PARASITOLOGI
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
NAMA: RINDU FITRIA
NIM: 1916097
Amoeba berkembang biak dengan cara aseksual, yakni membelah diri. Mereka tidak membutuhkan
materi genetik individu lain untuk bereproduksi.
B. Flagellata
Flagellata adalah jenis hewan selanjutnya yang termasuk ke dalam jenis protozoa mirip hewan.
Dalam bahasa latin, Flagellata diambil dari kata flagell yang memiliki arti “cambuk. Sementara dalam
bahasa Yunani diambil dari kata mastig yang memiliki arti “cambuk” dan juga phora yang memiliki arti
“gerakan. Flagellata memiliki ciri khas flagellum atau cambuk getar sebagai alat geraknya. Tidak hanya
berfungsi sebagai alat gerak, flagel juga berfungsi untuk mengetahui keadaan lingkungan sekitarnya
sebagai alat indera. Hal ini karena adanya sel-sel reseptor yang terdapat di permukaan flagel untuk
membantunya dalam menangkap makanan. Hewan ini juga bernafas menggunakan alat yang disebut
sebagai stigma. Stigma ini nantinya berfungsi sebagai alat respirasi untuk melakukan pembakaran
hidrogen yang terkandung di dalam kornel.
Alat gerak Flagellata adalah flagellum atau cambuk getar, yang juga merupakan ciri khasnya, sehingga
disebut Flagellata (flagellum = cambuk). Letak flagel berada pada ujung depan sel (anterior), sehingga
saat bergerak seperti mendorong sel tubuhnya, namun ada juga letak flagel di bagian belakang sel
(posterior). Selain berfungsi sebagai alat gerak, flagela juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan
lingkungannya atau dapat juga digunakan sebagai alat indera karena mengandung sel-sel reseptor di
permukaan flagel dan alat bantu untuk menangkap makanan. Flagellata juga memiliki alat pernapasan
yang disebut stigma. Stigma ini berfungsi sebagai alat respirasi yang dilakukan untuk pembakaran
hidrogen yang terkandung di dalam kornel.
Flagellate terdiri dari beberapa karakteristik atau ciri-ciri yang membedakan jenis protozoa lainnya secara
umum ciri-ciri Flagellata (Mastigophora) sebagai berikut :
Reproduksi pada Flagellata ada 2 macam, yaitu vegetatif dan generatif. Reproduksi vegetatif dengan
cara pembelahan biner secara longitudinal, misalnya pada Euglena. Reproduksi generatif terjadi karena
persatuan antara ovum dan spermatozoid, misalnya pada Volvox. Reproduksi secara generatif berfungsi
untuk memperkaya variasi genetik, sehingga menghasilkan individu muatan yang lebih tahan terhadap
kondisi lingkungan.
Pada Volvox terdapat koloni jantan yang menghasilkan sperma dan koloni betina yang menghasilkan
ovum, namun ada juga koloni yang bersifat hermafrodit yang dapat menghasilkan sperma serta ovum.
Meskipun koloni yang bersifat hermafrodit dapat menghasilkan sperma dan ovum dalam satu koloni,
kematangan sperma dan ovum tidak pada saat yang bersamaan, sehingga tidak dapat terjadi pembuahan
diri.
C. Coccicodia
Coccidia adalah parasit bersel satu, pembentuk spora dan mikroskopik yang masuk kedalam
filum apicomplexan dan kelas Conoidasida . Parasit Coccidia menginfeksi usus hewan, dan merupakan
grup protoza apicomplexan terbesar. Coccidia adalah parasit intraselular obligat, yang berarti mereka
harus tinggal dan bereproduksi pada sel hewan.
D. Malaria
Malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dari manusia dan hewan lain yang disebabkan
oleh protozoa parasit (sekelompok mikroorganisme bersel tunggal) dalam tipe Plasmodium Malaria
menyebabkan gejala yang biasanya termasuk demam, kelelahan, muntah, dan sakit kepala Dalam kasus
yang parah dapat menyebabkan kulit kuning, kejang, koma, atau kematian. Gejala biasanya muncul
sepuluh sampai lima belas hari setelah digigit. Jika tidak diobati, penyakit mungkin kambuh beberapa
bulan kemudian. Pada mereka yang baru selamat dari infeksi, infeksi ulang biasanya menyebabkan gejala
ringan Imunitas parsial ini menghilang selama beberapa bulan hingga beberapa tahun jika orang tersebut
tidak terpapar terus-menerus dengan malaria.
