Anda di halaman 1dari 22

33 REVIEW PERATURAN DAN KEBIJAKAN

3.1 Tinjauan Peraturan

Adapun berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009, analisis dampak lalu lintas adalah suatu kajian
yang menilai tentang efek-efek yang ditimbulkan oleh lalu lintas yang terbangkitkan oleh
suatu pembangunan pusat kegiatan dan/ atau pengembangan kawasan baru pada suatu
ruas jalan. Studi andalalin meliputi kajian terhadap jaringan jalan di bagian kawasan sampai
dengan jalan di sekitar kawasan pusat kegiatan. Berdasarkan PP No. 32 Tahun 2011 dan
PM No. 75 Tahun 2015, analisis dampak lalu lintas merupakan serangkaian kegiatan kajian
mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur yang dituangkan dalam bentuk dokumen.

Selain itu beberapa pemerintah daerah telah memberlakukan kajian analisis dampak lalu
lintas, di antaranya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat
melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 17 Tahun
1993 tentang Pengendalian Bangkitan dan Tarikan Lalu Lintas. Meskipun belum secara rinci
menjelaskan prosedur tahapan analisis dampak lalu lintas, namun telah menjelaskan jenis
kegiatan atau pembangunan apa saja dan skala minimal berapa yang wajib melakukan
analisis dampak lalu lintas.

Gambar berikut menjelaskan jenis rencana pembangunan dan ukuran minimal dari
bangunan tersebut yang perlu dilakukan kajian analisis dampak lalu lintas terkait dengan
pembangunannya. Untuk Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat termasuk bangunan yang
perlu dilengkapi kajian analisis dampak lalu lintas dalam proses pembangunannya.

Tabel 3. 1 Kriteria Pelaksanaan Analisis Dampak Lalu Lintas


No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
1. Pusat Kegiatan
a. Kegiatan Perdagangan
Pusat perbelanjaan/ ritail 500 m2 luas lantai bangunan
b. Kegiatan Perkantoran 1000 m2 luas lantai bangunan
c. Kegiatan Industri
Industri dan pergudangan 2500 m2 luas lantai bangunan
d. Fasilitas Pendidikan
1) Sekolah/ universitas 500 siswa
2) Lembaga kursus Bangunan dengan 50 siswa/waktu

3-1
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

No. Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal


e. Fasilitas Pelayanan Umum
1) Rumah sakit 50 tempat tidur
2) Klinik bersama 10 ruang praktik dokter
3) Bank 500 m2 luas lantai bangunan
f. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum 1 dispenser
g. Hotel 50 kamar
h. Gedung Pertemuan 500 m2 luas lantai bangunan
i. Restoran 100 tempat duduk
j. Fasilitas olah raga (indoor atau outdoor) Kapasitas penonton 100 orang dan/
atau luas 10.000 m2
k. Bengkel kendaraan bermotor 2000 m2 luas lantai bangunan
l. Pencucian mobil 2000 m2 luas lantai bangunan

2. Permukiman
a. Perumahan dan Permukiman
1) Perumahan sederhana 150 unit
2) Perumahan menengah-atas 50 unit
b. Rumah Susun dan Apartemen
1) Rumah susun sederhana 100 unit
2) Apartemen 50 unit
c. Asrama 50 kamar
d. Ruko Luas lantai keseluruhan 2000 m2

Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu
Lintas

3.2 Pengembangan Transportasi Bandung Raya

Sejak ditetapkannya Bandung Raya sebagai Kawasan Strategis Nasional dalam Perpres
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota
Bandung Raya dan wilayah di sekitarnya mulai mengoptimalkan keunggulan-keunggulan di
masing-masing wilayah. Aglomerasi Bandung Raya harus mampu memadukan fungsi
ekonomi dan sosial melalui tiga jaringan: (1) jaringan fisik seperti transportasi dan
komunikasi; (2) jaringan ekonomi seperti keterhubungan produksi, pola interaksi pasar,
aliran kapital, barang, dan jasa; dan (3) jaringan administrasi. Dari sudut pandang ekonomi
spasial, aglomerasi Bandung Raya merupakan pusat produksi dan arus distribusi
perdagangan dari Jawa Barat Bagian Barat ke Jawa Barat Bagian Selatan. Kota Bandung
merupakan pusat destinasi ekonomi yang kemudian terdistribusi ke wilayah sekitarnya.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014, pengembangan
transportasi Kawasan Aglomerasi Bandung Raya diarahkan dalam mendukung arah

