahuan, keahlian,

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-1


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

dan kualifikasi di bidang penilaian Analisis Dampak Lalu Lintas sesuai dengan

kompetensi yang ditetapkan.


i. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
meriteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.


j. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah otonom.


k. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

l. Direktur Jenderal adalah pimpinan tinggi madya yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
m. Kepala Badan Jalan adalah Kepala Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi.

Setiap rencana pembangunan yang meliputi Pusat Kegiatan; Permukiman; dan Infrastruktur,
yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas. Rencana

pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur dapat berupa pembangunan

baru atau pengembangan. Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas terintegrasi dengan
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Pusat kegiatan berupa bangunan untuk:

a. Kegiatan perdagangan dan perbelanjaan;


b. Kegiatan perkantoran;

c. Kegiatan industri dan pergudangan;

d. Kegiatan pariwisata;
e. Fasilitas pendidikan;
f. Fasilitas pelayanan umum; dan/atau

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-2


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

g. Pusat kegiatan lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas.

Permukiman berupa:

a. Perumahan dan permukiman;


b. Rumah susun dan apartemen; dan atau

c. Permukiman lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas.

Infrastruktur berupa:

a. Akses ke dan dari jalan tol;


b. Pelabuhan;
c. Bandar udara;

d. Terminal;
e. Stasiun kereta api;
f. Tempat penyimpanan kendaraan (pool);
g. Fasilitas parkir untuk umum; dan/atau
h. Infrastruktur lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas.

Pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu
Lintas digolongkan dalam 3 (tiga) kategori skala dampak Bangkitan Lalu Lintas yang

ditimbulkan sebagai berikut:

a. Kegiatan dengan Bangkitan Lalu Lintas tinggi;


b. Kegiatan dengan Bangkitan Lalu Lintas sedang; dan
c. Kegiatan dengan Bangkitan Lalu Lintas rendah.

Kategori skala dampak Bangkitan Lalu Lintas dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kegiatan dengan Bangkitan Lalu Lintas tinggi merupakan kegiatan yang


membangkitkan perjalanan lebih dari 1.500 perjalanan per jam,

b. Kegiatan dengan Bangkitan Lalu Lintas sedang merupakan kegiatan yang

membangkitkan perjalanan antara 500 sampai dengan 1.500 perjalanan per jam, dan
c. Kegiatan dengan Bangkitan Lalu Lintas rendah merupakan kegiatan yang
membangkitkan perjalanan antara 100 sampai dengan 499 perjalanan per jam.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-3


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas, pengembang atau pembangun pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur wajib melaksanakan analisis dampak lalu lintas sesuai

dengan skala dampak bangkitan lalu lintas. Kegiatan dengan bangkitan lalu lintas tinggi,
pengembang atau pembangun diwajibkan untuk menyampaikan dokumen hasil analisis

dampak lalu lintas yang disusun oleh tenaga ahli yang memiliki sertifikat kompetensi
penyusun analisis dampak lalu lintas. Kegiatan dengan bangkitan lalu lintas sedang,

pengembang atau pembangun diwajibkan untuk menyampaikan rekomendasi teknis

penanganan dampak lalu lintas yang disusun oleh tenaga ahli yang memiliki sertifikat
kompetensi penyusun analisis dampak lalu lintas. Kegiatan dengan bangkitan lalu lintas
rendah, pengembang atau pembangun diwajibkan untuk memenuhi standar teknis

penanganan dampak lalu lintas yang telah ditetapkan oleh menteri dan menyampaikan
gambaran umum lokasi dan rencana pembangunan atau pengembangan yang akan
dilaksanakan.

Pengajuan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas dilaksanakan melalui sistem perizinan berusaha

terintegrasi secara elektronik. Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas dapat diajukan
Pengembang atau Pembangun secara elektronik melalui sistem informasi Analisis Dampak
Lalu Lintas kepada Menteri, Gubenur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

Sasaran Analisis
Sasaran yang hendak dicapai dalam penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas dari
Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri adalah:

1. Mengidentifikasi dan menginventarisasi upaya manajemen dan rekayasa lalu lintas


sebagai solusi penanganan permasalahan dan konflik lalu lintas baik pada ruas

maupun persimpangan jalan di ruas jalan yang diusulkan untuk pembangunan.

2. Menganalisis solusi penanganan permasalahan dan konflik lalu lintas, analisis


dilakukan terhadap setiap alternatif/solusi penanganan permasalahan dan konflik lalu

lintas yang ada, khususnya untuk mengetahui dampak terhadap kinerja lalu lintas

yang ada.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-4


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

3. Merumuskan upaya-upaya manajemen rekayasa lalu lintas serta kebutuhan sarana

dan prasarana kelengkapan lalu lintas untuk pembangunan pada masa konstruksi.

Untuk analisis tersebut diperlukan data sebagai berikut:


1. Kinerja prasarana eksisting dan intensitas Rencana Pembangunan Kawasan Industri

PT. Wahana Karya Sukses Mandiri


a. Unjuk kerja jaringan jalan yang terkena dampak;

b. Inventarisi ruas jalan (dimensi damija);

c. Volume, kapasitas kecepatan;


2. Kinerja persimpangan terkena dampak;
a. Geometrik persimpangan;

b. Pola pengaturan persimpangan;


c. Distribusi arus lalu lintas persimpangan;
d. Waktu siklus;
e. Volume dan kapasitas;
f. Derajat Kejenuhan (DS);

g. Waktu Tundaan; dan


h. Panjang antrian.

Batasan Kewajiban Studi


Berdasarkan pedoman teknis penyusunan analisis dampak lalu-lintas Kementerian

Perhubungan, ukuran minimal peruntukan lahan yang wajib melakukan Andalalin, dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Kriteria Ukuran Wajib Analisis Dampak Lalu Lintas Berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
1. Pusat Kegiatan
a. Kegiatan perdagangan dan Diatas 3.000 m2 luas lantai Bangkitan Tinggi
perbelanjaan bangunan (Dokumen Andalalin)
1001 m2 s.d 3.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
500 m2 s.d 1.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
b. Kegiatan Perkantoran Diatas 10.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
lantai bangunan (Dokumen Andalalin)

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-5


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
4.001 m2 s.d 10.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
1.000 m2 s.d 4.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
c. Kegiatan Industri dan pergudangan
1) Industri Diatas 10.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
lantai bangunan (Dokumen Andalalin)
5.001 m2 s.d 10.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
2.500 m2 s.d 5.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
2) Pergudangan Diatas 500.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
lantai bangunan (Dokumen Andalalin)
170.001 m2 s.d 500.000 m2 Bangkitan Sedang
luas lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
40.000 m2 s.d 170.000 m2 Bangkitan Rendah
luas lantai bangunan (Standar Teknis)
d. Kegiatan Pariwisata
1) Kawasan Wisata Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
2) Tempat Wisata Diatas 10,0 hektar luas Bangkitan Tinggi
lahan (Dokumen Andalalin)
5,0 hektar s.d 10,0 hektar Bangkitan Sedang
luas lahan (Rekomendasi Teknis)
1,0 hektar s.d 5,0 hektar Bangkitan Rendah
luas lahan (Standar Teknis)
e. Fasilitas Pendidikan
Sekolah/Universitas Diatas 1.500 siswa Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
200 s.d. 1.500 siswa Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
f. Fasilitas Pelayanan Umum
1) Rumah Sakit Diatas 700 tempat tidur Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
201 s.d. 700 tempat tidur Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
75 s.d. 200 tempat tidur Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
2) Bank Diatas 3.000 m2 luas lantai Bangkitan Tinggi
bangunan (Dokumen Andalalin)
1001 m2 s.d 3.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
500 m2 s.d 1.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)

2. Perumahan dan Permukiman


a. Perumahan dan Permukiman
1) Perumahan Sederhana Diatas 1.000 unit Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-6


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
401 s/d 1.000 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
150 s/d 400 unit Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
2) Perumahan menengah Diatas 500 unit Bangkitan Tinggi
– atas / Townhouse / (Dokumen Andalalin)
Cluster 301 s/d 500 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
100 s/d 300 unit Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
b. Rumah Susun dan Apaterment
1) Rumah Susun Diatas 800 unit Bangkitan Tinggi
Sederhana (Dokumen Andalalin)
150 s/d 800 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
2) Apaterment Diatas 500 unit Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
301 s/d 500 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
50 s/d 300 unit Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
3. Infrastruktur
a. Akses ke dan dari jalan tol Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
b. Pelabuhan
1) Pelabuhan Utama Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Tinggi
angkutan laut dalam (Dokumen Andalalin)
negeri dan internasional)
2) Pelabuhan Pengumpul Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Tinggi
angkutan laut dalam (Dokumen Andalalin)
negeri dengan jangkauan
pelayanan antar provinsi
3) Pelabuhan Pengumpan Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Sedang
Regional angkutan laut dalam (Rekomendasi Teknis)
negeri dengan jangkauan
pelayanan dalam provinsi
4) Pelabuhan Pengumpan Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Sedang
Lokal angkutan laut dalam (Rekomendasi Teknis)
negeri dengan jangkauan
pelayanan dalam
kabupaten/kota
5) Pelabuhan Khusus Luas lahan diatas Bangkitan Tinggi
100.000m2 (Dokumen Andalalin)
Luas lahan 50.001m2 s.d. Bangkitan Sedang
100.000m2 (Rekomendasi Teknis)
Luas lahan dibawah Bangkitan Rendah
50.000m2 (Standar Teknis)

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-7


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
6) Pelabuhan Sungai, Penyeberangan lintas Bangkitan Tinggi
Danau dan Propinsi dan/atau antar (Dokumen Andalalin)
Penyeberangan negara
Penyeberangan lintas Bangkitan Sedang
Kabupaten/Kota (Rekomendasi Teknis)
Penyeberangan lintas Bangkitan Rendah
Kabupaten/Kota (Standar Teknis)
c. Bandar Udara
1) Bandar Udara Wajib ≥ 5 juta orang Bangkitan Tinggi
Pengumpul Skala pertahun (Dokumen Andalalin)
Pelayanan Primer
2) Bandar Udara Wajib ≥ 1 juta orang s.d. ≥ Bangkitan Tinggi
Pengumpul Skala 5 juta orang pertahun (Dokumen Andalalin)
Pelayanan Primer
3) Bandar Udara Wajib ≥ 500 orang s.d. ≥ 5 Bangkitan Sedang
Pengumpul Skala juta orang pertahun (Rekomendasi Teknis)
Pelayanan Primer
4) Bandar Udara Wajib Bangkitan Rendah
Pengumpul Skala (Standar Teknis)
Pelayanan Primer
d. Terminal
1) Terminal Penumpang Wajib (melayani hingga Bangkitan Tinggi
Tipe A kendaraan penumpang (Dokumen Andalalin)
umum untuk angkutan
kota antar porpinsi (AKAP),
dan angkutan lintas batas
antar negara))
2) Terminal Penumpang Wajib (melayani hingga Bangkitan Sedang
Tipe B kendaraan penumpang (Rekomendasi Teknis)
umum untuk angkutan
kota antar porpinsi (AKAP),
dan angkutan lintas batas
antar negara))
3) Terminal Penumpang Wajib (melayani hingga Bangkitan Rendah
Tipe C kendaraan penumpang (Standar Teknis)
umum untuk angkutan
kota dalam porpinsi
(AKDP), dan angkutan kota
(AK))
4) Terminal Angkutan Wajib Bangkitan Tinggi
Barang (Dokumen Andalalin)
5) Terminal Peti Kemas Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
e. Stasiun Kereta
1) Stasiun Kereta Api Wajib Bangkitan Tinggi
Kelas Besar (Dokumen Andalalin)
2) Stasiun Kereta Api Wajib Bangkitan Sedang
Kelas Sedang (Rekomendasi Teknis)

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-8


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
3) Stasiun Kereta Api Bangkitan Rendah
Kelas Kecil (Standar Teknis)
f. Pool Kendaraan Wajib Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
g. Fasilitas Parkir untuk Diatas 300 SRP Bangkitan Tinggi
Umum (Dokumen Andalalin)
100 s.d. 300 SRP Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
4. Pusat Kegiatan / Permukiman / Infrastruktur lainnya:
a. Stasiun Pengisian Bahan Diatas 6 dispenser Bangkitan Tinggi
Bakar (Dokumen Andalalin)
3 s.d. 6 dispenser Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
1 s.d. 2 dispenser Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
b. Hotel Diatas 300 kamar Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
121 s.d. 300 kamar Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
75 s.d. 120 kamar Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
c. Gedung Pertemuan Diatas 3.000 m2 luas lantai Bangkitan Tinggi
bangunan (Dokumen Andalalin)
1.001 m2 s.d 3.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
d. Restaurant Diatas 300 tempat duduk Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
100 s.d. 300 tempat duduk Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
e. Fasiltas Olahraga (indoor Diatas 20.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
atau outdoor) lantai bangunan (Dokumen Andalalin)
5.001 m2 s.d 20.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
1.000 m2 s.d 5.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
f. Kawasan TOD (Transit Wajib Bangkitan Tinggi
Oriented Develoment) (Dokumen Andalalin)
g. Asrama Diatas 700 kamar Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
150 s.d. 700 kamar Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
h. Ruko Diatas 5.000 m2 luas lantai Bangkitan Sedang
bangunan (Rekomendasi Teknis)
2.001 m2 s.d 5.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
i. Jalan Layang (fly over) Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
j. Lintas Bawah (underpass) Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-9


