Anda di halaman 1dari 49

;

NASKAH AKADEMIK
DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI RIAU

TENTANG
PENYELENGGARAAN PENYIARAN
DI PROVINSI RIAU

SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI RIAU
TAHUN ANGGARAN 2021
1

NASKAH AKADEMIK DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH


INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI RIAU

TENTANG
PENYELENGGARAAN PENYIARAN
DI PROVINSI RIAU

SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI RIAU
TAHUN ANGGARAN 2021
2

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................................... 3
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................................................. 8
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik ........................................................... 9
1.4. Metode ................................................................................................................................... 10

BAB II: KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIK


2.1. Kajian Teoritis........................................................................................................................ 11
2.2. Kajian Terhadap Asas/Prinsip ................................................................................................ 19
2.3. Kajian Terhadap Praktik Penyiaran ....................................................................................... 20
2.4. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan ................................................................................... 21

BAB III: EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGAN-


UNDANGAN TERKAIT
3.1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran .................................................. 22
3.2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ........................................................... 23
3.3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ................. 25
3.4. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja .................................................................... 27
3.5. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) .......................................................................... 28

BAB IV: LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS


4.1. Landasan Filosofis ................................................................................................................. 31
4.2. Landasan Sosiologis ............................................................................................................... 32
4.3. Landasan Yuridis ................................................................................................................... 36

BAB V: JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP


MATERI MUATAN RANPERDA
5.1. Ruang Lingkup Materi Muatan .............................................................................................. 39
5.2. Sasaran ................................................................................................................................... 43
5.3. Arah dan Jangkauan Pengaturan ............................................................................................ 43

BAB VI: PENUTUP


6.1. Kesimpulan ............................................................................................................................ 45
6.2. Saran....................................................................................................................................... 45

Daftar Pustaka ............................................................................................................................. 46


Draf Ranperda ............................................................................................................................. 47
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan akan informasi telah menjadi hal dasar bagi setiap manusia. Hampir
setiap harinya manusia memperbaharui informasi, baik informasi tentang kehidupan
sosial, kehidupan budaya, Politik, Ekonomi, Hukum dan lain sebagainya. Tingginya
minat manusia dalam mengkonsumsi informasi menjadi salah satu dasar terbentuknya
berbagai platform media komunikasi, dari media Cetak, Elektronik, hingga kepada
media baru. Platform media komunikasi inilah yang kemudian menjawab kebutuhan
informasi manusia. Pada masa sekarang media informasi dapat dengan bebas
menyampaikan segala informasi kepada masyarakat, hal ini tidak terlepas dari
peraturan perundang-undangan yang memberikan hak untuk setiap orang bisa
berpendapat didepan umum. Namun demikian ada juga beberapa informasi yang tidak
bisa di informasikan kepada masyarakat dan harus melalui evaluasi terlebih dahulu.
Media informasi yang berkembang begitu cepat, melahirkan berbagai jenis
media informasi. Media-media seperti media elektronik seperti Radio dan Televisi
masih tetap eksis di dunia meskipun kelahiran media baru telah melahirkan konsep
baru ditengah masyarakat. Televisi (TV) adalah media penerima suara dan gambar
bergerak yang paling banyak digunakan di seluruh pelosok dunia. Semua peristiwa-
peristiwa besar yang terjadi di berbagai sudut dunia, dengan cepat dapat diketahui
masyarakat melalui pesawat TV di manapun bahkan di berbagai belahan dunia berkat
sistem siaran TV (Kustiawan, 2016).
Proses perkembangan siaran TV sudah berlangsung dalam rentang waktuyang
panjang. Produk teknologi modern ini juga telah tampil sebagai sarana penyebaran
informasi yang cukup efektif dan relatif murah pada masyarakat luas, sehingga akan
semakin berperan dalam memengaruhi pembangunan karakter bangsa.
4

Dengan demikian penguasaan teknologi dan sistem siaran TV menjadi strategi yang
sangat baik bagi bangsa Indonesia (Ahmad, 2015).
Dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi digital, yang memberikan
kontribusi dominan terhadap bidang siaran, telekomunikasi dan teknologi informasi,
mendukung siaran TV berkualitas gambar yang dapat dinikmati para pemirsa. berbagai
perangkat seperti telepon gengam (handphone), PDA (personal digital assistant),
komputer, maupun media TV yangtak bergerak (fixed) dan bergerak (mobile).
pengalaman negara lain yang telah mengganti sistem siaran TV-nya ke teknologi
digital, perubahan tersebut telah menyebabkan perubahan model bidang usaha dan
layanan konten serta optimasi penggunaan kanal frekuensi, sehingga migrasi
berdasarkan sistem siaran TV analog akan sangat bermanfaat pemerintah, masyarakat
maupun industri (Wahyuni, 2018).
Sama halnya dengan televisi, media penyiaran lain seperti radio juga menjadi
salah satu media yang digunakan dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat.
Radio pada saat ini masih banyak digunakan orang-orang karena kemudahan yang
diberikan oleh media radio ini. Namun demikian, tidak semua hunian masyarakat yang
menggunakan media radio ini dalam kesehariannya, akan tetapi media radio sangat
banyak digunakan oleh pengendara kendaraan bermotor, khusunya mobil. Hampir tiap-
tiap orang yang memiliki mobil menjadikan media radio sebagai media pilihan dalam
mendapatkan hiburan hingga informasi.
Dalam Perkembangannya saat ini, pemerintah melalui Kementerian
Komunikasi dan Informatika telah menerbitkan Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2016
tentang Uji Coba Teknologi Telekomunikasi, Informatika dan Penyiaran.
Pertimbangan regulasi tersebut adalah dalam rangka penelitian dan penetapan arah
kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi, informatika dan siaran. Beberapa jenis
teknologi yang berkembang dan perlu dilakukan uji coba di antaranya open BTS,
Google Loon, PPDR (public Protection and Disaster Relief), 5G, TV digital metode
SFN (single frequency network) dan MFN (multi frequency network). Ujicoba yang
dilakukan tersebut cukup mencengangkan bagi publik maupun bagi pelaku bisnis.
5

Sebab, selama ini pemerintah belum menyelesaikan urusan siaran siaran digital yang
seharusnya dibuat dalam bentuk UU, tetapi pemerintah lebih memilih untuk melakukan
berbagai uji coba siaran yang dikawatirkan proses ini nanti sama sekali berbeda saat
digitalisasi siaran diumumkan (Nurudin, 2018).
Setelah melalui pergulatan yang panjang diparlemen dan debat diberbagai
lokal, lahirlah Undang-Undang NO. 32 Tahun 2002 tentang siaran yang resmi berlaku
tanggal 28 desember 2002. Selain menerapkan sistem siaran lokal berjaringan, regulasi
ini mengintroduksi sebuah lembaga semi independen bernama Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) untuk mengatur siaran ditanah air ini. Keputusan Presiden yang
menetapkan uji kelayakan dan kepatutan DPR untuk anggota KPI itu sendiri baru
sebelum batas waktu yang ditentukan UU NO. 32 itu, yakni tanggal 27 Desember 2003.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah lembaga negara yang bersifat
independen yang dibentuk melalui UU No. 32 Tahun 2002 Tentang siaran dengan
tujuan mengatur segala hal tentang siaran di Indonesia. Lembaga Independen ini terdiri
dari KPI pusat dan KPID di daerah yang menentukan koordinatif, kebijakan yang
ditentukan oleh KPI dan pelakasanaan di tingkat provinsi menjadi cakupan KPID.
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau ini berdiri sejak tahun 2010
dan beralamat di jalan Gajah Mada Nomor 200 Pekanbaru, dengan wilayah kerja
meliputi seluruh Provinsi Riau.
Di dalam UU Nomor 32 tahun 2002 tentang siaran telah diatur pasal-pasal
tentang isi siaran, pasal 35 dan 36 jadi sangat diharapkan bahwa pengawasan mematuhi
aturan-aturan yang telah ditetapkan, tetapi kenyataannya masih banyak siaran yang
melanggar peraturan yang sudah disepakati bersama (Bunga Indriani Nst, Rum, &
Katutu, 2019). Menurut undang-undang No. 32 tahun 2002 ini target siaran:
1. Untuk memperkukuh integrasi nasional.
2. Terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
6

4. Memajukan kesejahteraan umum.


5. Menubuhkan industri siaran Indonesia
Dalam sistem siaran, Riau memiliki Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Riau
(KPID Riau) yang disimpan sebagai pengawas siaran yang ada di daerah provinsi Riau
itu sendiri. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Riau juga berhubungan dengan
masyarakat dalam menampung segala hal dan menindak lanjuti mengapresiasi
masyarakat terhadap siaran maupun terhadap siaran dunia pada umumnya. Dalam
menjalankan dan menjalankan fungsi serta tugas, berwenang dan kewajibannya Komisi
Penyiaran Indonesia Pusat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah daftar oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah itu sendiri (Sambodo & Ishak, 2017). Dalam menjalankan fungsi
Komisi Penyiaran Indonesia memiliki kewenangan:
1. Menetapkan standar siaran
2. Mengawasi dan menetapkan pedoman perilaku siaran
3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan perilaku siaran
4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan perilaku siaran dan
standar program siaran
5. Melakukan koordinasi dengan pemerintah, lembaga siaran dan masyarakat
KPID Riau mengawasi siaran baik itu siaran radio maupun siaran TV lokal.
Dalam melakukan pengawasan, KPID berpedoman pada standarisasi yang di
tetapkan pada P3SPS. Fondasi lain yang menjadi acuan KPID dalam mengawasi adalah
PP No. 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Berdasarkan Peraturan
pemerintah No. 52 Tahun 2005, Penyelenggaraan Penyiaran memiliki kewajiban,
yaitu:
1. Memiliki izin atas setiap program siaran dalam setiap saluran siaran
2. melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan atau disalurkan
7

3. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari kapasitas saluran


untuk mengalirkan program dari lembaga siaran publik dan lembaga siaran
swasta
4. Menyediakan satu saluran produksi dalam negeri berbanding 10 saluran siaran
produksi luar negeri atau paling sedikit saluran siaran produksi dalam negeri.
Dengan adanya regulasi yang jelas, baik dari tingkat pusat hingga daerah,
maka lembaga penyiaran sudah meiliki pedoman yang jelas, sehingga segala aktivitas
penyiaran dapat dilakukan dan diimplementasikan dengan baik.
Provinsi Riau yang merupakan salah satu provinsi terbesar di pulau sumatera.
Provinsi Riau yang mana Kota Pekanbaru sebagai Ibu Kota nya memilki kekeayaan
alam yang melimpah, baik sumber daya manusianya hingga kepada sumber daya
alamnya. Provinsi Riau selain memiliki kekayaan Migas, juga menyimpan berbagai
macam surga wisata. Oleh karenya, pemerintah provinsi Riau mencanangkan gerakan
promosi wista, baik ditingkat daerah, nasional hingga kepada tingkat Internasional.
Secara geografis, Provinsi Riau juga memiliki posisi yang sangat strategis
sekaligus juga rentan. Strategis karena berhadapan langsung dengan negara-negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang dipisahkan oleh Selat Malaka yang
merupakan salah satu jalur perdagangan internasional yang tersibuk di dunia. Rentan
karena posisi yang berdekatan dengan negara tetangga tersebut menyebabkan arus
informasi dan budaya yang sangat bebas di sekitar wilayah tersebut, dapat
menyebabkan potensi disintegrasi bangsa apabila tidak mendapat perhatian dan
pengelolaan yang baik.
Oleh sebab itu maka, penyelenggaraan penyiaran yang merupakan salah satu
alat untuk dapat menyebarkan informasi serta edukasi secara masif kepada masyarakat,
memiliki peran yang sangat penting di dalam memperkuat ketahanan nasional di
daerah. Dengan adanya pengaturan mengenai penyelenggaraan penyiaran di Provinsi
Riau yang berbasi kepada kearifan lokal, diharapkan dapat membantu mempertahankan
keutuhan bangsa serta ikut melestarikan kebudayaan yang telah lebih dulu ada di
masyarakat. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.

1.2. Identifikasi Masalah


Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pantai
8
timur pulau Sumatra. Wilayah pesisirnya dengan Selat Melaka. Hingga tahun 2004,
provinsi ini juga meliputi Kepulauan Riau, sekelompok besar pulau-pulau kecil yang
terletak di sebelah Timur Sumatra dan sebelah Selatan Singapura. Provinsi Riau
merupakan salah satu Provinsi di pulau Sumatera. Provinsi Riau sebagai salah satu
provinsi yang besar dipulau Sumatera memiliki banyak keunggalan, dan diantara
semua keunggulan yang ada, wisata alam dan wisata budaya merupakan salah satunya.
Apabila ditelesuri lebih dalam, provinsi riau memiliki spot-spot wisata yang sangat
menarik. Beberapa tahun belakangan ini, banyak ditemukan spot-spot wisata baru.
Penemuan- penemuan tempat wisata baru ini menghadirkan ketertarikan yang besar
pada para wistawan lokal. Begitu juga dengan keanekaragaman kebudayaan yang ada
di Provinsi Riau, kebudayaan ini bahkan manarik minat para wisaatwan internasional.
Akan tetapi, dibalik kekayaan yang tersimpan di Provinsi Riau, masih belum
mampu untuk di ekspos secara luas kepada masyarakat lokal, nasional, hingga kepada
masyarakat internasional. Oleh karenya, harus ada kebijakan dan regulasi yang tepat
untuk mengatasi permasalahan ini, agar wisata alam dan wisata budaya di Provinsi
Riau dapat dikenal secara luas. Ranperda penyiaran merupakan salah satu produk yang
akan menjadi landasan dalam melakukan giat promosi wisata alam dan juga budaya di
provinsi Riau. Dengan adanya Ranperda ini maka diharapkan ada kejelasan sanksi bagi
para pelaku media massa di Provinsi Riau.
Dari latar belakang diatas maka ada beberapa permasalahan yang akan diangkat
dalam penulisan naskah akademik ini, diantaranya adalah sebagai berikutini:
1. Seberapa besar kontribusi penyelenggaraan penyiaran terhadap penguatan
budaya dan ketahanan bangsa yang ada di Provinsi Riau?
2. Apakah sudah ada regulasi yang tegas dalam mengatur penyelenggaraan
penyiaran yang berbasis kearifan lokal di Provinsi Riau?
9

3. Siapa saja yang harus dilibatkan dalam menentukan kebijakan terkait


penyiaran yang ada di Provinsi Riau dan bagaimana tata kelola penyiaran
yang ada di Provinsi Riau?
4. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah?
5. Apa target yang akan diwujudkan, ruang lingkup, jangkauan, dan arah
pengaturan?
Keenam pertanyaan diatas diharapkan mampu menjadi landasan dalam
menentukan kejelasan dan juga peraturan yang jelas terhadap penyiaran yang ada di
provinsi Riau. Dengan adanya kejelasan peraturan terkait penyiaran di provinsi Riau
maka akan dapat mengontrol media-media penyiaran yang ada di Provinsi Riau
nantinya.

1.3.Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik


Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan dan kegunaan
penyusunan naskah akademik ini adalah:
1. Memetakan peran media penyiaran yang ada di Provinsi Riau dalam
berkontribusi menyebarluaskan informasi kebudayaan dan kearifan lokal
Provinsi Riau. Dengan begitu diharapkan dapat menjadi referensi untuk
menyusun kebijakan Penyelenggaraan Penyiaran di daerah yang
berlandaskan pada kearifan lokal di daerah.
2. Merumuskan regulasi bagi semua media penyiaran di Riau dalam
mensukseskan program penyiaran yang berbasis kearifan lokal.
3. Merumuskan sanksi-sanksi bagi para pelaku media penyiaran yang ada di
Provinsi Riau terkait penyelenggaraan penyiaran yang berbasis kearifan
lokal
10

4. Merumuskan lembaga-lembaga yang terlibat dalam menetapkan peraturan-


peraturan penyiaran
5. Merumuskan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan
Raperda Penyiaran Provinsi Riau
6. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan dalam Raperda penyiaran Provinsi Riau.

1.4.Metode
Metode merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan
segala jenis informasi penyiaran yang ada di provinsi Riau. Kajian-kajian literatur/
studi pustaka sangat diperlukan untuk mengetahui hukum tentang penyiaran, undang-
undang tentang penyiaran, sanksi-sanksi dalam penyiaran, hingga kepada lembaga-
lembaga yang terlibat dalam penyiaran. Secara terperinci, untuk memperoleh data dan
informasi untuk naskah ini, maka aktivitas yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Studi pustaka/ kaian literatur terkait peraturan perundangundangan, perjanjian,
atau dokumen hukum lainnya, serta hasil pengkajian, dan referensi lainnya.
Melalui kajian ini diharapkan akan diperoleh pemahaman umum secara yuridis
normatif dan yuridis empiris tentang nomenklatur daerah di Indonesia,
khususnya provinsi Riau.
2. Focused-Group Discussion dengan pihak-pihak yang berkompeten dan terkait
dengan penyiaran di Provinsi Riau. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai peta persoalan tata kelola
penyiaran yang selama ini diberlakukan di Provinsi Riau.
3. Rapat dengar pendapat dengan para pelaku pemerintahan dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau. Rapat dengar pendapat ini
diharapkan memberikan gambaran lebih mendalam terkait dengan problem
nyata di Pemerintahan Provinsi Riau terkait penyiaran dan kemungkinan-
kemungkinan solusinya.
11

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIK

2.1. Kajian Teoritis


Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau
suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif
maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.Penyiaranadalah
kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi
di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio
melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Broadcasting secara
harfiah adalah proses pengiriman sinyal/pesan ke berbagai lokasi secara bersamaan
baik melalui satelit, radio, televisi, komunikasi data pada jaringan dan lain sebagainya
(Riswandi, 2008).
Asal usul istilah penyiaran mengacu pada fenomena di lahan pertanian pada
aktivitas menebar benih di lahan yang luas. Istilah ini pertama kali diadaptasi oleh
insinyur radio masa lalu di wilayah Midwestern Amerika. Mereka mengacu pada
penyebaran sinyal siaran radio analog, dengan bentuk menyerupai penyebaran benih di
ladang. Pada saat itu penyiaran merupakan segmen media massa yang sangat besar.
Penyiaran ditujukan untuk jangkauan khalayak yang sangat sempit yang disebutnarrow
casting. Sejalan dengan perkembangan teknologi komponen elektronika sistem
penyiaran ada 3 sistem yang digunakan, yaitu :
1) Siaran radio
2) Siaran tv (siaran tv)
3) Penyiaran internet (Streaming Radio dan Streaming Televisi) (Simon, 1989).
Berbeda dengan bentuk komunikasi massa lainnya seperti surat kabar, majalah
dan buku, penyiaran merupakan sarana komunikasi yang sepenuhnya elektronik karena
menggunakan elektronik. Surat kabar bukanlah bentuk komunikasi elektronik
12