3-2
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

pengembangan metropolitan modern berbasis wisata perkotaan, industri kreatif, dan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). Dalam program percepatan konektivitas daerah
dalam kawasan aglomerasi, pemerintah provinsi Jawa Barat telah mengagendakan
pembangunan dan peningkatan infrastruktur transportasi jalan dan perhubungan. Hal ini
dituangkan dalam Rencana Dinamisasi Pengembangan Transportasi dengan agenda (Perda
Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014):

a. Sistem angkutan umum massal yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan untuk


mengakomodasi pergerakan penduduk;
b. Pengembangan lahan multifungsi di setiap simpul transportasi untuk mengakomodasi
kegiatan sektor informal, kegiatan komunitas, festival, Transit Oriented Development
(TOD), dll.
c. Manajemen transportasi yang modern dan efisien;
d. Pengembangan fasilitas transportasi regional: akses jalan raya, jalan tol,
pengembangan bandara, pengembangan jalur kereta api regional, pengembangan
stasiun dan terminal;
e. Peningkatan aksesibilitas ke sekitar Kawasan Aglomerasi Bandung Raya.

Sumber: Penataan Ruang Metropolitan Bandung


Gambar 3. 1 Pola Pergerakan di Kawasan Bandung Raya

3-3
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Berdasarkan Perda Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014, rencana pembangunan dan
peningkatan infrastruktur wilayah strategis di kawasan aglomerasi Bandung Raya terdiri atas
17 proyek pembangunan dan peningkatan infrastruktur transportasi jalan dan 5 (lima)
proyek pembangunan infrastruktur transportasi perhubungan yang terdiri atas rencana
pembangunan monorel Bandung Raya, jalur kereta api cepat Jakarta – Bandung – Kertajati
– Cirebon, reaktivasi jalur kereta api Bandung – Tanjungsari dan Bandung – Ciwidey, jalur
ganda dan kereta listrik pada jalur Padalarang – Kiaracondong – Cicalengka, dan
pembangunan lainnya atas dasar kesepakatan Pemda dan/atau Pemkab/ Pemkot.

Saat ini konektivitas antar kawasan aglomerasi Bandung Raya dibagi menjadi 3 (tiga) jalur
utama, yaitu: jalur Bandung – Kabupaten Bandung, jalur Bandung – Cimahi – Kabupaten
Bandung Barat, dan jalur Bandung – Jatinangor (Sumedang). Secara garis besar, pergerakan
dilakukan dengan berbagai moda yang terbagi menjadi moda berbasis jalan (kendaraan
pribadi dan angkutan kota/ bus), dan moda berbasis rel.

Tabel 3. 2 Pola Pergerakan di Kawasan Bandung Raya


Jalur Sarana dan Prasarana yang Melayani
1. Jalur Bandung – Kabupaten Bandung a. Terdiri atas simpul Soreang, Banjaran,
Ciparay, Majalaya, dan Cicalengka;
b. Pola perjalanan penumpang dari timur ke
barat dan utara ke selatan;
c. Angkutan kota berupa paratransit dengan
jumlah armada banyak;
d. Tidak ada bus sedang/ besar yang melayani;
e. Geometri jalan utama mayoritas 2 UD.
2. Jalur Bandung – Cimahi - Kabupaten a. Terdiri atas simpul Ngamprah, Lembang,
Bandung Barat dan Cimahi
b. Sudah ada bus sedang/ besar yang
melayani;
c. Sudah ada layanan Kereta Api Diesel yang
melayani rute Bandung – Padalarang;
d. Akses menuju pusat kegiatan Lembang
tidak terlalu baik (hanya ada satu jalan
akses utama) dengan geometri yang tidak
memadai (2 UD), terdapat angkutan umum;
e. Terdapat beberapa jalan alternatif namun
tidak layak secara geometri, dan tidak
dilayani angkutan umum.
3. Jalur Bandung – Jatinangor (Sumedang) a. Pergerakan Bandung – Jatinangor cukup
tinggi;
b. Terdapat banyak pilihan moda (road base)
untuk pulang pergi Bandung – Jatinangor:
 Bus Damri
 Travel
 Angkutan kota
 Kendaraan pribadi

Sumber: GIZ, Analisis Kawasan Aglomerasi Bandung Raya, 2015

3-4
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Adapun setiap kota dan kabupaten di kawasan Aglomerasi Bandung Raya telah mempunyai
perencanaan peningkatan sarana dan prasarana transportasi antara lain:

1. Implementasi pembangunan Sistem Angkutan Umum berbasis Jalan Raya berupa BRT
Aglomerasi dan Jalan Rel berupa LRT dan reaktivasi jaringan KA;
2. Implementasi peningkatan dan pembangunan Infrastruktur Jalan berupa peningkatan
jalan, pembangunan underpass, flyover, dan pembangunan jalan tol;
3. Implementasi pembangunan fasilitas Non-Motorized Transport (NMT) berupa
pembangunan lajur sepeda, bike sharing programme, perbaikan fasilitas pejalan kaki;
4. Implementasi pembangunan Terminal Integrasi Antarmoda berupa pembangunan
Terminal Terpadu Gedebage dan revitalisasi terminal;
5. Implementasi pembangunan Kota Baru dengan konsep Teknopolis.

