lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas.
b. Bangkitan Lalu Lintas adalah jumlah kendaraan masuk atau keluar rata-rata per hari
atau selama jam puncak, yang dibangkitkan dan/atau ditarik oleh adanya rencana
pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
c. Pengembang atau Pembangun adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan yang menurut hukum sah sebagai pemilik yang akan membangun atau
implementasi pelaksanaan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas yang disampaikan oleh
Pengembangatau Pembangun.
f. Tenaga Ahli Penyusun adalah orang yang memiliki keahlian seeara profesional dan
dapat memberikan saran dan pendapat sesuai dengan lingkup keahlian yang dimiliki
dalam penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas.
g. Sertifikat Kompetensi Penyusun Analisis Dampak Lalu Lintas adalah sertifikat yang
h. Sertifikat Kompetensi Penilai Analisis Dampak Lalu Lintas adalah sertifikat yang
diberikan kepada petugas yang telah memenuhi persyaratan, pengetahuan, keahlian,
dan kualifikasi di bidang penilaian Analisis Dampak Lalu Lintas sesuai dengan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
meriteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
l. Direktur Jenderal adalah pimpinan tinggi madya yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
m. Kepala Badan Jalan adalah Kepala Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi.
Setiap rencana pembangunan yang meliputi Pusat Kegiatan; Permukiman; dan Infrastruktur,
yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas. Rencana
baru atau pengembangan. Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas terintegrasi dengan
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
d. Kegiatan pariwisata;
e. Fasilitas pendidikan;
f. Fasilitas pelayanan umum; dan/atau
g. Pusat kegiatan lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas.
Permukiman berupa:
c. Permukiman lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas.
Infrastruktur berupa:
d. Terminal;
e. Stasiun kereta api;
f. Tempat penyimpanan kendaraan (pool);
g. Fasilitas parkir untuk umum; dan/atau
h. Infrastruktur lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas.
Pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu
Lintas digolongkan dalam 3 (tiga) kategori skala dampak Bangkitan Lalu Lintas yang
Kategori skala dampak Bangkitan Lalu Lintas dengan kriteria sebagai berikut:
membangkitkan perjalanan antara 500 sampai dengan 1.500 perjalanan per jam, dan
c. Kegiatan dengan Bangkitan Lalu Lintas rendah merupakan kegiatan yang
membangkitkan perjalanan antara 100 sampai dengan 499 perjalanan per jam.
Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas, pengembang atau pembangun pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur wajib melaksanakan analisis dampak lalu lintas sesuai
dengan skala dampak bangkitan lalu lintas. Kegiatan dengan bangkitan lalu lintas tinggi,
pengembang atau pembangun diwajibkan untuk menyampaikan dokumen hasil analisis
dampak lalu lintas yang disusun oleh tenaga ahli yang memiliki sertifikat kompetensi
penyusun analisis dampak lalu lintas. Kegiatan dengan bangkitan lalu lintas sedang,
penanganan dampak lalu lintas yang disusun oleh tenaga ahli yang memiliki sertifikat
kompetensi penyusun analisis dampak lalu lintas. Kegiatan dengan bangkitan lalu lintas
rendah, pengembang atau pembangun diwajibkan untuk memenuhi standar teknis
penanganan dampak lalu lintas yang telah ditetapkan oleh menteri dan menyampaikan
gambaran umum lokasi dan rencana pembangunan atau pengembangan yang akan
dilaksanakan.
Pengajuan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas dilaksanakan melalui sistem perizinan berusaha
terintegrasi secara elektronik. Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas dapat diajukan
Pengembang atau Pembangun secara elektronik melalui sistem informasi Analisis Dampak
Lalu Lintas kepada Menteri, Gubenur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
Sasaran Analisis
Sasaran yang hendak dicapai dalam penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas dari
Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri adalah:
lintas yang ada, khususnya untuk mengetahui dampak terhadap kinerja lalu lintas
yang ada.
dan prasarana kelengkapan lalu lintas untuk pembangunan pada masa konstruksi.
Perhubungan, ukuran minimal peruntukan lahan yang wajib melakukan Andalalin, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Kriteria Ukuran Wajib Analisis Dampak Lalu Lintas Berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
1. Pusat Kegiatan
a. Kegiatan perdagangan dan Diatas 3.000 m2 luas lantai Bangkitan Tinggi
perbelanjaan bangunan (Dokumen Andalalin)
1001 m2 s.d 3.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
500 m2 s.d 1.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
b. Kegiatan Perkantoran Diatas 10.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
lantai bangunan (Dokumen Andalalin)
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
4.001 m2 s.d 10.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
1.000 m2 s.d 4.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
c. Kegiatan Industri dan pergudangan
1) Industri Diatas 10.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
lantai bangunan (Dokumen Andalalin)
5.001 m2 s.d 10.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
2.500 m2 s.d 5.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
2) Pergudangan Diatas 500.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
lantai bangunan (Dokumen Andalalin)
170.001 m2 s.d 500.000 m2 Bangkitan Sedang
luas lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
40.000 m2 s.d 170.000 m2 Bangkitan Rendah
luas lantai bangunan (Standar Teknis)
d. Kegiatan Pariwisata
1) Kawasan Wisata Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
2) Tempat Wisata Diatas 10,0 hektar luas Bangkitan Tinggi
lahan (Dokumen Andalalin)
5,0 hektar s.d 10,0 hektar Bangkitan Sedang
luas lahan (Rekomendasi Teknis)
1,0 hektar s.d 5,0 hektar Bangkitan Rendah
luas lahan (Standar Teknis)
e. Fasilitas Pendidikan
Sekolah/Universitas Diatas 1.500 siswa Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
200 s.d. 1.500 siswa Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
f. Fasilitas Pelayanan Umum
1) Rumah Sakit Diatas 700 tempat tidur Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
201 s.d. 700 tempat tidur Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
75 s.d. 200 tempat tidur Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
2) Bank Diatas 3.000 m2 luas lantai Bangkitan Tinggi
bangunan (Dokumen Andalalin)
1001 m2 s.d 3.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
500 m2 s.d 1.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
401 s/d 1.000 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
150 s/d 400 unit Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
2) Perumahan menengah Diatas 500 unit Bangkitan Tinggi
– atas / Townhouse / (Dokumen Andalalin)
Cluster 301 s/d 500 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
100 s/d 300 unit Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
b. Rumah Susun dan Apaterment
1) Rumah Susun Diatas 800 unit Bangkitan Tinggi
Sederhana (Dokumen Andalalin)
150 s/d 800 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
2) Apaterment Diatas 500 unit Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
301 s/d 500 unit Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
50 s/d 300 unit Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