karena tidak menggunakan teknologi elektronik di semua tahap penyandian. Namun,


sekarang ada surat kabar online atau berbasis internet yang dirancang, diproduksi dan
didistribusikan secara elektronik menggunakan bentuk-bentuk teknologi baru.
Penyiaran dibedakan dari “cablecasting” – transmisi televisi dan terkadang sinyal radio
langsung ke rumah melalui kabel koaksial – karena penyiaran terbuka untuk semua
orang asalkan Anda memiliki penerima televisi atau radio, kabel dibatasi dan
layanannya secara eksklusif hanya tersedia bagi mereka yang memiliki decoder.
Demikian pula, penyiaran, dari definisi dan maknanya, dibedakan dari "narrowcasting"
- transmisi program minat khusus dengan audiens yang lebih kecil (Dominick, 1990).
Peran media massa untuk pembangunan di negara-negara berkembang telah
menarik banyak perhatian dari para sarjana, politisi, lembaga internasional dan
nasional dan praktisi komunikasi. Karya-karya Lerner (l958), Schramm (l964),
McClelland (l961), Pye (l963) dan Rogers (l969) telah membentuk teori dan praktik
awal pemanfaatan media massa untuk pembangunan nasional. Seperti yang dinyatakan
Schramm (l964), "Media massa dapat memperluas wawasan dan dengan demikian
dapat membantu membangun empati. Media massa dapat memusatkan perhatian pada
masalah dan tujuan pembangunan, meningkatkan aspirasi dan semua ini dapat media
massa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini menciptakan iklim informasi
di mana pembangunan dapat dirangsang dirangsang.
Karya-karya Lerner dan Schramm didukung oleh para sarjana lain seperti
Rogers, Inkeles dan Smith, Pye, dan Rao. Rogers (l969) telah melakukan penelitian
lintas budaya yang ekstensif tentang difusi inovasi pertanian di antara para petani. Dia
menemukan bahwa petani yang lebih sukses memiliki karakteristik tertentu seperti
pendidikan lebih dan pandangan kosmopolitan. Paparan media massa ditemukansangat
berkorelasi dengan sebagian besar karakteristik ini. Peran media massa dalam
pembangunan nasional telah dijelaskan dengan baik oleh Schramm (1964). Peran
tersebut adalah:
1) Media Sebagai Penjaga
13

a. Media massa bisa memperluas wawasan


b. Media massa dapat memusatkan perhatian
c. Media massa dapat mengangkat aspirasi
2) Media dalam Proses Pengambilan Keputusan
a. Media massa hanya dapat membantu secara tidak langsung
untuk mengubah sikap yang dipegang teguh atau praktik yang
dihargai.
b. Media massa dapat memberi makan saluran interpersonal
c. Media massa dapat memperluas dialog kebijakan
d. Media massa dapat memberikan status
e. Media massa dapat menegakkan norma-norma sosial
f. Media massa dapat membantu membentuk rasa
3) Media Massa Sebagai Guru, “Media Massa dapat membantu secara
substansial dalam segala jenis pendidikan dan pelatihan”.
Di negara-negara berkembang ketika berbicara tentang peran media massa,
yang paling sering mengacu pada radio (Jamison dan McAnny, 1978). Namun
demikian, perhatian yang meningkat telah diberikan untuk memanfaatkan kekuatan
dan potensi televisi untuk tujuan pembangunan.
Prinsip dasar penyiaran seperti globalisasi, cita-cita demokrasi, toleransi global,
dan tanggung jawab budaya diprediksi akan sepenuhnya direformasi di milenium ini.
Kemajuan formasi dapat dilihat di mana-mana di wilayah ini. Padahal, fenomena ini
tidak umum di tahun-tahun awal dekade terakhir. Para praktisi penyiaran perlahan-
lahan mengembangkan keterampilan profesionalnya sesuai dengan pemahaman
mereka tentang apa yang dibutuhkan media penyiaran di masa depan. Mereka harus fit
untuk bertahan hidup. Ini termasuk pemahaman detail tentang definisi perubahan nilai-
nilai sosial baru untuk merancang program pembangunan. Penyiaran masa depan harus
merancang program pengembangan yang melibatkan semua kelompok signifikan,
tanpa dasar apapun. Kebangsaan, identitas,
14

agama atau warna kulit, akan menjadi kurang penting. Mungkin, penyiar tidak perlu
lagi repot-repot memasukkan karakteristik seperti itu dalam laporan mereka.
Media massa di Indonesia memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya
dengan gerakan nasional untuk memperoleh kemerdekaan nasional dan perjuangan
untuk meningkatkan kehidupan bangsa Indonesia. Radio Republik Indonesia (RRI)
lahir pada hari kemerdekaan Indonesia pada pukul sepuluh pagi tanggal 17 Agustus
1945. Sejak zaman revolusi hingga saat ini, RRI telah berusaha untuk menepati
janjinya TIPRASETYA atau kesetiaan tiga kali lipat dengan menjadi nasionalis tetapi
nonpartisan, berjuang untuk menjaga negara tetap independen, tetapi berdiri di atas
semua arus politik dan kepentingan partai demi persatuan nasional. Radio Republik
Indonesia telah berfungsi sebagai media komunikasi yang efektif untuk menjaga
semangat juang rakyat selama perang kemerdekaan, sedangkan pers seperti halnya di
negara-negara Asia lainnya telah menjadi salah satu mekanisme yang digunakan oleh
para pemimpin pergerakan nasional untuk menyebarkan ide-ide mereka. Itulah
sebabnya pers di negeri ini secara tradisional menjadi "press d'opinion" daripada "press
d'information". Tokoh-tokoh nasional seperti Sukarno, Hatta, Syahrir, Haji Agus
Salim, Sam Ratulangi, dll adalah penulis atau kolumnis surat kabar nasional biasa dan
beberapa dari mereka bahkan menerbitkan majalah mereka sendiri.
Persoalannya masih tetap bagaimana mempopulerkan radio dan televisi di
masyarakat pedesaan. Barang-barang ini mungkin berada dalam jangkauan petani
kaya, tetapi masih di luar kemampuan ekonomi nelayan miskin. Yang lebih penting
adalah pemilihan program yang sesuai dengan selera dan pandangan masyarakat
pedesaan. Radio dan televisi harus menjadi media yang akrab bagi masyarakat desa
dan sumber informasi, pendidikan serta hiburan tanpa efek demonstratif yang tidak
diinginkan dari pola konsumtif yang berlebihan.
Oleh karena itu pemilihan program bukanlah tugas yang mudah karena
melibatkan anggaran dan waktu yang dibutuhkan untuk produksi "perangkat lunak".
Harga sebuah pesawat televisi masih mahal dan di luar jangkauan rata-rata daya beli
masyarakat Indonesia. Namun, masalah ini dapat diselesaikan terutama untuk daerah
15

pedesaan dengan memasang televisi di titik-titik strategis di mana orang dapat dengan
mudah menonton program seperti ketika mereka secara kolektif menonton pertunjukan
"wayang".
Menurut pengamatan pribadi saya, yang tidak berdasarkan kajian ilmiah, isi
program radio lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa daripada
televisi. Radio memiliki variasi isi program mulai dari program penyuluhan pertanian
hingga kesehatan masyarakat, masyarakat desa. Pers Indonesia menurut latar belakang
tradisionalnya memiliki komitmen yang kuat terhadap pembangunan nasional yang
merupakan pekerjaan utama selama beberapa dekade terakhir dan periode-periode
berikutnya setelahnya.
Pengembangan dan juga hiburan. Radio telah membentuk audiens yang berbeda
karena ada perbedaan dalam kebiasaan mendengarkan. Pemenuhan fungsi media massa
ini belum dapat dijangkau oleh TVRI, karena siaran televisi baru dimulai pada tahun
1962, tetapi menyusul radio selama lima tahun terakhir. Pers Indonesia menurut latar
belakang tradisionalnya memiliki komitmen yang kuat terhadap pembangunan
nasional, yang merupakan pekerjaan utama selama beberapa dekade terakhir dan
periode-periode berikutnya setelahnya. Namun dalam upaya mengembangkan fungsi
pembangunannya sendiri, pers Indonesia masih menghadapi beberapa masalah
mendasar, yaitu:
A. Keharusan dari pihak pers itu sendiri untuk berkembang dan
berkembang. Pers dihadapkan pada tren perkembangan baru di bidang
ekonomi yang pengaruhnya menyentuh eksistensinya. Kegiatan
ekonomi harus ditangani sesuai dengan hukum ekonomi. Perencanaan
operasi harus memperhitungkan prinsip akuntansi biaya,
pengembangan mekanisme pasar, peningkatan peran iklan, efisiensi
manajemen, dll. Semua faktor ini memberikan pengaruh tertentu pada
pihak pers Indonesia yang mengharuskan mereka untuk
mengembangkan diri menurut prinsip-prinsip ekonomi selain
berpegang pada sisi idealis. Banyak surat kabar telah berhasil
16

menyesuaikan diri dengan tren perkembangan baru dan memanfaatkan


peluang yang ditawarkan oleh pendekatan ekonomi baru. Tapi, lebih
banyak lagi yang harus memecahkan masalah yang muncul dari sistem
ekonomi baru. Masalah manajemen, efisiensi, kerentanan terhadap
kemungkinan-kemungkinan baru adalah masalah yang dihadapi pers
Indonesia saat ini.
B. Pada saat yang sama pers Indonesia juga harus mengembangkan fungsi
idealisnya sebagai media massa yang berorientasi pada pembangunan,
yang memang bukan tugas yang mudah, komitmennya masih kuat dan
orientasinya dapat cepat berkembang dan meluas, namun ada persoalan
bagaimana caranya. Transfer komitmen ini untuk pengembangan ke
dalam praktik jurnalisme sehari-hari. Pertanyaannyaadalah bagaimana
memperluas berita dengan dimensi pembangunan. Sampai sekarang
orang termasuk pembaca surat kabar terbiasa dengan jenis berita
tertentu. Sekarang peningkatan produksi beras, kampanye buta huruf,
perluasan pasar kerajinan desa, peningkatan kapasitas produksi petani
dan industri kecil harus menjadi berita.Masalah- masalah seperti ini
menuntut wartawan untuk lebih jeli dalam menggali dan menyajikan
berita untuk menarik perhatian pembaca, mengubah kebiasaan
membaca, dan memperbesar minat pembaca terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan pembangunan. Ini melibatkan pengetahuan tentang
masalah pembangunan dan kemampuan kejuruan untuk menyajikannya
dalam tulisan-tulisan yang merangsang.
Terlepas dari fungsi umum pers, media massa di negara berkembang memiliki
peran khusus untuk dilakukan yang meliputi:
1. Tugas untuk memperkuat dan merangsang konsensus dasar nasional.
Aspek ini sangat penting karena negara berkembang adalah bangsa yang
masih memupuk integritas nasionalnya, yang merupakan infrastruktur
spiritual pembangunan bangsa.
17