3.2.1 Pengembangan LRT Bandung Raya

LRT Kota Bandung dibangun untuk mengatasi kemacetan yang semakin hari kian
bertambah. LRT Kota Bandung direncanakan bergerak pada dua koridor yaitu koridor 1 dan
2. Koridor 1 akan melewati 15 stasiun, berawal dari Stasiun Babakan Siliwangi dan berakhir
di Stasiun Leuwipanjang. Sedangkan koridor 2 akan melewati 16 stasiun, dimulai dari
Stasiun Kebon Kopi, dan berakhir di Sta. Antapani. Berikut adalah trase LRT Kota Bandung.

Kelak, pembangunan LRT ini akan terintegrasi dengan LRT Bandung Raya yang dibangun
dalam mengakomodasi pergerakan antarwilayah dalam aglomerasi. Selain itu, untuk
meningkatkan aksesibilitas menuju Terminal Terpadu Tegalluar dan Walini yang merupakan
hub utama dalam pengembangan kereta api cepat Jakarta – Bandung. Tegalluar merupakan
tujuan terakhir kereta api cepat saat memasuki Bandung. LRT Bandung Raya disiapkan
menjadi moda penghubung menuju pusat kota Bandung.

3-5
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Gambar 3. 2 Trase Rencana LRT Kota Bandung

Adapun rencana trase LRT disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. 3 Rencana Pengembangan LRT


No. Koridor Panjang Trayek
(km)
1 Leuwi Panjang - Gedebage - Jatinangor 25
2 Leuwi Panjang – Cimahi – Padalarang – Walini 42
3 Leuwi Panjang – Soreang 25
4 Babakan Siliwangi – Leuwi Panjang 15
5 Cimindi – Gedebage 20

3-6
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

No. Koridor Panjang Trayek


(km)
6 Martadinata – Banjaran 30
7 Gedebage – Tegal Luar – Majalaya 35
8 Babakan Siliwangi – Lembang - Maribaya 25

Sejumlah lokasi bakal dikembangkan menjadi TOD (Transit Oriented Development), yakni
Babakan Siliwangi, Leuwipanjang, Cimindi, serta Gedebage.

Gambar 3. 3 Rencana Pengembangan LRT Bandung Raya

3.2.2 Pengembangan High Speed Train Jakarta - Bandung

Terdapat perencanaan pengembangan High Speed Train dari Jakarta – Bandung.


Perencanaan ini melibatkan JICA sebagai penggagas pada tahun 2000 dan berubah pada
tahun 2015 ketika Cina juga melakukan pengajuan proposal. Pada awalnya pengembangan
High Speed Train direncanakan mencapai 144 km, dari Jakarta hingga Stasiun Gedebage di
Bandung. Selanjutnya ditetapkan pemenang yaitu konsorsium BUMN dengan perusahaan
Cina dengan membentuk PT. KCIC (Kereta Api Cepat Indonesia Cina) yang mempunyai
stasiun awal di Bandara Halim (Jakarta Timur) dan stasiun akhir di Kawasan Tegal Luar
(Kabupaten Bandung). Konstruksi telah berjalan sejak Presiden Joko Widodo melakukan
ground breaking pada 21 Januari 2016 pada kawasan Walini.

3-7
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Sumber: Kompas, 2015


Gambar 3. 4 Rencana Trase Pengembangan High Speed Train (usulan)

Terkait usulan trase, di dalam kota Bandung terdapat tiga usulan trase:

a. Trase menyusuri jaringan rel saat ini dengan track elevated;


b. Trase menyusuri jaringan rel saat ini dengan track underground;
c. Trase menyusuri jalan nasional Soekarno Hatta dengan track elevated.

3.3 Pengembangan Transportasi Kota Bandung

Pengembangan sistem transportasi di Kota Bandung dilakukan sejalan dengan


perencanaan sistem transportasi pada umumnya di Indonesia. Sebagai wilayah yang
berkembang, pengembangan sistem transportasi di wilayah Kota Bandung ini dibedakan
atas dua konsep dasar perencanaan yaitu pemenuhan kebutuhan pergerakan dan
pembangkit pergerakan.