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
k. Terowongan (tunnel) Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
l. Jembatan Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
m. Rest Area
1) Rest Area Tipe A Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
2) Rest Area Tipe B Wajib Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
3) Rest Area Tipe C Wajib Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
n. Kegiatan yang apabila Wajib Bangkitan Tinggi
ternyata diperhitungkan (Dokumen Andalalin)
telah menimbulkan 1.500
perjalanan (kendaraan)
baru pada jam padat
dan/atau menimbulkan
rata-rata diatas 10.000
perjalanan (kendaraan)
baru setiap harinya pada
jalan yang dipengaruhi
oleh adanya bangunan
atau permukiman atau
infrastruktur yang akan
dibangun atau
dikembangkan.
o. Kegiatan yang apabila Wajib Bangkitan Sedang
ternyata diperhitungkan (Rekomendasi Teknis)
telah menimbulkan 500
perjalanan (kendaraan)
baru pada jam padat
dan/atau menimbulkan
rata-rata diatas 3.000 –
4.000 perjalanan
(kendaraan) baru setiap
harinya pada jalan yang
dipengaruhi oleh adanya
bangunan atau
permukiman atau
infrastruktur yang akan
dibangun atau
dikembangkan.
i. Kegiatan yang apabila Wajib Bangkitan Rendah
ternyata diperhitungkan (Standar Teknis)
telah menimbulkan 100
perjalanan (kendaraan)
baru pada jam padat
dan/atau menimbulkan
rata-rata diatas 700

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-10


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
perjalanan (kendaraan)
baru setiap harinya pada
jalan yang dipengaruhi
oleh adanya bangunan
atau permukiman atau
infrastruktur yang akan
dibangun atau
dikembangkan.
Sumber : Lampiran I Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021 – Kriteria Ukuran
Wajib Analisis Dampak Lalu Lintas

Dasar Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dijadikan pendekatan
hukum terhadap pelaksanaan Analisis Dampak Lalu Lintas pembangunan, antara lain:

1. Undang-Undang

a. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,


b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,
b. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas,
c. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


3. Keputusan Menteri
a. Keputusan Menteri PUPR Nomor 290 tahun 2015 tentang penetapan status;

b. Keputusan Menteri PUPR Nomor 248 tahun 2015 tentang penetapan ruas jalan;

4. Peraturan Menteri Perhubungan


a. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas di Jalan,

b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas,

yang mengatur antara lain spesifikasi, bentuk, warna, lambang, arti, dimensi,
ukuran huruf, letak, dan ketinggian rambu lalu lintas,

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-11


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan, yang

mengatur antara lain spesifikasi, penyelenggaraan, dan pembuatan marka jalan,


d. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2014 tentang Alat Pemberi

Isyarat Lalu Lintas, yang mengatur antara lain jenis dan fungsi, spesifikasi,
penyelenggaraan, dan pembuatan alat pemberi isyarat lalu lintas,

e. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan


Analisis Dampak Lalu Lintas,

f. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 75 Tahun 2015 tentang


Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas,
g. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 11 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan

Analisis Dampak Lalu Lintas, memuat antara lain,


h. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Alat Penerangan
Jalan,
i. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Analisis Dampak Lalu Lintas.

5. Surat Edaran
a. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor

272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir;

b. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Darat kepada Gubernur dan Walikota
seluruh Indonesia Nomor HK.209/1/2/DJPD/2016 Tentang Penyelenggaraan
Analisis Dampak Lalu Lintas.

c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Analisis Dampak Lalu Lintas.

6. Peraturan Daerah

• Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 27 Tahun 2009 tentang Organisasi

Dinas Perhubungan.
Bidang Perhubungan Darat melalui Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
melakukan penyelenggaraan andalalin di jalan kabupaten.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-12


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Perkiraan Transportasi Yang Akan Digunakan


Sistem transportasi dan pengembangan lahan (land development) saling berhubungan di
dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk

pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai

pemanfaatan lahan. Sedangkan disisi pengembangan lahan, tujuan dari perencanaan adalah
untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Seringkali kedua tujuan
tersebut menimbulkan konflik.

Hal inilah yang menjadi asumsi mendasar analisis dampak lalu lintas untuk menjembatani
keduan tujuan di atas, atau dengan kata lain, proses perencanaan transportasi dan
pengembangan lahan mengikat satu sama lainnya. Pengembang lahan tidak akan terjadi

tampa sistem transportasi, sedangkan sistem transportasi tidak mungkin disediakan apabila

tidak melayani kepentingan ekonomi atau aktifitas perencana ahli fungsi.

Gambar 2.1 Hubungan Di Dalam Transportasi

Hubungan ini memperlihatkan bahwa setiap upaya peningkatan fasilitas transportasi akan

berdampak terhadap perubahan tata guna lahan apabila tidak ada upaya pengendalian.
Pengendalian ini sangat penting agar upaya peningkatan fasilitas transportasi dapat
bermanfaat dan berdayaguna seoptimal mungkin. Aksesibilitas memegang peran penting

bagi para pengembang lahan. Sering kali justru para pengembang lahan yang menciptakan

aksesibilitas ke lokasi yang di kembangkan agar kepentingan investasi dapat terwujud.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-13


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Pembatasan yang kaku terhadap perubahan tataguna lahan akan sulit di lakukan mengingat

sifat manusia dan kata yang dinamis. Untuk ini suatu keseimbangan anatara perubahan tata
guna lahan dan fasilitas transportasi perlu di lakukan. Gambar berikut memperlihatkan

ilustrasi upaya penyeimbangan tata guna lahan dengan fasilitas transportasi.

Gambar 2.2 Penyeimbang Tata Guna Lahan Dalam Tranportasi

Kondisi tanpa pembangunan diperoleh dari proses pembebanan lalu lintas saat ini, untuk
mendapatkan informasih kinerja lalu lintas ruas jalan sekitar lokasi kajian. Untuk melakukan
analisis pembebanan lalu lintas diperlukan sebuah kodefikasi jaringan lalu lintas terutama
ruas jalan yang berada disekitar lokasi pembangunan tersebut. Jaringan lalu lintas yang

dimaksud adalah jaringan jalan disekitar lokasi studi atau kajian dengan catchment area
yang diperkirakan masih terpengaruhi secara segnifikan oleh dampak dari pembangunan
tersebut. Data hasil inventarisasi hasil pengamatan lapangan menjadi basis pembentukan

jaringan jalan tahun dasar. Selanjutnya untuk jaringan jalan tahun rencana akan dibuat

berdasarkan informasi rencana atau proyek pembangunan jalan yang bersifat commited
serta simulasi berbagai rekomendasi perbaikan kinerja lalu lintas.

Penetapan Tahun Dasar Yang Akan Dipakai Sebagai Dasar Analisis


Dalam melakukan analisis simulasi kinerja lalu lintas, Tahun dasar yang akan digunakan

dalam analisis yang akan dilakukan pada pelaksanaan kajian analisis dampak lalu lintas
Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri adalah tahun 2022.
Adapun tahap pembangunan sebagai berikut:

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-14


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tabel 2.2 Tahapan Pembangunan Dan Analisis Pembebanan


Masa Masa 5 Tahun
Kondisi Tahap
Operasi Do Operasi Do Pasca
Eksisting Konstruksi
Nothing Something Operasi
Tahun 2023 –
Timeline Tahun 2022 Tahun 2025 Tahun 2025 Tahun 2030
2024
Pergerakan
Pergerakan Pergerakan Eksisting +
Pergerakan
Eksisting + Eksisting + Jumlah
Masa Operasi
Jumlah Jumlah Bangkitan
Do
Pergerakan Bangkitan Bangkitan Tarikan
Pembebanan Something +
Eksisting Tarikan Tarikan Operasional
5 Tahun
Konstruksi + Operasional + Tahun
Pasca Masa
Tahun Tahap + Tahun Masa Operasi
Operasi
Konstruksi Masa Operasi – Reduksi
Penanganan
Tanpa Tanpa Tanpa Dengan Tanpa
Penanganan
Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan

Periode Analisis Paling Sedikit 5 (Lima) Tahun


Masa Operasional Tahun 2030 merupakan tahun rencana evaluasi dioperasikannya Kawasan
Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri setelah pembangunan. Dengan demikian,
berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021 tentang

Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas, sekurang-kurangnya analisis dampak lalu


lintas harus dilakukan sampai dengan 5 tahun setelah bangunan selesai di bangun dan
beroperasi, maka untuk analisis dampak lalu lintas Kawasan Industri PT. Wahana Karya
Sukses Mandiri akan dikaji sampai dengan tahun 2030

Penggunaan Dan Pemilihan Model Transportasi


Model menurut Tamin (1997:1) dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhanaan suatu

relita atau dunia yang sebenarnya. Pemodelan transportasi sangat bermanfaat bagi
perencanaan transportasi, karena melalui permodelan tersebut proses perencanaan dan

pengambilan keputusan dari berbagai masalah transportasi dapat disederhanakan. Model


dapat digunakan untuk mencerminkan hubungan antara sistem tata guna lahan dengan

sistem prasarana jalan.

Asumsi dasar model transportasi biasanya berupa: 1) Pola interaksi, yaitu perilaku elemen

transportasi memilki pola dan juga interaksi yang ada di dalam elemen-elemen tersebut, 2)

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-15


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Memaksimalkan utilitas, maksudnya pelaku perjalanan selalu berusaha memaksimalkan

kegunaan sarana/prasarana transportasi yang digunakannya, 3) Keseimbangan, yaitu


kondisi dimana suatu sistem akan mencapai kondisi yang tetap dan 4) Agregasi, yaitu

pengelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu, dan mengasumsikan kelompok pelaku


perjalanan tersebut memilki perilaku yang sama. Didalam transportasi dikenal model untuk

memprediksi kebutuhan transportasi yang didalamnya terdapat 4 tahapan untuk


memprediksi permintaan transportasi (four step model/sequential demand model).

Sasaran/output dari model ini adalah memperkirakan besarnya volume lalu lintas pada

segmen jaringan jalan yang dikaji.

Gambar 2.3 Tahapan Penggunaan Model Transportasi

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-16


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Gambar 2.4 Four Step Model/Sequential Demand Model

Dalam melakukan analisisnya konsltan menggunakan perhitungan Manual Kapasitas Jalan


Indonesia (MKJI) tahun 1997adalah buku manual/panduan (yang disertai piranti lunaknya,

KAJI) yang digunakan untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalulintas di segmen-
segmen jalan (mikro) di Indonesia, sehingga tidak dapat digunakan untuk melihat atau

menganalisis kinerja jaringan jalan secara makro. Penggunaan MKJI 1997 biasanya
digunakan untuk melihat kinerja simpang (bersinyal dan tidak bersinyal), kinerja ruas jalan,

jalinan, dan lain-lain yang terisolasi (isolated), jadi sifatnya tertutup pada sebuah segmen.

perhitungan kapasitas jalan di MKJI 1997 selalu didasarkan pada satuan mobil penumpang
(smp), sehingga lajur lalulintas yang digunakan juga selalu mengasumsikan besaran mobil

penumpang.
MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-17
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Analisis Jalan Dan Simpang Menggunakan MKJI


Untuk mengetahui dan memahami permasalahan lalu lintas di daerah studi, maka dilakukan
analisis kinerja lalu lintas Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri.

Analisis kinerja lalu lintas yang dilakukan terdiri dari analisis kinerja ruas jalan dan

persimpangan. Untuk melakukan pengukuran kinerja ruas jalan dan persimpangan, maka
diperlukan standar baku yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai kinerja lalu
lintas. Standar baku yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja lalu lintas adalah Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) yang di terbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga

tahun 1997. Standar ini didesain sesuai dengan kondisi lalu lintas di Indonesia. Rumus dasar
untuk menghitung kinerja ruas jalan dan persimpangan adalah sebagai berikut:

2.1.9.1. Persimpangan
Persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan

kendaraan berpotongan. Masalah utama pada persimpangan adalah:


• Volume dan kapasitas yang secara langsung mempengaruhi hambatan.
• Desain geometrik dan kebebasan pandang.
• Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan.
• Parkir, akses, dan pembangunan yang sifatnya umum.

• Pejalan kaki dan jarak antar persimpangan.


Prinsip-prinsip dasar pengaturan simpang antara lain:

• Pengurangan sejumlah titik konflik


• Pemisahan titik konflik

• Pengendalian kecepatan

Jenis persimpangan didasarkan pada keberadaan sinyalnya dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a) Simpang tidak bersinyal (unsignaled intersection)


Metode dan prosedur yang diuraikan dalam MKJI, 1997 digunakan untuk menganalisa
ukuran-ukuran kinerja berikut untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometri,

lingkungan dan lalu lintas yaitu:

o Kapasitas Simpang

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-18


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas

dasar (Co) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F)
dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas (MKJI, 1997).