Tanda-tanda dan gejala malaria biasanya mulai 8-25 hari setelah terinfeksi Namun, gejala dapat terjadi
kemudian pada orang-orang yang telah mengambil obat antimalaria sebagai pencegahan. Manifestasi
awal dari penyakit—berlaku umum untuk semua spesies malaria—mirip dengan gejala flu, dan dapat
menyerupai kondisi lain seperti sepsis, gastroenteritis, dan penyakit virus. Gejala yang timbul
termasuk sakit kepala, demam, menggigil, nyeri sendi, muntah, anemia hemolitik, penyakit
kuning, hemoglobin dalam urin, kerusakan retina, dan kejang-kejang
Malaria diklasifikasikan menjadi "parah" atau "tidak berkomplikasi" oleh organisasi kesehatan dunia
(World Health Organization, WHO). Malaria dianggap parah ketika terdapat salah satu kriteria berikut
ini, jika tidak maka dianggap tidak berkomplikasi.
Kesadaran menurun
Kelemahan yang signifikan sehingga orang tersebut tidak bisa berjalan
Ketidakmampuan untuk makan
Dua atau lebih kejang
Tekanan darah rendah (kurang dari 70 mmHg pada orang dewasa dan 50 mmHg pada anak-anak)
Masalah pernafasan
Kejutan sirkulasi
Gagal ginjl atau hemoglobin dalam urin
Masalah perdarahan, atau hemoglobin kurang dari 50 g/L (5 g/dL)
Edema paru
Glukosa darah kurang dari 2,2 mmol/L (40 mg/dL)
Asidosis atau tingkat laktat yang lebih besar dari 5 mmol/L
Tingkat parasit dalam darah lebih besar dari 100.000 per microliter (µL) di daerah transmisi
intensitas rendah, atau 250.000 per µL di daerah transmisi intensitas tinggi
Malaria diobati dengan obat antimalarial yang digunakan tergantung pada jenis dan tingkat keparahan
penyakit. Meskipun obat terhadap demam umum digunakan, efek obat itu tidak jelas
Malaria tanpa komplikasi dapat diobati dengan obat oral. Pengobatan yang paling efektif untuk
infeksi P. falciparum adalah penggunaan artemisinin dalam kombinasi dengan obat antimalaria lainnya
(dikenal sebagai terapi artemisinin-kombinasi, atau artemisinin-combination therapy [ACT]), yang
menurunkan resistansi terhadap komponen obat tunggal. Obat antimalaria tambahan ini
meliputi: amodiakuin, lumefantrin, meflokuin atau sulfadoksin/pirimetamin.
E. Leismania
Penyebabnya : Lalat pasir kecil yang menularkan protozoa ketika mereka menggigit orang atau
hewan,seperti anjing dan tikus .jarang infeksi menyebar dalam transfusi darah ,melalui gengan
jarum yang pernah digunakan oleh orang yang terinfeksi,dari ibu ke anak ketika lahir,atau melalui
hubungan seks.
Gelajanya : Biasanya gejalah-gejala pada visceral leihsmaniasisadalah jaringan dan tidak dapat
dicatat perkembangan gangguan tersebut pada minoritas orang yang terinfeksi.Pada mereka,
gejala-gejala biasanya terjadi secara bertahap lebih dari seminggu sampai sebulan.
F. Tripanosoma
Ttypanosoma, dapat berpindah-pindah dari satu tubuh inang vertebrata melalui dua cara yaitu
transmisi siklikal dan nonsiklikal. Pada transmisi siklikal,Trypanosoma mengalami perubahan
morfologi dan bereplikasi di dalam tubuh vektor artropoda.
G. Protozoa Jaringan
Protozoa jaringan adalah protozoa yang hidup parasitic dalam sel-sel jaringan atau system organ
tertentu Protozoa yang bersifat parasit pada jaringan hospes ini meliputi 2 kelas yaitu kelas Flagellata dan
Sporozoa.
Nematoda usus merupakan kelompok yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena masih
banyak yang mengidap cacing ini sehubungan dengan banyaknya faktor yang menunjang untuk hidup
suburnya cacing parasit ini. Faktor penunjang ini antara lain keadaan alam serta iklim ,sosial,
ekonomi, pendidikan, kepadatan penduduk serta masih berkembangnya kebiasaan yang kurang baik.