Pengembangan sistem transportasi untuk pemenuhan kebutuhan pergerakan dimaksudkan


untuk mengakomodir kebutuhan pergerakan khususnya pada wilayah-wilayah yang telah
berkembang yang dibagi menjadi 2 (dua) pusat dan 8 (delapan) sub pusat. Pusat 1 tetap di
Alun-alun dan sekitarnya, pusat 2 adalah daerah Gedebage dan sekitarnya dengan 8
(delapan) sub pusat yaitu Setra Sari Mall, Andir, Caringin, Cicaheum, Kiaracondong, Kordon,
Ujung Berung, dan Sadang Serang. Pengembangan sistem transportasi pada wilayah ini

3-8
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

difokuskan pada peningkatan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Sementara untuk
wilayah-wilayah lainnya, pengembangan sistem transportasi dimaksudkan sebagai pemicu
untuk membangkitkan pergerakan.

Perencanaan arah pengembangan jaringan transportasi harus dilakukan dengan baik dan
komprehensif. Yang dimaksud dengan pengembangan jaringan di sini adalah
pengembangan jaringan infrastruktur maupun pelayanan transportasi. Untuk itu
perencanaan arah pengembangan harus dilakukan dengan sistematis. Untuk mencapai hal
itu, di bawah ini disampaikan beberapa hal yang harus menjadi acuan bagi pengembangan
jaringan transportasi antara lain:

1. Mendukung perkembangan dan pengembangan wilayah;


2. Mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan industri;
3. Mendukung pertumbuhan produksi wilayah, pertanian; perkebunan dan kehutanan;
4. Menstimulasi kawasan kurang berkembang;
5. Integrasi antarwilayah (kecamatan) secara terpadu.

Kebijakan tingkat kota dalam mengatur tata ruang meliputi kebijakan dan strategi
pengembangan struktur ruang dan pola ruang di Kota Bandung.

Tabel 3. 4 Kebijakan dan Strategi Kota Bandung dalam RPJMD


Kebijakan Pengembangan Struktur dan Pola
Strategi
Ruang
1. Perwujudan pusat-pusat pelayanan kota a. Mengembangkan 2 (dua) Pusat
yang efektif dan efisien dalam menunjang Pertumbuhan Kawasan (PPK) untuk
perkembangan fungsi kota sebagai kota wilayah Bandung Barat dan wilayah
perdagangan dan jasa yang didukung Bandung Timur;
industri kreatif dalam lingkup Kawasan b. Membagi kota menjadi 8 (delapan) Sub
Perkotaan Cekungan Bandung, Provinsi Wilayah Kota (SWK), masing-masing
Jawa Barat dan Nasional; dilayani oleh 1 (satu) Sub Pusat Kota
(SPK);
c. Mengembangkan pusat-pusat pelayanan
lingkungan secara merata;
d. Menyediakan fasilitas yang memadai pada
tiap pusat pelayanan sesuai skala
pelayanannya; dan
e. Menyerasikan sebaran fungsi kegiatan
pusat-pusat pelayanan dengan fungsi dan
kapasitas jaringan jalan.
2. Pengembangan dan peningkatan kualitas a. Membuka peluang investasi dan
pelayanan sarana dan prasarana kemitraan bagi sektor privat dan
transportasi berbasis transportasi publik masyarakat dalam menyediakan
yang terpadu dan terkendali; dan prasarana dan sarana transportasi;
b. Mengawasi fungsi dan hirarki jalan;
c. Meningkatkan kapasitas jaringan jalan
melalui pembangunan dan pelebaran
jalan, manajemen dan rekayasa lalu lintas
serta menghilangkan gangguan sisi jalan;

3-9
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Kebijakan Pengembangan Struktur dan Pola


Strategi
Ruang
d. Memprioritaskan pengembangan sistem
angkutan umum massal yang terpadu;
e. Menyediakan fasilitas parkir yang
memadai dan terpadu dengan pusat-pusat
kegiatan;
f. Mengembangkan sistem terminal dalam
kota serta membangun terminal di batas
kota dengan menetapkan lokasi yang
dikoordinasikan dengan daerah yang
berbatasan;
g. Mengoptimalkan pengendalian dan
penyelenggaraan sistem transportasi kota.
3. Optimalisasi pembangunan wilayah a. Mengembangkan pola ruang kota yang
terbangun; kompak, intensif dan hijau, serta
berorientasi pada pola jaringan
transportasi;
b. Mendorong dan memprioritaskan
pengembangan ke Bandung bagian timur
yang terdiri atas SWK Arcamanik, SWK
Ujung Berung, SWK Kordon, dan SWK
Gedebage;
c. Mengendalikan bagian barat kota yang
telah berkembang pesat dengan
kepadatan relatif tinggi, yang terdiri atas
SWK Bojonagara, SWK Cibeunying, SWK
Tegallega, dan SWK Karees;
d. Membatasi pembangunan di Kawasan
Bandung Utara yang berada di luar
kawasan yang ditetapkan sebagai
kawasan berfungsi lindung bagi kawasan
bawahannya;
e. Mempertahankan fungsi dan menata
Ruang Terbuka Non-Hijau (RTNH); dan
f. Menata, mengendalikan dan mewajibkan
penyediaan lahan dan fasilitas parkir yang
memadai bagi kegiatan pada kawasan
peruntukan lainnya.