Bentuk model kapasitas menjadi seperti berikut:

C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam)


Dimana:

Co : Kapasitas dasar (smp/jam)

FW : Faktor penyesuaian lebar masuk


FM : Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota

FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan
tak bermotor
FLT : Faktor penyesuaian - % belok kiri
FRT : Faktor penyesuaian - % belok kanan
FMI : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

o Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan seluruh simpang (DS) dihitung sebagai berikut:

DS = Q smp / C

Dimana:
Qsmp : Arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut:
Qsmp = QKend x Fsmp

Fsmp : Faktor smp, dihitung sebagai berikut:


Fsmp = (empLV x LV% + empHV x HV% + empMC x MC%) / 100

Dimana : empLV, LV%, empHV, HV%, empMC dan MC% adalah emp dan komposisi lalu
lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.

C : Kapasitas (smp/jam)

Metode dan prosedur ini berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0.8 – 0.9.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-19


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

o Tundaan

Tundaan pada simpangan dapat terjadi karena dua hal yaitu:


- Tundaan lalu lintas (DT), akibat interaksi lalulintas dengan gerakan lain dalam

simpang.
- Tundaan geometrik (DG), akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang

terganggu dan tak terganggu.

b) Simpang bersinyal (signaled intersection)

Pada umumnya sinyal lalu lintas digunakan untuk:


• Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang berlawanan,
sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak.

• Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan
antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah.
• Untuk mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/atau
• Pejalan kaki dari jalan minor.

Pola urutan lampu lalu lintas yang digunakan di Indonesia mengacu pada pola yang dipakai
di Amerika Serikat, yaitu: merah, kuning dan hijau. Hal ini untuk memisahkan atau
menghindari terjadinya konflik akibat pergerakan lalu lintas lainnya.

• Kondisi Arus Lalu lintas

Kumpulan data arus lalu lintas diperlukan untuk menganalisa periode jam puncak dan
jam lewat puncak. Arus lalu lintas di dalam smp/jam bagi masing- masing kendaraan
untuk kondisi terlindung dan terlawan.

• Penggunaan Sinyal
o Fase

Fase adalah jumlah rangkaian isyarat yang digunakan untuk mengatur arus yang
diperbolehkan untuk bergerak/berjalan. Jika akan diadakan perubahan fase sinyal,

maka pengaturan dengan dua fase dapat dijadikan sebagai alternatif awal, karena

pada umumnya akan menghasilkan kapasitas yang lebih besar dan tundaan rata-rata
yang lebih kecil dengan pengaturan fase yang lain.
o Waktu merah semua dan waktu hilang

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-20


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Waktu merah semua (all red) merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari

kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ke titik konflik,
dan panjang dari kendaraan yang berangkat.

• Penentuan Waktu Sinyal


o Tipe Pendekat

Tipe pendekat dibedakan menjadi dua yaitu:


a. Tipe terlawan (O = Opposed), apabila pada arus berangkat terjadi konflik

dengan lalu lintas dari arah berlawanan.

b. Tipe terlindung (P = Protected), apabila pada arus berangkat tidak terjadi konflik
dengan lalu lintas dari arah berlawanan.

o Lebar Pendekat Efektif

Lebar pendekat efektif (We) untuk pendekat dengan pulau lalu lintas maupun tanpa
pulau lalu lintas dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Jika WLTOR ≥ 2 m
Dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului antrian

kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Selanjutnya
arus lalu lintas belok kiri langsung (QLTOR) tidak di sertakan dalam perhitungan
waktu sinyal dan kapasitas.

b. Jika WLTOR < 2 m


Dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan LTOR tidak dapat mendahului antrian
kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Selanjutnya

arus lalu lintas belok kiri langsung (QLTOR) disertakan dalam perhitungan waktu
sinyal dan kapasitas.

o Penentuan waktu sinyal

Untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode Webster

(1966) untuk meminimumkan tundaaan total pada suatu simpang.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-21


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

o Arus Jenuh Dasar

Arus jenuh dasar (So) yaitu besarnya keberangkatan antrian dalam pendekat selama
kondisi ideal (smp/jam hijau).

o Faktor Penyesuaian

Faktor-faktor penyesuaian untuk simpang bersinyal yaitu:


- Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS)
Faktor penyesuaian ukuran kota dapat diperoleh dari tabel berikut:

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota


Penduduk Kota Faktor penyesuaian ukuran kota
(juta jiwa) (FCS)
> 3,0 1,05
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0.94
0,1 – 0,5 0,83
< 0,1 0,82
Sumber: MKJI, 1997

- Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan


kendaraan tak bermotor (FSF)

Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan


tak bermotor dapat diperoleh dari tabel berikut:
Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan
tak bermotor (FSF)
Rasio kendaraan tak bermotor (PUM)
Lingkungan jalan Hambatan samping Tipe Fase
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 > 0.25
Komersial Tinggi Terlawan 0.93 0.88 0.84 0.79 0.74 0.70
(COM) Terlindung 0.93 0.91 0.88 0.87 0.85 0.81
Sedang Terlawan 0.94 0.89 0.85 0.80 0.75 0.71
Terlindung 0.94 0.92 0.89 0.88 0.86 0.82
Rendah Terlawan 0.95 0.90 0.86 0.81 0.76 0.72
Terlindung 0.95 0.93 0.90 0.89 0.87 0.83
Pemukiman Tinggi Terlawan 0.96 0.91 0.86 0.81 0.78 0.72
(RES) Terlindung 0.96 0.94 0.92 0.89 0.86 0.84
Sedang Terlawan 0.97 0.92 0.87 0.82 0.79 0.73
Terlindung 0.97 0.95 0.93 0.90 0.87 0.85
Rendah Terlawan 0.98 0.93 0.88 0.83 0.80 0.74
Terlindung 0.98 0.96 0.94 0.91 0.88 0.86
Akses terbatas Tinggi/sedang/ Terlawan 1.00 0.95 0.90 0.85 0.80 0.75
(RA) rendah Terlindung 1.00 0.98 0.95 0.93 0.90 0.88
Sumber: MKJI, 1997

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-22


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

- Faktor penyesuaian kelandaian (FG)

Faktor penyesuaian kelandaian (FG) ditentukan dengan grafik berikut:

Sumber: MKJI, 1997


Gambar 2.5 Grafik Faktor Penyesuaian untuk Kelandaian (FG)

- Faktor penyesuaian parkir (FP)


Faktor penyesuaian parkir (FP), dapat dihitung dengan rumus:

FP = [LP/3 – (WA – 2) x (LP/3 – g) / WA] / g


Di mana:
LP = Jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) (atau

panjang dari jalur pendek)


WA = Lebar pendekat (m)
g = Waktu hijau pada pendekat (nilai normal 26 det)

- Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)


i. Untuk pendekat tipe P (arus terlindung), tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan

oleh lebar masuk. Nilai FLT dapat dihitung dengan rumus:

FLT = 1,0 – PLT x 0.16


Dimana: PLT = Rasio belok kiri

ii. Untuk pendekat tipe terlawan (O) pada umumnya lebih lambat, maka tidak
diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-23


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

- Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)

i. Untuk pendekat tipe P (terlindung) tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif
ditentukan oleh lebar masuk, nilai FRT dapat dihitung dengan rumus:

FRT = 1,00 + PRT x 0,26


Dimana: PRT = Rasio belok kanan

ii. Untuk pendekat dengan kondisi selain seperti yang tersebut pada bagian a)
di atas nilai FRT = 1,0

o Arus Jenuh yang disesuaikan (S)


Yaitu besarnya keberangkatan antrian dalam pendekat selama kondisi tertentu
setelah disesuaikan dengan kondisi persimpangan (smp/jam hijau).

Nilai arus jenuh yang disesuaikan dihitung dengan rumus:

S = So x Fcs x FSF x FG x FP x FRT x FLT


Di mana:
S = arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam hijau)

Fcs = faktor penyesuaian ukuran kota


FSF = faktor penyesuaian hambatan samping
FG = faktor penyesuaian kelandaian

Fp = faktor penyesuaian parkir

FRT = faktor penyesuaiann belok kanan


FLT = faktor penyesuaian belok kiri

o Rasio Arus / Rasio Arus Jenuh


Rasio Arus (FR) masing-masingpendekat dapat dihitung dengan rumus:

FR = Q / S
Rasio Arus Simpang (IFR) dihitung sebagai jumlah dari nilai-nilai FR.

IFR = Σ (FRcrit)

Rasio Fase (PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRcrit dan IFR.
PR = FRcrit / FR

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-24


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

o Waktu Siklus dan Waktu Hijau

a. Waktu siklus sebelum penyesuaian


Waktu siklus sebelum penyesuaian (cua) dihitung dengan rumus:

Cua = (1,5 x LTI + 5) / (1 – IFR)


Dimana:

Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det)


LTI = waktu hilang total per siklus (det)

IFR = rasio arus simpang = Σ (FRcrit)

Untuk memperoleh waktu siklus yang optimal, dapat dilihat batasan- batasan
seperti tabel berikut:

Tabel 2.5 Daftar Batasan Waktu Siklus yang Disarankan


Waktu siklus yang layak
Tipe pengaturan
(det)
Pengaturan dua – fase 40 – 80

Pengatran tiga – fase 50 – 100


Sumber: MKJI, 1997
Pengaturan empat - fase 80 - 130

b. Waktu hijau
Waktu hijau (g) dapat dihitung dengan rumus:

gi = (cua – LTI) x PRi

Dimana:
gi = tampilan waktu hijau pada fase I (det)
cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det)

LTI = waktu hilang total per siklus

PRi = rasio fase FRcrit/Σ (FRcrit)

Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik harus dihindari, karena dapat
mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi

pejalan kaki untuk menyeberang jalan.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-25


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

c. Waktu siklus yang disesuaikan

Waktu siklus yang disesuaikan (c) dapat dihitung dengan rumus:


c = ∑g + LTI

Keterangan:
g : waktu hijau dalam fase-I (detik)

LTI : Total waktu hilang per siklus (detik)


PRi : Perbandingan fase FRkritis / Σ (FRkritis)

d. Kapasitas dan Derajat Kejenuhan


Kapasitas (C) adalah jumlah lalulintas maksimum yang dapat ditampung oleh suatu
pendekat dalam waktu tertentu. Untuk menghitung kapasitas digunakan rumus:

C = S x g/c
Nilai kapasitas dipakai untuk menghitung derajat kejenuhan (DS) masing- masing
pendekat.
DS = Q / C

• Kendaraan terhenti
Laju henti (NS) untuk masing-masing pendekat yang didefinisikan jumlah rata-
rata berhenti per smp (termasuk berhenti berulang dalam antrian) yang nilainya

dapat dihitung dengan rumus:

NS=((0,9 x NQ))/((Q x C)) x 3600


Jumlah kendaraan terhenti (Nsv) untuk masing-masing pendekat dihitung
dengan rumus:

Nsv= Q x NS
Selanjutnya laju henti rata-rata untuk seluruh simpang (NSTOT) dihitung

dengan rumus:
∑ 𝑵𝑺𝑽
𝑵𝑺𝑻𝑶𝑻 =
𝑸𝑻𝑶𝑻

• Tundaan
Tundaan (D) adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui

simpang dibandingkan dengan lintasan tanpa melalui simpang.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-26


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

a. Tundaan lalu lintas rata-rata (DT)

Tundaan lalu lintas rata-rata adalah tundaan yang disebabkan oleh interaksi
lalu lintas dengan gerakan lalu lintas lainnya pada suatu simpang yang

nilainya dapat dihitung dengan rumus:


DT=c x A+(NQ1 x 3600)/C

Dimana:
DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp)

c = Waktu siklus disesuaikan disesuaikan

A = (0,5 x (1-GR))/((1-GR x DS))


GR = Rasio hijau = g/c
DS = Derajat Kejenuhan

C = Kapasitas (smp/jam)
NQ1 = Jumlah smp tersisa dari fase hijau (smp)

b. Tundaan geometri rata-rata (DG)


Tundaan geometri rata-rata adalah tundaan yang disebabkan oleh

percepatan atau perlambatan kendaraan yang membelok di persimpangan


dan atau yang terhenti di lampu merah yang nilainya dapat dihitung dengan
rumus:
(1 − 𝑃𝑆𝑉 )𝑥(𝑃𝑇 𝑥 6)
𝐷𝐺 =
(𝑃𝑆𝑉 𝑥 4)
Dimana:

Dg = tundaan geometri rata-rata pendekat

Psv = rasio kendaraan terhenti pada pendekat = min (NS)

PT = rasio kendaraan berbelok pada pendekat.


Untuk arus belok kiri jalan terus (LTOR) nilai DG = 6

c. Tundaan rata-rata (DR)

(DR) = DT+ DG

d. Tundaan total (Dtotal)


Dtotal = D x Q

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-27


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

e. Tundaan rata-rata samping (Dj)


∑ 𝑫𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝑫𝒋 =
𝑸𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
f. Peluang antrean (QP %)

Rentang nilai peluang antrean dihitung sebagai berikut:


QP % = 47,71 DS – 24,68 DS2 + 56,47 DS3

Sampai:
QP % = 9,02 DS + 20,66 DS2 + 10,49 DS3

2.1.9.2. Analisis Kinerja Ruas Jalan


Analisis kinerja dari jaringan jalan yang dikaji akan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
permasalahan, dan besaran dampak permasalahan transportasi sesuai batas wilayah studi.