2. Perlunya membiasakan diri dengan masalah-masalah sosial yang


sensitif yang ada di masyarakat. Masalah yang tidak untuk dibekukan,
tetapi juga tidak hanya untuk dilaporkan begitu saja. Pers harus mencari
solusi yang tepat atas permasalahan yang ada dengan bekerja sama
dengan pemerintah dan masyarakat.
3. Merangsang inisiatif yang berasal dari masyarakat dalam
mempromosikan potensi kreatifnya sendiri sesuai dengan tuntutan yang
meningkat.
4. Untuk menyebarluaskan dan memperkuat perasaan kemampuan
masyarakat untuk mengubah nasibnya sendiri.
5. Kekurangan, kegagalan, dan korupsi diberitakan oleh pers bukan untuk
menciptakan perasaan putus asa dan pesimisme, tetapi untuk
merangsang koreksi diri dan menginspirasi dorongan untuk kemajuan,
dan, oleh karena itu, kemauan untuk dikoreksi.
Pariwisata saat ini merupakan industri terbesar di dunia dengan pendapatan
tahunan lebih dari tiga triliun dolar. Ini menyediakan lebih dari enam juta pekerjaandi
Amerika Serikat, menjadikannya perusahaan terbesar di negara itu. Pariwisata adalah
kumpulan kegiatan, layanan, dan industri yang memberikan pengalaman perjalanan,
termasuk transportasi, akomodasi, makan dan minum, toko ritel, bisnis hiburan, dan
layanan perhotelan dan pariwisata lainnya yang disediakan untuk individu yang
bepergian jauh dari rumah. Menurut Geoffrey dan Alister (2006), pariwisata adalah
perpindahan sementara orang ke tujuan di luar tempat kerja dan tempat tinggal normal
mereka, kegiatan yang dilakukan selama mereka tinggal di tujuan tersebut, fasilitas
yang diciptakan dan layanan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pembangunan di mana lingkungan merupakan komponen kunci dari pengembangan
pariwisata (Holden, 2008). Atribut lingkungan dapat dilihat sebagai alam atau budaya.
Pengembangan pariwisata terjadi di mana lingkungan alam/budaya menarik dan
diinginkan.
18

Pengembangan pariwisata berfokus terutama pada area tertentu, dan media


adalah mediator antara pariwisata dan masyarakat. WTO (2004) mendefinisikan media
massa sebagai media yang mencakup semua aktivitas dan proses untuk
mempertemukan pembeli dan penjual. Media massa adalah cara komunikasi yang
menyediakan informasi tentang produk, jasa dan tempat; orang pindah ke tujuan yang
berbeda untuk tujuan rekreasi, istirahat, jalan-jalan dan rekreasi. Pilihan tujuan mereka
tergantung pada informasi yang mereka dapatkan dari media massa. Artinya, mereka
memilih tujuan berdasarkan apa yang mereka dengar, baca atau lihat dari media massa.
Media massa adalah saluran non-personal yang menyiarkan pesankepada masyarakat
umum melalui televisi, radio, surat kabar, jurnal, dan internet.
Iklan kurang efektif dalam meyakinkan orang untuk mengunjungi suatu tujuan
wisata yang pengetahuannya sedikit atau tidak sama sekali, dan bahkan kurang efektif
dalam meyakinkan orang untuk mengunjungi tempat yang pengalamannya negatif.
Oleh karena itu, pengetahuan yang mendalam tentang media massa sangat diperlukan
jika destinasi tersebut memiliki reputasi yang baik. Oleh karena itu periklanan adalah
cara yang paling ekonomis dan efektif untuk mempromosikanpariwisata.
Tujuan utama periklanan suatu destinasi pariwisata adalah untuk menciptakan
kesadaran, mempromosikan produk industri, citra merek layanan dan untuk
komunikasi tentang keberadaan destinasi pariwisata tersebut. Kapasitas internet yang
luas memungkinkan setiap media untuk menyelidiki dan mempublikasikan analisis
mendalam secara mendalam. Media massa memiliki peran penting dalam
pengembangan pariwisata. Hubungan antara pengembangan pariwisata dan media
massa secara virtual bergantung pada media massa karena sebagian besar keputusan
perjalanan dibuat oleh wisatawan.
Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk menggerakkan
dan memaksimalkan potensi wisata dan budaya di provinsi Riau, maka media massa
menjadi salah satu media yang paling ideal. Media massa dapat dijadikan sebagai
media promosi wisata dan budaya di Provinsi Riau. Oleh karenanya harus ada
19

peraturan yang jelas dalam mengatur media massa di provinsi Riau untuk dapat lebih
maksimakl lagi dalam mempromosikan wisata alam dan juga budaya.
Semua pihak dalam hal ini harus dilibatkan, mulai dari lemabaga pemerintahan,
lembaga penyiaran, hingga kepada komisis penyiaran yang ada di provinsi Riau agar
peraturan dan regulasi terkait penyiaran wisata alam dan budaya diprovinsi Riau dapat
diwujudkan dengan baik. Adapun terkait sanksi terkaitpelanggaran-pelanggaran dalam
penyiaran wisata alam dan juga kebudayaan di Provinsi Riau juga harus jelas .
2.2. Kajian Terhadap Asas/Prinsip
1. Asas kebebasan, siaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan
berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, termasuk
menjamin kebebasan berkreasi dengan bertumpu pada asas keadilan,
demokrasi, dan supremasi hukum;
2. Asas adil dan merata, penyiaran harus mencerminkan keadilan dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah,
termasuk hak asasi setiap individu/orang secara meratadengan menghormati
dan tidak mengganggu hak individu/orang lain;
3. Sebagai keseimbangan, memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara, juga harus mempertimbangkan siaran sebagai lembaga ekonomi
yang penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun internasional;
4. Asas, mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi,
khususnya di bidang siaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi,
televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam siaran;
5. Asas Pemberdayaan, memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol
sosial dan berpartisipasi dalam siaran nasional; untuk itu, dibentuk Komisi
Penyiaran Indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili
kepentingan publik akan siaran;
20

6. Asas efektif dan efisien, siaran memiliki kaitan erat dengan spektrum frekuensi
radio dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang
terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien;
7. Asas perlindungan sosial dan budaya, pengembangan siaran diarahkan pada
terciptanya siaran yang berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan
mencerminkan aspirasi masyarakat yang beragam, untuk meningkatkan daya
tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya Asing;
8. Asas Pendayagunaan Kearifan Lokal, adalah menjaga integritas Indonesia
sebagai suatu kesatuan sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan
keamanan.
2.3. Kajian Terhadap Praktik Penyiaran
Dalam pengaturan penyelenggaraan penyiaran di Provinsi Riau tidak hanya
didasarkan oleh tuntutan kepentingan pada ranah regulasi, namun juga harus
didasarkan pada evaluasi terhadap bentuk dan tata kelola penyelenggaraan penyiaran
yang berlaku saat ini (existing). Evaluasi terhadap kondisi terkin pada kebijakan
penyelenggaraan penyiaran dan kelembagaan telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi
Riau. Kesimpulan hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa kebijakan
penyelenggaraan penyiaran perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan penataan. Mulai
dari aspek administrasi sampai aspek teknis penyelenggaraan penyiaran maupun aspek
kewenangan terkait dengan kewenangan daerah yang terkait bidang komunikasi dan
informasi. Persoalan-persoalan perlu dibenahi dan disesuaikan dengan tujuan
pemerintah provinsi Riau terkait penyiaran.
Adanya ketidaksesuaian aspirasi dan ketidaksinkronan antara kelembagaan
penyiaran di Provinsi Riau, maka perlu adanya tindak lanjut terkait regulasi-regulasi
maupun peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh media penyiaran yang ada di
Provinsi Riau. Oleh karena itu pembentukan raperda ini harus dilakukan dan
ditindaklanjuti sehingga terwujud sinkronisasi antara aspirasi dan fungsi kelembagaan
dalam hubungannya secara horizontal dan vertikal.
21

2.4. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan


Penyusunan Raperda Penyelenggaraan Penyiaran di Provinsi Riau perlu
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional. Hal ini
diperlukan agar ada kepastian hukum dan sinkronisasi antar lapisan produk hukumdan
keserasian hubungan kelembagaan mengenai siaran di Provinsi Riau dengan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam wilayahnya, dapat
dilakukan dengan baik. Penyelenggaraan siaran tidak hanya untuk menyampaikan
informasi tentang urusan pemerintahan pusat sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 serta perubahannya UU No 23 tahun 2014; itu juga
harus mengangkat nilai-nilai ekonomis untuk mendukung pembangunan kesejahteraan
daerah. Oleh karena itu, efektifnya penyusunan Raperda ini harus didukung oleh
semua pihak yang terkait. Begitu pula tidak boleh menimbulkan dualisme hukum
siaran, karena baik hukum siaran yang dikembangkan di pusatmaupun di daerah tetap
dalam sistem hukum Indonesia.

