PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi merupakan salah satu aspek pendukung vital dalam perkembangan suatu wilayah atau kota
tertentu. Perkembangan sistem transportasi sering kali secara langsung akan diikuti dengan pertumbuhan
aktivitas orang dan secara cepat akan membentuk pola fungsi lahan. Perkembangan aktivitas pada
dimensi ruang yang berbeda-beda membutuhkan perangkat transportasi yang mampu memfasilitasi
potensi pergerakan yang ada. Sistem transportasi yang baik membutuhkan proses perencanaa yang
matang dengan mempertimbangkan banyak aspek di dalamnya agar sistem transportasi tersebut dapat
beroperasi secara efektif dan efisien. Dalam perkembangannya saat ini, fenomena yang terjadi di
Indonesia adalah ketika laju perkembangan wilayah jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
sistem transportasi yang disediakan. Ketika pertumbuhan pola aktivitas terjadi begitu cepat, tidak
diimbangi dengan pertumbuhan sistem transportasi yaitu infrastruktur transportasi yang pada akhirnya
menyebabkan pergerakan tidak dapat difasilitasi oleh sistem transportasi yang ada. Secara makro dapat
dikatakan bahwa saat ini terjadi ketidakseimbangan antara penyediaan infrastruktur transportasi (supply)
dengan jumlah pergerakan yang terjadi (demand) akibat dari pola aktivitas yang sudah sangat beragam.
Permasalahan tersebut terjadi di wilayah yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini yaitu di Jl.
Dipatiukur, Kota Bandung. Ketika laju perkembangan wilayah Dago yang begitu cepat, dimana terjadi
perubahan fungsi lahan secara signifikan dalam beberapa periode waktu terakhir menyebabkan potensi
pergerakan yang timbul akibat dari perubahan pola aktivitas menjadi sangat tinggi. Ketika wilayah dago
yang difasilitas oleh ruas jalan arteri Ir. H. Juanda memiliki potensi pergerakan yang tinggi terutama pada
hari sabtu dan minggu, jalan-jalan penghubung yang berfungsi sebagai pengumpul potensi pergerakan
tersebut juga mengalami peningkatan potensi pergerakan. Salah satu dari ruas jalan penghubung tersebut
adalah ruas jalan Dipatiukur
Proses perencanaan guna menangani permasalahan transportasi tersebut mutlak dibutuhkan guna
membuat strategi atau usaha-usaha penanganan yang tepat guna dan menimbulkan eksternalitas seminim
mungkin. Dalam makalah ini akan dilakukan analisis perencanaan empat tahap atau yang sering disebut
dengan istilah 4 Step Model guna mengidentifikasi terlebih dahulu unsur-unsur penyebab permasalahan
transportasi yang terjadi di ruas jalan Dipatiukur.
Beberapa masalah yang didapatkan dari hasil observasi dengan melakukan pengamatan dilapangan antara
lain :
a. Potensi pergerakan tinggi yang berasal dari Jl. Ir. H. Juanda yang menyebabkan sebaran
pergerakan bergerak berasal dan menuju jalan-jalan sekitarnya salah satunya adalah Jl.
Dipatiukur.
b. Pertumbuhan pola aktivitas berupa fungsi lahan yang beragam antara lain pendidikan dan
komersil menyebabkan potensi terjadinya bangkitan dan tarikan perjalanan menjadi tinggi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perencanaan Transportasi
Transportasi sebagai suatu proses perpindahan orang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain
dengan menggunakan berbagai moda atau alat angkut. Transportasi sebagai satu kesatuan elemen yang
tidak dapat dipisahkan dari sistem aktivitas dan sistem pergerakan. Adanya pergerakan orang dan barang
Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung)
yang berpindah perlu difasilitasi dengan suatu sistem pelayanan yang memiliki karakteristik dan pola
tertentu
Gambar 2.1
relations) Antara
Adanya keterkaitan hubungan antara sistem transportasi dengan sistem aktivitas dan sistem kegiatan
(Manheim, 1979), maka perlu adanya intervensi manusia dalam proses perencanaan transportasi yang
dapat berupa pilihan teknologi yang digunakan, sistem jaringan (network), link, pilihan sarana transportasi
(vehicle), sistem operasional dan kelembagaan. Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perencanaan kota atau perencanaan daerah. Perencanaan dapat didefinisikan sebagai
suatu proses menerus yang dilakukan secara bersama untuk memilih berbagai alternatif untuk mencapai
tujuan tertentu pada masa mendatang dengan menggunakan sumber daya yang ada. Perencanaan
transportasi merupakan proses yang dinamis dan harus tanggap terhadap perubahan tata guna lahan,
keadaan ekonomi dan pola arus lalu lintas.
untuk memilih berbagai laternatif untuk mencapai tujuan tertentu pada masa mendatang dengan
menggunakan sumber daya yang ada. Perencanaan transportasi merupakan proses yang dinamis dan harus
tanggap terhadap perubahan tat guna lahan, keadaan ekonomi dan pola arus lalu lintas. Perencanaan
transportasi dipengaruhi secara langsung oleh ada tidaknya pengawasan atas pola dan sisitem kegiatan
manusia, yang biasanya dicerminkan dengan pola tata guna lahan. Konsep perencanaan transportasi yang
Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung)
paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap ( Four Stape Transport Model), yang
terdiri dari:
a. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)
b. Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)
c. Pemilihan Moda (Modal choice / modal Split)
d. Pembebanan lalu lintas (Trip assigment)
Terdapat tahapan yang saling terkait yaitu:
a. Membagi daerah studi yang akan di hitung kebutuhan perjalanan di masa yang akan datang menjadi
zona-zona studi yang mewakilindan secara akurat dinyatakan dengan beberapa variabel (zoning)
Menghitung jumlah bangkitan/ tarikan trip (perjalanan) dari/ke suatu zona (zona2). Tahap ini
disebut Trip Generation Analisys
Menghitung distribusi perjalanan yang disusun dalam Matriks Asal tujuan (MAT) ini adalah Trip
Distribution Analysis
Alokasikan berbagai perjalanan dalam sistem transportasi yang ada tahap ini adalah Modal
Choice Analysis
Identifikasikan/ bebankan pada jalur/ rute tertentu di setiap sistem transportasi yang akan dipilih
oleh pejalan. Tahap Trip Assigment Analysis
LANDUSE SCENARIO
TRIP GENERATION
TRIP DISTRIBUTION
MODAL SPLIT
TRAFFIC ASSIGMENT
yang bertujuan
menghasilkan model hubungan yang mengkaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan
yang menuju suatu zona (trip production) atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona (trip
attraction). Zona asal dan tujuan pergerakan biasanya juga menggunakan istilah trip end.
