Adapun berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009, analisis dampak lalu lintas adalah suatu kajian
yang menilai tentang efek-efek yang ditimbulkan oleh lalu lintas yang terbangkitkan oleh
suatu pembangunan pusat kegiatan dan/ atau pengembangan kawasan baru pada suatu
ruas jalan. Studi andalalin meliputi kajian terhadap jaringan jalan di bagian kawasan sampai
dengan jalan di sekitar kawasan pusat kegiatan. Berdasarkan PP No. 32 Tahun 2011 dan
PM No. 75 Tahun 2015, analisis dampak lalu lintas merupakan serangkaian kegiatan kajian
mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur yang dituangkan dalam bentuk dokumen.
Selain itu beberapa pemerintah daerah telah memberlakukan kajian analisis dampak lalu
lintas, di antaranya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat
melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 17 Tahun
1993 tentang Pengendalian Bangkitan dan Tarikan Lalu Lintas. Meskipun belum secara rinci
menjelaskan prosedur tahapan analisis dampak lalu lintas, namun telah menjelaskan jenis
kegiatan atau pembangunan apa saja dan skala minimal berapa yang wajib melakukan
analisis dampak lalu lintas.
Gambar berikut menjelaskan jenis rencana pembangunan dan ukuran minimal dari
bangunan tersebut yang perlu dilakukan kajian analisis dampak lalu lintas terkait dengan
pembangunannya. Untuk Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat termasuk bangunan yang
perlu dilengkapi kajian analisis dampak lalu lintas dalam proses pembangunannya.
3-1
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
2. Permukiman
a. Perumahan dan Permukiman
1) Perumahan sederhana 150 unit
2) Perumahan menengah-atas 50 unit
b. Rumah Susun dan Apartemen
1) Rumah susun sederhana 100 unit
2) Apartemen 50 unit
c. Asrama 50 kamar
d. Ruko Luas lantai keseluruhan 2000 m2
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu
Lintas
Sejak ditetapkannya Bandung Raya sebagai Kawasan Strategis Nasional dalam Perpres
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota
Bandung Raya dan wilayah di sekitarnya mulai mengoptimalkan keunggulan-keunggulan di
masing-masing wilayah. Aglomerasi Bandung Raya harus mampu memadukan fungsi
ekonomi dan sosial melalui tiga jaringan: (1) jaringan fisik seperti transportasi dan
komunikasi; (2) jaringan ekonomi seperti keterhubungan produksi, pola interaksi pasar,
aliran kapital, barang, dan jasa; dan (3) jaringan administrasi. Dari sudut pandang ekonomi
spasial, aglomerasi Bandung Raya merupakan pusat produksi dan arus distribusi
perdagangan dari Jawa Barat Bagian Barat ke Jawa Barat Bagian Selatan. Kota Bandung
merupakan pusat destinasi ekonomi yang kemudian terdistribusi ke wilayah sekitarnya.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014, pengembangan
transportasi Kawasan Aglomerasi Bandung Raya diarahkan dalam mendukung arah
3-2
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
pengembangan metropolitan modern berbasis wisata perkotaan, industri kreatif, dan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). Dalam program percepatan konektivitas daerah
dalam kawasan aglomerasi, pemerintah provinsi Jawa Barat telah mengagendakan
pembangunan dan peningkatan infrastruktur transportasi jalan dan perhubungan. Hal ini
dituangkan dalam Rencana Dinamisasi Pengembangan Transportasi dengan agenda (Perda
Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014):
3-3
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Berdasarkan Perda Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014, rencana pembangunan dan
peningkatan infrastruktur wilayah strategis di kawasan aglomerasi Bandung Raya terdiri atas
17 proyek pembangunan dan peningkatan infrastruktur transportasi jalan dan 5 (lima)
proyek pembangunan infrastruktur transportasi perhubungan yang terdiri atas rencana
pembangunan monorel Bandung Raya, jalur kereta api cepat Jakarta – Bandung – Kertajati
– Cirebon, reaktivasi jalur kereta api Bandung – Tanjungsari dan Bandung – Ciwidey, jalur
ganda dan kereta listrik pada jalur Padalarang – Kiaracondong – Cicalengka, dan
pembangunan lainnya atas dasar kesepakatan Pemda dan/atau Pemkab/ Pemkot.