3.3.1 Pengembangan Trans Metro Bandung

Pada pengembangannya, Trans Metro Bandung akan dikembangkan menjadi 13 koridor.


Berikut adalah daftar pengembangan koridor Trans Metro Bandung.

Tabel 3. 5 Rencana Pengembangan Trayek Trans Metro Bandung


No. Rute Koridor Keterangan
1 Elang (Cibeureum) – Soekarno Hatta – Cibiru Sudah beroperasi
2 Cibeureum – Cicaheum Sudah beroperasi
3 Cicaheum – Sarijadi Belum beroperasi
4 Banjaran – Gedebage – ST Hall (Trayek Perbatasan) Belum beroperasi
5 Padalarang – Cimahi – Elang – ST Hall (Trayek Perbatasan) Belum beroperasi

3-10
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

No. Rute Koridor Keterangan


6 Antapani – Laswi – ST Hall Belum beroperasi
7 Antapani – Laswi – Lingkar Selatan Belum beroperasi
8 Padalarang – Tol – Terusan Pasteur – Pasteur – Wastu Kencana - ST Belum beroperasi
Hall (Trayek Perbatasan)
9 Soreang – Kopo – Leuwipanjang - ST Hall (Trayek Perbatasan) Belum beroperasi
10 Cibaduyut – Tegallega – ST Hall Belum beroperasi
11 Ledeng – Gegerkalong – Setiabudi – Cihampelas – ST Hall Belum beroperasi
12 Ujungberung – Cicaheum – Surapati – Dago – ST Hall Belum beroperasi
13 Caringin – Pasir Koja – Kebon Kawung – Pasir Kaliki – Sukajadi - Belum beroperasi
Sarijadi
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2013

Dishub Provinsi menyatakan pada rencana pengembangan Trans Metro Bandung sudah
direncanakan hingga ke kawasan aglomerasi. Saat ini sudah ada trayek AKDP yang melintas
hingga Kawasan Aglomerasi yaitu Jatinangor (Kabupaten Sumedang) dan Situ Ciburuy
(Kabupaten Bandung Barat). Untuk rute bus Trans Metro Bandung yang akan mengalami
perpanjangan adalah Rute Koridor 1 Cibeureum – Cibiru yang akan diperpanjang hingga
Jatinangor. Berikut adalah rencana pengembangan 13 koridor Trans Metro Bandung.

Sumber: Bandung Urban Mobility Project


Gambar 3. 5 Rencana Pengembangan Trayek Trans Metro Bandung

Secara umum pemerintah Kota Bandung mendukung pengembangan sistem transit ini.
Pada tahun 2015, koridor pengembangan prioritas di Koridor 3 (Cicaheum – Sarijadi) telah
diimplementasikan, pemerintah Kota Bandung sudah menyediakan halte yang diambil dari
dana APBD Kota Bandung.

3-11
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

3.3.2 Pengembangan Terminal

Saat ini terdapat dua terminal utama di Kota Bandung yaitu Terminal Cicaheum dan Terminal
Leuwipanjang. Keduanya saat ini berstatus sebagai Terminal Tipe A. Jalan akses menuju
kedua terminal ini secara umum dalam kondisi yang tidak ideal. Di depan terminal Cicaheum
dan Leuwipanjang banyak terdapat PKL, angkutan kota yang ‘mengetem’, dan taksi. Hal ini
yang membuat kondisi jalan akses menuju terminal menjadi tidak lancar.

Pengembangan terminal di Kota Bandung saat ini berkonsentrasi dalam penataan hirarki
terminal yang ada. Pada perencanaan ke depan, Terminal Leuwipanjang direncanakan untuk
menjadi Terminal Tipe B, sedangkan terminal Cicaheum direncanakan menjadi Terminal Tipe
C. Untuk menggantikan terminal Leuwipanjang akan dibangun Terminal Terpadu Tipe A di
kawasan Gedebage. Terminal ini nantinya akan menjadi pusat pergerakan angkutan kota,
dan berbagai macam moda transportasi.

3.3.3 Pengembangan Park and Ride

Ini merupakan upaya untuk membatasi pergerakan lalu lintas ke arah pusat kota yang padat.
Untuk menarik masyarakat menggunakan fasilitas ini, maka disediakan parkir yang murah
dan akses angkutan umum yang mudah.

Saat ini rencana yang terdekat adalah untuk mengembangkan konsep park and ride di
kawasan Gelap Nyawang. Rencananya akan dibuat gedung parkir di kawasan tersebut yang
dihubungkan dengan rencana skywalk antara kawasan Gelap Nyawang dengan Cihampelas
Walk.