Tahapan ini biasanya menggunakan data berbasis zona untuk memodel besarnya pergerakan yang terjadi
(trip production dan trip attraction), misalnya tata guna lahan, kepemilikan kendaraan (vehicle ownership
number), populasi, jumlah pekerja, kepadatan penduduk, pendapatan dan moda transportasi yang
digunakan. Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan,
orang atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya kendaraan/ jam
Metode yang digunakan dalam bangkitan yaitu:
1. Metode Faktor Pertumbuhan (Growth Factor)
Metode faktor pertumbuhan memiliki karakteristik yang sangat simpel, membutuhkan data tahun
dasar dan faktor inpasi yang dapat diandalkan untuk semua zona
Rumus :
Ti = Fi x ti
Dimana : Ti = Perkiraan Jumlah Trip ( trip production dan trip attraction)
Fi = Faktor Pertumbuhan
Ti = Jmlah trip eksisiting (trip production dan trip attraction)
2. Metode rata- rata perjalanan (Trip Rate Method)
Metode trip rate merupakan metode yang sederhana juga dengan asumsi trip rates konstan
sepanjang tahun dan mengabaikan perubahan pada pembangkit pergerakan dan perubahan
kebijaksanaan. Model yang populer adalah cross classification atau category analysis.
Rumus :
Pi = Tc x Hc
Dimana:
Pi
Tc
Hc
Adapun tahapan atau prosedur yang harus dilakukan untuk memperoleh jumlah bangkitan
pergerakan dengan menggunakan cross classification atau category analysis adalah sebagai
berikut:
Pilih parameter terkait (contoh: ukuran rumah tangga, kepemilikan kendaraan, income).
Pada kasus ini dipilih parameter ukuran rumah tangga.
Tentukan nilai kritis masing-masing parameter. Pada kasus ini ditentukan nilai kritisnya
yaitu 2 struktur rumah tangga (household), 3 kepemilikan kendaraan (ownership car), 3
tingkat pendapatan (income level), sehingga matrix cross classification adalah 2x3x3 = 18
kategori.
Prediksi jumlah rumah tangga pada setiap sel untuk masing-masing zona.
Kalikan dengan trip rate pada sel yang berkesesuaian lalu jumlahkan seluruh hasilnya
sehingga diperoleh total trips
Tabel 2.1 .Analisis Kategori Tingkat Pergerakan Untuk 18 Kategori Berdasarkan 3 Peubah
(Household, Ownership Car, Income Level)
Vehicle
Ownership
0
1
2
Household
Size
3
4
3
4
3
4
Low
3,4
4,9
5,2
6,9
5,8
7,2
Income Level
Medium
3,7
5,0
7,3
8,3
8,1
11,8
High
3,8
5,1
8,0
10,2
10,0
12,9
Model ke-3 yang digunakan untuk memperoleh bangkitan perjalanan adalah dengan
menggunakan metode analisis regresi yang merupakan suatu model statistik untuk
menunjukkan/menggambarkan
Dimana : Y
X1
: Jumlah populasi
X2
X3
X4
Model regresi diasumsikan tetap dengan indikator variabel yang berpengaruh adalah jumlah
populasi, jumlah rumah tangga, jumlah kepemilikan kendaraan, jumlah rata-rata pendapatan. Dari
bentuk model persamaan regresi, adapt diketahui jumlah bangkitan pergerakan yang dihasilkan
pada masa sekarang dan dapat diketahui pula jumlah bangkitan pergerakan pada masa yang akan
datang (tahun rencana).
1.
Meto
de
Analo
gi,
1.
Wawa
yaitu:
ncara
.
Tanpa
di
tepi
Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur,
Bandung)
Batas
jalan
an
2.
Wawa
(Sera
berdasar
di
.
Deng
kan
ruma
an 1
informasi
hBatas
Meto
arus
lalu 3.
Metod
an
de
lintas,
e(bang
Met
Lang
yaitu:
meng
kitan
ode
sung
1.
Esti
gunak
atau
Kon
mas
an
tarika
Meto
vens
i
bende
n)
Meto
deMat
ional
ra
Meto
.
Deng
de
Tida
riks 4.
Metod
de
an 2
MAT
kEntr
eBatas
foto
Tida
Lang
opi
udara
k
an
sung
Mak 5.
Metod
Konv
sim
e
ensi
Average
um
onal
- mengi
Fratar
(EM
- kuti
EM)
mobil
Detroit
2.
Mod
Gambar. 2.3 Matrikel
Asal Tujuan
Furness
Matriks asal-tujuan (MAT) adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi
mengenai besarnya
Esti
Meto
pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan
asal dan kolom
mas 2. zona
menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriks-nya menyatakan besarnya arus dari
zona asal ke zona
de
i
tujuan. Dalam hal ini notasi T menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan,
penumpang dan
Sinte
Keb
barang) yang bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d selama selang waktu tertentu.
sis
utu
Jumlah zona dan nilai setiap sel matriks adalah dua unsur penting dalam
karena jumlah zona
han . MATModel
Oppor
menunjukkan banyaknya sel MAT yang harus didapatkan dan berisi informasi yang
sangat dibutuhkan
Tran
untuk perencanaan transportasi. Setiap sel membutuhkan informasi jarak, waktu dantunity
biaya atau kombinasi
spor
ketiga informasi tersebut yang digunakan sebagai ukuran aksesibilitas dan
generalised cost
. merupakan
Model
tasi
concept, dimana cost diinterpretasikan sebagai bentuk pengorbanan
Gravit
(ME
y
KT)
Metode Analogi
.
Model
Metode ini berasumsi bahwa pola pergerakan pada saat sekarang dapat diproyeksikan
ke masa mendatang
Gravit
dengan menggunakan tingkat pertumbuhan zona yang berbeda-beda dengan persamaan
sebagi berikut:
yTid = tid. E
Oppor
tunity
Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung)
8
id
Tid = Pergerakan pada masa mendatang dari zona asal i zona tujuan d
tid = Pergerakan pada masa sekarang dari zona asal i zona tujuan d
E = tingkat pertumbuhan
Metode analogi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok utama, yaitu metode tanpa batasan,
metode dengan satu batasan dan metode dengan dua batasan. Urutan pengembangannya secara kronologis
adalah metode seragam (uniform), metode batasan bangkitan, metode batasan tarikan, metode rata-rata,
metode fratar, metode detroit dan metode furness.
Metode
Average
Uraian
Metode ini menggunakan
tingkat pertumbuhan yang
berbeda-beda untuk setiap
zona yang dapat dihasilkan
dari peramalan tata guna
lahan dan bangkitan lalu
lintas.
2.
Fratar
Persamaan
No
Metode
3.
Detroit
4.
Furness
Uraian
tempat tujuan.
Metode ini hampir mirip
dengan metode rata-rata dan
fratar, tetapi memiliki asumsi
bahwa walaupun jumlah
pergerakan dari zona i
meningkat sesuai dengan
tingkat pertumbuhan Ei,
pergerakan ini harus juga
disebarkan ke zona d
sebanding dengan Ed dibagi
dengan tingkat pertumbuhan
global (E).
Metode ini sering digunakan
dalam
perencanaan
transportasi
pada
saat
sekarang karena metode ini
sangat sederhana dan mudah
digunakan.