3. Infrastruktur
a. Akses ke dan dari jalan tol Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
b. Pelabuhan
1) Pelabuhan Utama Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Tinggi
angkutan laut dalam (Dokumen Andalalin)
negeri dan internasional)
2) Pelabuhan Pengumpul Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Tinggi
angkutan laut dalam (Dokumen Andalalin)
negeri dengan jangkauan
pelayanan antar provinsi
3) Pelabuhan Pengumpan Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Sedang
Regional angkutan laut dalam (Rekomendasi Teknis)
negeri dengan jangkauan
pelayanan dalam provinsi
4) Pelabuhan Pengumpan Wajib (melayani kegiatan Bangkitan Sedang
Lokal angkutan laut dalam (Rekomendasi Teknis)
negeri dengan jangkauan
pelayanan dalam
kabupaten/kota
5) Pelabuhan Khusus Luas lahan diatas Bangkitan Tinggi
100.000m2 (Dokumen Andalalin)
Luas lahan 50.001m2 s.d. Bangkitan Sedang
100.000m2 (Rekomendasi Teknis)
Luas lahan dibawah Bangkitan Rendah
50.000m2 (Standar Teknis)
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
6) Pelabuhan Sungai, Penyeberangan lintas Bangkitan Tinggi
Danau dan Propinsi dan/atau antar (Dokumen Andalalin)
Penyeberangan negara
Penyeberangan lintas Bangkitan Sedang
Kabupaten/Kota (Rekomendasi Teknis)
Penyeberangan lintas Bangkitan Rendah
Kabupaten/Kota (Standar Teknis)
c. Bandar Udara
1) Bandar Udara Wajib ≥ 5 juta orang Bangkitan Tinggi
Pengumpul Skala pertahun (Dokumen Andalalin)
Pelayanan Primer
2) Bandar Udara Wajib ≥ 1 juta orang s.d. ≥ Bangkitan Tinggi
Pengumpul Skala 5 juta orang pertahun (Dokumen Andalalin)
Pelayanan Primer
3) Bandar Udara Wajib ≥ 500 orang s.d. ≥ 5 Bangkitan Sedang
Pengumpul Skala juta orang pertahun (Rekomendasi Teknis)
Pelayanan Primer
4) Bandar Udara Wajib Bangkitan Rendah
Pengumpul Skala (Standar Teknis)
Pelayanan Primer
d. Terminal
1) Terminal Penumpang Wajib (melayani hingga Bangkitan Tinggi
Tipe A kendaraan penumpang (Dokumen Andalalin)
umum untuk angkutan
kota antar porpinsi (AKAP),
dan angkutan lintas batas
antar negara))
2) Terminal Penumpang Wajib (melayani hingga Bangkitan Sedang
Tipe B kendaraan penumpang (Rekomendasi Teknis)
umum untuk angkutan
kota antar porpinsi (AKAP),
dan angkutan lintas batas
antar negara))
3) Terminal Penumpang Wajib (melayani hingga Bangkitan Rendah
Tipe C kendaraan penumpang (Standar Teknis)
umum untuk angkutan
kota dalam porpinsi
(AKDP), dan angkutan kota
(AK))
4) Terminal Angkutan Wajib Bangkitan Tinggi
Barang (Dokumen Andalalin)
5) Terminal Peti Kemas Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
e. Stasiun Kereta
1) Stasiun Kereta Api Wajib Bangkitan Tinggi
Kelas Besar (Dokumen Andalalin)
2) Stasiun Kereta Api Wajib Bangkitan Sedang
Kelas Sedang (Rekomendasi Teknis)
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
3) Stasiun Kereta Api Bangkitan Rendah
Kelas Kecil (Standar Teknis)
f. Pool Kendaraan Wajib Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
g. Fasilitas Parkir untuk Diatas 300 SRP Bangkitan Tinggi
Umum (Dokumen Andalalin)
100 s.d. 300 SRP Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
4. Pusat Kegiatan / Permukiman / Infrastruktur lainnya:
a. Stasiun Pengisian Bahan Diatas 6 dispenser Bangkitan Tinggi
Bakar (Dokumen Andalalin)
3 s.d. 6 dispenser Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
1 s.d. 2 dispenser Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
b. Hotel Diatas 300 kamar Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
121 s.d. 300 kamar Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
75 s.d. 120 kamar Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
c. Gedung Pertemuan Diatas 3.000 m2 luas lantai Bangkitan Tinggi
bangunan (Dokumen Andalalin)
1.001 m2 s.d 3.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
d. Restaurant Diatas 300 tempat duduk Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
100 s.d. 300 tempat duduk Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
e. Fasiltas Olahraga (indoor Diatas 20.000 m2 luas Bangkitan Tinggi
atau outdoor) lantai bangunan (Dokumen Andalalin)
5.001 m2 s.d 20.000 m2 luas Bangkitan Sedang
lantai bangunan (Rekomendasi Teknis)
1.000 m2 s.d 5.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
f. Kawasan TOD (Transit Wajib Bangkitan Tinggi
Oriented Develoment) (Dokumen Andalalin)
g. Asrama Diatas 700 kamar Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
150 s.d. 700 kamar Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
h. Ruko Diatas 5.000 m2 luas lantai Bangkitan Sedang
bangunan (Rekomendasi Teknis)
2.001 m2 s.d 5.000 m2 luas Bangkitan Rendah
lantai bangunan (Standar Teknis)
i. Jalan Layang (fly over) Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
j. Lintas Bawah (underpass) Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
k. Terowongan (tunnel) Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
l. Jembatan Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
m. Rest Area
1) Rest Area Tipe A Wajib Bangkitan Tinggi
(Dokumen Andalalin)
2) Rest Area Tipe B Wajib Bangkitan Sedang
(Rekomendasi Teknis)
3) Rest Area Tipe C Wajib Bangkitan Rendah
(Standar Teknis)
n. Kegiatan yang apabila Wajib Bangkitan Tinggi
ternyata diperhitungkan (Dokumen Andalalin)
telah menimbulkan 1.500
perjalanan (kendaraan)
baru pada jam padat
dan/atau menimbulkan
rata-rata diatas 10.000
perjalanan (kendaraan)
baru setiap harinya pada
jalan yang dipengaruhi
oleh adanya bangunan
atau permukiman atau
infrastruktur yang akan
dibangun atau
dikembangkan.
o. Kegiatan yang apabila Wajib Bangkitan Sedang
ternyata diperhitungkan (Rekomendasi Teknis)
telah menimbulkan 500
perjalanan (kendaraan)
baru pada jam padat
dan/atau menimbulkan
rata-rata diatas 3.000 –
4.000 perjalanan
(kendaraan) baru setiap
harinya pada jalan yang
dipengaruhi oleh adanya
bangunan atau
permukiman atau
infrastruktur yang akan
dibangun atau
dikembangkan.
i. Kegiatan yang apabila Wajib Bangkitan Rendah
ternyata diperhitungkan (Standar Teknis)
telah menimbulkan 100
perjalanan (kendaraan)
baru pada jam padat
dan/atau menimbulkan
rata-rata diatas 700
Katagori Bangkitan
No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
Lalu Lintas
perjalanan (kendaraan)
baru setiap harinya pada
jalan yang dipengaruhi
oleh adanya bangunan
atau permukiman atau
infrastruktur yang akan
dibangun atau
dikembangkan.
Sumber : Lampiran I Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021 – Kriteria Ukuran
Wajib Analisis Dampak Lalu Lintas
Dasar Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dijadikan pendekatan
hukum terhadap pelaksanaan Analisis Dampak Lalu Lintas pembangunan, antara lain:
1. Undang-Undang
2. Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,
b. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas,
c. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
b. Keputusan Menteri PUPR Nomor 248 tahun 2015 tentang penetapan ruas jalan;
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas,
yang mengatur antara lain spesifikasi, bentuk, warna, lambang, arti, dimensi,
ukuran huruf, letak, dan ketinggian rambu lalu lintas,
c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan, yang
Isyarat Lalu Lintas, yang mengatur antara lain jenis dan fungsi, spesifikasi,
penyelenggaraan, dan pembuatan alat pemberi isyarat lalu lintas,
5. Surat Edaran
a. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor
b. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Darat kepada Gubernur dan Walikota
seluruh Indonesia Nomor HK.209/1/2/DJPD/2016 Tentang Penyelenggaraan
Analisis Dampak Lalu Lintas.