Dengan adanya parkir dan skywalk ini diharapkan nantinya pengunjung yang akan menuju
Cihampelas Walk dapat parkir di Kawasan Gelap Nyawang dan tidak perlu membawa
kendaraan ke kawasan Cihampelas Walk.

3-12
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Sumber: Bandung Urban Mobility Project


Gambar 3. 6 Rencana Pengembangan Sky Walk

3.3.4 Pengembangan Terminal Terpadu Gede Bage

Pengembangan terminal terpadu di Gedebage sejalan dengan kebijakan Kota Bandung


untuk menjadikan Gedebage sebagai kawasan pusat kota baru di Kota Bandung. Kawasan
Gedebage ini nantinya akan dikembangkan dengan sistem Transit Oriented Development
dimana pengembangan daerah meliputi pembangunan fasilitas campuran, yang mempunyai
pusat kegiatan di Terminal Terpadu Gedebage. Pada dokumen perencanaan Kota Bandung,
kawasan Gedebage akan menjadi kawasan pertumbuhan dan pusat kota baru. Saat ini fokus
pengembangan dari pemerintah Kota Bandung ada di Kawasan Gedebage.

Konsep pengembangan Terminal Gedebage direncanakan akan mengaplikasikan Transit


Oriented Development (TOD). Transit Oriented Development adalah perumahan dan
komersial area yang didesain untuk memaksimalkan akses angkutan umum, non-motorized
transport, dan fitur lainnya yang mendukung orang untuk menggunakan angkutan umum.
Tipikal TOD mempunyai stasiun kereta api atau bus di tengah, dikelilingi oleh bangunan yang
relatif padat, dan berangsur-angsur menurun. Jarak bangunan dari stasiun antara 400 m
sampai 2,4 km yang merepresentasikan jarak orang mau berjalan kaki (Renne, 2009: VTPI).

3-13
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Pada Terminal Terpadu Gedebage direncanakan akan menjadi Terminal Tipe A, tempat
pertemuan beberapa angkutan utama seperti:

a. Heavy Rail
b. Monorail
c. BRT
d. AKDP
e. AKAP
f. Angkutan kota

Terdapat beberapa rencana pengembangan jalan tol Kota Bandung yaitu: pintu gerbang
keluar Tol Gedebage dan pengembangan Bandung Inner Urban Toll Road. Menghubungkan
kawasan Gedebage dengan Ujung Berung di Kota Bandung.

Berikut gambaran rencana pengembangan jalan tol di Kota Bandung dan sekitarnya.

Gambar 3. 7 Rencana Pengembangan Jalan Tol di Kawasan Bandung Metropolitan

Bandung Inner Urban Toll Road (BIUTR) dalam tahapan pembebasan lahan. Karena
pembebasan lahan yang membutuhkan biaya yang sangat besar, prioritas pengembangan
jalan tol dalam Kota Bandung yang akan dikembangkan adalah gerbang pintu keluar Tol
Gedebage dimulai dari Km 149. Tahap saat ini sudah memulai pembangunan di Km 149
Jalan Tol Padaleunyi. Nantinya jalan tol ini akan tersambung hingga Ujung Berung.

3-14
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

3.4 Kajian Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis


Gedebage

Kajian penyusunan perencanaan pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage yang


disusun oleh Bappeda Kota Bandung, masih menjadi dokumen teori yang dalam
kedudukannya dalam kebijakan hanya mengarahkan bukan menjadi peraturan yang harus
ditaat karena tidak terkandung dalam peraturan daerah. Dokumen ini menjadi kajian yang
merupakan pengklasifikasikan tujuan utama terbentuknya kawasan Teknopolis Gedebage
yang ditunjang dari peraturan nasional, provinsi Jawa Barat hingga Kota Bandung, selain
tugas pemerintah dikaji pula potensi kerjasama terhadap perusahaan yang dapat mengisi
ruang kawasan Teknopolis Gedebage.

Kawasan teknopolis merupakan gabungan dari berbagai pemanfaatan ruang dalam deliniasi
yang cukup besar. Kawasan tersebut terbagi menjadi dua yaitu kawasan inti/ core dan
kawasan penunjang. Kawasan inti akan diisi dengan kegiatan utama dari teknopolis, yang
akan dijelaskan pada deskripsi berikutnya, sedangkan kawasan penunjang diisi dengan
kegiatan pendukung teknopolis. Merujuk kepada pola pemanfaatan ruang SWK Gedebage,
berikut ini deliniasi dan rencana pola ruang dari kawasan teknopolis.