Sebaran
pergerakan
pada
masa
mendatang
didapatkan
dengan mengalikan sebaran
pergerakan
pada
saat
sekarang dengan tingkat
pertumbuhan zona asal atau
zona tujuan yang dilakukan
secara bergantian.
Persamaan
Berdasarkan deskripsi dari masing-masing metode yang digunakan untuk menganalisa trip distribution
dan hasil perolehan matriks asal-tujuan (MAT) eksisting, maka dilakukan iterasi (pengulanagn) pada
MAT tersebut agar pergerakan di masa mendatang terdistribusi secara merata sehingga diperoleh MAT
baru.
Metode Sintetis
Metode sintesis (interaksi spasial) yang paling terkenal dan sering digunakan adalah model gravity (GR)
karena sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. Model ini menggunakan konsep
gravity yang diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 yang dikembangkan dari analogi hukum
gravitasi.
Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter
zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksesibilitas (kemudahan)
sebagai fungsi jarak, waktu ataupun biaya (F(Cid) atau dikenal dengan generalized cost.
10
Rumus:
Fid = G . mi . md
d2id
Tabel 2.3 Metode Gravity
No
1.
2.
Metode Gravity
UCGR
(Uniform
Constrain
Gravity)
PCGR
(Production Constrain
Gravity)
Uraian
Model ini bersifat tanpa-batasan
yakni model tidak diharuskan
menghasilkan total yang sama
dengan total pergerakan dari dan ke
setiap zona yang diperkirakan oleh
tahap bangkitan pergerakan.
Model ini bersifat production
constrain, dimana total pergerakan
global hasil bangkitan pergerakan
harus sama dengan total pergerakan
yang dihasilkan dengan permodelan,
akan tetapi tarikan pergerakan tidak
perlu sama.
Persamaan
untuk seluruh i
3.
4.
ACGR
(Attraction Constrain
Gravity)
DCGR
(Double
Gravity)
Constrain
Pada model gravity ini hanya diketahui jumlah trip production dan trip attraction dan belum diketahui
sebaran pergerakan untuk masing-masing zona yaitu pergerakan internal maupun eksternal. Untuk itu
metode ini mencari distribusi pergerakan dengan menggunakan fungsi hambatan adalah waktu tempuh
perjalanan.
Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung)
11
kepuasan masing-masing moda angkutan yang sudah didapatkan pada tahapan kedua
Yang terakhir barulah didapati angka porsi (dalam %) peluang atau pangsa pasar masing-masing
moda angkutan untuk dipilih dari sejumlah calon pengguna moda tertentu sebagai perkiraan
(estimation) serta angka mutlaknya.
Model Sintetis
Tabel 2.4 Mode Choice (model sintetis)
No
Metode
Trip
Interchange
Model Split
Uraian
Model
ini
mengalikasikan sejumlah
perjalanan ke berbagai
moda transportasi pilihan
setelah
total
pelaku
Rumus
(T1id /Tid)
12
No
Metode
Uraian
Rumus
perjalanan bergerak di
antara zona yang ada
Sebagai fungsi dari selisih waktu atau
(angka
sebaran
selisih biaya perjalanan antara moda 1
perjalanan dialokasikan
dengan moda lainnya
ke
berbagai
moda
transportasi alternatif)
Trip
End Menghitung persentase Y = a +b1 logX1 + b2log X2 +b3x3 +b4 x4
Model Split
perjalanan dari total +
b5x5 +b6x6+b7x7
pelaku perjalanan untuk
suatu moda tertentu dan
dari zona tertentu serta
tujuan perjalanan tertentu
pula
Combine Distribution
Proses pemilihan moda
k C kid
Modal Split
dilakukan pada tahapan
n
menghitung
bangkitan
n
Cidm
( K i )
T idkn =
pergerakan,
disini
exp
A ni Oni Bnd Dni exp
pergerakan
angkutan
exp
umum
langsung
dipisahkan
dengan
angkutan
pribadi
kemudian setiap moda
dianalisis secara terpisah
selama tahapan proses
permodalan
Tabel 2.5 Model Permintaan Langsung
No
Metode
1
Model ASRC
Rumus
Uraian
Menaksir
k
1
keburtuhan sebagai Tidk = k (PiPd)01(IiId)O2( t id ) 0k
fungsi
perkalian
n
dari
paubah ) i
aktivitas
dan
soasial
ekonomi
untuk
setiap
pasangan zona dan
atribut
tingkat
pelayanan
dari
setiap
moda
transportasi yang
( Ci
13
Model Simultan
melayaninya
Model
yang
memperhitungkan
jumlah perjalanan
antar
pasangan
zona
menurut
moda- moda yang
ada tetapi tidak
memberikam
indikasi mengenai
rute yang terpilih.
Model
ini
berasumsi bahwa
pada
setiap
pasangan
zona
asal-tujuan hanya
tersedia satu rute
untuk semua moda
No
1
Metode
Model Logit Biner
Uraian
Rumus
xin
Model ini hanya untuk
e
pilihan 2 (dua) moda P (i) = e xin+e
transportasi
alternatif
(moda i dan j)
1
xin
= 1+ e
(xinxij)
xin,
e
2
Model
Probit Model untuk 2 (dua)
(Binary probit)
alternatif
akan
tetapi P1 = (Gk)
menekankan
untuk
menyamakan
peluang P1 = Peluang moda 1 untuk dipilih
individu untuk memilih
(x) = Kumulatif standar normal
14
moda 1 (satu)
Gk
ujn
Model
Nominal
(MNL)
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Identifikasi Pembagian Zona
Kecamatan Coblong merupakan salah satu Kecamatan dari 30 kecamatan yang berada di Kota Bandung
dengan luas wilayah 743,3 Ha yang terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Luas Wilayah Per Kelurahan
NO
1
2
3
4
5
KELURAHAN
CIPAGANTI
LEBAK SILIWANGI
DAGO
LEBAK GEDE
SEKELOA
15
SADANG SERANG
JUMLAH
133
743,3
Sebelah utara
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
16
Legenda:
: Zona
Komersial
: Zona
Pemukiman
Kel.Dago
Kel. Sekeloa
Kel. Cipaganti1
Kel.Leb
ak
6
Kel.
Lebak Kel. Sadang
Gede Serang
17
Kecamatan Coblong memiliki jumlah penduduk total sebanyak 130.024 jiwa, yang terdiri dari laki-laki
68.324 jiwa dan perempuan 61.700 Jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Coblong saat ini
mencapai sekitar 46.860 KK. Berdasarkan data kependudukan dari kecamatan pada tahun 2012 yang
bersumber Coblong Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kota Bandung yang dilihat dari segi kepadatan
penduduk sebesar 2,75 jiwa per hektar dan dilihat dari pertumbuhan penduduk, intensitas populasinya
terus bertambah dari waktu ke waktu.