6. Peraturan Daerah
Dinas Perhubungan.
Bidang Perhubungan Darat melalui Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
melakukan penyelenggaraan andalalin di jalan kabupaten.
pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai
pemanfaatan lahan. Sedangkan disisi pengembangan lahan, tujuan dari perencanaan adalah
untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Seringkali kedua tujuan
tersebut menimbulkan konflik.
Hal inilah yang menjadi asumsi mendasar analisis dampak lalu lintas untuk menjembatani
keduan tujuan di atas, atau dengan kata lain, proses perencanaan transportasi dan
pengembangan lahan mengikat satu sama lainnya. Pengembang lahan tidak akan terjadi
tampa sistem transportasi, sedangkan sistem transportasi tidak mungkin disediakan apabila
Hubungan ini memperlihatkan bahwa setiap upaya peningkatan fasilitas transportasi akan
berdampak terhadap perubahan tata guna lahan apabila tidak ada upaya pengendalian.
Pengendalian ini sangat penting agar upaya peningkatan fasilitas transportasi dapat
bermanfaat dan berdayaguna seoptimal mungkin. Aksesibilitas memegang peran penting
bagi para pengembang lahan. Sering kali justru para pengembang lahan yang menciptakan
Pembatasan yang kaku terhadap perubahan tataguna lahan akan sulit di lakukan mengingat
sifat manusia dan kata yang dinamis. Untuk ini suatu keseimbangan anatara perubahan tata
guna lahan dan fasilitas transportasi perlu di lakukan. Gambar berikut memperlihatkan
Kondisi tanpa pembangunan diperoleh dari proses pembebanan lalu lintas saat ini, untuk
mendapatkan informasih kinerja lalu lintas ruas jalan sekitar lokasi kajian. Untuk melakukan
analisis pembebanan lalu lintas diperlukan sebuah kodefikasi jaringan lalu lintas terutama
ruas jalan yang berada disekitar lokasi pembangunan tersebut. Jaringan lalu lintas yang
dimaksud adalah jaringan jalan disekitar lokasi studi atau kajian dengan catchment area
yang diperkirakan masih terpengaruhi secara segnifikan oleh dampak dari pembangunan
tersebut. Data hasil inventarisasi hasil pengamatan lapangan menjadi basis pembentukan
jaringan jalan tahun dasar. Selanjutnya untuk jaringan jalan tahun rencana akan dibuat
berdasarkan informasi rencana atau proyek pembangunan jalan yang bersifat commited
serta simulasi berbagai rekomendasi perbaikan kinerja lalu lintas.
dalam analisis yang akan dilakukan pada pelaksanaan kajian analisis dampak lalu lintas
Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri adalah tahun 2022.
Adapun tahap pembangunan sebagai berikut:
relita atau dunia yang sebenarnya. Pemodelan transportasi sangat bermanfaat bagi
perencanaan transportasi, karena melalui permodelan tersebut proses perencanaan dan
Asumsi dasar model transportasi biasanya berupa: 1) Pola interaksi, yaitu perilaku elemen
transportasi memilki pola dan juga interaksi yang ada di dalam elemen-elemen tersebut, 2)
Sasaran/output dari model ini adalah memperkirakan besarnya volume lalu lintas pada
KAJI) yang digunakan untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalulintas di segmen-
segmen jalan (mikro) di Indonesia, sehingga tidak dapat digunakan untuk melihat atau
menganalisis kinerja jaringan jalan secara makro. Penggunaan MKJI 1997 biasanya
digunakan untuk melihat kinerja simpang (bersinyal dan tidak bersinyal), kinerja ruas jalan,
jalinan, dan lain-lain yang terisolasi (isolated), jadi sifatnya tertutup pada sebuah segmen.
perhitungan kapasitas jalan di MKJI 1997 selalu didasarkan pada satuan mobil penumpang
(smp), sehingga lajur lalulintas yang digunakan juga selalu mengasumsikan besaran mobil
penumpang.
MRLL Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses Mandiri 2-17
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI
Analisis kinerja lalu lintas yang dilakukan terdiri dari analisis kinerja ruas jalan dan
persimpangan. Untuk melakukan pengukuran kinerja ruas jalan dan persimpangan, maka
diperlukan standar baku yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai kinerja lalu
lintas. Standar baku yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja lalu lintas adalah Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) yang di terbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
tahun 1997. Standar ini didesain sesuai dengan kondisi lalu lintas di Indonesia. Rumus dasar
untuk menghitung kinerja ruas jalan dan persimpangan adalah sebagai berikut:
2.1.9.1. Persimpangan
Persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan
• Pengendalian kecepatan
Jenis persimpangan didasarkan pada keberadaan sinyalnya dapat dibagi menjadi dua yaitu:
o Kapasitas Simpang
Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas
dasar (Co) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F)
dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas (MKJI, 1997).
FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan
tak bermotor
FLT : Faktor penyesuaian - % belok kiri
FRT : Faktor penyesuaian - % belok kanan
FMI : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
o Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan seluruh simpang (DS) dihitung sebagai berikut:
DS = Q smp / C
Dimana:
Qsmp : Arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut:
Qsmp = QKend x Fsmp
Dimana : empLV, LV%, empHV, HV%, empMC dan MC% adalah emp dan komposisi lalu
lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C : Kapasitas (smp/jam)
Metode dan prosedur ini berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0.8 – 0.9.
o Tundaan
simpang.
- Tundaan geometrik (DG), akibat perlambatan dan percepatan kendaraan yang
• Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan
antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah.
• Untuk mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/atau
• Pejalan kaki dari jalan minor.
Pola urutan lampu lalu lintas yang digunakan di Indonesia mengacu pada pola yang dipakai
di Amerika Serikat, yaitu: merah, kuning dan hijau. Hal ini untuk memisahkan atau
menghindari terjadinya konflik akibat pergerakan lalu lintas lainnya.
Kumpulan data arus lalu lintas diperlukan untuk menganalisa periode jam puncak dan
jam lewat puncak. Arus lalu lintas di dalam smp/jam bagi masing- masing kendaraan
untuk kondisi terlindung dan terlawan.
• Penggunaan Sinyal
o Fase
Fase adalah jumlah rangkaian isyarat yang digunakan untuk mengatur arus yang
diperbolehkan untuk bergerak/berjalan. Jika akan diadakan perubahan fase sinyal,
maka pengaturan dengan dua fase dapat dijadikan sebagai alternatif awal, karena
pada umumnya akan menghasilkan kapasitas yang lebih besar dan tundaan rata-rata
yang lebih kecil dengan pengaturan fase yang lain.
o Waktu merah semua dan waktu hilang
Waktu merah semua (all red) merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari
kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ke titik konflik,
dan panjang dari kendaraan yang berangkat.
b. Tipe terlindung (P = Protected), apabila pada arus berangkat tidak terjadi konflik
dengan lalu lintas dari arah berlawanan.