Cestoda usus merupakan salah satu kelas dari filum Platyhelminthes. Cacing kelas inimampu
menyebabkan penyakit yang khususnya lebih menyerang usus hospesdefinitif (manusia). Hospes
perantara dari cacing ini sebagian besar berada di ikan,anjing, tikus, dan lain-lain.Cestoda yang
hidup di usus manusia sebagai hospes definitifnya. Hospesreservoarnya adalah hewan/mamalia
pemakan ikan. Cacing dewasanya menempatiusus vertebrata dan larvanya hidup di jaringan
vertebrata dan invertebrata.Bentuk cacing dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih
dorsoventral,tidak mempunyai alat cerna atau saluran vaskular dan biasanya terbagi
dalamsegmen-segmen yang disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduktif jantandan
betina.
B. Cestoda jaringan
Cestoda jaringan adalah Cacing dalam kelas Cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk
tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran
pencernaan ataupun pembuluh darah. Tubuhnya memanjang terbagi atas segmen-segmen yang
disebut proglotida dan segmen ini bila sudah dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina.
Klasifikasi Crustacea
Berdasarkan dari ukuran tubuhnya, Crustacea dikelompokkan dalam beberapa macam, yaitu :
Fungsi Nematoda
Kutu adalah kondisi yang disebabkan karena adanya kontak dengan penderita kutu. Telur
kutu biasanya menetas dalam 1-2 minggu. Kutu biasanya menyebar melalui:
1. Kontak langsung. Hal ini dapat terjadi melalui kontak dekat, yang lebih sering terjadi
pada anak-anak sekolah dan anggota keluarga. Kontak dapat berupa kepala ke kepala
atau badan ke badan.
2. Memakai barang bersama dengan teman atau keluarga. Barang dapat berupa sikat,
sisir, pakaian, helmet atau topi dengan penderita.
3. Menyimpan barang pribadi. Menumpuk pakaian atau bantal dapat mencemari barang
atau bantal dan selimut lain yang berdekatan.
4. Kontak dengan barang yang terkontaminasi. Hal ini dapat terjadi karena memakai
tempat tidur, sofa, atau tempat duduk bersama.
5. Hubungan seksual. Kutu adalah kondisi yang dapat menular melalui hubungan
seksual dari bulu kemaluan penderita kutu ke pasangannya.
D. Ceplak
Caplak atau dikenali dengan nama lainnya di Sumatera, Kalimantan dan Semenanjung Malaya
Sengkenit, cengkenit, kutu babi, tempiras atau pirah adalah nama umum bagi hewan kecil berkaki
delapan anggota Ixodoidea, yang bersama-sama dengan tungau dimasukkan ke dalam anakkelas
Acarina, ordo Arachnoidea (laba-laba dan kerabatnya). Caplak dikenal sebagai parasit luaran
(eksoparasit) yang hidup dari darah hewan vertebrata yang ditumpanginya. Karena kebiasaaannya
ini, caplak menjadi vektor bagi sejumlah penyakit menular. Caplak muda bertungkai enam, tetapi
setelah dewasa memiliki empat pasang tungkai.Caplak Ixodes hexagonus, rekaman close up.
Caplak merupakan serangga pemakan darah obligat. Setiap ingin berganti kulit atau berkembang
ke fase berikutnya, caplak membutuhkan darah. Hal ini diperkirakan terjadi sejak zaman
dinosaurus, dan kebutuhan akan darah itulah yang menyebabkan caplak berevolusi menjadi
pemakan darah.
Habitat
Caplak dalam hal habitat dapat dibagi menjadi 2, yaitu yang bergantung atau dekat pada inang
sejak lahir (nidikolus) dan yang tidak (non-nidikolus). Famili Argasidae dan kebanyakan spesies
dari genus Prostriata merupakan caplak yang bergantung pada inang sejak lahir. Karena sangat
dekat, spesies-spesies dari famili dan genus ini memiliki beberapa adaptasi yang membantunya.
Adaptasi-adaptasi itu adalah kemampuan bertahan tanpa inang selama bertahun-tahun,
fototropisme negatif, tigmotropisme, dan toleransi yang rendah terhadap suhu maupun
kelembaban.