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Per Kelurahan
N
O
1
2
3
4
5
6
KELURAHAN
Jumlah Penduduk
(orang)
CIPAGANTI
12.220
LEBAK SILIWANGI
4.821
DAGO
38.772
LEBAK GEDE
15.239
SEKELOA
30.389
SADANG SERANG
27.359
JUMLAH
130.024
Tabel 3.3 Tabel Jumlah RT dan RW pada Kecamatan Coblong
NO
KELURAHAN
1
2
3
4
5
6
CIPAGANTI
LEBAK SILIWANGI
DAGO
LEBAK GEDE
SEKELOA
SADANG SERANG
Jumlah
RT
53
25
104
64
88
130
Jumlah
RW
7
6
13
13
15
21
18
BAB IV
ANALISIS FOUR STEP MODEL
4.1 Trip Generation (bangkitan/tarikan perjalanan)
Dalam proses empat tahapan perencanaan transportasi, identifikasi Trip Generation merupakan tahapan
awal yang harus dilakukan yang bertujuan guna mengidentifikasi besaran perjalanan yang terjadi pada
suatu wilayah. Dalam tahapan ini terdapat dua unsur perjalanan yang terdiri dari Trip Attraction (tarikan
perjalanan) dan Trip Generation yang dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.
Menurut Juan de
dios
Ortuzar
dan Luis G. Willumsen dalam bukunya yang berjudul Modelling Transport mendefinisikan :
Trip Generation merupakan total perjalanan yang diproduksi oleh suatu rumah tangga dalam satu
kawasan atau zona tertentu yang diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu perjalanan berbasis rumah
tangga (home base) dan perjalanan tidak berbasis rumah tangga (non-home base).
Trip Attraction merupakan total perjalanan non-home akhir dari tujuan perjalanan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Trip Generation antara lain income, car ownership, family
size, household structure, value of land, residential density, dan accessibility. Adapun beberapa metode
pendekatan yang dapat digunakan guna mengidentifkasi jumlah bangkitan dan tarikan perjalanan dalam
suatu wilayah tertentu antara lain Growth Factor Methods, Trip Rates Methods, Category Analysis, dan
19
Statistical Methods. Namun pada penulisan makalah ini, metode yang digunakan dalam tahapan Trip
Generation ini yaitu Growth Factor dan Trip Rate Methods.
Guna mendapatkan bangkitan dan tarikan perjalanan pada wilayah studi yang dalam hal ini adalah
Kecamatan Coblong, Kota Bandung, dimana telah dilakukan pembagian zona sebelumnya berdasarkan
batas administrasi Kelurahan.
KELURAHAN
DAGO
SEKELOA
SEDANG
SERANG
LEBAK GEDE
LEBAK
SILIWANGI
CIPAGANTI
oi (org/hari)
258
210
237
Fi
1.83
1.32
1.52
Oi (org/hari)
473
277
361
162
187
0.91
1.21
147
227
206
1.42
292
Berdasarkan data diatas dapat diketahui faktor pertumbuhan yang dapat mempengaruhi besaran bangkitan
dan tarikan perjalanan di masa yang akan datang dengan pertimbangan jumlah rumah tangga di masingAnalisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung)
20
masing Kelurahan yang memiliki kendaraan maupun yang tidak memiliki kendaraan. Diketahui bahwa
kelurahan Dago merupakan wilayah yang berpotensi memiliki bangkitan perjalanan tertinggi dengan
tingkat pertumbuhan sebesar 1,83 yaitu sebesar 473 perjalanan orang/hari.
Tabel 4.2 Tarikan Perjalanan Kecamatan Coblong
ZONA
1
2
3
4
5
6
KELURAHAN
DAGO
SEKELOA
SEDANG
SERANG
LEBAK GEDE
LEBAK
SILIWANGI
CIPAGANTI
di (org/hari)
342
189
215
Fi
1.83
1.32
1.52
Di (org/hari)
627
249
327
157
173
0.91
1.21
143
210
184
1.42
261
Dapat diketahui besaran tarikan perjalanan terbesar terdapat di kelurahan Dago dengan tingkat
pertumbuhan 1,83 yaitu sebesar 627 perjalanan orang/hari. Dalam metode pendekatan ini, pergerakan
yang dihasilkan di masa yang akan datang cenderung menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
metode pendekatan perkalian jumlah rumah tangga yang ada terhadap rata-rata jumlah bangkitan dan
tarikan yang bergerak secara konstan. Oleh sebab itu, metode ini lebih cocok digunakan dalam
meramalkan pergerakan eksternal yang masuk ke dalam suatu wilayah yang memiliki jumlah pergerakan
cenderung lebih sedikit.
b. Trip Rate Methods
Metode trip rate digunakan untuk mengidentifikasi jumlah bangkitan dan tarikan perjalanan
berdasarkan jumlah perjalanan rata-rata per rumah tangga dengan asumsi rata-rata perjalanan
konstan sepanjang waktu. Model ini popular denganmenggunakan dua pendekatan yaitu cross
classification dan category analysis. Jumlah bangkitan perjalanan dengan menggunakan
metode Trip Rate di Kecamatan Coblong, Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.3 Bangkitan Perjalanan dengan Metode Trip Rate
No
Kategori
(OW, HH, IL)
18 Kategori
Tingkat
Pergerakan
HH
Zona
1
Total
Bangkitan
Pergerakan
Zona 1
HH
Zona
2
Total
Bangkitan
Pergerakan
Zona 2
0, 3, Low (3,4)
3.4
23.8
6.8
HH
Zona
3
Total
Bangkitan
Pergerakan
Zona 3
HH
Zona
4
Total
Bangkitan
Pergerakan
Zona 4
HH
Zona
5
10.2
21
0, 3, Medium
3.7
6
(3,7)
0, 3, High
3
3.8
4
(3,8)
4 0, 4, Low (4,9)
4.9
4
0, 4, Medium
5
5
4
(5)
0, 4, High
6
5.1
4
(5,1)
7 1, 3, Low (5,2)
5.2
5
1, 3, Medium
8
7.3
3
(7,3)
9 1, 3, High (8)
8
5
10 1, 4, Low (6,9)
6.9
2
1, 4, Medium
11
8.3
1
(8,3)
1, 4, High
12
10.2
4
(10,2)
2, 3, Low
13
5.8
5
(5,8)
2, 3,
14
8.1
2
Medium (8,1)
2, 3, High
15
10
1
(10)
2, 4, Low
16
7.2
2
(7,2)
2, 4,
17
11.8
4
Medium (11,8)
2, 4, High
18
12.9
2
(12,9)
JUMLAH BANGKITAN PERJALANAN
(org/hari)
2
22.2
3.7
22.2
12
44.4
15.2
19
15.2
19.6
34.3
45
20
15
10
20.4
10.2
30.6
26
26
36.4
29.2
16
41.4
0
13.8
8
5
64
34.5
12
99.6
58.1
21.9
40
13.8
2
6
8.3
40.8
71.4
30.6
29
11.6
40.6
16.2
72.9
10
40
40
20
14.4
50.4
28.8
21.6
47.2
59
35.4
5
5
25.8
414.6
424.4
436.2
347.3
22
Berdsarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlag bangkitan perjalanan terbesar terdapat
pada Kelurahan Lebak Siliwangi (Zona 5). Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah rumah
tangga yang masuk dalam kategori tinggi dan menghasilkan Trip Rate yang besar, sehingga
kelurahan ini dapat menghasilkan jumlah bangkitan perjalanan sebesar 459 perjalanan
orang/hari.