Lebar pendekat efektif (We) untuk pendekat dengan pulau lalu lintas maupun tanpa
pulau lalu lintas dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Jika WLTOR ≥ 2 m
Dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului antrian
kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Selanjutnya
arus lalu lintas belok kiri langsung (QLTOR) tidak di sertakan dalam perhitungan
waktu sinyal dan kapasitas.
arus lalu lintas belok kiri langsung (QLTOR) disertakan dalam perhitungan waktu
sinyal dan kapasitas.
Untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode Webster
Arus jenuh dasar (So) yaitu besarnya keberangkatan antrian dalam pendekat selama
kondisi ideal (smp/jam hijau).
o Faktor Penyesuaian
ii. Untuk pendekat tipe terlawan (O) pada umumnya lebih lambat, maka tidak
diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri.
i. Untuk pendekat tipe P (terlindung) tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif
ditentukan oleh lebar masuk, nilai FRT dapat dihitung dengan rumus:
ii. Untuk pendekat dengan kondisi selain seperti yang tersebut pada bagian a)
di atas nilai FRT = 1,0
FR = Q / S
Rasio Arus Simpang (IFR) dihitung sebagai jumlah dari nilai-nilai FR.
IFR = Σ (FRcrit)
Rasio Fase (PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRcrit dan IFR.
PR = FRcrit / FR
Untuk memperoleh waktu siklus yang optimal, dapat dilihat batasan- batasan
seperti tabel berikut:
b. Waktu hijau
Waktu hijau (g) dapat dihitung dengan rumus:
Dimana:
gi = tampilan waktu hijau pada fase I (det)
cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det)
Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik harus dihindari, karena dapat
mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi
Keterangan:
g : waktu hijau dalam fase-I (detik)
C = S x g/c
Nilai kapasitas dipakai untuk menghitung derajat kejenuhan (DS) masing- masing
pendekat.
DS = Q / C
• Kendaraan terhenti
Laju henti (NS) untuk masing-masing pendekat yang didefinisikan jumlah rata-
rata berhenti per smp (termasuk berhenti berulang dalam antrian) yang nilainya
Nsv= Q x NS
Selanjutnya laju henti rata-rata untuk seluruh simpang (NSTOT) dihitung
dengan rumus:
∑ 𝑵𝑺𝑽
𝑵𝑺𝑻𝑶𝑻 =
𝑸𝑻𝑶𝑻
• Tundaan
Tundaan (D) adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui
Tundaan lalu lintas rata-rata adalah tundaan yang disebabkan oleh interaksi
lalu lintas dengan gerakan lalu lintas lainnya pada suatu simpang yang
Dimana:
DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp)
C = Kapasitas (smp/jam)
NQ1 = Jumlah smp tersisa dari fase hijau (smp)
(DR) = DT+ DG
Sampai:
QP % = 9,02 DS + 20,66 DS2 + 10,49 DS3
Analisis kinerja jaringan jalan ini dilakukan pada kondisi tanpa pembangunan dengan
Kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat
dipertahankan persatuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua arah (kombinasi dua
arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan perarah dan kapasitas
ditentukan per lajur. Nilai kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
mungkin, kapasitas diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalu-lintas, dan secara teoritis
dengan mangasumsikan hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus.
Dimana:
C : Kapasitas (smp/jam)
Fcsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
Fcsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb
Untuk klasifikasi kelas jalan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
a. Kapasitas Dasar
Faktor faktor penyesuaian yang berpengaruh terhadap perhitungan kapasitas jalan disajikan
pada tabel berikut:
Setelah menentukan kapasitas dasar, maka akan disesuaikan dengan cara mencari faktor
penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas. Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan lebih dari
4 lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai per lajur yang diberikan untuk jalan 4
Khusus untuk jalan tak terbagi, tentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisalan arah
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah FCsp
PEMISAHAN ARAH
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
SP %%
Dua lajur
FCsp 1,00 1,97 0,94 0,91 0,88
2/2
Empat lajur
FCsp 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
4/2
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Daerah pemukiman
Sangat rendah VL <100
dengan jalan samping
Daerah pemukiman,
Rendah L 100-299 beberapa kendaraan
umum dan sebaginya
Daerah industri,
Sedang M 300-499 beberapa toko disisi
jalan
0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-3,0 1,00
>3,0 1,04
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Wahana Karya Sukses Mandiri volume lalu lintas yang akan hitung adalah ruas Jalan dan
simpang sekitar lokasi pembangunan. Volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan
kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp).
Sedangkan volume lalu lintas rencana (VLHR) adalah perkiraan volume lalu lintas harian
pada akhir tahun rencana lalu lintas dan dinyatakan dalam smp/hari. Satuan volume lalu
lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur
adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam rencana dan kapasitas.
Satuan mobil penumpang disingkat SMP adalah satuan kendaraan di dalam arus lalu lintas
yang disetarakan dengan kendaraan ringan/mobil penumpang, dengan menggunakan
ekivalensi mobil penumpang (emp) atau faktor pengali berbagai jenis kendaraan menjadi
satu satuan yaitu SMP, dimana besaran SMP dipengaruhi oleh tipe/jenis kendaraan, dimensi
kendaraan, dan kemampuan olah gerak. SMP digunakan dalam melakukan rekayasa lalu
lintas terutama dalam desain persimpangan, perhitungan waktu alat pengatur isyarat lalu
lintas (APILL), ataupun dalam menentukan nisbah volume per kapasitas jalan (V/C) suatu
ruas jalan.
a. Besaran SMP
Besaran satuan mobil penumpang bervariasi menurut lokasi apakah itu di perkotaan atau
di jalan raya, ataupun di persimpangan. Jenis kendaraan dibagi atas beberapa kategori yaitu
• Kendaraan Ringan (LV): Mobil Penumpang, Oplet, Mikrobis, Pick up, sedan dan
• Kendaraan tak Bermotor (UM): segala jenis kendaraan yang digerakan oleh orang atau
hewan seperti becak, sepeda, kereta kuda dan sebagainya.
pengali SMP (emp) suatu kendaraan tergantung dari tipe pendekat jalan, yaitu pendekat
terlindung yaitu pergerakan kendaraan tidak ada gangguan dari arah pendekat/jalan yang
lain dan pendekat terlawan yaitu pergerakan kendaraan yang mendapat gangguan dari arah
pendekat lain. Nilai konversi emp dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.14 Konversi kendaraan berat, kendaraan ringan, dan sepeda motor terhadap
satuan mobil penumpang
Emp untuk tipe pendekat
Jenis Kendaraan
Terlidung Terlawan
Kendaan Ringan (LV) 1,0 1,0
pendekat sama.