Famili Metastriata merupakan salah satu yang tidak terlalu bergantung pada inang sejak lahir.
Walaupun tidak terlalu bergantung, tetapi tetap hidup dalam jangkauan yang bisa memangsa
inang. Ada yang hidup dalam habitat berbeda dengan inangnya (tetap bisa menjangkau inang) dan
adapula yang memiliki satu preferensi habitat seperti hutan.
E. Tungau
Tungau adalah sekelompok hewan kecil bertungkai delapan yang, bersama-sama dengan caplak,
menjadi anggota superordo Acarina. Tungau bukanlah kutu dalam pengertian ilmu hewan
walaupun sama-sama berukuran kecil (sehingga beberapa orang menganggap keduanya sama).
Apabila kutu sejati merupakan anggota Insecta (serangga), tungau lebih berdekatan dengan laba-
laba dilihat dari kekerabatannya.Hewan ini merupakan salah satu avertebrata yang paling
beraneka ragam dan sukses beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan. Ukurannya
kebanyakan sangat kecil sehingga kurang menarik perhatian hewan pemangsa besar dan
mengakibatkan ia mudah menyebar.
Banyak di antara anggotanya yang hidup bebas di air atau daratan, tetapi ada anggotanya yang
menjadi parasit pada hewan lain (mamalia maupun serangga) atau tumbuhan, bahkan ada yang
memakan kapang. Beberapa tungau diketahui menjadi penyebar penyakit (vektor) dan pemicu
alergi. Walaupun demikian, ada pula tungau yang hidup menumpang pada hewan lain namun
saling menguntungkan. Di bidang pertanian, tungau menimbulkan banyak kerusakan pada
kualitas buah jeruk (umpamanya tungau karat buah Phyllocoptura oleivera Ashmed dan tungau
merah Panonychus citri McGregor),[1] merusak daun ketela pohon dan juga daun beberapa
tumbuhan Solanaceae (cabai dan tomat). Tungau juga menyebabkan penyakit skabies, penyakit
pada kulit yang mudah menular.
Ada lebih dari 45 ribu jenis tungau yang telah dipertelakan.[2] Para ilmuwan berpendapat, itu
baru sekitar 5% dari kenyataan total jenis yang ada. Hewan ini dipercaya telah ada sejak sekitar
400 juta tahun. Ilmu yang mempelajari perikehidupan tungau dan caplak dikenal sebagai
akarologi.
Taksonomi tungau masih belum stabil karena banyaknya perubahan. Namun dapat dikatakan
bahwa tungau mencakup semua anggota Acariformes, semua Parasitiformes kecuali Ixodida
(caplak), dan beberapa familia dan genera yang belum pasti penempatannya.
7.Entamoeba Hystolytica.
A. Entamoeba Hystolytica : ntamoeba histolytica merupakan salah satu spesies dari Rhizopoda.
Pertama kali ditemukan oleh Losch pada tahun 1875 dari tinja seorang penderita disentri di Rusia.
Schaudinn berhasil membedakannya dengan Entamoeba coli yan merupakan parasit komersial di
dalam usus besar. Pada tahun 1913, Walker dan Sellards membuktikan bahwa Entamoeba
histolytica merupakan penyebab Entamoeba histolytica termasuk kelas archamoebae filum
amoebozoa. Ini adalah hewan parasit bersel tunggal yaitu protozoa, terutama yang menginfeksi
manusia dan primata lainnya. Protozoa ini membutuhkan hospes intermediet untuk menginfeksi
hospes definitifnya yaitu kucing dan anjing. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa ini disebut
amoebiasis
Dalam daur hidup Entamoeba hystolitica mempunyai 2 stadium yaitu trofozoit dan kista.
Trofozoit sebagai tahap aktif hanya ada di inang dan dalam feses segar seperti kista bertahan
hidup di luar inang di air, di tanah, dan di makanan, terutama di bawah kondisi lembab.[7]
Terdapat kejadian dimana sebagai respons terhadap rangsangan yang tidak diketahui, trofozoit
bergerak melalui lapisan lendir di mana mereka bersentuhan dengan lapisan sel epitel dan
memulai proses patologis. E. histolytica memiliki lektin yang mengikat gula galaktosa dan N-
asetilgalaktosamin pada permukaan sel epitel. Lektin biasanya digunakan untuk mengikat bakteri
untuk pencernaan. Parasit memiliki beberapa enzim seperti protein pembentuk pori, lipase, dan
protease sistein, yang biasanya digunakan untuk mencerna bakteri dalam vakuola makanan tetapi
dapat menyebabkan lisis sel epitel dengan menginduksi nekrosis seluler dan apoptosis ketika
trofozoit bersentuhan dengan mereka. dan mengikat melalui lektin. Enzim yang dilepaskan
memungkinkan penetrasi ke dinding usus dan pembuluh darah, terkadang ke hati dan organ lain.