Pengembangan delineasi kawasan teknopolis ini mencakup beberapa kegiatan penunjang


yan mendukung kegiatan teknopolis antara lain kawasan pemerintahan Kota Bandung,
kawasan Transit Oriented Development (TOD), serta kawasan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kawasan Terminal Terpadu Gedebage Bandung. Rencana pemanfaatan
ruang atau zonasi dan ketetapan intensitas ruang Kawasan Teknopolis Gedebage telah
tercantum dalam Dalam Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan
Teknopolis Gedebage Tahun 2014.

Dalam rencana pemanfaatan ruang kawasan, studi ini menggunakan draft RDTR SWK
Gedebage versi November 2014.

3-15
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 8 Deliniasi Kawasan Teknopolis Dalam Rancangan RDTR SWK Gedebage

3.4.1 Tahapan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage

Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage mengacu pada keberadaan teknopolis


sebagai cara untuk menyebar pusat kegiatan Kota Bandung yang ada saat ini ke wilayah
timur. Pada kawasan inti teknopolis Gedebage, terdapat proses kreatif dalam menciptakan
inovasi teknologi yang diturunkan dalam proses dan produk yang memiliki daya saing dan
nilai jual tinggi namun tetap memperhatikan nilai-nilai keberlanjutan pembangunan.

Adapun pengembangan kawasan Teknopolis merujuk pada tujuannya akan terdiri atas 3
(tiga) tahap yang masing-masing tahap berlangsung selama 5 tahun. Ketiga tahap tersebut
adalah:

1. Tahap Reposisi
Merupakan tahap persiapan Kawasan Teknopolis yaitu menganalisis dampak
pembangunan terhadap kawasan di sekitarnya, sehingga Teknopolis Gedebage dapat
menjadi instrumen yang tepat guna dalam mencapai tujuan pembangunan Kota
Bandung. Terdapat penguatan linkage Kawasan Teknopolis Gedebage dengan
kawasan di sekitarnya serta fungsi guna lahan yang berfokus pada penciptaan dan
pengembangan penelitian (R&D) dan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan
pengembangan teknologi tinggi (high tech).

3-16
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

2. Tahap Restrukturisasi
Merestrukturkan kembali posisi teknopolis dalam merespon tujuan pembangunan
Kota Bandung khususnya dalam pengembangan pusat baru ke wilayah timur.
Diharapkan berbagai penelitian dasar yang sudah berjalan pada tahap reposisi
menjadi tawaran investasi yang menarik bagi pengusaha swasta.
Kegiatan penelitian dan pendidikan yang telah berjalan menghasilkan spin offs untuk
pengembangan industri dan kegiatan komersial, sehingga mengubah kawasan
tersebut menjadi multifungsi dengan menghubungkan kegiatan R&D ke arah
komersialisasi melalui inkubator teknologi bisnis. Peran pemerintah Kota Bandung
dalam hal ini mengawasi proses industrialisasi dan komersialisasi agar tidak
menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar serta menjadi agen inovasi
melalui keterlibatannya dalam lembaga-lembaga penelitian.

3. Tahap Reformulasi
Tahap ini memformulasikan lebih lanjutan peran teknopolis dalam percepatan
ekonomi Kota Bandung. Pada tahap ini konsentrasi pengembangan teknopolis
diarahkan pada teknologi sebagai basis pengembangan ekonomi kota yang didukung
oleh berbagai lembaga R&D, industri dan universitas (sistem produksi, manajemen,
dan komersialisasi) yang akan mendukung peran pemerintah Kota Bandung.

Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 9 Tahapan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage berdasarkan Tujuannya

3-17
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 10 Tahap 1 Pembangunan Sarana Prasarana Kawasan Teknopolis Gedebage

3-18
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 11 Tahap 2 Pembangunan Sarana Prasarana Kawasan Teknopolis Gedebage

3-19
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014
Gambar 3. 12 Tahap 3 Pembangunan Sarana Prasarana Kawasan Teknopolis Gedebage

3.4.2 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Kawasan Teknopolis Gedebage

Jaringan jalan merupakan bagian terpenting dalam keberhasilan pengembangan kawasan


Inti Teknopolis Gedebage. Kemudahan akses kawasan menjadi penting, oleh karena itu
dibutuhkan kelas jalan yang beragam. Keberagaman kelas jalan akan membuka akses dari
luar kawasan ataupun mempermudah masyarakat di dalam kawasan untuk saling
berinteraksi dengan ruang yang ada. Terdapatnya jalan kolektor dan sebagai pintu masuk
dari jalan Tol KM 149 dapat mempercepat perkembangan kawasan. Kawasan inti teknopolis
Gedebage akan menjadi kawasan perkotaan baru. Akses dari luar kawasan dapat terlihat
dari kelas jalan. Jalan arteri primer yaitu tol KM 149 dapat menghubungkan langsung
dengan Kota Jakarta, PPK Alun-alun, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang dan
kawasan lainnya yang dapat terakses oleh tol. Konsep pengembangan jaringan jalan di
Kawasan Inti Teknopolis Gedebage adalah terjalinnya sistem jaringan jalan yang
menghubungkan antar zona dalam kawasan dan inti dan luar kawasan Teknopolis
Gedebage. Hat tersebut dapat direalisasikan dengan Terbangunnya sistem jaringan jalan
dalam kawasan Teknopolis Gedebage, di antaranya terbangunnya:

a. Ruas Tol KM 149 ROW 40 dengan panjang 4 km dari intersection Tol Purbalenyi ke
kawasan inti Teknopolis Gedebage;
b. Jalan arteri sekunder ROW 24 ke zona bussiness core;