• Kendaraan Ringan (Light Vehicles - LV) = 1,0
e. Jalan Perkotaan
Pada jalan perkotaan faktor pengali tergantung dari fungsi dan kondisi jalan serta jumlah
kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan pada satu satuan periode waktu (jam) yaitu:
Tabel 2.15 Konversi SMP Pada Jalan Perkotaan Yang Tidak Terbagi
emp
Arus lalu lintas MC
Tipe Jalan total 2 arah
LV HV Lebar Jalur Lalu Lintas
(kend/jam)
≤6m >6m
Dua Lajur tak terbagi 0 ≥ 1800 1,3 0,5 0,4
(2/2) UD 1,2 0,35 0,25
1,0
Empat Lajur tak terbagi 0 ≥ 1800 1,3 0,4
(4/2) UD 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Tabel 2.16 Konversi SMP Pada Jalan Perkotaan Yang Terbagi Atau Jalur Satu Arah
Arus lalu lintas per jalur emp
Tipe Jalan
(kend/jam) LV HV MC
Dua Lajur satu arah (2/1) dan 1,3 0,4
0 ≥ 1050
Empat Lajur dua arah (4/2) D 1,2 0,25
1,0
Tiga Lajur satu arah (3/1) dan 1,3 0,4
0 ≥ 1100
Enam Lajur dua arah (6/2) D 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Pada jalan perkotaan penentuan faktor pengali menggunakan cara interpolasi nilai, sebagai
contoh untuk tipe jalan 2/2 UD dan lebar jalur lalu lintas kurang dari 6 meter serta jumlah
kendaraan yang melintas pada satu titik pengamatan selama satu jam yaitu 900 kendaraan
maka faktor pengali yang didapat berturut-turut untuk LV, HV dan MC yaitu 1,0, 1,25 dan
0,425.
(Level Of Service) adalah ukuran kinerja ruas jalan atau simpang jalan yang dihitung
berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan, kepadatan dan hambatan yang terjadi.
Dalam bentuk matematis tingkat pelayanan jalan ditunjukkan dengan nilai V/C Ratio.
A <5
B 5 – 15
C 15 – 25
D 25 – 40
E 40 – 60
F > 60
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Tabel 2.19 Tingkat Pelayanan Yang Diinginkan Pada Ruas Jalan Pada Sistem Jaringan Jalan
Primer Sesuai Fungsinya
Kelas Jalan Tingkat Pelayanan
2.1.9.5. Kecepatan
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu
tempuh. Satuan dari kecepatan adalah km/jam. Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan
sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika
mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan lain di jalan. Bentuk
FFVcs
Dimana:
FFVsf : Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kereb
penghalang
FFVcs : Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota
Kecepatan arus bebas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan dan jenis kendaraan. Secara
umum kendaraan ringan memiliki kecepatan arus bebas lebih tinggi dari pada kendaraan
lebar jalur standar (3,5 meter). Hal ini berbeda terjadi pada jalan 2/2 UD terutama untuk Wc
(2 arah) kurang dari 6 meter. Nilai penyesuaian kecepatan arus bebas dapat ditunjukkan
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.21 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Lebar Jalur Lalu-lintas (FVw)
Per lajur
3.00 -4
Empat-lajur terbagi atau jalan 3.25 -2
satu arah 3.50 0
3.75 2
4.00 4
Per lajur
3.00 -4
3.25 -2
Empat-lajur tak-terbagi
3.50 0
3.75 2
4.00 4
Dua arah
5 -9.5
6 -3
Dua lajur tak-terbagi
7 0
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Tabel 2.22 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping (FFVsf)
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan
Kelas Hambatan Samping dan Lebar Bahu
Tipe Jalan
Samping (SFC) Lebar Bahu Efektif Rata-rata Ws (m)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
Sangat rendah 1.02 1.03 1.03 1.04
Rendah 0.98 1.00 1.02 1.03
Empat-lajur-terbagi
Sedang 0.94 0.97 1.00 1.02
(4/2 D)
Tinggi 0.89 0.93 0.96 0.99
Sangat Tinggi 0.84 0.88 0.92 0.96
Sangat rendah 1.02 1.03 1.03 1.04
Rendah 0.98 1.00 1.02 1.03
Empat-lajur-lajur tak-
Sedang 0.93 0.96 0.99 1.02
terbagi (4/2 UD)
Tinggi 0.87 0.91 0.94 0.98
Sangat Tinggi 0.80 0.86 0.90 0.95
Sangat rendah 1.00 1.01 1.01 1.01
Dua-lajur tak-terbagi Rendah 0.96 0.98 0.99 1.00
(2/2 UD) atau jalan Sedang 0.91 0.93 0.96 0.99
satu arah Tinggi 0.82 0.86 0.90 0.95
Sangat Tinggi 0.73 0.79 0.85 0.91
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
c. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Ukuran Kota (FFVcs) dapat ditunjukkan
dengan menggunakan tabel dibawah ini.
Tabel 2.23 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Ukuran Kota (FFVcs)
Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Koreksi Untuk Ukuran Kota
< 0.1 0.90
0.1 – 0.5 0.93
0.5 – 1.0 0.95
1.0 – 1.3 1.00
> 3.0 1.03
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
konstruksi, masa awal beroperasi dan masa 5 tahun mendatang (tahun rencana).
Pejalan Kaki
Pejalan kaki (pedestrian) adalah orang yang melakukan aktivitas berjalan kaki dan
merupakan salah satu unsur pengguna jalan. Kita sering melupakan tentang para pejalan
kaki, kita hanya fokus untuk memberikan pelayanan atau fasilitas kepada para pengguna
jalan lain atau para pengemudi kendaraan bermotor saja. Padahal korban jiwa dalam
kecelakaan 65% adalah pejalan kaki. Oleh karena itu, pejalan kaki harus mendapat fasilitas
Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
Pasal 25 dijelaskan bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum WAJIB
b. Marka jalan;
Dan dalam Pasal 26 dijelaskan bahwa penyediaan perlengkapan jalan diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah Pusat untuk Jalan Nasional;
penyelenggara jalan wajib menyediakan fasilitas untuk pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki
memiliki persyaratan umum yaitu:
a. Menerus, fasilitas pejalan kaki harus menerus, langsung dan lurus ketujuan;
b. Aman, pejalan kaki harus merasa aman selama berjalan kaki, baik pada jalurnya sendiri
maupun dalam hubungannya dengan suatu sistem jaringan lalu lintas lainya;
c. Nyaman, permukaan fasilitas pejalan kaki harus rata, kering dan tidak licin pada waktu
huan, cukup lebar, kemiringan sekecil mungkin, jika diperlukan boleh diberi tangga
yang nyaman
d. Mudah dan jelas, fasilitas pejalan kaki harus mudah dan cepat dikenali
Jalur pejalan kaki diperlukan sebagai komponen penting yang harus disediakan untuk
pejalan kaki yang aman, nyaman, dan manusiawi di kawasan perkotaan belum dapat
memenuhi kebutuhan warga baik dari segi jumlah maupun standar penyediaannya.
Peraturan terkait fasilitas pejalan kaki antara lain:
Tabel 2.24 Tingkat Pelayanan Yang Diinginkan Pada Ruas Jalan Pada Sistem Jaringan Jalan
Primer Sesuai Fungsinya
Operasional Pejalan Kaki Pada Pejalan Kaki
Penyeberangan
Fungsi Rambu Penyeberangan Pada Pulau
di bawah
Pejalan Kaki Sebidang Jalan
Arteri A C C C
Bebas Hambatan
Dua Jalur B A C C
Satu Jalur B A C C
Sub Arteri
Dua Jalur B A B B
Satu Jalur B A B B
Kolektor
Satu Jalur C B B A
Lingkungan
Satu Jalur C C C C
Keterangan :
A = Layak
B = Semi Layak
C = Tidak Layak
Sumber: Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Binamarga, 1995
Tabel 2.26 Lebar Jaringan Pejalan Kaki Sesuai Dengan Penggunaan Lahan
Penggunaan Lahan Lebar Minimum (m) Lebar Yang Dianjurkan (m)
Perumahan 1,6 2,75
Perkantoran 2 3
Industri 2 3
Sekolah 2 3
Terminal / Stop Bis / TPKPU 2 3
Pertokoan / Perbelanjaan / Hiburan 2 4
Jembatan / Terowongan 1 1
volume pejalan kaki yang ada. Kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume
pejalan kaki rencana (V). Volume pejalan kaki rencana (V) adalah volume rata-rata per menit
pada interval puncak. Dan lebar tambahan sesuai dengaan keadaan setempat (N). Adapun
rumus perhitungan lebar trotoar minimal berdasarkan data volume pejalan kaki puncak
sebagai berikut.