[8] Trofozoit kemudian akan menelan sel-sel mati ini. Kerusakan pada lapisan sel epitel ini
menarik sel kekebalan manusia dan ini pada gilirannya dapat dilisiskan oleh trofozoit yang
melepaskan enzim litik sel kekebalan itu sendiri ke jaringan sekitarnya, menciptakan jenis reaksi
berantai dan menyebabkan kerusakan jaringan. Penghancuran ini memanifestasikan dirinya dalam
bentuk 'ulkus' di jaringan, biasanya digambarkan sebagai berbentuk labu karena penampilannya
di bagian melintang yang akan menginduksi proses inflamasi di kolon sehingga menimbulkan
gejala-gejala amebiasis kolitis. Selain melakukan penempelan sel, trofozoit juga akan mens
Infeksi dapat terjadi ketika seseorang memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya yang telah
menyentuh kotoran orang yang terinfeksi E. histolytica. Bila kista matang tertelan, kista tersebut
dan bertahan terhadap asam lambung. Kista yang masuk ke dalam rongga terminal usus halus,
dinding kista dicernakan dan terjadi ekskistasi sehingga menjadi stadium trofozoit yang kemudian
masuk ke rongga usus besar. Stadium trofozoit dapat patogen. Melalui aliran darah trofozoit
dapat menyebar ke jaringan hati, paru, otak kulit dan vagina. E. histolytica, seperti namanya
histo-lytic yang berati perusakan jaringan, bersifat patogen artinya infeksi dapat terjadi tanpa
gejala yang dapat menyebabkan disentri amuba atau abses hati amuba. Gejalanya bisa termasuk
disentri fulminan, diare berdarah, penurunan berat badan, kelelahan, sakit perut, dan amoeboma.
Amuba dengan bantuan gerakan peristaltik yang cepat akan masuk kembali ke lumen usus dan
keluar bersama tinja dalam bentuk trofozoit, tetapi bila gerakan peristaltik normal trofozoit dapat
berdiferensiasi menjadi bentuk kista. Bentuk kista tiap hari dikeluarkan melalui tinja hingga 15
juta kista oleh individu carrier. Amoebiasis kolon bila tidak diobati akan menjalar keluar dari
usus menyebabkan amebiasis ekstra-intestinal yang terjadi secara hematogen dan
perikontunuitatum. Cara hemotogen terjadi bila amoeba telah masuk submukosa kemudian ke
kapiler darah. Cara perikontinuitatum terjadi bila abses hati pecah dan amoeba keluar menembus
diagfragma, masuk ke rongga pleura dan paru dan menimbulkan suatu abeses paru atau empiema.
ekresikan modulator sel imun yang akan meningkatkan produksi sitokin dan infiltrasi sel
inflamatori.
Faktor Resiko:
Kondisi sanitasi yang buruk diketahui meningkatkan risiko tertular amebiasis E. histolytica.[7] Di
Amerika Serikat, ada tingkat kematian terkait amebiasis yang jauh lebih tinggi di California dan
Texas, yang mungkin disebabkan oleh kedekatan negara bagian tersebut dengan daerah endemik
E. histolytica, seperti Meksiko, bagian lain Amerika Latin, dan Asia.[12] Data terkait infeksi E.
histolytica masih terbatas di Indoneisa. Data yang ada menunjukkan prevalensi amebiasis di
Indonesia berkisar antara 10 – 18%. [20] Sebuah studi di Jakarta pada tahun 2009 – 2010
menemukan bahwa 6,5% anak yang mengalami diare berdarah memiliki trofozoit di dalam
fesesnya.
histolytica juga diakui sebagai patogen menular seksual yang muncul, terutama pada hubungan
homoseksual pria, yang menyebabkan wabah di daerah non-endemik.Dengan demikian, perilaku
seks bebas yang tidak ama berisiko tinggi juga merupakan sumber infeksi yang
potensial.Meskipun belum pasti apakah ada hubungan sebab akibat, penelitian menunjukkan
kemungkinan yang lebih tinggi untuk terinfeksi E. histolytica jika seseorang juga terinfeksi HIV.