3-20
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

c. Jalan kolektor primer ROW 15 ke kawasan permukiman; dan


d. Jalan lokal primer ROW 12 dalam kawasan permukiman.

(a) Jaringan Jalan Berdasarkan RDTR (b) Jaringan Jalan Menurut AECOM
Sumber: RDTR Kota Bandung Sumber: Aecom, 2015
Gambar 3. 13 Jaringan Jalan di Kawasan Teknopolis Gedebage

Dengan berpedoman pada ketentuan hierarki jalan dalam peraturan tentang jalan, maka
usulan hierarki jaringan jalan primer di kawasan Gedebage adalah seperti yang terlihat
dalam Gambar 3.13, dimana jalan arteri primer yang diusulkan merupakan ruas-ruas jalan
menghubungkan PKN Cirebon, PKN Jabodetabek, PKW Kadipaten, PKW Cikampek, PKW
Tasikmalaya, PKW Pangandaran, PKW Sukabumi, PKW Pelabuhan Ratu, dan ruas jalan tol
yang menghubungkan PKL Garut di sebelah selatan Gedebage. Dan untuk ruas jalan non-tol
yang menghubungkan PKL Garut diusulkan menjadi ruas jalan kolektor primer. Sedangkan
usulan hierarki jaringan jalan sekunder di dalam kawasan Gedebage mengacu pada hasil
analisis hubungan antarkawasan dalam wilayah Gedebage.

Terdapat beberapa pertimbangan dalam penetapan hirarki jaringan jalan di dalam kawasan
Teknopolis Gedebage, yakni:

1. Penetapan hirarki jaringan jalan primer merupakan patokan awal dalam menetapkan
jaringan jalan sekunder. Jaringan jalan primer ditetapkan berdasarkan fungsi ruas
jalan menghubungkan antar PKN dan atau PKW, merupakan jalan akses tol yang

3-21
Penyusunan Dokumen Andalalin Pembangunan Masjid Raya Jawa Barat

menghubungkan Gerbang Tol Gedebage dengan Jalan Soekarno Hatta sebagai jalan
arteri primer, serta jalan Gedebage eksisting dari rencana Terminal Terpadu Gedebage
ke arah Majalaya sebagai jalan kolektor primer;
2. Penetapan rute jaringan jalan arteri sekunder yang menghubungkan PPK Gedebage
dengan SPK Derwati dan SPK Kordon diupayakan melalui lokasi SUS Gedebage dan
rencana PLTSa Gedebage, karena kedua lokasi tersebut (meskipun berada di luar
kawasan PPK Gedebage), namun memiliki skala pelayanan kawasan yang besar (skala
seluruh kota Bandung, populasi pendukung lebih dari 1 juta jiwa) sehingga layak
disebut sebagai KS I dan harus dihubungkan dengan jalan arteri sekunder;
3. Penetapan rute jaringan jalan arteri sekunder yang menghubungkan SPK Derwati
dengan SPK Arcamanik dan SPK Ujung Berung diupayakan melalui CBD dan pusat
kegiatan komersil PPK Gedebage yang memiliki skala pelayanan seluruh wilayah
Bandung (populasi pendukung lebih dari 1 juta jiwa) sehingga layak disebut sebagai
KS I dan harus dihubungkan dengan jalan arteri sekunder;
4. Penetapan rute jaringan jalan kolektor sekunder yang berada di sekitar CBD PPK
Gedebage dan pusat kegiatan komersil adalah sebagai jalan akses ke setiap kawasan
komersil yang ada di area CBD;
5. Rute jaringan jalan sekunder yang menghubungkan ruas jalan Soekarno-Hatta dengan
ruas jalan Gedebage adalah sebagai jalan penghubung untuk menuju SPK Derwati
ataupun menuju PKL Garut/ KHII Majalaya;
6. Kawasan perumahan yang dikembangkan di dalam PPK Gedebage cukup diakses
dengan jalan lokal sekunder, sekaligus untuk mengurangi gangguan lalu lintas sekitar
terhadap penduduk setempat.

3-22

Anda mungkin juga menyukai