𝑽
𝒘= +𝑵
𝟑𝟓
Dimana :
W = Lebar jalur pejalan kaki (meter)
V = volume rata-rata per menit pada interval puncak (orang per menit per meter)
n = Lebar tambahan sesuai dengaan keadaan setempat (meter) (Jalan didaerah bukan pasar
nilai 1,0 )
2.1.12.1. Rambu
Rambu yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2014
Tentang Rambu Lalu Lintas berupa rambu peringatan (kuning), rambu larangan (merah),
rambu perintah (biru), rambu petunjuk (hijau). Untuk lebih jelasnya tentang perambuan lalu
• Rambu-Rambu Peringatan
Rambu dengan latar warna Kuning memberikan arti Peringatan kepada pengguna jalan. Arti dari
peringatan yang dimaksudkan berupa gambar yang ada pada rambu tersebut. Untuk jelasnya
rambu-rambu peringatan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
• Rambu-Rambu Larangan
Rambu dengan latar warna Merah memberikan arti Larangan kepada pengguna jalan. Arti dari
larangan yang dimaksudkan berupa strip ataupun huruf, gambar dan angka yang mempunyai arti
larangan pada rambu tersebut. Untuk jelasnya rambu-rambu larangan dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
• Rambu-Rambu Perintah
Rambu dengan latar warna Biru memberikan arti Perintah kepada pengguna jalan. Arti dari
perintah yang dimaksudkan gambar sebagai objek perintah ataupun arah panah sebagai arah
yang diperintah bagi pengguna jalan. Untuk jelasnya rambu-rambu perintah dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
• Rambu-Rambu Petunjuk
Rambu dengan latar warna Hijau memberikan arti Petunjuk kepada pengguna jalan. Arti dari
petunjuk yang dimaksudkan anak panah yang dilengkapi dengan tulisan sebagai tujuan
perjalanan. Untuk jelasnya rambu-rambu petunjuk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Marka Jalan berupa marka anak panah untuk mengarahkan kendaraan, marka garis putus-
putus atau garis tidak putus-putus, dan garis zebra cross. Gambar marka yang akan
digunakan dapat dilihat pada gambar berikut.
Sumber : Permenhub No. 67 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Permenhub No. 34 Tahun 2014
Tentang Marka Jalan
Gambar 2.12 Marka Lambang Tanda Panah (Tanda Pengarah Lajur)
Perambuan dan pemarkaan di lokasi internal (dalam lokasi) berupa rambu dalam
mengarahkan pergerakan kendaraan, dan pejalan kaki. Sedangkan marka jalan yang
digunakan berupa marka anak panah untuk mengarahkan kendaraan dan garis zebra cross.
Pemasangan rambu dan marka jalan untuk memudahkan pengemudi dan pejalan kaki
dalam sirkulasi internal. Sedangkan perambuan dan pemarkaan di lokasi eksternal (luar
lokasi) berupa rambu dalam mengarahkan pergerakan kendaraan, dan pejalan kaki.
Sedangkan marka jalan yang digunakan berupa marka garis putus-putus atau garis tidak
putus-putus dan garis zebra cross. Pemasangan rambu dan marka jalan untuk memudahkan
memasang lampu depan sebagai standar keselamatan. Penerangan Jalan Umum adalah hal
penting demi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Jalan tanpa lampu
penerangan merupakan jalan yang berbahaya dan lebih beresiko. Sebagaimana maksud
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 27 tahun 2018 tentang Alat Penerangan Jalan.
Peraturan Menteri tentang Alat Penerangan Jalan ini memiliki pertimbangan utama di
dalamnya yaitu untuk mengoptimalkan fasilitas perlengkapan jalan berupa alat penerangan
jalan guna mewujudkan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas serta
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 27 tahun 2018 tentang Alat Penerangan Jalan pada
keselamatan.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan
Alat Penerangan Jalan wajib memenuhi spesifikasi teknis utama paling sedikit:
• Catu daya, • Umur operasi lampu,
• Bangunan konstruksi;
• Catu daya;
• Luminer;
• Peralatan kontroljdan
• Peralatan proteksi.
Ketinggian tiang utama Alat Penerangan Jalan ditentukan berdasarkan fungsi dan geometri
jalan, yaitu:
• Jalan bebas hambatan, ketinggian Tiang paling rendah 13 meter;
• Jalan arteri, ketinggian tiang paling rendah 9 meter;
• Taman dan ruang parkir, ketinggian tiang disesuaikan dengan ruang yang tersedia
Sedangkan penempatan dan pemasangan Alat Penerangan Jalan di sebelah kiri dan/atau
kanan jalan menurut arah lalu lintas pada jarak paling sedikit 6 meter diukur dari bagian
terluar bangunan konstruksi Alat Penerangan Jalan ke tepi paling kiri dan/atau kanan jalur
ruang lalu lintas atau kerb. Dan pada jalan yang memiliki pemisah jalur dan/atau lajur ruang
lalu lintas jalan paling sedikit berjarak 3 meter diukur dari bagian terluar bangunan
konstruksi Alat Penerangan Jalan ke tepi paling kiri dan/atau kanan jalur ruang lalu lintas
atau kerb.
Dalam hal tidak tersedianya ruang untuk penempatan dan pemasangan tiang dan/atau
bangunan pondasi, Alat Penerangan Jalan dapat dipasang pada:
• Dinding tembok,
• Kaki jembatan,
• Bagian jembatan layang, dan
• Tiang bangunan utilitas.
pada sebelum pintu keluar, dan zebra cross untuk penghubung jalur pendestrian antar
trotoar yang terputus adanya pintu keluar masuk lokasi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan
sebagai berikut.
mengalami kesulitan dalam bermanuver. Dalam menentukan radius tikung dalam lokasi
tidak hanya memperhatikan radius tikung untuk mobil penumpang saja, tetapi juga
memperhatikan kendaraan darurat yang akan keluar masuk kedalam lokasi, salah satunya
mobil pemadam kebakaran. Rencana radius tikung berdasarkan klasifikasi kendaraan dari
peraturan Kementerian Perhubungan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.29 Standar Radius
Radius Putar (R)
Jenis Kendaraan Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)
Minimum Maksimum
Kendaraan Kecil 4,70 1,70 2,00 4,20 7,30
Kendaraan Sedang 12,10 2,60 4,10 7,40 12,80
Kendaraan Besar 21,10 2,60 4,10 9,20 14,00
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan, 1997
Tapi yang perlu diperhatikan dalam bukaan pintu keluar masuk tersebut dengan lebar sesuai
dengan lebar jenis kendaraan yang masuk, sesuai dengan kebutuhan dan lebar bukaan
pintu keluar masuk tidak menyulitkan pengemudi dalam menuver berbelok ke dalam. Dan
juga diperhatikan untuk emergency, bukaan pintu keluar masuk memiliki lebar yang bisa
akan melintasi pintu keluar masuk. Maka disarankan untuk menempatkan Speed Trap pada
pintu keluar. Pemasangan speed trap ini berguna untuk mengantisipasi kendaraan yang
akan keluar dari lokasi kegiatan tidak secara langsung berbelok. Dengan adanya speed trap
ini kendaraan yang akan keluar akan mengurangi laju kecepatan kendaraannya dan berhenti
sehingga bisa melihat situasi di pintu keluar sebelum berbelok. Ini untuk menghindari
terjadinya kecelakaan di pintu keluar akibat konflik antara kendaraan yang keluar lokasi
dengan kendaraan arus menerus. Penempatan speed trap pada pintu keluar ditempatkan
minimal 5 m dari jalan utama.