Masih perlu pengkajian ulang supaya bisa didapat data yang maskimal. Sumber lain juga
mengatakan keterlibatan paru terjadi akibat abses hepar yang ruptur ke dalam rongga
pleura.Penyebaran penyakit ini lebih banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis, terutama
pada daerah yang tingkat perekonomiannya rendah serta buruknya sistem sanitasi. Penyakit ini
sering ditemukan di tempat-tempat pelayanan umum seperti penjara, rumah sosial, dan rumah
sakit jiwa
Diagnosis
Infeksi E. histolytica biasanya bersifat asimtomatik sehingga sangat sulit sampai tidak dapat
ditemukan nya gejala pada pasien.[10][19][20] Maka untuk diagnosis harus dipastikan dengan
pemeriksaan mikroskopis untuk trofozoit atau kista pada spesimen feses segar atau yang
disimpan terlebih dahulu sehingga masih dalam kondisi yang baik, pemeriksaan dengan
menggunakan proktoskopi, dan aspirasi abses atau spesimen jaringan lainnya. Tes darah juga bisa
untuk dillakukan tetapi hanya disarankan ketika penyedia layanan kesehatan yakin bahwa infeksi
mungkin telah menyebar di luar usus (abses) ke beberapa organ tubuh lainnya, seperti hati.
Namun, hasil tes darah tersebut mungkin tidak akurat jika digunakan untuk mendiagnosis
penyakit yang disebabkan E. histolytica karena hasil tes ini bisa juga positif apabila pasien pernah
mengalami amebiasis di masa lalu, bahkan jika mereka tidak terinfeksi pada saat pengecekan.[7]
Deteksi antigen tinja dan pengunaan cara menggunakan PCR bisa untuk dilakukannya diagnosis,
hasil yang didapat akan lebih sensitif dan spesifik daripada menggunakan mikroskop
Pengobatan
Rekomendasi WHO/PAHO menyatakan bahwam bila memungkinkan, E histolytica harus
dibedakan dari spesies yang secara morfologis serupa dan diperlakukan dengan tepat. Mengingat
risiko penyakit invasif yang kecil namun substansial dan potensi untuk menularkan infeksi ke
orang lain, WHO/PAHO merekomendasikan untuk mengobati semua kasus terbukti E.
histolytica, terlepas dari gejalanya.[21] Di negara-negara miskin sumber daya, pendekatan standar
tetapi kurang optimal adalah untuk mengobati semua pasien dengan kista dan trofozoit yang
diidentifikasi pada pemeriksaan tinja tanpa pengujian tambahan untuk spesiasi. Metode ini
menghasilkan pengobatan yang berlebihan dan dapat mempercepat perkembangan resistensi obat
pada E. histolytica.[22] Dengan demikian, WHO/PAHO merekomendasikan untuk menahan
pengobatan dari pasien tanpa gejala ketika hanya diagnosis morfologis dengan pemeriksaan tinja
yang tersedia yaitu E. histolytica/E. dispar/E. moshkovskii, kecuali ada alasan lain untuk
mencurigai adanya infeksi E. histolytica. Bahkan jika pasien didiagnosis sebagai terinfeksi E.
histolytica/E. dispar/E. moshkovskii memiliki gejala, penyebab penyakit lain, seperti kolitis
bakteri, tidak boleh dikecualikan sampai pengujian lebih lanjut dilakukan.[21] Profilaksis untuk
infeksi E histolytica dengan amebisida tidak dianjurkan dalam keadaan apapun.