Saat ini konektivitas antar kawasan aglomerasi Bandung Raya dibagi menjadi 3 (tiga) jalur
utama, yaitu: jalur Bandung – Kabupaten Bandung, jalur Bandung – Cimahi – Kabupaten
Bandung Barat, dan jalur Bandung – Jatinangor (Sumedang). Secara garis besar, pergerakan
dilakukan dengan berbagai moda yang terbagi menjadi moda berbasis jalan (kendaraan
pribadi dan angkutan kota/ bus), dan moda berbasis rel.
3-4
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Adapun setiap kota dan kabupaten di kawasan Aglomerasi Bandung Raya telah mempunyai
perencanaan peningkatan sarana dan prasarana transportasi antara lain:
1. Implementasi pembangunan Sistem Angkutan Umum berbasis Jalan Raya berupa BRT
Aglomerasi dan Jalan Rel berupa LRT dan reaktivasi jaringan KA;
2. Implementasi peningkatan dan pembangunan Infrastruktur Jalan berupa peningkatan
jalan, pembangunan underpass, flyover, dan pembangunan jalan tol;
3. Implementasi pembangunan fasilitas Non-Motorized Transport (NMT) berupa
pembangunan lajur sepeda, bike sharing programme, perbaikan fasilitas pejalan kaki;
4. Implementasi pembangunan Terminal Integrasi Antarmoda berupa pembangunan
Terminal Terpadu Gedebage dan revitalisasi terminal;
5. Implementasi pembangunan Kota Baru dengan konsep Teknopolis.
LRT Kota Bandung dibangun untuk mengatasi kemacetan yang semakin hari kian
bertambah. LRT Kota Bandung direncanakan bergerak pada dua koridor yaitu koridor 1 dan
2. Koridor 1 akan melewati 15 stasiun, berawal dari Stasiun Babakan Siliwangi dan berakhir
di Stasiun Leuwipanjang. Sedangkan koridor 2 akan melewati 16 stasiun, dimulai dari
Stasiun Kebon Kopi, dan berakhir di Sta. Antapani. Berikut adalah trase LRT Kota Bandung.
Kelak, pembangunan LRT ini akan terintegrasi dengan LRT Bandung Raya yang dibangun
dalam mengakomodasi pergerakan antarwilayah dalam aglomerasi. Selain itu, untuk
meningkatkan aksesibilitas menuju Terminal Terpadu Tegalluar dan Walini yang merupakan
hub utama dalam pengembangan kereta api cepat Jakarta – Bandung. Tegalluar merupakan
tujuan terakhir kereta api cepat saat memasuki Bandung. LRT Bandung Raya disiapkan
menjadi moda penghubung menuju pusat kota Bandung.
3-5
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
3-6
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Sejumlah lokasi bakal dikembangkan menjadi TOD (Transit Oriented Development), yakni
Babakan Siliwangi, Leuwipanjang, Cimindi, serta Gedebage.
3-7
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Terkait usulan trase, di dalam kota Bandung terdapat tiga usulan trase:
3-8
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
difokuskan pada peningkatan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Sementara untuk
wilayah-wilayah lainnya, pengembangan sistem transportasi dimaksudkan sebagai pemicu
untuk membangkitkan pergerakan.
Perencanaan arah pengembangan jaringan transportasi harus dilakukan dengan baik dan
komprehensif. Yang dimaksud dengan pengembangan jaringan di sini adalah
pengembangan jaringan infrastruktur maupun pelayanan transportasi. Untuk itu
perencanaan arah pengembangan harus dilakukan dengan sistematis. Untuk mencapai hal
itu, di bawah ini disampaikan beberapa hal yang harus menjadi acuan bagi pengembangan
jaringan transportasi antara lain:
Kebijakan tingkat kota dalam mengatur tata ruang meliputi kebijakan dan strategi
pengembangan struktur ruang dan pola ruang di Kota Bandung.