Sebagai data dasar yang digunakan dalam tahapan perencanaan selanjutnya, jumlah
bangkitan perjalanan dengan menggunakan pendekatan Growth Factor yang digunakan dalam
analisis tahapan selanjutnya.
4.1 Trip Distribution (Distribusi Perjalanan)
Pada tahapan Trip Generation telah diketahui jumlah bangkitan maupun tarikan yang
dihasilkan dari suatu zona yang ada. Kemudian setelah bangkitan dan tarikan tersebut
diketahui, langkah selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi pola distribusi bangkitan dan
tarikan perjalanan dari satu zona ke zona lain. Dalam tahapan ini, model yang biasa
digunakan terbagi menjadi dua jenis yaitu model analogi dan model sintesis. Pada prinsipnya
kedua jenis model tersebut digunakan dalam dua kasus yang berbeda. Model analogi biasa
digunakan dalam melakukan updating data matriks asal tujuan yang telah ada sebelumnya,
seedangkan model sintetis digunakan ketika hanya jumlah bangkitan perjalanan saja yang
diketahui tanpa adanya pola distribusi dari satu zona ke zona lainnya. Dalam penulisan
makalah ini, pola sebaran perjalanan di Kecamatan Coblong diketahui dengan menggunakan
kedua pendekatan tersebut.
a. Model Analogi
Dua Batasan ( Metode Rata-rata)
Metode ini digunakan dikarenakan tingkat pertumbuhan di masing-masing kelurahan,
Kecamatan Coblong berbeda-beda sehingga metode ini cocok digunakan pada studi
kasus makalah ini. Data distribusi perjalanan eksisting dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
O/D
1
2
O/D
3
1
42
53
64
dd5
Dd
6
Ed
dd
Dd
Ed
1
15
47
1
96
40
40
88
21
191
123
52
342
38
627
209
1.8330
618
627
1.0149
2
49
54
2
14
89
25
66
37
18
10
20
189
43
249
11
1.3171
247
3
74
23
3
20
150
37
32
47
29
14
34
215
62
327
18
1.5228
325
249
1.0085
327
1.0081
4
38
29
4
37
48
15
24
21
33
178
157
16
143
13
0.9082
141
5
45
28
5
21
77
29
32
30
26
20
21
173
32
210
21
1.2146
208
143
1.0097
6
37
29
6
49
72
16
38
31
69
22
14
184
39
261
26
1.4199
259
210
1.0094
oi
258
210
oi
237
477
162
280
187
366
206
149
1260
229
297
1797
Oi
473
277
Oi
361
473
147
277
227
361
292
147
Ei
1.8330
1.3171
Ei
1.5228
0.9923
0.9082
0.9892
1.2146
0.9865
1.4199
0.9887
227
1817
292
0.9910
0.9843
1.4
261
1.0106
1817
1.0111
1
15
47
96
40
21
123
342
627
1.83
2
49
54
14
25
37
10
189
249
1.32
O/D
1
2
42
88
3
74
23
20
37
47
14
215
327
1.52
3
149
4
38
29
37
15
21
17
157
143
0.91
5
45
28
21
29
30
20
173
210
1.21
6
37
29
49
16
31
22
184
261
1.42
46
75
72
oi
258
210
237
162
187
206
1260
Oi
473
277
361
147
227
292
Ei
1.83
1.32
1.52
0.91
1.21
1.42
1817
1.44
oi
473
Oi
473
Ei
1.0000
2
3
4
5
6
dd
Dd
Ed
88
190
50
37
206
613
627
1.0227
65
18
20
42
11
243
249
1.0224
31
29
33
61
17
320
327
1.0224
24
32
8
16
13
139
143
1.0225
31
25
22
32
20
206
210
1.0225
38
68
14
38
26
256
261
1.0225
277
361
147
227
293
1777
277
361
147
227
292
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1.0000
1817
1.0225
Dari tabel diatas dapat dilakukan perbandingan antara metode Detroit dan metode Average
menghasilkan pola distribusi perjalanan yang hampir sama, dimana jumlah perjalanan
terbesar terjadi dari zona asal 6 (kelurahan cipaganti) menuju zona tujuan 1 (kelurahan Dago)
yaitu sebsar 206 perjalanan orang/hari.
Dua Batasan ( Metode Furness)
Pada metode ini, sebaran pergerakan pada masa mendatang didapatkan dengan mengalikan
sebaran pergerakan pada saat ini dengan tingkat pertumbuhan zona asal atau zona tujuan yang
dilakukan secara bergantian. Ditribusi perjalanan di Kecamatan Coblong dengan
menggunakan pendekatan Furness dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
1
15
47
96
40
21
123
342
627
1.83
2
49
54
14
25
37
10
189
249
1.32
O/D
1
1
42
2
88
3
74
23
20
37
47
14
215
327
1.52
3
149
4
38
29
37
15
21
17
157
143
0.91
5
45
28
21
29
30
20
173
210
1.21
6
37
29
49
16
31
22
184
261
1.42
oi
258
210
237
162
187
206
1260
4
47
5
75
6
72
oi
473
Oi
473
277
361
147
227
292
Ei
1.83
1.32
1.52
0.91
1.21
1.42
1817
1.44
Oi
473
Ei
1.0000
2
3
4
5
6
dd
Dd
Ed
88
190
50
37
206
613
627
1.0222
65
18
20
42
11
244
249
1.0222
31
29
33
60
17
320
327
1.0222
24
32
8
16
13
140
143
1.0222
31
25
22
32
20
205
210
1.0222
38
68
14
38
26
255
261
1.022
2
277
361
147
227
292
1777
277
361
147
227
292
0.9998
0.9995
0.9998
0.9999
0.9994
1817
1.0222
Metode ini menghasilkan distribusi perjalanan yang hampir sama dengan dua metode
sebelumnya. Dapat diketahui perjalanan terbesar terjadi dari zona asal 6 (kelurahan cipaganti)
menuju zona tujuan 1 (kelurahan Dago) yaitu sebsar 206 perjalanan orang/hari. Angka ini
menunjukkan angka yang sama dari metode yang sebelumnya digunakan yaitu metode
Detroit.
b. Model Sintesis
Model sintesis yang paling sering digunakan adalah model Gravity, karena sangat sederhana dan
mudah untuk digunakan. Pada prinsipnya model ini menggunakan konsep gravity yang dikembangkan
oleh Newton pada tahun 1686 dari analogi hokum gravitasi. Metode ini berasumsi bahwa cirri
bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal seperti populasi dan
nilai MAT yang berkaitan dengan aksesibilitas sebagai fungsi jarak, waktu, ataupun biaya. Model
sintetis gravity terbagi atas beberapa metode pendekatan yaitu Unconstrain Methods, Production
Constrain Methods, Attraction Constrain Methods, dan Double Constrain Methods.