Obat-obatan yang direkomendasikan untuk mengobati amebiasis yang dikonfirmasi bervariasi
dengan manifestasi klinis. Infeksi usus tanpa gejala dengan E. histolytica harus diobati dengan
amebisida luminal, seperti paromomycin dan diloxanide furoate.[23] Obat-obat ini akan
membasmi amoeba luminal dan mencegah invasi jaringan berikutnya dan penyebaran infeksi
melalui kista. Paromomycin, lebih banyak tersedia di Amerika Serikat, memiliki keuntungan
karena tidak terserap di usus. Kram perut dan mual adalah efek samping yang paling sering
dilaporkan. Selain itu, diberikan pengobatan 10 hari dengan 30 mg/kg per hari (dibagi menjadi 3
dosis harian). Beberapa merekomendasikan pemeriksaan tinja lanjutan untuk mengkonfirmasi
pemberantasan kista. Dibandingkan dengan infeksi tanpa gejala, penyakit invasif usus dan
ekstraintestinal adalah proses aerobik dan harus diobati dengan amebisida jaringan, seperti 5-
nitroimidazole (misalnya, metronidazol), yang mudah diserap ke dalam aliran darah.Terapi utama
untuk amebiasis simtomatik membutuhkan hidrasi dan penggunaan metronidazol dan/atau
tinidazol. Kedua agen ini diberi dosis sebagai berikut: Dosis metronidazol untuk orang dewasa
adalah 500 mg per oral setiap 6 sampai 8 jam selama 7 sampai 14 hari,
Dosis dewasa Tinidazole adalah 2 g per oral setiap hari selama 3 hari.Agen luminal seperti
paromomycin dan diloxanide furoate juga digunakan. Abses hati amuba dapat dikelola dengan
aspirasi menggunakan panduan CT dalam kombinasi dengan metronidazol. Pembedahan
terkadang diperlukan untuk mengobati perdarahan gastrointestinal masif, megakolon toksik,
perforasi kolon, atau abses hati yang tidak dapat dilakukan drainase perkutan.
Pencegahan
Amebiasis adalah infeksi parasit yang relatif umum. Komponen penting dari perawatan adalah
pengetahuan pasien. Masyarakat harus mengetahui mengenai pentingnya menjaga kebersihan di
tingkat individu yang baik, sanitasi, dan menghindari perilaku seks bebas yang bisa berisiko
tinggi. Kista E. histolytica relatif tahan terhadap desinfeksi air dengan klorin maka anjuran untuk
minum air matang atau air kemasan lsangat disarankan. Semua makanan harus dicuci. Jika gejala
sakit perut, kram, dan diare berlanjut, disegerakan datang ke penyedia layanan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Leidy, Joseph (1878). "Amoeba proteus". The American Naturalist. 12 (4):
a. 235–238. doi:10.1086/272082. Diakses tanggal 2007-06-20
2. Flagellate | protozoan". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2020-11-27
3. Lalat Tsetse, Serangga Penyebab Penyakit Tidur". Alodokter. 2020-01-12.
Diakses tanggal 2020-11-27.
4. Biodiversity explorer: Apicomplexa (apicomplexans, sporozoans)". Iziko
Museums of
5. Cape Town. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-28. Diakses tanggal 2009-
01-15.
6. https://www.kompas.com/sains/read/2021/09/20/110200523/4-klasifikasi-
protozoa -berdasarkan-alat-gerak?page=all
7. RITA_SHINTAWATI/E_LEARN_PARASIT/NEMATODA_USUS.pdf
8. http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2010/01/PROTOZOA.pdf
9. https://www.coursehero.com/file/68310435/NEMATODA-JARINGAN-EKI-
Cdocx/
10. https://123dok.com/article/cestoda-jaringan-bentuk-larva-protozoa-plasmodium-
sp.y42g01rq
11. http://amhy17.blogspot.com/2016/02/trematoda-paru.html
12. https://pei-pusat.org/berita/11/pengertian-klasifikasi-serta-ciri-ciri-insecta-
serangga.html
13. "arachnid". Oxford English Dictionary (edisi ke-2nd edition). 1989.
14. Gibson, British Nemerteans (Cambridge: Cambridge University Press, 1982).
15. Little, The Terrestrial Invasion (Cambridge: Cambridge University Press, 1990).
16. Hodgkin, H. R. Horvitz, B. R. Jasny & J. Kimble, C. elegans: sequence to
biology.
17. Science, 282 (1998), 2011. Introduction to a special issue of Science devoted to
C. elegans.
18. Janet Moore.2001.E-Book An introduction of Invertebrates. Cambridge:
Cambridge University Press.
19. A. Plasterk, The Year of the Worm. BioEssays, 21 (1999), 105_109.
20. Blaxter, Two worms are better than one. Nature, 426 (2003), 395_396.
21. https://id.wikipedia.org/wiki/Entamoeba_histolytica