Di dalam Perda ini juga nantinya akan memuat implikasi kepada beban keuangan
negara, dalam hal ini akan ditanggung oleh APBD. Oleh karena Perda ini mengatur juga
tentang kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau, yang
membutuhkan dukungan pembiayaan dalam melaksanakan fungsi dan tugas mengawal
pelaksanaan penyiaran di daerah.
22

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Dalam penyusunan Peraturan Daerah tentang Penyiaran di Provinsi Riau, maka


perlu dilakukan evaluasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan baik
peraturan vertikal (UU, Peraturan Pemerintah) maupun horizontal (Peraturan Daerah,
Peraturan Gubernur). Hal ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum tentang
mekanisme penyelenggaraan penyiaran di Provinsi Riau serta sanksi tegas terhadap
pelanggaran aturan. Terdapat beberapa regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan
penyiaran yang dievaluasi dan dianalisis yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran, UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor
14 tentang Keterbukaan Informasi dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 tentang
RPJMD Provinsi Riau.

3.1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran


Penyiaran adalah bagian dari kemerdekaan menyampaikan pendapat dan
pemenuhan hak memperoleh informasi. Kemerdekaan menyampaikan pendapat dan
memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung
jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun
1945.
UU 32 tahun 2020 tentang Penyiaran bermaksud untuk menjaga integrasi
nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka
perlu dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi
nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
23

Lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai


peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki
kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial. Siaran yang dipancarkan dan
diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam
pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran
wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian
dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran didalamnya
mengatur tentang Asas, Tujuan, Fungsi, dan Arah; Penyelenggaraan Penyiaran;
Pelaksanaan Siaran; Pedoman Perilaku Penyiaran; Peran serta Masyarakat;
Pertanggungjawaban; Sanksi Administratif; Penyidikan; dan Ketentuan Pidana.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disahkan Presiden
Megawati Soekarnoputri pada tanggal 28 Desember 2002 di Jakarta. UU 32 tahun 2002
tentang Penyiaran diundangkan oleh Sekretaris Negara Bambang Kesowo di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran
ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139.
Penjelasan Atas Undang-undang Nomor 32 tentang Penyiaran ditempatkan pada
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252.

3.2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers


Kebebasan pers di Indonesia lahir setelah Orde Baru tumbang pada 1998 dan
munculnya pasal 28 F UUD 1945, melalui amandemen kedua, yang berbunyi,” setiap
orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengungkapkan segala
jenis saluran yang tersedia.”
24

Kendati Indonesia menyatakan negara demokrasi, kenyataannya selama rezim


Orde Baru, kebebasan pers sebagai salah satu ciri demokrasi justru mengalami
kekangan. Media yang dinilai melanggar peraturan dan mengeritik penguasa bisa
dikenakan pembredelan. Mekanisme penerbitan media massa dikontrol melalui ”rezim
SIUPP” (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Pasca reformasi, pemerintah mencabut sejumlah peraturan yang dianggap
mengekang kehidupan pers. Peraturan tersebut antara lain: Peraturan Menteri
Penerangan Nomor 1 tahun 1984 tentang Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP), Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Wartawan, Surat Keputusan (SK) Menpen Nomor 214 Tentang
Prosedur dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP, dan SK Menpen Nomor 47
Tahun 1975 tentang Pengukuhan PWI dan Serikat Pekerja Surat Kabar Sebagai Satu-
Satunya Organisasi Wartawan dan Organisasi Penerbit Pers Indonesia.
Kebebasan pers ini kemudian ditegaskan lagi lewat Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers UU No. 40 /1999 menggantikan Undang-Undang No. 11
Tahun 1966 mengenai Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, yang ditambah dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967, dan kemudian diubah dengan Undang- Undang
Nomor 21 Tahun 1982. UU No. 40/1999 menegaskan tidak ada sensor dan
pembredelan terhadap pers.
Pasal-pasal yang menegaskan kemerdekaan, fungsi dan pentingnya pers dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 adalah Pasal 2 : Kemerdekaan pers adalah
salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,
keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 3 ayat (1): Pers nasional mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Pasal 6 : Pers nasional melaksanakan peranannya: memenuhi hak masyarakat
untuk mengetahui menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinnekaan
mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar
25

melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum, dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Adapun Kemerdekaan pers diatur dalam: Pasal 4 ayat (1) : Kemerdekaan pers
dijamin sebagai hak asasi warga negara, Pasal 4 ayat (2) : Terhadap pers nasional tidak
dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran Pasal 4 ayat
(3) : Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Undang-Undang tentang Pers memberi sanksi kepada mereka yang
menghalang-halangi kerja wartawan. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pers
menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal
4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda
paling banyak Rp 500 juta."
Walau undang-undang menjamin kebebasan pers, tapi bukan berarti kebebasan
pers di Indonesia menempati peringkat tinggi dibanding negara lain. Pada 2017,
misalnya indeks kebebasan pers di Indonesia berada pada urutan 124 dari180 negara.
Menurut lembaga international Reporter Sans Frontiers (RSF) kebebasan pers di
Indonesia jauh di bawah negara Asia, seperti Hongkong, Jepang, dan Timor Leste.

3.3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhakuntuk
mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang
dalam memperoleh Informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang
keterbukaan Informasi Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak untuk
memperoleh Informasi merupakan hak asasi
26

manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang
demokratis.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang
terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka
penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin
dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga
relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalamproses pengambilan
keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa
jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat
penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk
memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani
permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara
sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik
untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas
Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas.
Lingkup Badan Publik dalam Undang- undang ini meliputi lembaga eksekutif,
yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat,
perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang
sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan
tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan
akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi
yang hakiki.
27

Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik


termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang
sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan
pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good
governance).

3.4. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


Pengesahan UU Cipta Kerja No. 11/2020 hingga kini masih meninggalkan
banyak kontroversi di berbagai sektor publik termasuk sektor penyiaran.
Dimasukkannya sejumlah pasal yang mengatur tata kelola lembaga penyiaran ke dalam
UU ini memicu protes karena mereduksi prinsip universal penyiaran sebagai entitas
yang tidak hanya bersifat benda/kerja komersial dan karenanya menjadi pengguna
tenaga kerja seperti spirit UU Cipta Kerja.
Penyiaran merupakan entitas media massa, terkait pengelolaan konten yang
sehat dan infrastruktur yang otonom, independen serta sebaran lembaganya harus
merata, tidak Jakarta sentris. Terdapat perubahan signifikan penjaminan ketiga aspek
diatas antara UU Penyiaran No. 32/2002 dengan UU Cipta Kerja. Dalam UU No. 32,
terdapat dua regulator penyiaran yang posisinya relatif seimbang: Pemerintah dan KPI.
Ini suatu kondisi yang relatif baik, meskipun belum paripurna karena seharusnya
pemerintah tidak lagi menjadi regulator.
Mengutip artikel Masduki berjudul Lembaga Penyiaran Pasca UU Cipta Kerja
menyebutkan bahwa dalam UU Cipta Kerja, pemerintah kembali menjadi regulator
tunggal dan posisi Komisi Penyiaran adalah „regulator penggembira‟ saja, karena tidak
ada lagi hak review atas perizinan siaran. Setiap pelaku penyiaran yang mengajukan
izin berdiri atau perpanjangan, cukup memberikan pernyataan sanggup mengikuti
ketentuan P3SPS. Terminologi izin ini juga berubah, dari izin penyelenggaraan,
menjadi hanya izin usaha. Artinya ada reduksi makna yang
28

memposisikan penyiaran sebagai entitas bisnis semata, melihat publik sebagai


konsumen, bukan entitas sosial yang berperan strategis untuk pemberdayaan publik.
UU Cipta Kerja berpeluang besar memperkuat peta sentralisasi dan monopoli
bisnis penyiaran karena dua hal. Pertama, UU ini mengatur izin operasi penyiaran dapat
berskala nasional, tidak lagi berskala lokal dan jaringan seperti amanat UU
sebelumnya. Pemilik modal tentu lebih memilih mengembangkan model siaran
nasional seperti saat ini karena menghemat modal dan kerja manajemen. Tanpa
mekanisme perlindungan yang kuat, inisiatif pendirian televisi lokal sebagai upaya
redistribusi hak publik akan makin terhambat.
UU Cipta Kerja khususnya pasal 60A juga memberi „cek kosong‟ pengaturan
teknis tata kelola siaran ddigital dan migrasi teknologi analog ke digital kepada
Kementerian Kominfo bukan KPI. Artinya pemerintah menjadi penentu tunggal
penyiaran digital dan berdasarkan pengalaman 10 tahun terakhir, pemerintah berpihak
kepada pemodal bukan publik.

3.5. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Perda Nomor 12 tahun 2017 tentang perubahan Perda Provinsi Riau Nomor 9
Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
menguraikan tentang perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Provinsi Riau tahun 2005-2025. Perubahan RPJPD Provinsi Riau Tahun 2005-2025
disusun melalui tahapan perencanaan teknokratik yang diikuti dengan perencanaan
partisipatif dengan mengedepankan proses evaluasi, proyeksi dan analisis terhadap
faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung terhadap pembangunan daerah Provinsi Riau. Perubahan RPJPD ini
diharapkan dapat mengarahkan dengan lebih fokus pada perencanaan di tingkat yang
lebih detil pada rencana pembangunan jangka menengah dan jangka tahunan daerah
untuk mewujudkan masyarakat Provinsi Riau yang mandiri dan sejahtera.
29

Terkait dengan Perda Nomor 12 Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan


Daerah Provinsi Riau Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah, maka diaturlah visi dan misi Provinsi Riau. Adapun visi Provinsi Riau
yakni; “Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan
Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera
Lahir dan Bathin, di Asia Tenggara Tahun 2025”
Adapun berkenaan dengan arti dan maksud Visi Riau 2025 adalah sebagai
berikut:
Visi Riau; merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau,
Subjek utama yang ingin dicapai dari setiap aktivitas pembangunan di Riau
adalah Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Pusat Kebudayaan Melayu
dengan bentangan ruang Indonesia, yang mengarahkan secara empirik bahwa
pembangunan ekonomi dan kebudayaan Melayu merupakan dua hal yang
memiliki hubungan yang krusial. Pembangunan ekonomi yang berbasis
keadilan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat diharapkan akan
memberi insentif bagi perubahan-perubahan positif pada kebudayaan.
Sementara itu, kebudayaan menjadi modal penting pula untuk menggerakan
perkembangan aktivitas ekonomi.

Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian; Potensi perekonomian Riau dan


posisi geografis Provinsi Riau yang strategis merupakan modal dasar yang kuat
dalam menuju Riau sebagai pusat perekonomian di Kawasan Selat Malaka.
Provinsi Riau yang berhadapan langsung dengan beberapa negara tetangga di
Asia Tenggara sangat mampu menjadikan Riau sebagai outlet utama bagi
aktivitas perdagangan antar negara bagi Kawasan Selat Malaka. Posisi Riau
yang berada di tengah pulau Sumatera menjadi sangat penting sebagai lintasan
pergerakan antar wilayah di Pulau Sumatera, sehingga memberikan peluang
untuk membangun akses yang tinggi bagi lalu lintas
30

barang, orang, informasi dan modal; keuntungan lokasi sebagai pusat kegiatan;
dan sebagai lokasi transit pergerakan orang dan barang.

Provinsi Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu; Merupakan sumber


penggalian, penerapan, dan orientasi bagi nilai-nilai Budaya Melayu, dimana
Budaya Melayu menjadi ruh bagi prilaku masyarakat dan pemerintahan dalam
karsa dan karya pembangunan di Provinsi Riau. Sebagai sebuah payung
kebudayaan daerah, yakni kelangsungan Budaya Melayu secara komunitas
dalam kerangka pemberdayaannya sebagai alat pemersatu dari berbagai etnis
yang ada. Riau sebagai tanah leluhur Budaya Melayu semakin perlu
menegaskan jati diri Melayu di Kawasan Selat Malaka.

Masyarakat yang Agamis dan Sejahtera; Tujuan akhir pembangunan adalah


masyarakat yang beriman dan bertakwa, di samping kesejahteraansecara fisik.
Dalam aspek sosial dan budaya ditunjukan dengan kestabilan politik,
ketentraman dan ketertiban, pengamalan agama secara konsisten, kerukunan
hidup antar umat beragama, kelestarian dan pengamalan nilai-nilai luhur
budaya daerah.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dijadikan landasan dasar terkait penataan
isi siaran di Provinsi Riau untuk merujuk kepada visi dan misi Provinsi Riauyang sudah
diatur dalam Perda Nomor 12 tahun 2017 tentang perubahan Perda Provinsi Riau
Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.
31

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

4.1. Landasan Filosofis


Dalam penyusunan naskah akademik tentang penyelenggaraan penyiaran di
Provinsi Riau terdapat landasan filosofis yang mendasar. Semangat filosofis yang
diusung diantaranya Tunjuk Ajar Melayu yang ditulis oleh Tenas Effendi. Kata“tunjuk
ajar” merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua kata: “tunjuk” dan “ajar”. Kata
“tunjuk” menurut kamus merupakan kata dasar yang berarti “menunjukkan”. Dari kata
dasar itu akan lahir banyak sekali kata turunan dan kata majemuk, seperti tunjuk diri
(tunjuk muka); tunjuk hidung (langsung mengatakan siapa yang dicari atau yang
dicurigai); tunjuk muka (memperlihatkan diri atau muka) misalanya menghadap orang
besar dan sebagainya); tunjuk perasaan (demonstrasi, unjuk rasa). Kata “ajar” berarti
petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau (diturut).
Tenas Effendy, pengumpul TAM mendefinisikan tunjuk ajar adalah segala
jenis petuah, nasehat, amanah pengajaran dan contoh tauladan yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia dalam arti luas. Sedangkan Tunjuk Ajar Melayu adalah segala
petuah, amanah, suri teladan dan nasehat yang membawa manusia ke jalan yang lurus
dan diridhai Allah yang berkahnya menyelamatkan manusia dalam kehidupan di dunia
dan kehidupan di akhirat.
Terdapat beberapa nilai-nilai kultural yang ditanamkan Tenas Effendy dalam
untaian puitisnya, “Yang disebut tunjuk ajar petuah membawa berkah, amanah
membawa tuah, dari yang tua petunjuknya mengandung tuah, pengajarannya berisi
marwah, petuahnya berisi berkah, amanahnya berisi hikmah, nasehatnya berisi
manfaat, pesannya berisi iman, kajinya mengandung budi, contohnya pada yang
senonoh, teladannya di jalan Tuhan.
32

Dalam konteks penyiaran, tunjuk ajar melayu berisi pernyataan yang bersifat
khas, mengandung nilai nasihat dan petuah, amanah, petunjuk dan pengajar serta
contoh teladan yang baik. Dapat mengarahkan manusia pada kehidupan yang benar dan
baik serta dalam keridhaan Allah untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia
dan akhirat.
Butir-butir yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu seringkali disandarkan
pada pernyataan „kata orang tua-tua dulu‟. Wawasan pengalaman yang didapati oleh
orang-orang terdahulu melalui dua sumber yakni bacaan terhadap alam (melalui
interaksi ekologis), serta bacaan terhadap kitab-kitab otoritatif.
Setelah Islam masuk ke dalam tradisi dan budaya melayu, tafsir-tafsir tersebut
semakin kekal karena semakin membuat kebudayaan Melayu lebih bersinar. Al-Quran,
Hadits, kitab-kitab para ulama dan aulia mengekalkan lagi isi setiap tafsir dari butir
tunjuk ajar yang ada. Pada kondisi ini tak heran jika Tunjuk Ajar Melayu memiliki
posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dijadikan sebagai rujukan
dan patokan utama untuk kesadaran, moralitas, serta pembentukan jatidiri dalam
kehidupan sosial masyarakat Melayu tradisional.
Degan demikian, sangatlah rasional jika penyelenggaraan penyiaran dan
penataan konten siaran di Provinsi Riau harus berlandaskan pada nilai-nilai filosofis
kultural masyarakat Melayu Riau yang tercantum dalam Tunjuk Ajar Melayu. Hal ini
bertujuan agar tatanan masyarakat kehidupan semakin lebih baik ketika diterpa oleh
konten penyiaran yang sehat.

4.2. Landasan Sosiologis


Penyusunan naskah akademik ini juga didasari atas landasan sosiologis dari
khalayak. Dalam konteks landasan sosiologis, dibahas tentang aspek geografis,
penduduk, aspek pendidikan, social budaya dan ekonomi.
33

A. Geografis dan Iklim


Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2019 tanggal 8
Oktober 2019 Provinsi Riau memiliki luas area sebesar 87.023,66 km2. Keberadaannya
membentang dari lereng Bukit Barisan sampai dengan Selat Malaka, terletak antara
01o 05‟00‟‟ Lintang Selatan sampai 02o 25‟00‟‟ Lintang Utara atau antara 100o
00‟00‟‟Bujur Timur-105o 05‟00‟‟ Bujur Timur. Batas-batas daerah Provinsi Riau
adalah:
- Sebelah Utara: Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara.
- Sebelah Selatan: Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat.
- Sebelah Timur: Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka.
- Sebelah Barat: Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara.

Di Provinsi Riau, ada 5 wilayah yang melakukan pengamatan iklim, yaitu


Stasiun Meterologi Indragiri Hulu di Kabupaten Indragiri Hulu , Pos Pengamatan
Meteorologi Bandara RAPP Pangkalan Kerinci di Kabupaten Pelalawan, Stasiun
Klimatalogi Tambang di Kabupaten Kampar, Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim
II Pekanbaru, dan Pos Pengamatan Meteorologi Bandara Pinang Kampai di Kota
Dumai. Dari lima wilayah tersebut, selama tahun 2020, suhu tertinggi terjadi di
Kabupaten Kampar pada Bulan Februari dengan maksimal suhu sebesar 38,00 derajat
celcius, serta suhu terendah terjadi di Kabupaten Kampar pada Bulan Desember dengan
suhu sebesar 20,00 derajat celcius.
Dari lima wilayah tersebut, curah hujan tertinggi terjadi di Kabupaten Indragiri
Hulu pada Bulan April sebesar 506,2 mm, serta curah hujan terendah terjadi di Kota
Pekanbaru pada Bulan Februari sebesar 30,00 mm. Sedangkan jumlah hari hujan,
terbanyak terjadi di Kabupaten Kampar pada Bulan November yaitu 24 hari, sedang
Kabupaten yang paling sedikit terjadi hujan terjadi di Kabupaten Pelalawan pada bulan
Juni yaitu 4 hari.
34

B. Penduduk
Sensus Penduduk 2020 (SP2020) mencatat penduduk Provinsi Riau pada bulan
September 2020 sebanyak 6,39 juta jiwa. Sejak Indonesia menyelenggarakan sensus
penduduk yang pertama pada tahun 1961, jumlah penduduk Provinsi Riau terus
mengalami peningkatan. Hasil SP2020 dibandingkan dengan SP2010 memperlihatkan
penambahan jumlah penduduk sebanyak 855,72 ribu jiwa atau rata- rata sebanyak
85,57 ribu setiap tahun.
Sementara itu, rasio jenis kelamin Provinsi Riau pada tahun 2020 sebesar
105,11.Angka ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam 100 penduduk perempuan
terdapat 105 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk di Riau tahun 2020 mencapai
73,48 jiwa/km2.
Angka kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kota Pekanbaru sebesar
1.555,28 jiwa/km2 dan kepadatan terendah di Kabupaten Pelalawan sebesar 30,57
jiwa/km2. Kota Pekanbaru mempunyai jumlahpenduduk yang paling besar, yaitu
983,36 ribu jiwa, diikuti Kabupaten Kampar 841,33 ribu jiwa dan Kabupaten Indragiri
Hilir 654,91 ribu jiwa. Jumlah penduduk Riau terbanyak ada pada kelompokumur 0-4
tahun, artinya komposisi penduduk usia muda yang belum produktif masih cukup
tinggi sehingga perlu kebijakan dari pemerintah terkait kesehatan dan pendidikan
penduduk usia balita ini.