Analisis kinerja jaringan jalan ini dilakukan pada kondisi tanpa pembangunan dengan

kondisi Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri.

Kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat
dipertahankan persatuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua arah (kombinasi dua
arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan perarah dan kapasitas
ditentukan per lajur. Nilai kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
mungkin, kapasitas diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu-lintas, dan secara teoritis
dengan mangasumsikan hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus.

Persamaan untuk menentukan kapasitas jalan adalah sebagai berikut:

C=Co x FCw x FCsp x FCsf x Fccs

Dimana:
C : Kapasitas (smp/jam)

Co : Kapasitas dasar (smp/jam)


Fcw : Faktor penyesuaian lebar jalan

Fcsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
Fcsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb

Fccs : Faktor penyesuaian ukuran kota

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-28


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Untuk klasifikasi kelas jalan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.6 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan


Muatan sumbu
Fungsi Kelas
terberat/MST(ton)
Arteri I >10
II 10
IIA 8
Kolektor IIIA 8
IIIB 8
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

a. Kapasitas Dasar

Faktor faktor penyesuaian yang berpengaruh terhadap perhitungan kapasitas jalan disajikan
pada tabel berikut:

Tabel 2.7 Kapasitas Dasar (Co)


Kapasitas dasar
Tipe jalan Catatan
(smp/jam)
Jalan 4 lajur berpembatas 1,650 Per lajur
median atau jalan satu
arah
Jalan 4 lajur tanpa 1.500 Per lajur
pembatas median
Jalan 2 lajur tanpa 2.900 Total dua arah
pembatas median
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

b. Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalulintas (FCw)

Setelah menentukan kapasitas dasar, maka akan disesuaikan dengan cara mencari faktor

penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas. Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan lebih dari
4 lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai per lajur yang diberikan untuk jalan 4

lajur dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw)


Lebar jalur lalu lintas
Tipe jalan efektif (Wc) FCw
(m)
4 lajur dengan pembatas 3.00 0,92
median atau jalan satu arah 3,25 0,96
3,50 1.00
3,75 1,04
4,00 1,08

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-29


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Lebar jalur lalu lintas


Tipe jalan efektif (Wc) FCw
(m)
4 lajur tanpa pembatas 3.00 0,91
median 3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
2 lajur tanpa pembatas Total dua arah
median 5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

c. Faktor penyesuaian untuk pemisahan arah (FCsp)

Khusus untuk jalan tak terbagi, tentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisalan arah
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah FCsp
PEMISAHAN ARAH
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
SP %%
Dua lajur
FCsp 1,00 1,97 0,94 0,91 0,88
2/2
Empat lajur
FCsp 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
4/2
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

d. Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsf)


Berikut adalah tabel faktor penyesuaian kapasitas untuk penghambat samping.
Tabel 2.10 Penentuan Kelas Hambatan Samping
Kelas Hambatan Jumlah per200 m
Kode Kondisi Khusus
Saping (FFC) / jam (Dua sisi)

Daerah pemukiman
Sangat rendah VL <100
dengan jalan samping
Daerah pemukiman,
Rendah L 100-299 beberapa kendaraan
umum dan sebaginya
Daerah industri,
Sedang M 300-499 beberapa toko disisi
jalan

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-30


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Kelas Hambatan Jumlah per200 m


Kode Kondisi Khusus
Saping (FFC) / jam (Dua sisi)
daerah komersial,
Tinggi H 500-599 aktifitas pasar
disamping jalan
Daerah komersial
Sangat Tinggi VH >900 dengan aktifitas pasar
disamping jalan.
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Tabel 2.11 Hambatan Samping untuk jalan dengan bahu

Faktor penyesuaian untuk hambatan


samping dan lebar bahu (FCsf)
Hambatan
Tipe jalan
Samping
Lebar efektif bahu jalan Ws
≤ 0,5 1 1,5 ≥ 2,0
VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1 1,02
4/2 dipisah
M 0,92 0,95 0,98 1
median
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1 1,02
4/2 tidak M 0,92 0,95 0,98 1
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,8 0,86 0,9 0,95
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Tabel 2.12 Hambatan samping untuk jalan dengan kerb


Faktor Penyesuaian untuk hambatan
Kelas samping dan lebar bahu (FCsf)
Tipe Jalan Hambatan Jarak Kreb Penghalang Wk
Samping
< 0,50 1,00 1,50 > 2,00
VL 0,95 0,97 0,99 1,01
L 0,94 0,96 O,98 1,00
M 0,91 0,93 0,95 0,98
4/2 UD
H 0,86 0,89 0,92 0,95
VH 0,81 0,85 0,88 0,92
VL 0,95 0,97 0,99 1,01
2/2 UD L 0,93 0,95 0,97 1,00

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-31


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Faktor Penyesuaian untuk hambatan


Kelas samping dan lebar bahu (FCsf)
Tipe Jalan Hambatan Jarak Kreb Penghalang Wk
Samping
< 0,50 1,00 1,50 > 2,00
M 0,90 0,92 0,95 0,97
H 0,84 0,87 0,90 0,93
VH 0,77 0,81 0,85 0,90
VL 0,93 0,95 0,97 0,99
L 0,90 0,92 0,95 0,97
Atau Jalan Satu M 0,86 0,88 0,91 0,94
Arah H 0,78 0,81 0,84 0,88
VH 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

e. Faktor penyesuaian ukuran kota (Fccs)


Berikut adalah tabel untuk menentukan penyesuaian ukuran kota yaitu bedasarkan jumlah
penduduk.

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota


Faktor penyesuian untuk
Ukuran kota (juta penduduk)
ukuran kota
< 0,1 0,86

0,1-0,5 0,90

0,5-1,0 0,94

1,0-3,0 1,00

>3,0 1,04
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2.1.9.3. Volume Lalu Lintas


Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melewati satu titik tertentu dari suatu
segmen jalan selama waktu tertentu. Pada kegiatan Pembangunan Kawasan Industri PT.

Wahana Karya Sukses Mandiri volume lalu lintas yang akan hitung adalah ruas Jalan dan
simpang sekitar lokasi pembangunan. Volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan
kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp).

Sedangkan volume lalu lintas rencana (VLHR) adalah perkiraan volume lalu lintas harian

pada akhir tahun rencana lalu lintas dan dinyatakan dalam smp/hari. Satuan volume lalu

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-32


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur

adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam rencana dan kapasitas.

Satuan mobil penumpang disingkat SMP adalah satuan kendaraan di dalam arus lalu lintas
yang disetarakan dengan kendaraan ringan/mobil penumpang, dengan menggunakan

ekivalensi mobil penumpang (emp) atau faktor pengali berbagai jenis kendaraan menjadi
satu satuan yaitu SMP, dimana besaran SMP dipengaruhi oleh tipe/jenis kendaraan, dimensi

kendaraan, dan kemampuan olah gerak. SMP digunakan dalam melakukan rekayasa lalu

lintas terutama dalam desain persimpangan, perhitungan waktu alat pengatur isyarat lalu
lintas (APILL), ataupun dalam menentukan nisbah volume per kapasitas jalan (V/C) suatu
ruas jalan.

a. Besaran SMP
Besaran satuan mobil penumpang bervariasi menurut lokasi apakah itu di perkotaan atau
di jalan raya, ataupun di persimpangan. Jenis kendaraan dibagi atas beberapa kategori yaitu
• Kendaraan Ringan (LV): Mobil Penumpang, Oplet, Mikrobis, Pick up, sedan dan

kendaraan bermotor ber as 2 dengan jarak antar as 2-3m


• Kendaraan Berat (HV): Bis, Truk 2 As, Truk 3 As, dan kendaraan bermotor lebih dari 4
roda

• Sepeda Motor (MC): kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda.

• Kendaraan tak Bermotor (UM): segala jenis kendaraan yang digerakan oleh orang atau
hewan seperti becak, sepeda, kereta kuda dan sebagainya.

b. Pada Persimpangan Bersignal


Pada persimpangan bersignal yaitu terdapat lampu pengaturan lalu lintas, maka nilai faktor

pengali SMP (emp) suatu kendaraan tergantung dari tipe pendekat jalan, yaitu pendekat
terlindung yaitu pergerakan kendaraan tidak ada gangguan dari arah pendekat/jalan yang

lain dan pendekat terlawan yaitu pergerakan kendaraan yang mendapat gangguan dari arah

pendekat lain. Nilai konversi emp dapat dilihat pada tabel berikut:

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-33


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tabel 2.14 Konversi kendaraan berat, kendaraan ringan, dan sepeda motor terhadap
satuan mobil penumpang
Emp untuk tipe pendekat
Jenis Kendaraan
Terlidung Terlawan
Kendaan Ringan (LV) 1,0 1,0

Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3

Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4


Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

c. Pada Persimpangan tak Bersignal


Pada persimpangan tak bersignal yaitu persimpangan yang tidak terdapat lampu
pengaturan lalu lintas, nilai faktor pengali SMP (emp) suatu kendaraan untuk semua

pendekat sama.
• Kendaraan Ringan (Light Vehicles - LV) = 1,0

• Kendaraan Berat (Heavy Vehicles - HV) = 1,3


• Sepeda Motor (Motorcycle - MC) = 0,5

d. Pada Jalinan Jalan


Bagian jalinan berfungsi untuk memberikan ruang gerak lebih pada sisi kiri jalan, bagian
jalinan jalan terdiri dari dua tipe yaitu jalinan tunggal dan jalinan bundaran. nilai faktor
pengali (emp) pada jalinan jalan sama seperti pada persimpangan tak bersignal yaitu:

• Kendaraan Ringan (LV) = 1,0

• Kendaraan Berat (HV) = 1,3


• Sepeda Motor (MC) = 0,5

e. Jalan Perkotaan

Pada jalan perkotaan faktor pengali tergantung dari fungsi dan kondisi jalan serta jumlah
kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan pada satu satuan periode waktu (jam) yaitu:

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-34


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

1) Jalan perkotaan yang tidak terbagi (tidak mempunyai median jalan)

Tabel 2.15 Konversi SMP Pada Jalan Perkotaan Yang Tidak Terbagi
emp
Arus lalu lintas MC
Tipe Jalan total 2 arah
LV HV Lebar Jalur Lalu Lintas
(kend/jam)
≤6m >6m
Dua Lajur tak terbagi 0 ≥ 1800 1,3 0,5 0,4
(2/2) UD 1,2 0,35 0,25
1,0
Empat Lajur tak terbagi 0 ≥ 1800 1,3 0,4
(4/2) UD 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2) Jalan Perkotaan terbagi atau jalur satu arah/jalan satu arah.

Tabel 2.16 Konversi SMP Pada Jalan Perkotaan Yang Terbagi Atau Jalur Satu Arah
Arus lalu lintas per jalur emp
Tipe Jalan
(kend/jam) LV HV MC
Dua Lajur satu arah (2/1) dan 1,3 0,4
0 ≥ 1050
Empat Lajur dua arah (4/2) D 1,2 0,25
1,0
Tiga Lajur satu arah (3/1) dan 1,3 0,4
0 ≥ 1100
Enam Lajur dua arah (6/2) D 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Pada jalan perkotaan penentuan faktor pengali menggunakan cara interpolasi nilai, sebagai
contoh untuk tipe jalan 2/2 UD dan lebar jalur lalu lintas kurang dari 6 meter serta jumlah
kendaraan yang melintas pada satu titik pengamatan selama satu jam yaitu 900 kendaraan

maka faktor pengali yang didapat berturut-turut untuk LV, HV dan MC yaitu 1,0, 1,25 dan

0,425.

2.1.9.4. V/C Rasio dan Level of Service (LoS)


V/C ratio merupakan salah satu indikator dari tingkat kemacetan lalu-lintas yang merupakan
perbandingan antara volume lalu-lintas (V) dengan kapasitas jalan (C). Tingkat pelayanan

(Level Of Service) adalah ukuran kinerja ruas jalan atau simpang jalan yang dihitung
berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan, kepadatan dan hambatan yang terjadi.