Oi
473
277
361
147
227
292
Dd
627
249
Data Jarak
O/D
1
2
3
4
5
6
1
15
25
35
30
40
20
327
143
3
25
15
17
13
19
27
210
4
35
17
15
44
36
29
5
30
13
44
15
25
20
O/D
1
2
3
4
5
6
dd
Dd
1
343
74
36
24
14
129
619
627
2
50
80
85
52
44
25
336
249
3
24
86
137
3
11
27
288
327
4
18
56
3
24
14
29
144
143
5
10
45
11
13
55
22
155
210
6
87
25
27
27
21
88
275
261
Ed
1.01
1.14
0.99
1.35
0.95
Bd
0.7
4
1
261
6
40
19
36
25
15
27
oi
531
365
299
143
158
321
1817
Oi
473
277
361
147
227
292
20
27
29
20
27
15
Ei
0.89
0.76
1.21
1.03
1.44
0.91
Ai
1
1
1
1
1
1
181
7
1
Berdasarkan data diatas dimana persyaratan dari metode ini yaitu total pergerakan yang dihasilkan
model harus sama dengan total pergerakan yang diharapkan yaitu sebesar 1817 perjalanan
orang/hari, dimana perjalanan terbesar terjadi pada zona asal 6 (kelurahan Cipaganti) menuju
zona tujuan 1 (kelurahan Dago) yaitu sebesar 129 perjalanan/hari.
Production Constrain Methods (PCGR)
Dalam model ini, total pergerakan baik bangkitan maupun tarikan total harus sama dengan
dengan total pergerakan yang dihasilkan dari pemodelan. Tabel distribusi perjalanan dengan
menggunakan metode PCGR dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.8 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode PCGR)
O/D
1
2
3
4
5
6
Bd
1
141
52
19
32
12
86
1
2
21
56
46
68
38
17
1
3
10
60
74
4
9
18
1
4
7
39
2
32
12
19
1
5
4
32
6
17
47
14
1
6
36
18
15
36
18
59
1
Ai
0.0046
0.0039
0.0062
0.0053
0.0074
0.0047
O/D
1
2
3
4
5
6
dd
Dd
Ed
Bd
1
305
56
43
25
20
117
566
627
1.11
1
2
45
60
103
53
63
23
347
249
0.72
1
3
22
65
165
3
15
25
295
327
1.11
1
4
16
42
4
25
20
27
133
143
1.07
1
5
8
34
13
14
79
20
168
210
1.25
1
6
77
19
33
28
30
81
267
261
0.98
1
oi
473
277
361
147
227
292
1777
Oi
473
277
361
147
227
292
Ei
1
1
1
1
1
1
Ai
0.0046
0.0039
0.0062
0.0053
0.0074
0.0047
1777
1
Dapat dilihat bahwa total perjalanan yang berasal dari setiap zona selalu memiliki besaran
yang sama dengan total perjalanan yang dibangkitkan yang dari hasil tahapan bangkitan
perjalanan. Pergerakan terbesar terjadi dari zona 6 (kelurahan Cipaganti) menuju zona 1
(kelurahan Dago) yaitu sebsar 117 perjalanan orang/hari.
Attraction Constrain (ACGR)
Total perjalanan harus sama dan juga tarikan perjalanan yang didapat dengan pemodelan
harus sama dengan hasil tarikan perjalanan yang diinginkan. Distribusi perjalanan Kecamatan
coblong dengan menggunakan medote Attraction Constrain dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 4.9 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode ACGR)
O/D
1
2
3
4
5
6
dd
Dd
Ed
Bd
O/D
1
2
3
4
5
1
106
39
15
24
9
2
23
62
51
76
42
3
11
66
81
5
10
4
7
40
2
33
12
1 5
2 4
3 34
4 6
519
6
51
6
40
20
16
40
20
347 Bd
370.0052 28
17
13
82
0.0038 0.0059 0.0051 0.007
75
59
98
55
61
24
0
36
63
155
3
15
26
24
38
4
24
18
26
14
33
12
14
75
20
131
19
31
29
29
84
627
249
327
143
210
261
627
249
327
143
210
261
1
1
1
1
1
1
0.0052
0.0038
0.0059 0.0051 0.0070 0.0049
6
65
19
20
20
oi
15
66
525
0.0049
372
298
134
166
323
1817
Ai
1
1
1
1
Oi1
1
473
277
361
147
227
292
Ei
0.90
0.74
1.21
1.10
1.36
0.91
1817
1
Ai
1
1
1
1
1
1
Dapat terlihat bahwa total pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan total
ITERASI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
A1
A2
A3
A4
1
1
1
1
0.9012
0.7442
1.2107
1.1013
0.8532
0.7405
1.2334
1.0979
0.8289
0.7308
1.2249
1.0796
0.8113
0.7183
1.2066
1.0599
0.7957
0.7054
1.1856
1.0403
0.7808
0.6924
1.1641
1.0211
0.7664
0.6797
1.1427
1.0023
0.7522
0.6671
1.1216
0.9838
0.7383
0.6548
1.1009
0.9656
0.7247
0.6427
1.0806
0.9478
0.7113
0.6308
1.0607
0.9303
0.6982
0.6192
1.0411
0.9131
0.6853
0.6078
1.0219
0.8962
0.6726
0.5965
1.0030
0.8797
0.6602
0.5855
0.9845
0.8634
0.6480
0.5747
0.9663
0.8475
0.6360
0.5641
0.9484
0.8319
0.6243
0.5537
0.9309
0.8165
0.6128
0.5435
0.9137
0.8014
pergerakan yang dihasilkan dari tahapan
A5
1
1.3644
1.3909
1.3721
1.3482
1.3236
1.2993
1.2753
1.2518
1.2287
1.2060
1.1837
1.1619
1.1404
1.1194
1.0987
1.0784
1.0585
1.0390
1.0198
bangkitan
A6
1
0.9067
0.8728
0.8526
0.8356
0.8199
0.8046
0.7897
0.7751
0.7608
0.7468
0.7330
0.7195
0.7062
0.6931
0.6803
0.6678
0.6554
0.6433
0.6315
perjalanan.
B1
B2
0.0052
0.0038
0.0057
0.0035
0.0059
0.0035
0.0060
0.0035
0.0061
0.0036
0.0063
0.0037
0.0064
0.0037
0.0065
0.0038
0.0066
0.0039
0.0067
0.0039
0.0069
0.0040
0.0070
0.0041
0.0071
0.0042
0.0073
0.0042
0.0074
0.0043
0.0075
0.0044
0.0077
0.0045
0.0078
0.0046
0.0080
0.0047
0.0081
0.0047
Terlihat juga bahwa
B3
0.0059
0.0057
0.0057
0.0058
0.0059
0.0060
0.0061
0.0062
0.0063
0.0064
0.0066
0.0067
0.0068
0.0069
0.0071
0.0072
0.0073
0.0075
0.0076
0.0078
total
pergerakan yang menuju ke setiap zona asal selalu sama dengan total pergerakan yang
tertarik, contoh pada zona zona 1, nilai dd sama dengan Dd yaitu sebesar 627 perjalanan
orang/hari. Metode ini menghasilkan pola distribusi yang hampir sama dengan metode
sebelumnya, dimana perjalanan terbesar terjadi dari zona kelurahan Cipaganti menuju zona
Kelurahan Dago yaitu sebesar 131 perjalanan orang/hari.