C. Pendidikan
Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan penduduknya. Semakin maju pendidikan berarti akan membawa
berbagai pengaruh positif bagi masa depan berbagai bidang kehidupan. Demikian
pentingnya peranan pendidikan, tidaklah mengherankan kalau pendidikan senantiasa
banyak mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. Pada tahun
2020/2021 Taman Kanakkanak berjumlah 2.212 sekolah dan Sekolah Dasarberjumlah
3.727 sekolah. Data statistik pendidikan menengah terbatas pada SMP dan
35

SMA/SMK di lingkungan Dinas Pendidikan Nasional saja. Pada tahun 2019/2020


terdapat 1.196 SMP, 449 SMA, dan 299 SMK.

D. Sosial Budaya
Riau berada di garda terdepan dalam menjaga tradisi dan kebudayaan Melayu
di Indonesia. Bahasa pengantar di provinsi ini umumnya Melayu. Adat istiadat yang
berkembang dan hidup di provinsi ini adalah adat istiadat Melayu, yang mengatur
segala kegiatan dan tingkah laku warga masyarakatnya bersendikan Syariah Islam.
Penduduknya pun terdiri dari Suku Melayu Riau dan berbagai suku lainnya, mulai dari
Bugis, Banjar, Mandahiling, Batak, Jawa, Minangkabau, dan China. Uniknya, di
provinsi ini masih terdapat kelompok masyarakat yang dikenal dengan masyarakat
terasing, antara lain:
1. Suku Sakai: kelompok etnis yang berdiam di beberapa kabupaten antara lain
Kampar, Bengkalis, Dumai.
2. Suku Talang Mamak: berdiam di daerah Kabupaten Indragiri Hulu dengan
daerah persebaran meliputi tiga kecamatan: Pasir Penyu, Siberida, dan Rengat.
3. Suku Akit: kelompok sosial yang berdiam di daerah Hutan Panjang Kecamatan
Rupat, Kabupaten Bengkalis.
4. Suku Hutan: suku asli yang mendiami daerah Selat Baru dan Jangkang di
Bengkalis, dan juga membuat desa Sokap di Pulau Rangsang Kecamatan
Tebing Tinggi serta mendiami Merbau, sungai Apit dan Kuala Kampar.

Provinsi Riau sangat kaya dengan kerajinan daerah. Hanya saja hingga kini
potensi kini potensi ekonomi rakyat ini masih kurang perhatian. Salah satu bentuk
kerajinan daerah Riau adalah anyaman yang erat hubungannya dengan kebutuhan
hidup manusia. Kerajinan ini dikembangkan dalam bentuknya yang aneka ragam,
dibuat dari daun pandan, daun rasau, rumput laut, batang rumput resam, rotan, daun
kelapa, daun nipah, dan daun rumbia. Hasil anyaman ini bermacam-macam pula,
36

mulai dari bakul, sumpit, ambung, katang-katang, tikar, kajang, atap, ketupat, tudung
saji, tudung kepala dan alat penangkap ikan yang disebut sempirai, pangilo, lukah dan
sebagainya. Kerajinan lain yang juga populer adalah Tenunan Siak. Tenunan ini
mempunyai motif yang khas, sehingga nilai jualnya juga cukup tinggi. Tenunan ini
biasanya dikerjakan dengan peralatan tradisional.
Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Riau antara lain adalah : kerajaan
Inderagiri (1658-1838), kerajaan Siak (1723-1858), kerajaan Pelalawan (1530-1879),
kerajaan Riau-Lingga (1824-1913) dan banyak lagi kerajaan kecil lainnya, seperti
Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar dan Kandis (Rantau Kuantan).

4.3. Landasan Yuridis


Penyusunan peraturan perundang-undangan harus memiliki dasar hokum yang
jelas. Begitu halnya dengan penyusunan Peraturan Perundang-undangan tentang
penyelenggaraan penyiaran di Provinsi Riau yang juga harus memiliki dasar hukum
legal sebagai dasar pembentukannya. Beberapa dasar hokum terkait penyusunan
peraturan daerah tentang penyelenggaraan diantaranya adalah Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002
disebutkan bahwa Penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan
sikap mental masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan membangun masyarakat adil dan makmur.
Siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas,
memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku
khalayak, maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga
nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran didalamnya mengatur tentang Asas,
Tujuan, Fungsi, dan Arah; Penyelenggaraan Penyiaran; Pelaksanaan
37

Siaran; Pedoman Perilaku Penyiaran; Peran serta Masyarakat; Pertanggungjawaban;


Sanksi Administratif; Penyidikan; dan Ketentuan Pidana.
Undang-Undang No 36 Tahun 1999, tentang Telekomunikasi, juga secara
eksplisit terdapat kewenangan pemerintahan Daerah, bahwa secara eksplisit UU
Penyiaran juga menyebut kewenangankhsus dalam penyiaran yang terkait dengan
urusan komunikasi dan informasi.
Selain itu, dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga diatur
tentang peyelenggaran penyiaran, Dimasukkannya sejumlah pasal yang mengatur tata
kelola lembaga penyiaran ke dalam UU ini memicu protes karena mereduksi prinsip
universal penyiaran sebagai entitas yang tidak hanya bersifat benda/kerja komersial
dan karenanya menjadi pengguna tenaga kerja seperti spirit UU Cipta Kerja.
Penyiaran merupakan entitas media massa, terkait pengelolaan konten yang
sehat dan infrastruktur yang otonom, independen serta sebaran lembaganya harus
merata, tidak Jakarta sentris. Terdapat perubahan signifikan penjaminan ketiga aspek
diatas antara UU Penyiaran No. 32/2002 dengan UU Cipta Kerja. Dalam UU No. 32,
terdapat dua regulator penyiaran yang posisinya relatif seimbang: Pemerintah dan KPI.
Ini suatu kondisi yang relatif baik, meskipun belum paripurna karena seharusnya
pemerintah tidak lagi menjadi regulator.
Dalam dekade terakhir, budaya media penyiaran telah memainkan peran
penting yang mampu mendoktrin audiens sehingga memiliki kebiasaan baru bermedia.
Berbagai peristiwa media global seperti politik, teroris, hingga korupsitelah menjadi
sebuah komoditas baru bagi produser media untuk menjadi sorotan audiens. Terkesan
bahwa isi media kita hari ini hanya mengulas tentang politik, teroris, hingga korupsi
yang pada akhirnya menjadi sebuah trend baru isi media hari ini.
Terlebih lagi beragam bentuk hiburan televisi muncul selama masa ini, mulai
dari hiburan musik, drama, komedian hingga perfilman telah memberikan warna
budaya baru dalam pembentukan identitas pribadi dan identitas bangsa. Menurut
Douglas Kellner (2010: 1) sebuah media telah hadir, dimana citra, suara dan lensa
38

membantu menghasilkan rajutan kehidupan sehari-hari, mendomnasi waktu luang,


membentuk pandangan-pandangan politik dan sikap sosial, dan memberikan bahan
yang digunakan orang untuk membangun identitas pribadi.
Jika dilihat lebih jauh lagi, pertunjukkan budaya media mempertontonkan siapa
yang berkuasa dan siapa yang tidak, siapa yang diperbolehkan menggunakan paksaan
dan kekuatan dan siapa yang tidak. Mereka mendramatisir dan mengabsahkan
kekuatan pihak yang berkuasa dan menunjukkan kepada yang tak berdaya bahwa jika
mereka gagal ikut, mereka akan dipenjara atau dihukum mati. Karena itu, mempelajari
cara memahami, menginterpretasikan, dan mengkritik maknadan pesan budaya media
adalah hal penting bagi orang-orang yang sejak awal terlahir untuk berkutat di
masyaraat media dan konsumen. Dalam budaya media kontemporer, media informasi
dan hiburan yang dominan adalah sumber kependidikan budaya yang mendasar dan
sering disalahpahami: mereka turut serta mendidik kita untuk mengetahui bagaimana
kita bertingkah laku, apa yang perlu kita pikirkan, rasakan, yakini dan inginkan-- dan
apa yang tidak.
Oleh karena itu, tercapainya kemelekan media yang kritis adalah sumber
penting bagi individu dan warga negara dalam belajar bertahan dalam lingkungan
budaya yang menggoda ini. Belajar cara membaca, mengkritik dan bertahan dari
manipulasi media dapat membantu individu memperkuat diri dari media dan budaya
dominasi. Ia dapat memperkuat kedaulatan individu terhadap budaya media, dan
memberi kekuatan lebih kepada individu terhadap lingkungan budaya mereka, serta
memberikan pengetahuan yang diperlukan untuk memproduksi bentuk-bentuk budaya
baru.
39

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG


LINGKUP MATERI RANCANGAN PERATURAN
DAERAH

3.1 Ruang Lingkup Materi Muatan


A. Ketentuan Umum
Ketentuan Umum memuat Rumusan Akademik Mengenai Pengertian,
Istilah, dan Frasa yang meliputi:
1. Daerah adalah Provinsi Riau.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. DPRD adalah DPRD Provinsi Riau.
4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Riau.
5. Dinas adalah Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Diskominfotik)
Provinsi Riau
6. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara
dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif
maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
7. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran
dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan
spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk
dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran.
8. Penyiaran televisi dan radio adalah media komunikasi massa pandang dandengar
yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara
umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program teratur dan
berkesinambungan.
40

9. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran


publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun
lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan
tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
10. Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada
lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.
11. Pengawasan penyiaran adalah proses pengawasan oleh KPID, setiap warga
negara, lembaga-lembaga non pemerintah, perguruan tinggi di daerah yang
dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah selanjutnya disebut KPID adalah KPID
Provinsi Riau.
13. Isi Siaran adalah seluruh materi pesan dan materi rangkaian pesan dalam bentuk
suara, gambar, atau suara dan gambar yang berbentuk grafis, dan karakter baik
yang bersifat interaktif atau tidak yang dapat diterima melalui perangkat
penerima siaran berdasarkan azas, tujuan dan arah penyiaran.
14. Siaran berbasis karakter kedaerahan adalah materi rangkaian informasi yang
menitikberatkan keunggulan Daerah Provinsi Riau.
15. Stasiun Penyiaran adalah tempat di mana program aara diproduksi/diolah untuk
dipancarluaskan melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat,
laut, atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio mellauiudara,
kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
16. Stasiun Penyiaran Lokal adalah stasiun yang didirikan di lokasi tertentu dengan
wilayah jangkauan terbatas dan memiliki studio dan pemancar sendiri.
17. Wilayah Jangkauan Siaran adalah wilayah layanan siaran sesuai dengan izin yang
diberikan, yang di dalam wilayah tersebut dijamin bahwa sinyal dapat diterima
dengan baik dan bebas dari gangguan atau interferensi sinyal frekuensi radio
lainnya.
41

18. Saluran Berlangganan adalah spektrum frekuensi elektromagnetik yang


disalurkan melalui kabel dan/atau spektrum frekuensi yang digunakan dalam
suatu sistem penyiaran berlangganan sehigga dapat menyediakan suatu program
siaran berlangganan.
19. Pelanggan adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa
Lembaga Penyiaran Berlangganan dengan cara membayar iuran/cara lain yang
disepakati.
20. Spektrum Frekuensi Radio adalah gelombang elektromagnetik yang
dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasatanpa
sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam
terbatas.
21. Penyiaran Multiplexing adalah penyiaran dengan transmisi 2 (dua) program
atau lebih pada 1 (satu) saluran pada saat yang bersamaan.

B. Jasa Penyiaran
1. Penyelenggara Jasa Penyiaran disamping pusat juga mencakup lokal,
diantaranya adalah:
(1). Lembaga Penyiaran Publik;
(2) Lembaga Penyiaran Swasta;
(3) Lembaga Penyiaran Berlangganan;
(4) Lembaga Penyiaran Komunitas;
(5) Lembaga Penyiaran Digital
2. Penyelenggaraan Siaran
Pada bagian ini akan memuat pengaturan tentang penyelenggaraan siaran
oleh Penyelenggara Jasa Penyiaran Lokal di Provinsi Riau. Pengaturan
penyelenggaraan siaran meliputi pengaturan mengenai cakupan wilayah dan
jaringan siaran, klasifikasi acara siaran, bahasa siaran, relai, ralat siaran, arsip
siaran, dan siaran iklan. Cakupan wilayah siaran Penyelenggara Jasa
42

Penyiaran Lokal Provinsi Riau yang meliputi wilayah di sekitar tempat


kedudukan lembaga penyiaran atau wilayah Provinsi Riau.
Terkait isi siaran, isi siaran Penyelenggara Jasa Penyiaran Lokal Provinsi
Riau wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak
khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu
yang tepat; mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai
isi siaran; menjaga netralitasnya dan tidak boleh menguamakan kepentingan
golongan tertentu; mengikuti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program siaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia; serta
memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat Provinsi Riau.
Selanjutnya isi siaran Penyelenggara Jasa Penyiaran Lokal Provinsi Riau
dilarang bersifat kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkoba dan obat
terlarang; mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan; dan
memperolok, merendahkan, melecehkan, dan/atau mengabaikan nilai-nilai
agara dan martabat manusia.
C. Peran Serta Masyarakat
1. Cakupan Masyarakat;
2. Kerja sama pengawasan;
3. Pengaduan;
D. Sanksi Administrasi
1. Jenis kesalahan, Bentuk dan Lembaga pemberi sanksi;
E. Ketentuan Penutup
Dalam bagian ketentuan penutup menerangkan kapan Peraturan Daerah
ini mulai berlaku dan perintah pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
cara menempatkannya pada lembaran daerah agar bisa diketahui oleh semua
orang.
43

F. Penjelasan
Setiap peraturan perundang-undangan selalu terdapat bagian mengenai
penjelasan baik secara umum maupun penjelasan pasal demi pasal. Adapun
fungsi dari penjelasan tersebut adalah sebagai informasi petunjuk untuk
mengetahui maksud dari pasal-pasal yang dipandang perlu adanya penjelasan
lebih lanjut.

3.2 Sasaran
Hal atau keadaan yang ingin dicapai dengan dibentuknya Peraturan Daerah
tentang Penyiaran di Provinsi Riau ini adalah:
1. Tersedianya regulasi yang dapat dijadikan acuan dan pedoman bagi pihak-
pihak terkait dalam menyelenggarakan penyiaran di daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Terciptanya ketahanan sosial dan daerah, serta meningkatkan rasa persatuan
dan kesatuan di daerah yang berlandaskan pada citra positif daerah;
3. Terciptanya kesejahteraan dan peningkatan perekonomian daerah yang
dilakukan melalui promosi potensi sosial, budaya, dan pariwisata di daerah.
4. Terciptanya perlindungan moral bagi masyarakat dari program siaran yang
bertentangan dengan norma-norma sosial dan kearifan lokal.
5. Terpenuhinya hak publik untuk menyatakan pendapat dan memperoleh
informasi, pendidikan, dan hiburan yang sehat yang dapat mendorong
meningkatkan peran sera masyarakat dalam proses pembangunan daerah.

3.3 Arah dan Jangkauan Pengaturan


Peraturan Daerah tentang Penyiaran di Provinsi Riau diarahkan untuk
mengatur seluruh aktivitas yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran di
daerah. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
dan segenap peraturan perundang-undangan lainnya, maka keseluruhan aktivitas
yang berkaitan dengan penyelenggaraan penyiaran di
44

daerah meliputi proses pelaksanaan, serta kegiatan pengawasan dan


pertanggungjawaban penyiaran. Dengan demikian, maka Peraturan Daerah
tentang Penyiaran di Provinsi Riau ini akan diarahkan untuk mengatur keseluruhan
aktivitas proses penyelenggaraan, serta kegiatan pengawasan dan
pertanggungjawaban kegiatan penyiaran di daerah.
Arah pengaturan Peraturan Daerah tentang Penyiaran di Provinsi Riau ini
akan menjangkau keseluruhan aspek-aspek penyelenggaraan penyiaran di daerah.
Aspek-aspek tersebut meliputi, penetapan alat kelengkapan kelembagaan,
pembiayaan, tata kelola siaran, dan mekanisme pengawasan serta
pertanggungjawaban.
45

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Pengaturan penyelenggaraan penyiaran di Provinsi Riau dilakukan untuk
mengatur media- media penyiran yang ada di Provinsi Riau. Dengan adanya
pengaturan penyelenggraan penyiaran ini, maka diharapkan media-media penyiaran di
Provinsi Riau memiliki garis hukum yang jelas. Media penyiaran di Provinsi Riau juga
diharapkan mampu mensukseskan program pemerintah dalam meningkatkan promosi
wisata alam dan budaya, baik ditingkat lokal, nasional hingga ke tingkat internasional.

6.2. Saran
Untuk menetapkan Perda yang mengatur mengenai siarandi Provinsi Riau, perlu
dilakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota bahkan desa untuk lebih
efektifnya perancangan dan pelasakanaannya di kemudian hari.
46

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nur. (2015). Radio Sebagai Sarana Media Massa Elektronik. STAIN AT-
TABSYIR Kudus, 3(2).
Bunga Indriani Nst, Rum, Muhammad, & Katutu, Buchari. (2019). Upaya Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah (Kpid) Provinsi Jambi Dalam Pelaksanaan
Informasi Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program
Siaran (P3sps) Di Kota Jambi. Uin Sulthan Thaha Saifuddin.
Dominick. Joseph.1990. The Dynamic of Mass Communication. USA: Von Hoffman
Press.
Geoffery, W and Alister, A (2006). Tourism Change, Impact and Opportunities.
England Pearson Education Ltd.
Holden, A. (2008). Environment and Tourism 2nd edition.Canada Rutledge.
Jamison, D.T. and E.G. McAnany. l978. Radio for education and development.
Beverly Hills: Sage Publication.
Kustiawan, Usep. (2016). Pengembangan media pembelajaran anak usia dini.
Penerbit Gunung Samudera
Nuruddin, Ade. (2018). Digitalisasi Penyiaran Indonesia Dalam Bingkai
Kepentingan Publik. Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(3).
Riswandi. 2008. Dasar-dasar Penyiaran. Graha Ilmu. Yogyakarta
Rogers, E. l969. Modernization among peasants: The impact of communications.
New York: Holt & Rinehart
Sambodo, Satria, & Ishak, Ishak. (2017). Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Riau Terhadap Penyelenggaraan Penyiaran TV Kabel Di Pekanbaru
Tahun 2015-2016. Universitas Riau.
Schramm, W. l964. Mass media and national development. Stanford, CA: Stanford
University Press
Simon, Haykin. 1989. An Introduction to Analog & Digital Communication. New
York: John Wiley & Sons
47

Wahyuni, Hermin Indah. (2018). Kebijakan Media Baru Di Indonesia: (Harapan


Dinamika Dan Capaian Kebijakan Media Baru Di Indonesia). Pers ugm.
WTO (2004). WTO World Tourism Barometer.World Tourism Organization, Madrid
48

Anda mungkin juga menyukai