Dalam bentuk matematis tingkat pelayanan jalan ditunjukkan dengan nilai V/C Ratio.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-35


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tabel 2.17 Karakteristik Tingkat Pelayanan Pada Ruas Jalan


Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait
- Arus bebas
- Kecepatan perjalanan rata-rata ≥ 80 Km/jam
A
- V/C ratio 0,00 – 0,20
- Load factor pada simpang = 0
- Arus stabil
- Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d ≥ 40 Km/jam
B
- V/C ratio 0,20 – 0,44
- Load factor ≤ 0,1
- Arus stabil
- Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d ≥ 30 Km/jam
C
- V/C ratio 0,45 - 0,74
- Load factor ≤ 0,3
- Mendekati arus tidak stabil
- Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d ≥ 25 Km/jam
D
- V/C ratio 0,75 – 0,84
- Load factor ≤ 0,7
- Arus tidak stabil, terhambat, dengan tundaan yang tidak dapat ditolerir
- Kecepatan perjalanan rata-rata sekitar 25 Km/jam
E
- V/C ratio 0,85 – 1,00
- Load factor pada simpang ≤ 1
- Arus tertahan, macet
- Kecepatan perjalanan rata-rata ≤ 15 Km/jam
F
- V/C ratio permintaan melebihi 1,00
- simpang jenuh
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas di Jalan

Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait


- Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan sekurang
kurangnya 80 kilometer per jam.
A - Kepadatan lalu lintas sangat rendah
- Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya
tanpa atau dengan sedikit tundaan.
- Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan sekurang
kurangnya 70 kilometer per jam.
- Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum
B
mempengaruhi kecepatan.
- Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya
dan lajur jalan yang digunakan.
- Arus stabil tetapi pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu
lintas yang lebih tinggi dengan kecepatan sekurang-kurangnya 60
kilometer perjam.
C - Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
meningkat.
- Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah
lajur atau mendahului.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-36


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait


- Arus tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan
sekurang-kurangnya 50 kilometer perjam.
- Masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus.
- Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan
D hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang
besar.
- Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam
menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih
dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.
- Arus tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi mendekati kapasitas
jalan dan dan kecepatan sekurang-kurangnya 30 kilometer perjam pada
jalan antar kota dan sekurang-kurangnya 10 kilometer per jam pada
E
jalan perkotaan.
- Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi.
- Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
- Arus tertahan dan terjadi antiran kendaraan yang paling panjang
dengan kecepatan kurang dari 30 kilometer perjam.
F - Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama.
- Dalam antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

Tabel 2.18 Karakteristik Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan


Tingkat Pelayanan Rata-Rata Tundaan Berhenti (detik per kendaraan)

A <5

B 5 – 15

C 15 – 25

D 25 – 40

E 40 – 60

F > 60
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

Tabel 2.19 Tingkat Pelayanan Yang Diinginkan Pada Ruas Jalan Pada Sistem Jaringan Jalan
Primer Sesuai Fungsinya
Kelas Jalan Tingkat Pelayanan

Arteri Primer Sekurang-kurangnya B

Kolektor Primer Sekurang-kurangnya B

Lokal Primer Sekurang-kurangnya C

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-37


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Kelas Jalan Tingkat Pelayanan

Jalan Tol Sekurang-kurangnya B

Arteri Sekunder Sekurang-kurangnya C

Kolektor Sekunder Sekurang-kurangnya C

Lokal Sekunder Sekurang-kurangnya D

Jalan Lingkungan Sekurang-kurangnya D


Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

2.1.9.5. Kecepatan
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu

tempuh. Satuan dari kecepatan adalah km/jam. Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan
sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika

mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan lain di jalan. Bentuk

umum penentuan kecepatan arus bebas adalah sebagai berikut:

FV = (Fvo + FVw) x FFVsf x

FFVcs
Dimana:

FV : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)


Fvo : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati (km/jam)
FVw : Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFVsf : Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kereb

penghalang
FFVcs : Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan arus bebas:

a. Kecepatan arus dasar

Kecepatan arus bebas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan dan jenis kendaraan. Secara
umum kendaraan ringan memiliki kecepatan arus bebas lebih tinggi dari pada kendaraan

berat dan sepeda motor seperti ditunjukkan dalam tabel berikut:

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-38


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tabel 2.20 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0)


Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) (km/jam)
Kendaraan Kendaraan SepedaM Semua
Tipe Jalan
Ringan Berat otor Kendaraan
LV HV MC (Rata-rata)
Enam-lajur terbagi
(6/2 D) atau 61 52 48 57
Tiga-lajur satu-arah (3/1)
Empat-lajur terbagi (4/2
D) atau Dua-lajur tak- 57 50 47 55
terbagi (2/1 UD)
Empat-lajur tak-terbagi
53 46 43 51
(4/2 UD)
Dua-lajur tak-terbagi
44 40 40 42
(2/2 UD)
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

b. Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu-lintas


Penyesuaian akibat lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc). Pada jalan selain 2/2 UD
pertambahan/pengurangan kecepatan bersifat linier sejalan dengan selisihnya dengan

lebar jalur standar (3,5 meter). Hal ini berbeda terjadi pada jalan 2/2 UD terutama untuk Wc
(2 arah) kurang dari 6 meter. Nilai penyesuaian kecepatan arus bebas dapat ditunjukkan
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.21 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Lebar Jalur Lalu-lintas (FVw)

Penyesuaian Kecepatan Arus


Lebar Jalan Lalu-lintas
Bebas untuk Lebar Jalur Lalu- FVw (km/jam)
Efektif (Wc) (m)
lintas Tipe jalan

Per lajur
3.00 -4
Empat-lajur terbagi atau jalan 3.25 -2
satu arah 3.50 0
3.75 2
4.00 4
Per lajur
3.00 -4
3.25 -2
Empat-lajur tak-terbagi
3.50 0
3.75 2
4.00 4
Dua arah
5 -9.5
6 -3
Dua lajur tak-terbagi
7 0
8 3
9 4

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-39


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Penyesuaian Kecepatan Arus


Lebar Jalan Lalu-lintas
Bebas untuk Lebar Jalur Lalu- FVw (km/jam)
Efektif (Wc) (m)
lintas Tipe jalan

10 6
11 7
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Tabel 2.22 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping (FFVsf)
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan
Kelas Hambatan Samping dan Lebar Bahu
Tipe Jalan
Samping (SFC) Lebar Bahu Efektif Rata-rata Ws (m)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
Sangat rendah 1.02 1.03 1.03 1.04
Rendah 0.98 1.00 1.02 1.03
Empat-lajur-terbagi
Sedang 0.94 0.97 1.00 1.02
(4/2 D)
Tinggi 0.89 0.93 0.96 0.99
Sangat Tinggi 0.84 0.88 0.92 0.96
Sangat rendah 1.02 1.03 1.03 1.04
Rendah 0.98 1.00 1.02 1.03
Empat-lajur-lajur tak-
Sedang 0.93 0.96 0.99 1.02
terbagi (4/2 UD)
Tinggi 0.87 0.91 0.94 0.98
Sangat Tinggi 0.80 0.86 0.90 0.95
Sangat rendah 1.00 1.01 1.01 1.01
Dua-lajur tak-terbagi Rendah 0.96 0.98 0.99 1.00
(2/2 UD) atau jalan Sedang 0.91 0.93 0.96 0.99
satu arah Tinggi 0.82 0.86 0.90 0.95
Sangat Tinggi 0.73 0.79 0.85 0.91
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

c. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Ukuran Kota (FFVcs) dapat ditunjukkan
dengan menggunakan tabel dibawah ini.

Tabel 2.23 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Ukuran Kota (FFVcs)
Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Koreksi Untuk Ukuran Kota
< 0.1 0.90
0.1 – 0.5 0.93
0.5 – 1.0 0.95
1.0 – 1.3 1.00
> 3.0 1.03
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-40


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Bangkitan Terhadap Pertumbuhan Lalu Lintas


Faktor penting yang menjadikan pembebanan terhadap suatu jaringan jalan dapat semakin
berat, yaitu faktor pertumbuhan lalu lintas. Faktor pertumbuhan lalu lintas ini erat kaitannya

dengan tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan perekonomian suatu

wilayah tersebut, yang dapat dihitung dengan persamaan:


Kn = K o ( 1 + i ) n
dengan

Kn : Jumlah kendaraan/perjalanan dalam n tahun ke depan

Ko : Jumlah kendaraan/perjalanan saat ini


i : Faktor pertumbuhan lalu lintas sebesar 10% pada daerah Kabupaten Bekasi
n : Tahun yang akan diprediksikan, digunakan dalam menganalisis pada masa

konstruksi, masa awal beroperasi dan masa 5 tahun mendatang (tahun rencana).

Gambar 2.6 Analisis Bangkitan

Pejalan Kaki
Pejalan kaki (pedestrian) adalah orang yang melakukan aktivitas berjalan kaki dan

merupakan salah satu unsur pengguna jalan. Kita sering melupakan tentang para pejalan
kaki, kita hanya fokus untuk memberikan pelayanan atau fasilitas kepada para pengguna

jalan lain atau para pengemudi kendaraan bermotor saja. Padahal korban jiwa dalam
kecelakaan 65% adalah pejalan kaki. Oleh karena itu, pejalan kaki harus mendapat fasilitas

yang dapat memberikan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan.

Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
Pasal 25 dijelaskan bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum WAJIB

dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa:

a. Rambu lalu lintas;

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-41


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

b. Marka jalan;

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas;


d. Alat penerangan jalan;

e. Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan;


f. Alat pengawasan dan pengamanan jalan;

g. Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat; dan


h. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan

diluar badan jalan.

Dan dalam Pasal 26 dijelaskan bahwa penyediaan perlengkapan jalan diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah Pusat untuk Jalan Nasional;

b. Pemerintah Provinsi untuk jalan Provinsi;


c. Pemerintah Kabupaten/Kota untuk jalan Kabupaten/Kota dan jalan Desa; atau
d. Badan Usaha jalan Tol untuk jalan Tol.

Seperti yang dijelaskan oleh Undang-Undang No 22 Tahun 2009, maka setiap

penyelenggara jalan wajib menyediakan fasilitas untuk pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki
memiliki persyaratan umum yaitu:
a. Menerus, fasilitas pejalan kaki harus menerus, langsung dan lurus ketujuan;

b. Aman, pejalan kaki harus merasa aman selama berjalan kaki, baik pada jalurnya sendiri

maupun dalam hubungannya dengan suatu sistem jaringan lalu lintas lainya;
c. Nyaman, permukaan fasilitas pejalan kaki harus rata, kering dan tidak licin pada waktu
huan, cukup lebar, kemiringan sekecil mungkin, jika diperlukan boleh diberi tangga

yang nyaman
d. Mudah dan jelas, fasilitas pejalan kaki harus mudah dan cepat dikenali

Jalur pejalan kaki diperlukan sebagai komponen penting yang harus disediakan untuk

meningkatkan keefektifan mobilitas warga di perkotaan. Saat ini ketersediaan jaringan

pejalan kaki yang aman, nyaman, dan manusiawi di kawasan perkotaan belum dapat
memenuhi kebutuhan warga baik dari segi jumlah maupun standar penyediaannya.
Peraturan terkait fasilitas pejalan kaki antara lain:

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-42


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat;

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;


c. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

d. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;


e. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman


Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;

g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;


h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;

i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman


Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; dan
j. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.

Tabel 2.24 Tingkat Pelayanan Yang Diinginkan Pada Ruas Jalan Pada Sistem Jaringan Jalan
Primer Sesuai Fungsinya
Operasional Pejalan Kaki Pada Pejalan Kaki
Penyeberangan
Fungsi Rambu Penyeberangan Pada Pulau
di bawah
Pejalan Kaki Sebidang Jalan
Arteri A C C C
Bebas Hambatan
Dua Jalur B A C C
Satu Jalur B A C C
Sub Arteri
Dua Jalur B A B B
Satu Jalur B A B B
Kolektor
Satu Jalur C B B A
Lingkungan
Satu Jalur C C C C
Keterangan :
A = Layak
B = Semi Layak
C = Tidak Layak
Sumber: Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Binamarga, 1995

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-43


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tabel 2.25 Kebutuhan Pengembangan Jaringan Pejalan Kaki


Perumahan 4 –
Komersial 0 – 3 unit/Ha > 10 unit/Ha
10 unit/Ha
Arteri 2 2 2 2
Kolektor 2 2 2 2
Lokal/Lingkungan 2 0 1 2
Keterangan :
0 = Dibutuhkan pada kedua sisi jalan
1 = Dibutuhkan hanya pada satu sisi jalan
2 = Dibutuhkan hanya pada satu sisi jalan
Sumber: Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Binamarga, 1995

Tabel 2.26 Lebar Jaringan Pejalan Kaki Sesuai Dengan Penggunaan Lahan
Penggunaan Lahan Lebar Minimum (m) Lebar Yang Dianjurkan (m)
Perumahan 1,6 2,75
Perkantoran 2 3
Industri 2 3
Sekolah 2 3
Terminal / Stop Bis / TPKPU 2 3
Pertokoan / Perbelanjaan / Hiburan 2 4
Jembatan / Terowongan 1 1

Tabel 2.27 Kriteria Pemilihan Fasilitas Pejalan Kaki


PV2 P V Rekomendasi
> 108 50 – 1100 300 – 500 Zebra Cross
> 2 x 108 50 – 1100 400 – 750 Zebra Cross dengan lapak tunggu
> 108 50 – 1100 > 500 Pelican
> 108 > 1100 > 300 Pelican
> 2 x 108 50 – 1100 > 750 Pelican dengan lapak tunggu
> 2 x 108 > 1100 > 400 Pelican dengan lapak tunggu
Dimana :
P = Arus lalu lintas penyeberang jalan yang menyeberang jalur lalu lintas sepanjang 100 meter,
dinyatakan dalam kaki/jam
V = Arus lalu lintas dua arah per jam, dinyatakan dalam kendaraan/jam
Sumber: Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Binamarga, 1995

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-44


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Gambar 2.7 Grafik Penentuan Fasilitas Pejalan Kaki

Berdasarkan buku Petunjuk Perencanaan Trotoar No. 007/T/BNKT/1990 dari Direktorat


Pembinaan Jalan Kota – Direktorat Jenderal Bina Marga, lebar trotoar harus dapat melayani

volume pejalan kaki yang ada. Kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume
pejalan kaki rencana (V). Volume pejalan kaki rencana (V) adalah volume rata-rata per menit
pada interval puncak. Dan lebar tambahan sesuai dengaan keadaan setempat (N). Adapun
rumus perhitungan lebar trotoar minimal berdasarkan data volume pejalan kaki puncak

sebagai berikut.
𝑽
𝒘= +𝑵
𝟑𝟓
Dimana :
W = Lebar jalur pejalan kaki (meter)
V = volume rata-rata per menit pada interval puncak (orang per menit per meter)

n = Lebar tambahan sesuai dengaan keadaan setempat (meter) (Jalan didaerah bukan pasar

nilai 1,0 )

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-45


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Fasilitas Perlengkapan Jalan


Pelengkapan jalan berupa rambu dan marka jalan yang dipasang di lokasi kegiatan
disesuaikan dengan kebutuhan di lokasi.