pendestrian antar trotoar yang terputus karena adanya pintu keluar masuk lokasi dan juga
memberitahukan kepada pengendara bahwa di depan pintu keluar masuk juga ada jalur
pendestrian. Ada pun pemasangan Zebra Cross pada pintu keluar masuk ini membuat
kenyamanan bagi pejalan kaki yang akan melintasi pintu keluar masuk, serta
memberitahukan kepada pengendara adanya jalur untuk pejalan kaki di pintu keluar masuk.
merupakan inti ukuran ruang yang diperlukan untuk memarkir suatu kendaraan.
Agar didapat keseragaman dalam penentuan besarnya daya tamping suatu fasilitas parkir
maka perlu ditetapkan satuan ruang parkir yang dapat digunakan dalam perancangan area
parkir tersebut adalah :
Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi benturan antara pintu kendaraan dengan
kendaraan yang parkir di sampingnya pada saat penumpang turun dari kendaraan.
Sedangkan ruang bebas arah longitudinal diberikan di depan kendaraan untuk menghindari
benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat jalur gang (aisle). Jarak bebas arah
lateral diambil sebesar 5 cm dan jarak bebas arah longitudinal sebesar 30 cm.
akan berbeda dengan lebar bukaan pintu kendaraan pengunjung pusat kegiatan
perbelanjaan. Dalam hal ini, karakteristik pengguna kendaraan yang memanfaatkan fasilitas
parkir dipilih menjadi tiga sebagai berikut:
Tabel diatas menunjukkan satuan ruang parkir untuk masing-masing jenis kendaraan dan
telah dianalisis sedemikian rupa dengan beberapa pendekatan. Analisis yang telah
dilakukan secara matematis terhadap masing-masing jenis kendaraan dapat dilihat pada
Satuan ruang parkir untuk penderita cacat khususnya bagi mereka yang menggunakan kursi
roda harus mendapatkan perhatian khusus, karena diperlukan ruang bebas yang lebih lebar
untuk memudahkan gerakan penderita cacat keluar dan masuk kendaraan. Untuk itu
digunakan SRP dengan lebar 3,60 meter atau minimal 3,20 meter. Sedangkan untuk
ambulans dapat disediakan SRP dengan lebar 3,00 meter atau minimal 2,6 meter.
Penempatannya dilakukan sedemikian rupa sehingga mempunyai akses yang baik ketempat
kegiatan. Gambar berikut ini menunjukkan ruang parkir bagi penderita cacat disebelah
Gambar 2.18 Satuan Ruang Parkir Untuk Penderita Cacat Dan Ambulans
Satuan ruang parkir untuk sepeda motor dengan dimensi SRP adalah panjang 2,00 meter
dan lebar 0,70 meter, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Kebutuhan area parkir berbeda antara yang satu dengan lainnya yang sesuai dengan
peruntukannya. Ada 2 jenis peruntukan kebutuhan parkir, antara lain sebagai berikut:
atau pemerintahan, pusat perdagangan eceran atau pasar swalayan, pasar, sekolah,
tempat rekreasi, hotel dan tempat penginapan, dan rumah sakit. Untuk lebih jelasnya
kegiatan parkir tetap di pusat-pusat kegiatan sebagai berikut.
• Pusat perdagangan
Parkir dipusat perdagangan dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pekerja yang
bekerja di pusat perdagangan tersebut dan pengunjung. Pekerja umumnya parkir
untuk jangka panjang dan pengunjung umumnya jangka pendek. Karena tekanan
penyediaan ruang parkir adalah untuk pengunjung maka kriteria yang digunakan
sebagai acuan penentuan kebutuhan ruang parkir adalah luas areal kawasan
perdagangan.
Parkir di pusat perkantoran mempunyai ciri parkir jangka panjang, oleh karena itu
penentuan ruang parkir dipengaruhi oleh jumlah karyawan yang bekerja di kawasan
perkantoran tersebut.
Tabel 2.33 Kebutuhan SRP Di Pusat Perkantoran
pusat perdagangan.
• Pasar
Pasar juga mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan pusat perdagangan
ataupun pasar sawalayan, walaupun kalangan yang mengunjungi pasar lebih banyak
• Sekolah
Parkir sekolah maupun perguruan tinggi dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu
siswa/mahasiswa umumnya jangka pendek bagi mereka yang diantar jemput dan
jangka panjang bagi mereka yang memakai kendaraannya sendiri. Jumlah kebutuhan
ruang parkir tergantung kepada jumlah siswa/mahasiswa.
Tabel 2.36 Kebutuhan SRP Di Pusat Sekolah/Perguruan Tinggi
• Tempat rekreasi
Kebutuhan parkir ditempat rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik tempat parkir
tersebut. Biasanya pada hari-hari minggu libur kebutuhan parkir meningkat dari hari
kerja. Perhitungan kebutuhan didasarkan pada luas areal tempat rekreasi.
• Rumah sakit
Kebutuhan ruang parkir di rumah sakit tergantung kepada tarip rumah sakit yang
• Bioskop
Ruang parkir di bioskop/gedung pertunjukan sifatnya sementara dengan durasi
antara 1,5 – 2 jam saja dan keluarnya bersamaan, sehingga perlu kapasitas pintu keluar
yang besar. Besarnya kebutuhan ruang parkir tergantung kepada jumlah tempat
duduk.
• Gelanggang olahraga
Ruang parkir gelanggang olahraga sifatnya sementara dengan durasi antara 1,5 – 2
jam saja dan keluarnya bersamaan, sehingga perlu kapasitas pintu keluar yang besar.
Berdasarkan ukuran ruang parkir yang dibutuhkan yang belum tercakup di atas dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.42 Standar Kebutuhan Ruang Parkir
Peruntukan / Penggunaan Satuan Ruang Parkir (SRP) Kebutuhan
No.