3-9
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
3-10
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Dishub Provinsi menyatakan pada rencana pengembangan Trans Metro Bandung sudah
direncanakan hingga ke kawasan aglomerasi. Saat ini sudah ada trayek AKDP yang melintas
hingga Kawasan Aglomerasi yaitu Jatinangor (Kabupaten Sumedang) dan Situ Ciburuy
(Kabupaten Bandung Barat). Untuk rute bus Trans Metro Bandung yang akan mengalami
perpanjangan adalah Rute Koridor 1 Cibeureum – Cibiru yang akan diperpanjang hingga
Jatinangor. Berikut adalah rencana pengembangan 13 koridor Trans Metro Bandung.
Secara umum pemerintah Kota Bandung mendukung pengembangan sistem transit ini.
Pada tahun 2015, koridor pengembangan prioritas di Koridor 3 (Cicaheum – Sarijadi) telah
diimplementasikan, pemerintah Kota Bandung sudah menyediakan halte yang diambil dari
dana APBD Kota Bandung.
3-11
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Saat ini terdapat dua terminal utama di Kota Bandung yaitu Terminal Cicaheum dan Terminal
Leuwipanjang. Keduanya saat ini berstatus sebagai Terminal Tipe A. Jalan akses menuju
kedua terminal ini secara umum dalam kondisi yang tidak ideal. Di depan terminal Cicaheum
dan Leuwipanjang banyak terdapat PKL, angkutan kota yang ‘mengetem’, dan taksi. Hal ini
yang membuat kondisi jalan akses menuju terminal menjadi tidak lancar.
Pengembangan terminal di Kota Bandung saat ini berkonsentrasi dalam penataan hirarki
terminal yang ada. Pada perencanaan ke depan, Terminal Leuwipanjang direncanakan untuk
menjadi Terminal Tipe B, sedangkan terminal Cicaheum direncanakan menjadi Terminal Tipe
C. Untuk menggantikan terminal Leuwipanjang akan dibangun Terminal Terpadu Tipe A di
kawasan Gedebage. Terminal ini nantinya akan menjadi pusat pergerakan angkutan kota,
dan berbagai macam moda transportasi.
Ini merupakan upaya untuk membatasi pergerakan lalu lintas ke arah pusat kota yang padat.
Untuk menarik masyarakat menggunakan fasilitas ini, maka disediakan parkir yang murah
dan akses angkutan umum yang mudah.
Saat ini rencana yang terdekat adalah untuk mengembangkan konsep park and ride di
kawasan Gelap Nyawang. Rencananya akan dibuat gedung parkir di kawasan tersebut yang
dihubungkan dengan rencana skywalk antara kawasan Gelap Nyawang dengan Cihampelas
Walk.
Dengan adanya parkir dan skywalk ini diharapkan nantinya pengunjung yang akan menuju
Cihampelas Walk dapat parkir di Kawasan Gelap Nyawang dan tidak perlu membawa
kendaraan ke kawasan Cihampelas Walk.
3-12
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
3-13
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Pada Terminal Terpadu Gedebage direncanakan akan menjadi Terminal Tipe A, tempat
pertemuan beberapa angkutan utama seperti:
a. Heavy Rail
b. Monorail
c. BRT
d. AKDP
e. AKAP
f. Angkutan kota
Terdapat beberapa rencana pengembangan jalan tol Kota Bandung yaitu: pintu gerbang
keluar Tol Gedebage dan pengembangan Bandung Inner Urban Toll Road. Menghubungkan
kawasan Gedebage dengan Ujung Berung di Kota Bandung.
Berikut gambaran rencana pengembangan jalan tol di Kota Bandung dan sekitarnya.