2.1.12.1. Rambu
Rambu yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2014
Tentang Rambu Lalu Lintas berupa rambu peringatan (kuning), rambu larangan (merah),
rambu perintah (biru), rambu petunjuk (hijau). Untuk lebih jelasnya tentang perambuan lalu

lintas sebagai berikut.

• Rambu-Rambu Peringatan
Rambu dengan latar warna Kuning memberikan arti Peringatan kepada pengguna jalan. Arti dari
peringatan yang dimaksudkan berupa gambar yang ada pada rambu tersebut. Untuk jelasnya
rambu-rambu peringatan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Sumber: Permenhub No. 13 Tahun 2014 Tentang Rambu Lalu Lintas


Gambar 2.8 Rambu-Rambu Peringatan

• Rambu-Rambu Larangan
Rambu dengan latar warna Merah memberikan arti Larangan kepada pengguna jalan. Arti dari
larangan yang dimaksudkan berupa strip ataupun huruf, gambar dan angka yang mempunyai arti
larangan pada rambu tersebut. Untuk jelasnya rambu-rambu larangan dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-46


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Sumber: Permenhub No. 13 Tahun 2014 Tentang Rambu Lalu Lintas


Gambar 2.9 Rambu-Rambu Larangan

• Rambu-Rambu Perintah
Rambu dengan latar warna Biru memberikan arti Perintah kepada pengguna jalan. Arti dari
perintah yang dimaksudkan gambar sebagai objek perintah ataupun arah panah sebagai arah
yang diperintah bagi pengguna jalan. Untuk jelasnya rambu-rambu perintah dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.

Sumber: Permenhub No. 13 Tahun 2014 Tentang Rambu Lalu Lintas


Gambar 2.10 Rambu-Rambu Perintah

• Rambu-Rambu Petunjuk
Rambu dengan latar warna Hijau memberikan arti Petunjuk kepada pengguna jalan. Arti dari
petunjuk yang dimaksudkan anak panah yang dilengkapi dengan tulisan sebagai tujuan
perjalanan. Untuk jelasnya rambu-rambu petunjuk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-47


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Sumber: Permenhub No. 13 Tahun 2014 Tentang Rambu Lalu Lintas


Gambar 2.11 Rambu-Rambu Petunjuk

2.1.12.2. Marka Jalan


Marka jalan yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 67 Tahun
2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan No. 34 Tahun 2014 Tentang

Marka Jalan berupa marka anak panah untuk mengarahkan kendaraan, marka garis putus-
putus atau garis tidak putus-putus, dan garis zebra cross. Gambar marka yang akan
digunakan dapat dilihat pada gambar berikut.

Sumber : Permenhub No. 67 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Permenhub No. 34 Tahun 2014
Tentang Marka Jalan
Gambar 2.12 Marka Lambang Tanda Panah (Tanda Pengarah Lajur)

Sumber : Permenhub No. 67 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Permenhub


No. 34 Tahun 2014 Tentang Marka Jalan
Gambar 2.13 Marka Jalan Garis Utuh dan Garis Putus-Putus

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-48


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Sumber : Permenhub No. 67 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas


Permenhub No. 34 Tahun 2014 Tentang Marka Jalan
Gambar 2.14 Marka Bentuk Tempat Penyeberangan (Zebra Cross) Untuk Pejalan Kaki

Perambuan dan pemarkaan di lokasi internal (dalam lokasi) berupa rambu dalam

mengarahkan pergerakan kendaraan, dan pejalan kaki. Sedangkan marka jalan yang
digunakan berupa marka anak panah untuk mengarahkan kendaraan dan garis zebra cross.

Pemasangan rambu dan marka jalan untuk memudahkan pengemudi dan pejalan kaki
dalam sirkulasi internal. Sedangkan perambuan dan pemarkaan di lokasi eksternal (luar
lokasi) berupa rambu dalam mengarahkan pergerakan kendaraan, dan pejalan kaki.

Sedangkan marka jalan yang digunakan berupa marka garis putus-putus atau garis tidak
putus-putus dan garis zebra cross. Pemasangan rambu dan marka jalan untuk memudahkan

pengemudi dan pejalan kaki dalam sirkulasi eksternal.

2.1.12.3. Alat Penerangan Jalan (APJ)


Jalan yang terang adalah kebutuhan setiap orang, meski setiap kendaraan diwajibkan

memasang lampu depan sebagai standar keselamatan. Penerangan Jalan Umum adalah hal
penting demi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Jalan tanpa lampu
penerangan merupakan jalan yang berbahaya dan lebih beresiko. Sebagaimana maksud

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 27 tahun 2018 tentang Alat Penerangan Jalan.

Peraturan Menteri tentang Alat Penerangan Jalan ini memiliki pertimbangan utama di
dalamnya yaitu untuk mengoptimalkan fasilitas perlengkapan jalan berupa alat penerangan

jalan guna mewujudkan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas serta

kemudahan bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-49


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 27 tahun 2018 tentang Alat Penerangan Jalan pada

bagian kelima alat penerangan jalan pasal 44 menjelaskan bahwa :


• Alat penerangan jalan merupakan lampu penerangan jalan yang berfungsi untuk

memberi penerangan pada Ruang Lalu Lintas.


• Lampu penerangan jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan

keselamatan.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan

lampu penerangan jalan diatur dengan Peraturan Menteri.

Alat Penerangan Jalan wajib memenuhi spesifikasi teknis utama paling sedikit:
• Catu daya, • Umur operasi lampu,

• Jenis arus listrik, • Umur pemeliharaan lampu,


• Waktu operasi, • Proteksi operasi,
• Daya cadangan operasi, • Kabel kelistrikan,
• Tinggi pemasangan Luminer, • Pabrikasi bahan/konstruksi,
• Jenis lampu, • Rumah lampu atau armature, dan

• Umur teknis lampu, • Lokasi pemasangan.

Tabel 2.28 Spesifikasi Utama Alat Penerangan Jalan

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-50


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Catatan : Adaptive yaitu metode peredupan atau dimming terhadap kuat


pencahayaan alat penerangan jalan menyesuaikan tingkat volume
lalu lintas kendaraan
Smart System yaitu metode kontrol alat penerangan jalan secara
terpusat melalui peralatan teknologi sistem komunikasi untuk
mengetahui kinerja dan masalah pengoperasian.

Komponen utama Alat Penerangan Jalan, meliputi:

• Bangunan konstruksi;
• Catu daya;
• Luminer;
• Peralatan kontroljdan
• Peralatan proteksi.

Ketinggian tiang utama Alat Penerangan Jalan ditentukan berdasarkan fungsi dan geometri
jalan, yaitu:
• Jalan bebas hambatan, ketinggian Tiang paling rendah 13 meter;
• Jalan arteri, ketinggian tiang paling rendah 9 meter;

• Jalan kolektor, ketinggian tiang paling rendah 7 meter;

• Jalan lokal, ketinggian tiang paling tinggi 7 meter;


• Jalan lingkungan, ketinggian paling tinggi 5 meter; atau

• Taman dan ruang parkir, ketinggian tiang disesuaikan dengan ruang yang tersedia

dan kebutuhan pencahayaan.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-51


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Gambar 2.15 Tiang Utama Alat Penerangan Jalan

Sedangkan penempatan dan pemasangan Alat Penerangan Jalan di sebelah kiri dan/atau
kanan jalan menurut arah lalu lintas pada jarak paling sedikit 6 meter diukur dari bagian

terluar bangunan konstruksi Alat Penerangan Jalan ke tepi paling kiri dan/atau kanan jalur
ruang lalu lintas atau kerb. Dan pada jalan yang memiliki pemisah jalur dan/atau lajur ruang

lalu lintas jalan paling sedikit berjarak 3 meter diukur dari bagian terluar bangunan
konstruksi Alat Penerangan Jalan ke tepi paling kiri dan/atau kanan jalur ruang lalu lintas

atau kerb.

Dalam hal tidak tersedianya ruang untuk penempatan dan pemasangan tiang dan/atau
bangunan pondasi, Alat Penerangan Jalan dapat dipasang pada:

• Dinding tembok,

• Kaki jembatan,
• Bagian jembatan layang, dan
• Tiang bangunan utilitas.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-52


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Pintu Keluar Masuk


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada pintu keluar masuk lokasi, yaitu radius
tikungan terhadap pintu keluar masuk, lebar pintu keluar masuk, penempatan speed trap

pada sebelum pintu keluar, dan zebra cross untuk penghubung jalur pendestrian antar

trotoar yang terputus adanya pintu keluar masuk lokasi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan
sebagai berikut.

2.1.13.1. Radius Tikungan Terhadap Pintu Keluar Masuk Lokasi


Radius tikungan pada pintu keluar masuk perlu diperhatikan untuk penyediaan ruang
manuver dan jarak pandang bebas. Dengan menyediakan radius tikungan yang cukup
mampu memberikan keleluasaan jarak pandang pengemudi untuk melakukan belok pada
sebuah tikungan. Apabila radius tikungan ini tidak memadai maka kendaraan akan

mengalami kesulitan dalam bermanuver. Dalam menentukan radius tikung dalam lokasi

tidak hanya memperhatikan radius tikung untuk mobil penumpang saja, tetapi juga
memperhatikan kendaraan darurat yang akan keluar masuk kedalam lokasi, salah satunya
mobil pemadam kebakaran. Rencana radius tikung berdasarkan klasifikasi kendaraan dari
peraturan Kementerian Perhubungan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.29 Standar Radius
Radius Putar (R)
Jenis Kendaraan Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)
Minimum Maksimum
Kendaraan Kecil 4,70 1,70 2,00 4,20 7,30
Kendaraan Sedang 12,10 2,60 4,10 7,40 12,80
Kendaraan Besar 21,10 2,60 4,10 9,20 14,00
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan, 1997

2.1.13.2. Bukaan Pintu Keluar Masuk


Penentuan pintu keluar masuk itu tergantung kepada desain dari rencana pembangunan.
Ada pintu keluar masuk menjadi satu kesatuan, ada juga pintu keluar masuk dipisah dengan
median dan ada juga pintu keluar masuk yang lokasinya berjauhan.

Tapi yang perlu diperhatikan dalam bukaan pintu keluar masuk tersebut dengan lebar sesuai
dengan lebar jenis kendaraan yang masuk, sesuai dengan kebutuhan dan lebar bukaan

pintu keluar masuk tidak menyulitkan pengemudi dalam menuver berbelok ke dalam. Dan

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-53


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

juga diperhatikan untuk emergency, bukaan pintu keluar masuk memiliki lebar yang bisa

kendaraan pemadam kebakaran dan ambulan untuk keluar masuk lokasi.

2.1.13.3. Penempatan Speed Trap Pada Sebelum Pintu Keluar


Penggunaan Speed Trap ini tergantung kepada kebutuhan dilapangan. Jika volume
kendaraan di jalan utama tinggi yang bisa membahayakan pengguna jalan, baik kendaraan
yang keluar maupun kendaraan di jalan utama, dan juga membahayakan pejalan kaki yang

akan melintasi pintu keluar masuk. Maka disarankan untuk menempatkan Speed Trap pada

pintu keluar. Pemasangan speed trap ini berguna untuk mengantisipasi kendaraan yang
akan keluar dari lokasi kegiatan tidak secara langsung berbelok. Dengan adanya speed trap
ini kendaraan yang akan keluar akan mengurangi laju kecepatan kendaraannya dan berhenti

sehingga bisa melihat situasi di pintu keluar sebelum berbelok. Ini untuk menghindari

terjadinya kecelakaan di pintu keluar akibat konflik antara kendaraan yang keluar lokasi
dengan kendaraan arus menerus. Penempatan speed trap pada pintu keluar ditempatkan
minimal 5 m dari jalan utama.