Double Constrain Methods (PACGR)
Dalam pendekatan ini bangkiran dan tarikan perjalanan harus sama dengan yang dihasilkan
pada tahapan bangkitan perjalanan. Proses pengulangan atau kalibrasi dilakukan secara
bergantian baris dan kolom yang menghasilkan hasil akhir yang sama. Hasil distribusi dengan
metode double constrain dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.10 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode PACGR)
B4
0.0051
0.0055
0.0056
0.0057
0.0058
0.0059
0.0060
0.0061
0.0062
0.0063
0.0065
0.0066
0.0067
0.0068
0.0070
0.0071
0.0072
0.0074
0.0075
0.0076
Terlihat pada iterasi ke 20 nilai Ai pada setiap i dan nilai Bd pada setiap d tidak lagi
mengalami perubahan atau telah mencapai konvergensi. Dengan nilai Ai dan Bd yang telah
konvergen untuk kemudian dapat diketahui tabel distribusi yang dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.11 Tabel Akhir Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode PACGR)
O/D
1
2
3
4
5
6
dd
Dd
Ed
1
331
64
51
30
22
128
627
627
1.00
2
28
40
63
38
41
15
225
249
1.11
3
23
70
210
4
16
26
349
327
0.94
4
16
45
3
29
21
27
141
143
1.01
5
11
44
0
19
102
25
201
210
1.05
6
73
19
0
30
29
77
227
261
1.15
oi
482
282
328
150
231
298
1771
Oi
473
277
361
147
227
292
Ei
0.98
0.98
1.10
0.98
0.98
0.98
1777
1.004
Diketahui bahwa total perjalanan eksisting dan yang diramalkan hampir mendekati atau
memiliki rasio hampir sama dengan 1, artinya distribusi perjalanan ke setiap sel zona asala
dan tujuan telah didistribusikan dengan baik. Pergerakan terbesar terjadi dari zona 6 menuju
zona 1 yaitu sebesar 128 perjalanan orang/hari. Apabila dilakukan perbandingan terhadap
metode distribusi sebelumnya, besaran pola sebaran atau distribusi perjalanan menghasilkan
besaran yang hampir atau bahkan sama. Namun dari beberapa metode yang dilakukan
tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan metode
perhitungan yang berbeda dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah yang akan dikaji.
yang terdiri dari dua alternatif moda saja, dimana terdapat dua jenis model yang sering digunakan,
yaitu model selisih dan model nisbah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode
penaksiran regresi-linear. Parameter yang digunakan sebagai penentu utama adalah biaya perjalanan
dan waktu tempuh.
Pemilihan antara model logit-biner-selisih dan model logit-biner-nisbah dalam pemilihan moda sangat
ditentukan oleh persepsi seseorang membandingkan biaya perjalanan atau waktu tempuh dalam
memilih moda yang akan digunakan. Terdapat perbedaan biaya perjalanan dengan menggunakan
angkutan umum dan angkutan pribadi.
Biaya perjalanan untuk angkutan pribadi adalah
penumpang kendaraan satu kali melakukan perjalanan dari titik asal ke titik tujuan perjalanan, nilai
waktu seseorang dalam angkutan umum serta nilai menunggu angkutan umum tersebut. Biaya
perjalanan angkutan pribadi adalah biaya pemakaian bahan bakar
meklakukan satu kali perjalanan, nilai waktu di dalam atau menggunakan kendaraan untuk melakukan
satu kali perjalanan (Tamin, 2003).
Dalam kasus Kecamatan Coblong terdapat 5 (lima) zona Asal dengan notasi A, B, C, D, E, F dan 6
(enam) zona tujuan dengan notasi 1, 2, 3, 4, 5,6 sehingga diperoleh 25 pasangan antarzona. Dengan
menggunakan metode penaksiran regresi linear, diperoleh persamaan regresi yang merupakan fungsi
dari biaya perjalanan sebagai berikut:
Cost Function (C) = V1 (Fares) + 2.5 V2 (Travel Time) + 3.5 V3 (Wait Time) + 4.5 V4 (Parking)
Dimana:
V1
V2
V3
V4
Dari persamaan tersebut di atas, dibedakan cost function antara angkutan pribadi dengan angkutan
umum, sebagai berikut:
Nilai waktu V2 diasumsikan 2,5 satuan uang/menit dan nilai waktu V 3 diasumsikan 3,5 satuan
uang/menit. Nilai waktu menunggu diasumsikan dua kali nilai waktu selama berada di dalam
kendaraan (hal ini karena manusia pada hakikatnya tidak suka menunggu). Waktu menunggu
angkutan pribadi lebih kecil dari angkutan umum sedangkan waktu menunggu angkutan umum
diasumsikan sama dengan 15 menit.