Bandung Inner Urban Toll Road (BIUTR) dalam tahapan pembebasan lahan. Karena
pembebasan lahan yang membutuhkan biaya yang sangat besar, prioritas pengembangan
jalan tol dalam Kota Bandung yang akan dikembangkan adalah gerbang pintu keluar Tol
Gedebage dimulai dari Km 149. Tahap saat ini sudah memulai pembangunan di Km 149
Jalan Tol Padaleunyi. Nantinya jalan tol ini akan tersambung hingga Ujung Berung.
3-14
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Kawasan teknopolis merupakan gabungan dari berbagai pemanfaatan ruang dalam deliniasi
yang cukup besar. Kawasan tersebut terbagi menjadi dua yaitu kawasan inti/ core dan
kawasan penunjang. Kawasan inti akan diisi dengan kegiatan utama dari teknopolis, yang
akan dijelaskan pada deskripsi berikutnya, sedangkan kawasan penunjang diisi dengan
kegiatan pendukung teknopolis. Merujuk kepada pola pemanfaatan ruang SWK Gedebage,
berikut ini deliniasi dan rencana pola ruang dari kawasan teknopolis.
Dalam rencana pemanfaatan ruang kawasan, studi ini menggunakan draft RDTR SWK
Gedebage versi November 2014.
3-15
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 8 Deliniasi Kawasan Teknopolis Dalam Rancangan RDTR SWK Gedebage
Adapun pengembangan kawasan Teknopolis merujuk pada tujuannya akan terdiri atas 3
(tiga) tahap yang masing-masing tahap berlangsung selama 5 tahun. Ketiga tahap tersebut
adalah:
1. Tahap Reposisi
Merupakan tahap persiapan Kawasan Teknopolis yaitu menganalisis dampak
pembangunan terhadap kawasan di sekitarnya, sehingga Teknopolis Gedebage dapat
menjadi instrumen yang tepat guna dalam mencapai tujuan pembangunan Kota
Bandung. Terdapat penguatan linkage Kawasan Teknopolis Gedebage dengan
kawasan di sekitarnya serta fungsi guna lahan yang berfokus pada penciptaan dan
pengembangan penelitian (R&D) dan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan
pengembangan teknologi tinggi (high tech).
3-16
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
2. Tahap Restrukturisasi
Merestrukturkan kembali posisi teknopolis dalam merespon tujuan pembangunan
Kota Bandung khususnya dalam pengembangan pusat baru ke wilayah timur.
Diharapkan berbagai penelitian dasar yang sudah berjalan pada tahap reposisi
menjadi tawaran investasi yang menarik bagi pengusaha swasta.
Kegiatan penelitian dan pendidikan yang telah berjalan menghasilkan spin offs untuk
pengembangan industri dan kegiatan komersial, sehingga mengubah kawasan
tersebut menjadi multifungsi dengan menghubungkan kegiatan R&D ke arah
komersialisasi melalui inkubator teknologi bisnis. Peran pemerintah Kota Bandung
dalam hal ini mengawasi proses industrialisasi dan komersialisasi agar tidak
menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar serta menjadi agen inovasi
melalui keterlibatannya dalam lembaga-lembaga penelitian.
3. Tahap Reformulasi
Tahap ini memformulasikan lebih lanjutan peran teknopolis dalam percepatan
ekonomi Kota Bandung. Pada tahap ini konsentrasi pengembangan teknopolis
diarahkan pada teknologi sebagai basis pengembangan ekonomi kota yang didukung
oleh berbagai lembaga R&D, industri dan universitas (sistem produksi, manajemen,
dan komersialisasi) yang akan mendukung peran pemerintah Kota Bandung.
Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 9 Tahapan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage berdasarkan Tujuannya
3-17
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 10 Tahap 1 Pembangunan Sarana Prasarana Kawasan Teknopolis Gedebage
3-18
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 11 Tahap 2 Pembangunan Sarana Prasarana Kawasan Teknopolis Gedebage
3-19
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 12 Tahap 3 Pembangunan Sarana Prasarana Kawasan Teknopolis Gedebage
a. Ruas Tol KM 149 ROW 40 dengan panjang 4 km dari intersection Tol Purbalenyi ke
kawasan inti Teknopolis Gedebage;
b. Jalan arteri sekunder ROW 24 ke zona bussiness core;
3-20
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
(a) Jaringan Jalan Berdasarkan RDTR (b) Jaringan Jalan Menurut AECOM
Sumber: RDTR Kota Bandung Sumber: Aecom, 2015
Gambar 3. 13 Jaringan Jalan di Kawasan Teknopolis Gedebage
Dengan berpedoman pada ketentuan hierarki jalan dalam peraturan tentang jalan, maka
usulan hierarki jaringan jalan primer di kawasan Gedebage adalah seperti yang terlihat
dalam Gambar 3.13, dimana jalan arteri primer yang diusulkan merupakan ruas-ruas jalan
menghubungkan PKN Cirebon, PKN Jabodetabek, PKW Kadipaten, PKW Cikampek, PKW
Tasikmalaya, PKW Pangandaran, PKW Sukabumi, PKW Pelabuhan Ratu, dan ruas jalan tol
yang menghubungkan PKL Garut di sebelah selatan Gedebage. Dan untuk ruas jalan non-tol
yang menghubungkan PKL Garut diusulkan menjadi ruas jalan kolektor primer. Sedangkan
usulan hierarki jaringan jalan sekunder di dalam kawasan Gedebage mengacu pada hasil
analisis hubungan antarkawasan dalam wilayah Gedebage.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam penetapan hirarki jaringan jalan di dalam kawasan
Teknopolis Gedebage, yakni:
1. Penetapan hirarki jaringan jalan primer merupakan patokan awal dalam menetapkan
jaringan jalan sekunder. Jaringan jalan primer ditetapkan berdasarkan fungsi ruas
jalan menghubungkan antar PKN dan atau PKW, merupakan jalan akses tol yang
3-21
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat
menghubungkan Gerbang Tol Gedebage dengan Jalan Soekarno Hatta sebagai jalan
arteri primer, serta jalan Gedebage eksisting dari rencana Terminal Terpadu Gedebage
ke arah Majalaya sebagai jalan kolektor primer;
2. Penetapan rute jaringan jalan arteri sekunder yang menghubungkan PPK Gedebage
dengan SPK Derwati dan SPK Kordon diupayakan melalui lokasi SUS Gedebage dan
rencana PLTSa Gedebage, karena kedua lokasi tersebut (meskipun berada di luar
kawasan PPK Gedebage), namun memiliki skala pelayanan kawasan yang besar (skala
seluruh kota Bandung, populasi pendukung lebih dari 1 juta jiwa) sehingga layak
disebut sebagai KS I dan harus dihubungkan dengan jalan arteri sekunder;
3. Penetapan rute jaringan jalan arteri sekunder yang menghubungkan SPK Derwati
dengan SPK Arcamanik dan SPK Ujung Berung diupayakan melalui CBD dan pusat
kegiatan komersil PPK Gedebage yang memiliki skala pelayanan seluruh wilayah
Bandung (populasi pendukung lebih dari 1 juta jiwa) sehingga layak disebut sebagai
KS I dan harus dihubungkan dengan jalan arteri sekunder;
4. Penetapan rute jaringan jalan kolektor sekunder yang berada di sekitar CBD PPK
Gedebage dan pusat kegiatan komersil adalah sebagai jalan akses ke setiap kawasan
komersil yang ada di area CBD;
5. Rute jaringan jalan sekunder yang menghubungkan ruas jalan Soekarno-Hatta dengan
ruas jalan Gedebage adalah sebagai jalan penghubung untuk menuju SPK Derwati
ataupun menuju PKL Garut/ KHII Majalaya;
6. Kawasan perumahan yang dikembangkan di dalam PPK Gedebage cukup diakses
dengan jalan lokal sekunder, sekaligus untuk mengurangi gangguan lalu lintas sekitar
terhadap penduduk setempat.
3-22