2.1.13.4. Zebra Cross Pada Pintu Keluar Masuk


Pemasangan marka Zebra cross di pintu keluar masuk berfungsi sebagai penghubung jalur

pendestrian antar trotoar yang terputus karena adanya pintu keluar masuk lokasi dan juga
memberitahukan kepada pengendara bahwa di depan pintu keluar masuk juga ada jalur

pendestrian. Ada pun pemasangan Zebra Cross pada pintu keluar masuk ini membuat
kenyamanan bagi pejalan kaki yang akan melintasi pintu keluar masuk, serta

memberitahukan kepada pengendara adanya jalur untuk pejalan kaki di pintu keluar masuk.

Satuan Ruang Parkir (SRP)


Satuan ruang parkir adalah kebutuhan ruang untuk parkir suatu kendaraan dengan aman
dan nyaman. Dengan pemakaian ruang seefisien mungkin. Besaran satuan ruang parkir

merupakan inti ukuran ruang yang diperlukan untuk memarkir suatu kendaraan.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-54


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Agar didapat keseragaman dalam penentuan besarnya daya tamping suatu fasilitas parkir

maka perlu ditetapkan satuan ruang parkir yang dapat digunakan dalam perancangan area
parkir tersebut adalah :

2.1.14.1. Dimensi Kendaraan Standar Untuk Mobil Penumpang

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

Gambar 2.16 Dimensi Kendaraan Standar Mobil Penumpang

2.1.14.2. Ruang bebas kendaraan parkir


Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal kendaraan.
Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada saat posisi pintu kendaraan dibuka, yang diukur

dari ujung terluar pintu ke badan kendaraan yang ada disampingnya.

Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi benturan antara pintu kendaraan dengan
kendaraan yang parkir di sampingnya pada saat penumpang turun dari kendaraan.

Sedangkan ruang bebas arah longitudinal diberikan di depan kendaraan untuk menghindari

benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat jalur gang (aisle). Jarak bebas arah

lateral diambil sebesar 5 cm dan jarak bebas arah longitudinal sebesar 30 cm.

2.1.14.3. Lebar bukaan pintu kendaraan


Ukuran lebar bukaan pintu merupakan fungsi karakteristik pemakai kendaraan yang
memanfaatkan fasilitas parkir. Sebagai contoh, bukaan pintu kendaraan karyawan kantor

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-55


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

akan berbeda dengan lebar bukaan pintu kendaraan pengunjung pusat kegiatan

perbelanjaan. Dalam hal ini, karakteristik pengguna kendaraan yang memanfaatkan fasilitas
parkir dipilih menjadi tiga sebagai berikut:

Tabel 2.30 Lebar bukaan pintu kendaraan


Penggunaan / Peruntukan
Jenis Bukaan Pintu GOL
Fasilitas Parkir
• Karyawan / pekerja kantor
• Tamu/ pengunjung pusat
Pintu depan/belakang
kegiatan perkantoran, I
terbuka tahap awal 55cm
universitas, perdagangan
dan pemerintah
• Pengunjung tempat olah
raga, pusat hiburan /
Pintu depan/belakang rekreasi, pusat
II
terbuka tahap awal 75cm perdagangan eceran /
swalayan, rumah sakit, dan
bioskop
Pintu depan/belakang
• Orang berkebutuhan
terbuka Penuh dan ditambah III
khusus
untuk pergerakan kursi roda
Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

2.1.14.4. Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)


Pnentuan satuan ruang parkir (SRP) dibagi menjadi atas tiga jenis kendaraan dan
berdasarkan penentuan SRP untuk mobil penumpang diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)
golongan sebagai berikut:
Tabel 2.31 Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)
No. Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir (SRP) (m2)
1 Mobil Penumpang
a. Mobil Penumpang untuk golongan I 2,30 x 5,00 11,50
b. Mobil Penumpang untuk golongan II 2,50 x 5,00 12,50
c. Mobil Penumpang untuk golongan III 3,00 x 5,00 15,00
2 Bus / Truk 3,40 x 12,50 42,50
3 Sepeda Motor 0,75 x 2,00 1,50
Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

Tabel diatas menunjukkan satuan ruang parkir untuk masing-masing jenis kendaraan dan
telah dianalisis sedemikian rupa dengan beberapa pendekatan. Analisis yang telah
dilakukan secara matematis terhadap masing-masing jenis kendaraan dapat dilihat pada

uraian berikut ini.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-56


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

a. Satuan Ruang Parkir Mobil Penumpang

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

Gambar 2.17 Satuan Ruang Parkir (SRP) Untuk Mobil Penumpang

Satuan ruang parkir untuk penderita cacat khususnya bagi mereka yang menggunakan kursi

roda harus mendapatkan perhatian khusus, karena diperlukan ruang bebas yang lebih lebar

untuk memudahkan gerakan penderita cacat keluar dan masuk kendaraan. Untuk itu
digunakan SRP dengan lebar 3,60 meter atau minimal 3,20 meter. Sedangkan untuk
ambulans dapat disediakan SRP dengan lebar 3,00 meter atau minimal 2,6 meter.

Penempatannya dilakukan sedemikian rupa sehingga mempunyai akses yang baik ketempat

kegiatan. Gambar berikut ini menunjukkan ruang parkir bagi penderita cacat disebelah

ruang parkir yang normal.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-57


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

Gambar 2.18 Satuan Ruang Parkir Untuk Penderita Cacat Dan Ambulans

b. Satuan Ruang Parkir Bus/Truk


Satuan ruang parkir untuk Bus atau Truk, besarnya dipengaruhi oleh besarnya kendaraan
yang akan parkir, apakah ukuran kecil ataupun besar. Konsep yang dijadikan acuan untuk
menetapkan SRP Bus ataupun Truk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

Gambar 2.19 Satuan Ruang Parkir Bus/Truk

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-58


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

c. Satuan Ruang Parkir Sepeda Motor

Satuan ruang parkir untuk sepeda motor dengan dimensi SRP adalah panjang 2,00 meter
dan lebar 0,70 meter, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

Gambar 2.20 Satuan Ruang Parkir Sepeda Motor

2.1.14.5. Standar Kebutuhan Parkir


Parkir merupakan salah satu komponen suatu sistem transportasi yang perlu

dipertimbangkan. Perencanaan fasilitas parkir adalah suatu metode perencanaan dalam


penyelenggaraan fasilitas parkir kendaraan, baik di badan jalan maupun di luar badan jalan.
Untuk merencanakan fasilitas parkir maka besarnya kebutuhan perlu diketahui.

Kebutuhan area parkir berbeda antara yang satu dengan lainnya yang sesuai dengan
peruntukannya. Ada 2 jenis peruntukan kebutuhan parkir, antara lain sebagai berikut:

a. Kegiatan perkir tetap


Kegiatan parkir tetap berupa kegiatan dari pusat perdagangan, pusat perkantoran swasta

atau pemerintahan, pusat perdagangan eceran atau pasar swalayan, pasar, sekolah,
tempat rekreasi, hotel dan tempat penginapan, dan rumah sakit. Untuk lebih jelasnya
kegiatan parkir tetap di pusat-pusat kegiatan sebagai berikut.

• Pusat perdagangan

Parkir dipusat perdagangan dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pekerja yang
bekerja di pusat perdagangan tersebut dan pengunjung. Pekerja umumnya parkir

untuk jangka panjang dan pengunjung umumnya jangka pendek. Karena tekanan

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-59


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

penyediaan ruang parkir adalah untuk pengunjung maka kriteria yang digunakan

sebagai acuan penentuan kebutuhan ruang parkir adalah luas areal kawasan
perdagangan.

Tabel 2.32 Kebutuhan SRP Di Pusat Perdagangan

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

• Pusat perkantoran swasta atau pemerintahan

Parkir di pusat perkantoran mempunyai ciri parkir jangka panjang, oleh karena itu
penentuan ruang parkir dipengaruhi oleh jumlah karyawan yang bekerja di kawasan
perkantoran tersebut.
Tabel 2.33 Kebutuhan SRP Di Pusat Perkantoran

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

• Pusat perdagangan eceran atau pasar swalayan


Pasar swalayan mempunyai karakteristik kebutuhan ruang parkir yang sama dengan

pusat perdagangan.

Tabel 2.34 Kebutuhan SRP Di Pusat Pasar Swalayan

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

• Pasar

Pasar juga mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan pusat perdagangan
ataupun pasar sawalayan, walaupun kalangan yang mengunjungi pasar lebih banyak

dari golongan dengan pendepatan menengah kebawah.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-60


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tabel 2.35 Kebutuhan SRP Di Pusat Pasar

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

• Sekolah
Parkir sekolah maupun perguruan tinggi dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu

pekerja/dosen/guru yang bekerja di sekolah/perguruan tinggi tersebut dan

siswa/mahasiswa. Pekerja/dosen/guru umumnya parkir untuk jangka panjang, dan

siswa/mahasiswa umumnya jangka pendek bagi mereka yang diantar jemput dan
jangka panjang bagi mereka yang memakai kendaraannya sendiri. Jumlah kebutuhan
ruang parkir tergantung kepada jumlah siswa/mahasiswa.
Tabel 2.36 Kebutuhan SRP Di Pusat Sekolah/Perguruan Tinggi

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

• Tempat rekreasi
Kebutuhan parkir ditempat rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik tempat parkir

tersebut. Biasanya pada hari-hari minggu libur kebutuhan parkir meningkat dari hari
kerja. Perhitungan kebutuhan didasarkan pada luas areal tempat rekreasi.

Tabel 2.37 Kebutuhan SRP Di Tempat Rekreasi

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

• Hotel dan tempat penginapan


Kebutuhan ruang parkir di hotel dan penginapan tergantung kepada tarip sewa kamar
yang diberlakukan dan jumlah kamar serta kegiatan-kegiatan lain seperti seminar,

pesta kawin yang diadakan di hotel tersebut.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-61


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Tabel 2.38 Kebutuhan SRP Di Hotel/Tempat Penginapan

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

• Rumah sakit
Kebutuhan ruang parkir di rumah sakit tergantung kepada tarip rumah sakit yang

diberlakukan dan jumlah kamar.

Tabel 2.39 Kebutuhan SRP Di Rumah Sakit

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

b. Kegiatan parkir bersifat sementara


Sedangkan kegiatan parkir bersifat sementara berupa kegiatan dari bioskop, tempat
pertunjukan, tempat pertandingan olahraga, dan rumah ibadah. Untuk lebih jelasnya
kegiatan parkir bersifat sementara di pusat-pusat kegiatan sebagai berikut.

• Bioskop
Ruang parkir di bioskop/gedung pertunjukan sifatnya sementara dengan durasi
antara 1,5 – 2 jam saja dan keluarnya bersamaan, sehingga perlu kapasitas pintu keluar

yang besar. Besarnya kebutuhan ruang parkir tergantung kepada jumlah tempat
duduk.

Tabel 2.40 Kebutuhan SRP Di Bioskop/Gedung Pertunjukan

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-62


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

• Gelanggang olahraga

Ruang parkir gelanggang olahraga sifatnya sementara dengan durasi antara 1,5 – 2
jam saja dan keluarnya bersamaan, sehingga perlu kapasitas pintu keluar yang besar.

Besarnya kebutuhan ruang parkir tergantung kepada jumlah tempat duduk.


Tabel 2.41 Kebutuhan SRP Di Gelanggang Olahraga

Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

Berdasarkan ukuran ruang parkir yang dibutuhkan yang belum tercakup di atas dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.42 Standar Kebutuhan Ruang Parkir
Peruntukan / Penggunaan Satuan Ruang Parkir (SRP) Kebutuhan
No.
Lahan Untuk Mobil Penumpang Ruang Parkir
1 Pusat Perdagangan
1) Pertokoan SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 – 7,5
2) Pasar Swalayan SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 – 7,5
3) Pasar SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 – 7,5
2 Pusat Perkantoran
1) Pelayanan Bukan Umum SRP / 100 m2 luas lantai efektif 1,5 – 3,5
2) Pelayanan Umum SRP / 100 m2 luas lantai efektif 1,5 – 3,5
3 Gedung Sekolah SRP / Mahasiswa 0,7 – 1,0
4 Hotel SRP / Kamar 0,2 – 1,0
5 Rumah Sakit SRP / Tempat Tidur 0,2 – 1,0
6 Bioskop SRP / Tempat Duduk 0,1 – 0,4
Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96

2.2. ALUR KEGIATAN


Metode studi yang dipergunakan dalam penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas
ini meliputi metode pengumpulan data dan metode analisis kinerja jaringan jalan mengacu
kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997. Bagan alir dan tahapan Studi

Analisis Dampak Lalu Lintas Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses

Mandiri dapat dilihat pada gambar skema di bawah ini:

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-63


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

(Sumber: Hasil Analisis)

Gambar 2.21 Alur Kegiatan Pelaksanaan Analisis Dampak Lalu Lintas

Tahapan Pendahuluan
Sebagaimana dijelaskan di dalam bab sebelumnya, di tahap persiapan pekerjaan yang

dilakukan meliputi:
a. persiapan pelaksanaan pekerjaan berupa penyelesaian masalah administrasi,
penyusunan organisasi kerja, dan pengumpulan literature;

b. survei pendahuluan;

c. Inventarisasi terhadap Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan


Studi Analisis dampak Lalu Lintas;
d. Kajian terhadap rencana wilayah pembangunan/pengembangan;
e. pengenalan awal kondisi kewilayahan dan jaringan transportasi di lokasi studi.