Sesuai dengan persamaan di atas, maka tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan cost yang
dikeluarkan antara menggunakan moda angkutan umum dan angkutan pribadi sesuai dengan
persamaan di atas dan asumsi yang digunakan, sehingga diperoleh hasil sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel 4.12 Persentase Pemilihan Moda Antara Angkutan Pribadi Dengan Angkutan Umum
O/D PAIRS
Cost-Pribadi
(V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3 +
4,5 V4)
Angkutan Pribadi
ASAL
TUJUAN
V1
(fares)
V2
(Travel
Time)
V3
(Waiting
Time)
V4
(Parking)
55
40
37
70
57
25
29
12
25
32
30
Angkutan Umum
Cost-Umum
(V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3)
% Moda
Angkutan
Pribadi
% Moda
Angkutan
Umum
150
75
25
V1
(fares)
V2
(Travel
Time)
V3
(Waiting
Time)
332
33
30
12
27
358,5
45
20
12
137
60
40
25
252
21
25
12
125,5
63
37
20
212,5
24
25
12
128,5
55
45
37
21
234,5
27
20
12
119
71
29
40
40
10
21
269,5
33
21
12
127,5
66
34
55
45
12
27
331
37
34
15
174,5
57
43
70
59
15
30
405
44
41
15
199
60
40
25
31
20
217
30
20
15
132,5
55
45
25
34
10
15
212,5
28
30
15
155,5
55
45
30
41
16
222
20
21
15
125
73
27
40
40
16
229,5
31
21
15
136
59
41
55
45
22
280,5
22
25
10
119,5
58
42
30
55
20
275
17
20
10
102
53
46
25
35
15
190,5
20
17
10
97,5
65
45
35
45
25
284,5
23
30
10
133
53
44
45
58
18
288,5
38
35
10
160,5
59
35
70
60
21
342,5
55
38
10
185
56
32
55
45
10
30
337,5
20
32
17
159,5
60
40
70
62
25
358,5
16
15
17
113
63
37
25
30
27
246
25
15
17
122
66
34
25
25
33
246,5
21
20
17
130,5
56
44
30
27
15
182,5
17
15
17
114
62
38
40
38
17
229
17
16
17
116,5
63
37
33
O/D PAIRS
Cost-Pribadi
(V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3 +
4,5 V4)
Angkutan Pribadi
ASAL
TUJUAN
V1
(fares)
V2
(Travel
Time)
V3
(Waiting
Time)
V4
(Parking)
55
40
19
70
66
10
25
25
25
21
30
Angkutan Umum
Cost-Umum
(V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3)
% Moda
Angkutan
Pribadi
% Moda
Angkutan
Umum
V1
(fares)
V2
(Travel
Time)
V3
(Waiting
Time)
268,5
20
21
10
107,5
67
33
22
369
37
25
10
134,5
60
40
12
159
24
27
10
126,5
63
37
15
169,5
16
19
10
98,5
59
41
30
10
14
203
15
23
10
107,5
64
36
40
34
17
226
10
18
10
90
72
38
55
29
11
208,5
22
20
12
114
75
25
70
50
16
298,5
33
30
12
150
77
23
25
26
10
149
26
22
12
123
69
31
25
38
12
12
216
15
13
12
89,5
65
35
30
38
14
209
15
15
12
94,5
65
35
40
42
10
10
225
10
12
12
82
70
30
34
Tabel 4.13 Perhitungan Cost Function Moda Angkutan Umum dan Angkutan Pribadi Dengan Model
Logit-Biner
COST
COST
Cp-Cu
ANGKUTAN PRIBADI
332
ANGKUTAN UMUM
150
(X)
182
358,5
137
252
212,5
Ln(1-p)/p
P(Pribadi
)
(1-p)/p
0,75
0,33
(Y)
-1,10
221,5
0,6
0,67
-0,41
125,5
126,5
0,63
0,59
-0,53
128,5
84
0,55
0,82
-0,20
234,5
119
115,5
0,71
0,41
-0,90
269,5
127,5
142
0,66
0,52
-0,66
331
174,5
156,5
0,57
0,75
-0,28
405
199
206
0,6
0,67
-0,41
217
132,5
84,5
0,55
0,82
-0,20
10
212,5
155,5
57
0,55
0,82
-0,20
NO
11
222
125
97
0,73
0,37
-0,99
12
229,5
136
93,5
0,59
0,69
-0,36
13
280,5
119,5
161
0,58
0,72
-0,32
14
275
102
173
0,53
0,89
-0,12
15
190,5
97,5
93
0,65
0,54
-0,62
16
284,5
133
151,5
0,53
0,89
-0,12
17
288,5
160,5
128
0,59
0,69
-0,36
18
342,5
185
157,5
0,56
0,79
-0,24
19
337,5
159,5
178
0,6
0,67
-0,41
20
358,5
113
245,5
0,63
0,59
-0,53
21
246
122
124
0,66
0,52
-0,66
22
246,5
130,5
116
0,56
0,79
-0,24
23
182,5
114
68,5
0,62
0,61
-0,49
24
229
116,5
112,5
0,63
0,59
-0,53
25
268,5
107,5
161
0,67
0,49
-0,71
26
369
134,5
234,5
0,6
0,67
-0,41
27
159
126,5
32,5
0,63
0,59
-0,53
28
169,5
98,5
71
0,59
0,69
-0,36
29
203
107,5
95,5
0,64
0,56
-0,58
30
226
90
136
0,72
0,39
-0,94
31
208,5
114
94,5
0,75
0,33
-1,10
32
298,5
150
148,5
0,77
0,30
-1,21
33
149
123
26
0,69
0,45
-0,80
34
216
89,5
126,5
0,65
0,54
-0,62
35
209
94,5
114,5
0,65
0,54
-0,62
36
225
82
143
0,7
0,43
-0,85
Total
9.238,5
4.580,5
4.658
-19,62
Berdasarkan metode analisis regresi linear dengan menggunakan model logit-biner-selisih dapat
diketahui bahwa penggunaan moda angkutan umum lebih efisien dari segi biaya yang dikeluarkan
oleh pengguna, dimana terdapat selisih yang signifikan sebesar 4.658 (dalam satuan uang) antara
Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung)
35
penggunaan angkutan pribadi dengan biaya yang dikeluarkan sebesar 9.238,5 (dalam satuan uang)
dan angkutan umum dengan biaya sebesar 4.580,5 (dalam satuan uang). Pada analisa pemilihan moda
pada makalah ini hanya dilakukan perhitungan berdasarkan cost function yang dikeluarkan pengguna,
tidak dilakukan perhitungan secara terperinci mengenai persentase minat masyarakat terhadap
angkutan umum maupun angkutan pribadi atau dengan istilah analisa model logit biner antara dua
moda yang dipilih.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari makalah yang berjudul Analisis Four Step Model
Kecamatan Sekeloa (Jl. Dipatiukur, Kota Bandung) antara lain :
a. Permasalahan transportasi di Kecamatan Sekeloa khususnya di ruas jalan Dipatiukur adalah
adanya pengaruh fungsi lahan yang menyebabkan pola pergerakan perjalanan tinggi dari dan
menuju wilayah tersebut.
b. Identifikasi permasalahan transportasi dilakukan dengan melakukan proses perencanaan empat
tahap (4 step model) yang terdiri dari bangkitan dan tarikan perjalanan (Trip Generation),
distribusi perjalanan (Trip Distribution), pemilihan moda (Mode Choice), dan pembebanan lalu
lintas (Trip Assignment).
c. Pada penulisan makalah ini tahapan yang dilalui hanya sampai pada tahap mode choice.
d. Pebagian zona wilayah studi berdasarkan batas adminisrasi kelurahan di Kecamatan Coblong
yaitu sebanyak 6 kelurahan yaitu Kelurahan Dago, Kelurahan Sekeloa, Kelurahan Sedang Serang,
Kelurahan Lebak Gede, Kelurahan Lebak Siliwangi, dan Kelurahan Cipaganti.
e. Tahapan bangkitan perjalanan dengan menggunakan beberapa metode pendekatan seperti Growth
Factor maupun Trip Rate menghasilkan bangkitan perjalanan tertinggi terjadi pada zona 1 yaitu
f.
5.2 Rekomendasi
Rekomendasi yang disarankan guna menangani permasalahan lalu lintas melalui tahapan perencanaan
empat tahap antara lain :
a. Metode pendekatan perencanaan empat tahap harus mempertimbangkan karakteristik dari suatu
wilayah tertentu, hal ini dikarena masing-masing pendekatan pada metode analisis memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing.
b. Dilakukan proses perencanaan empat tahap dengan lingkup yang lebih luas dalam arti lingkup
jaringan suatu kawasan atau kota.
c. Karena dalam makalah ini lingkup penulisan hanya membahas sampai dengan tahapan mode
choice, disarankan untuk melanjutkan proses tahapan akhir yaitu Trip Assignment.