Lahan Untuk Mobil Penumpang Ruang Parkir
1 Pusat Perdagangan
1) Pertokoan SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 – 7,5
2) Pasar Swalayan SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 – 7,5
3) Pasar SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 – 7,5
2 Pusat Perkantoran
1) Pelayanan Bukan Umum SRP / 100 m2 luas lantai efektif 1,5 – 3,5
2) Pelayanan Umum SRP / 100 m2 luas lantai efektif 1,5 – 3,5
3 Gedung Sekolah SRP / Mahasiswa 0,7 – 1,0
4 Hotel SRP / Kamar 0,2 – 1,0
5 Rumah Sakit SRP / Tempat Tidur 0,2 – 1,0
6 Bioskop SRP / Tempat Duduk 0,1 – 0,4
Sumber : KepDirjenHubDat No. 272/HK.105/DRJD/96
Analisis Dampak Lalu Lintas Pembangunan Kawasan Industri PT. Wahana Karya Sukses
Tahapan Pendahuluan
Sebagaimana dijelaskan di dalam bab sebelumnya, di tahap persiapan pekerjaan yang
dilakukan meliputi:
a. persiapan pelaksanaan pekerjaan berupa penyelesaian masalah administrasi,
penyusunan organisasi kerja, dan pengumpulan literature;
b. survei pendahuluan;
Pada tahap awal atau pendahuluan ini, penetapan wilayah studi dapat dilakukan diatas peta
system jaringan jalan dan tata guna lahan. Peta ini memperlihatkan jaringan jalan dan
prasarana lainnya yang ada serta kondisi topografinya. Selanjutnya dapat ditetapkan
batasan wilayah terdampak dan penentuan zona lalu lintas.
sebagai berikut.
Data Jaringan Jalan dan Tata Guna Lahan yang perlu diketahui mencakup kelas,
Data rancang bangun (master plan) yang perlu diketahui oleh konsultan sebagai bahan
pertimbangan pada tahap pekerjaan antara lain mencakup data lokasi pembangunan,
luasan lahan, luasan bangunan dan peruntukannya serta pengaturan akses keluar masuk.
Data sekunder tersebut diperoleh dari Dinas Perhubungan, Dinas PUPR, dan BPS
setempat. Selain data sekunder diatas, data sekunder yang diperlukan dalam analisis,
meliputi:
• Lay out atau Masterplan rencana pembangunan.
• Data-data lalu lintas pada sekitar lokasi yang pernah diperoleh dengan studi
terdahulu;
• Data rute angkutan umum yang melayani kawasan tersebut;
Untuk mendukung data-data sekunder yang telah diperoleh dan untuk mendapatkan
gambaran mengenai kondisi pelayanan ruas jalan dan persimpangan di sekitar lokasi
secara langsung di lapangan dengan tujuan memperoleh informasi ril berkaitan dengan
Sebelum pelaksanaan Survey primer, terlebih dahulu dilakukan tahap persiapan Survey
yang intinya mendayagunakan sumber daya perolehan informasi sekunder bagi
kematangan pelaksanaan Survey primer. Pada tahap ini, segala informasi yang berkaitan
dengan masalah lapangan pada wilayah kajian diramu dengan peta-peta serta teori
Tahap ini dilakukan untuk melaksanakan pengumpulan dan komputerisasi data sebagai
berikut:
• Data tarikan dan bangkitan perjalanan pada obyek pembanding sehingga akan di
ketahui rate bangkitan dan tarikan untuk jenis kegiatan yang sejenis;
• Data inventarisasi jalan dan persimpangan di sekitar lokasi pembangunan;
• Data kondisi Lalu lintas eksisting.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan tabel tentang beberapa data primer yang
dibutuhkan dalam kaitan dengan Studi Analisis Dampak Lalu lintas.
Tabel 2.43 Data Primer yang Diperlukan untuk Studi Analisis Dampak Lalu Lintas
No Jenis Survei Target Informasi
1. Survey Tarikan dan Jumlah kendaraan keluar-masuk objek kajian yang sejenis dengan
Bangkitan Obyek melihat karakteristrik pola fluktuasinya, jam sibuk/puncak tarikan dan
Pembanding bangkitan dan rate bangkitan dan tarikan.
2. Survey Iventarisasi Geometrik jalan dan simpang yang berupa penampang melintang
jalan dan simpang jalan, tata guna lahan, pengarturan sirkulasi kendaraan di sekitar
lokasi, pengaturan pengendalian persimpangan yang berlaku,
inventarisasi simpang
3. Data Lalu lintas Volume, kecepatan komposisi kendaraan dan kinerja ruas dan
Eksisting simpang, serta rata-rata faktor muat tiap kendaraan (occupancy)
dalam orang/kendaraan dan kondisi angkutan umum di sekitar lokasi.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan survei antara lain:
• Peralatan pendukung pencatatan data (formulir survey, counter dll);
• Perlunya melakukan briefing kepada surveyor agar tidak terjadi kekeliuran dalam
pengambilan data dan jumlah data yang diperlukan pada setiap Survey yang
dilakukan;
Waktu pelaksanaan Survey dilaksanakan pada kondisi lalu lintas jam sibuk pagi, jam tidak
sibuk, maupun jam sibuk sore.
Adapun penjelasan mengenai teknik dan waktu pelaksanaan pengumpulan data primer
akan dijelaskan berikut ini:
• Survey Tarikan-Bangkitan Perjalanan Obyek Pembanding
jalan dan persimpangan di sekitar lokasi pembangunan sebuah gedung. Ruas jalan
dan persimpangan yang di Survey adalah ruas jalan dan persimpangan yang
diperkirakan akan terpengaruh oleh rencana pembangunan sebuah gedung dan
diasumsikan perlu untuk dilakukan tindakan manajemen maupun rekayasa lalu
lintas. Hal-hal yang perlu dicatat dalam melakukan Survey tersebut yaitu :
geometrik ruas jalan, geometrik dan jenis pengendalian persimpangan. Dari data
inventarisasi ini selanjutnya akan ditaksir kapasitas ruas jalan serta pola pengaturan
lalu lintasnya.
Survey yang dilakukan adalah Survey pencacahan lalu lintas diruas jalan dan
persimpangan, Survey kecepatan sesaat di sekitar lokasi pembangunan dan Survey
occupancy. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut :
Survey pencacahan lalu lintas ruas dilakukan untuk mendapatkan data volume,
komposisi kendaraan, distribusi gerakan lalu lintas, dan volume jam
sepanjang 50 meter.
o Survey Occupancy
Survey ini untuk mendapatkan tingkat muat pada masing-masing kendaraan.
• Metoda Analisis
Terdapat beberapa metode analisis dalam pemodelan dimana pada kajian ini akan
dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
bangkitan perjalanan (trip generation) yang di dalam hal ini sesuai dengan
kategori tata guna lahan daerah perbelanjaan dipergunakan konsep tarikan
antara intensitas tata guna lahan dengan jumlah perjalanan yang keluar masuk
lokasi, maka dapat ditentukan hubungan matematis yang menggambarkan
tingkat tarikan perjalanan ke lokasi tersebut.
o Pemilihan Moda
studi ini dipergunakan konsep pendekatan Trip End Model untuk membagi total
Tahapan ini merupakan proses pembebanan lalu lintas ke dalam sistem jaringan
jalan yang dalam hal kajian ini terhadap ruas dan simpang-simpang yang
lalu lintas yang meliputi derajat kejenuhan, tundaan dan panjang antrian pada
obyek kajian. Hasil yang diperoleh ini kemudian divalidasi dengan volume lalu
lintas hasil Survey untuk menjamin bahwa model yang dibangun dapat
Menteri Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas untuk
rekomendasi atau rencana implementasi penanganan adalah sebagai berikut.
Penyempurnaan Dokumen
Penyempurnaan dokumen analisis dampak lalu lintas disusun setelah melalui proses