Pada tahap awal atau pendahuluan ini, penetapan wilayah studi dapat dilakukan diatas peta
system jaringan jalan dan tata guna lahan. Peta ini memperlihatkan jaringan jalan dan

prasarana lainnya yang ada serta kondisi topografinya. Selanjutnya dapat ditetapkan
batasan wilayah terdampak dan penentuan zona lalu lintas.

Survey dan Olah Data


Survey pengumpulan data sekunder dan data primer, serta pengolahan dapat diuraikan

sebagai berikut.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-64


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

a. Pengumpulan Data Sekunder

Metodologi komprehensif yang disusun oleh konsultan dimulai dengan tahap


pengumpulan data, dalam hal ini data sekunder. Data-data yang dikumpulkan dalam

tahap ini berupa identifikasi terhadap 2 (dua) masalah pokok, yaitu :


• Data Jaringan Jalan dan Tata Guna Lahan yang Sudah Ada (eksisting);

• Data rancang bangun (master plan).

Data Jaringan Jalan dan Tata Guna Lahan yang perlu diketahui mencakup kelas,

peruntukan, dan kewenangan jalan serta pengaturan persimpangan di sekitar lokasi


kajian.

Data rancang bangun (master plan) yang perlu diketahui oleh konsultan sebagai bahan
pertimbangan pada tahap pekerjaan antara lain mencakup data lokasi pembangunan,

luasan lahan, luasan bangunan dan peruntukannya serta pengaturan akses keluar masuk.

Data sekunder tersebut diperoleh dari Dinas Perhubungan, Dinas PUPR, dan BPS
setempat. Selain data sekunder diatas, data sekunder yang diperlukan dalam analisis,
meliputi:
• Lay out atau Masterplan rencana pembangunan.
• Data-data lalu lintas pada sekitar lokasi yang pernah diperoleh dengan studi

terdahulu;
• Data rute angkutan umum yang melayani kawasan tersebut;

• Data pertumbuhan kendaraan dan lalu lintas di kawasan tersebut;

Data sekunder yang sudah diperoleh tersebut selanjutnya digunakan untuk


mempersiapkan kebutuhan data primer dan jadwal pelaksanaan pengumpulan data.
Untuk kebutuhan analisis, sebelumnya harus dilakukan verifikasi data.

b. Pengumpulan Data Primer

Untuk mendukung data-data sekunder yang telah diperoleh dan untuk mendapatkan
gambaran mengenai kondisi pelayanan ruas jalan dan persimpangan di sekitar lokasi

pembangunan, maka dilakukan pengumpulan data primer berupa kegiatan observasi

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-65


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

secara langsung di lapangan dengan tujuan memperoleh informasi ril berkaitan dengan

kinerja lalu lintas eksisting.

Sebelum pelaksanaan Survey primer, terlebih dahulu dilakukan tahap persiapan Survey
yang intinya mendayagunakan sumber daya perolehan informasi sekunder bagi

kematangan pelaksanaan Survey primer. Pada tahap ini, segala informasi yang berkaitan
dengan masalah lapangan pada wilayah kajian diramu dengan peta-peta serta teori

idealisasi sasaran analisis dan diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk formulir Survey,

rencana kerja Survey, organisasi lapangan, dan peta-peta detail.

Tahap ini dilakukan untuk melaksanakan pengumpulan dan komputerisasi data sebagai

berikut:
• Data tarikan dan bangkitan perjalanan pada obyek pembanding sehingga akan di
ketahui rate bangkitan dan tarikan untuk jenis kegiatan yang sejenis;
• Data inventarisasi jalan dan persimpangan di sekitar lokasi pembangunan;
• Data kondisi Lalu lintas eksisting.

Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan tabel tentang beberapa data primer yang
dibutuhkan dalam kaitan dengan Studi Analisis Dampak Lalu lintas.

Tabel 2.43 Data Primer yang Diperlukan untuk Studi Analisis Dampak Lalu Lintas
No Jenis Survei Target Informasi
1. Survey Tarikan dan Jumlah kendaraan keluar-masuk objek kajian yang sejenis dengan
Bangkitan Obyek melihat karakteristrik pola fluktuasinya, jam sibuk/puncak tarikan dan
Pembanding bangkitan dan rate bangkitan dan tarikan.
2. Survey Iventarisasi Geometrik jalan dan simpang yang berupa penampang melintang
jalan dan simpang jalan, tata guna lahan, pengarturan sirkulasi kendaraan di sekitar
lokasi, pengaturan pengendalian persimpangan yang berlaku,
inventarisasi simpang
3. Data Lalu lintas Volume, kecepatan komposisi kendaraan dan kinerja ruas dan
Eksisting simpang, serta rata-rata faktor muat tiap kendaraan (occupancy)
dalam orang/kendaraan dan kondisi angkutan umum di sekitar lokasi.

Beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan survei antara lain:
• Peralatan pendukung pencatatan data (formulir survey, counter dll);

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-66


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

• Perlunya melakukan briefing kepada surveyor agar tidak terjadi kekeliuran dalam

pengambilan data dan jumlah data yang diperlukan pada setiap Survey yang
dilakukan;

• Melengkapi alat-alat survei maupun perizinannya.

Waktu pelaksanaan Survey dilaksanakan pada kondisi lalu lintas jam sibuk pagi, jam tidak
sibuk, maupun jam sibuk sore.

Adapun penjelasan mengenai teknik dan waktu pelaksanaan pengumpulan data primer
akan dijelaskan berikut ini:
• Survey Tarikan-Bangkitan Perjalanan Obyek Pembanding

Pelaksanaan Survey tarikan-bangkitan perjalanan obyek pembanding dilaksanakan


dengan maksud untuk menganalogikan tingkat tarikan-bangkitan perjalanan yang
akan timbul akibat pembangunan sebuah gedung sebagai objek kajian. Hal-hal
yang perlu didapat pada Survey tarikan-bangkitan perjalanan obyek pembanding
yaitu rancang bangun obyek pembanding, Jumlah kendaraan yang keluar masuk

dan tingkat muat kendaraan (Occupancy) yang keluar masuk.


• Survey Inventarisasi Ruas Jalan dan Persimpangan
Survey inventarisasi ruas jalan dan persimpangan dilaksanakan pada ruas-ruas

jalan dan persimpangan di sekitar lokasi pembangunan sebuah gedung. Ruas jalan

dan persimpangan yang di Survey adalah ruas jalan dan persimpangan yang
diperkirakan akan terpengaruh oleh rencana pembangunan sebuah gedung dan
diasumsikan perlu untuk dilakukan tindakan manajemen maupun rekayasa lalu

lintas. Hal-hal yang perlu dicatat dalam melakukan Survey tersebut yaitu :
geometrik ruas jalan, geometrik dan jenis pengendalian persimpangan. Dari data

inventarisasi ini selanjutnya akan ditaksir kapasitas ruas jalan serta pola pengaturan
lalu lintasnya.

• Survey Lalu Lintas Eksisiting

Survey yang dilakukan adalah Survey pencacahan lalu lintas diruas jalan dan
persimpangan, Survey kecepatan sesaat di sekitar lokasi pembangunan dan Survey
occupancy. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut :

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-67


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

o Survey pencacahan lalu lintas diruas jalan

Survey pencacahan lalu lintas ruas dilakukan untuk mendapatkan data volume,
komposisi kendaraan, distribusi gerakan lalu lintas, dan volume jam

perencanaan. Pencacahan lalu lintas dilakukan terpisah untuk masing-masing


arah lalu lintas.

o Survey pencacahan kendaraan di persimpangan


Survey pencacahan lalu lintas persimpangan dilakukan untuk mendapatkan data

volume gerakan membelok, distribusi gerakan lalu lintas, dan volume

(membelok) jam perencanaan. Pencacahan lalu lintas dilakukan terpisah untuk


masing-masing lengan dan arah lalu lintas. Sedangkan jenis kendaraan yang
diSurvey disesuaikan dengan pencacahan pada ruas jalan.

o Survey kecepatan sesaat di depan Lokasi Pembangunan


Survey ini dilakukan dengan mendapatkan kecepatan kendaraan di depan lokasi
pembangunan. Jenis kendaraan yang diSurvey kecepatannya meliputi
kendaraan pribadi, angkutan umum dan sepeda motor. Survey ini dilakukan
dengan cara mencatat waktu awal dan akhir kendaraan yang melintasi ruas jalan

sepanjang 50 meter.
o Survey Occupancy
Survey ini untuk mendapatkan tingkat muat pada masing-masing kendaraan.

• Metoda Analisis
Terdapat beberapa metode analisis dalam pemodelan dimana pada kajian ini akan
dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:

o Perkiraan Bangkitan Dan Tarikan Perjalanan (Trip Attraction)


Tahap awal dari empat tahapan proses pemodelan (modelling) ini adalah

bangkitan perjalanan (trip generation) yang di dalam hal ini sesuai dengan
kategori tata guna lahan daerah perbelanjaan dipergunakan konsep tarikan

perjalanan (trip attraction). Dengan mengambil asumsi adanya keterkaitan

antara intensitas tata guna lahan dengan jumlah perjalanan yang keluar masuk
lokasi, maka dapat ditentukan hubungan matematis yang menggambarkan
tingkat tarikan perjalanan ke lokasi tersebut.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-68


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

Gambar 2.22 Bangkitan Perjalanan

o Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)

Trip Distribution pada intinya adalah tahapan untuk mendapatkan informasi


mengenai pola distribusi perjalanan dari objek kajian yang dituangkan dalam
bentuk matriks asal-tujuan (O-D Matrice, Origin-Destination Matrix), yang akan

digunakan dalam proses selanjutnya.

Gambar 2.23 Distribusi Perjalanan

o Pemilihan Moda

Dalam melaksanakan tahapan modal split, ada 2 (dua) macam konsep


pendekatan, yaitu Trip End Model dan Trip Interchange Modal Split Model. Dalam

studi ini dipergunakan konsep pendekatan Trip End Model untuk membagi total

person trip menjadi vehicle trip.

Gambar 2.24 Pemilihan Moda

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-69


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

o Pembebanan Perjalanan (Trip/Traffic Assignment)

Tahapan ini merupakan proses pembebanan lalu lintas ke dalam sistem jaringan
jalan yang dalam hal kajian ini terhadap ruas dan simpang-simpang yang

terdampak dimana dalam proses analisisnya dilakukan dengan alat bantu


program aplikasi transportasi. Tahapan ini akan menghasilkan indikator kinerja

lalu lintas yang meliputi derajat kejenuhan, tundaan dan panjang antrian pada
obyek kajian. Hasil yang diperoleh ini kemudian divalidasi dengan volume lalu

lintas hasil Survey untuk menjamin bahwa model yang dibangun dapat

merepresentasikan kondisi nyata sehingga jika digunakan untuk perkiraan di


masa mendatang.

Gambar 2.25 Pembebanan Perjalanan

Penyusunan Rekomendasi Dan Implementasi Dampak


Analisis dampak lalu lintas terhadap rencana pembangunan dilakukan dengan

mempertimbangkan beberapa pengembangan di sekitar lokasi studi. Studi analisis dampak


lalu lintas pada rencana pembangunan tersebut merupakan sebuah studi atau kajian

dengan pendekatan yang bersifat komprehensif/menyeluruh mencakup berbagai aspek


yang mempengaruhi perjalanan lalu lintas di sekitar wilayah studi. Berdasarkan Peraturan

Menteri Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas untuk
rekomendasi atau rencana implementasi penanganan adalah sebagai berikut.

a. Peningkatan kapasitas ruas dan/atau persimpangan jalan;


b. Penyediaan angkutan umum;

c. Manajemen dan rekayasa lalu lintas pada ruas jalan;


d. Manajemen kebutuhan lalu lintas;
e. Penyediaan fasilitas parkir;

f. Penyediaan akses keluar masuk;

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-70


TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI

g. Penyediaan fasilitas bongkar muat;

h. Penataan sirkulasi lalu lintas di dalam kawasan;


i. Penyediaan fasilitas pejalan kaki dan berkemampuan khusus;

j. Penyediaan fasilitas perlengkapan jalan di dalam kawasan;


k. Penyediaan sistem informasi lalu lintas;

l. Penyediaan fasilitas tempat menaikkan dan menurunkan penumpang untuk angkutan


umum di dalam kawasan;

m. Penyediaan fasilitas penyeberangan.

Penyempurnaan Dokumen
Penyempurnaan dokumen analisis dampak lalu lintas disusun setelah melalui proses

pembahasan dengan tim penguji dan selanjutnya menjadi dokumen kesepakatan

pelaksanaan rekomendasi yang telah disusun dimana di dalamnya memuat pelaksana


rekomendasi, pemantau rekomendasi dan waktu pelaksanaan rekomendasi.

MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-71

Anda mungkin juga menyukai