Anda di halaman 1dari 42

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Disusun oleh :
KELOMPOK 4
Nur Faidatul Jannah (22030654002)
Erinda Fazila Safitri (22030654016)
Faradina Arinais (22030654018)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SAINS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
A. PENDAHULUAN..............................................................................................................3
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara.........................................................................................4
1. Kedudukan Pancasila Sebagai Dasar Negara..................................................................5
2. Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Hukum .............................................................6
C. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan Undang -Undang Dasar Negara Republik
Indonesia (UUD NRI ) Tahun 1945...................................................................................8
D. Hubungan Pembukaan UUD NRI 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 ..................................................................................................................................12
E. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (Hasil Amandemen
2002).................................................................................................................................15
F. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (Hasil Amandemen
2002).................................................................................................................................16
G. Penutup..............................................................................................................................26
H. Daftar Pustaka..................................................................................................................28
A. PENDAHULUAN
Indonesia termasuk salah satu Negara yang memiliki prinsip sendiri dalam
kehidupan berbangsa juga bernegara yang tentunya berbeda dengan bangsa lainnya
dan hal itulah yang tentu saja dapat menjadikan ciri tersendiri bagi bangsa
Indonesia yakni dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar Negaranya. Pancasila
dipilih sebagai dasar Negara Indonesia sebagai jati diri, sebagai ideologi, dan juga
sebagai asas persatuan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar dan ideologi
Negara sangat diperlukan bagi masyarakat Indonesia untuk menjaga eksistensi
bangsa Indonesia, karena di dalam setiap sila-sila Pancasila terdapat nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian dari bangsa Indonesia itu
sendiri.
Pancasila merupakan alat pemersatu bagi bangsa Indonesia, sebagai dasar
Negara dan pandangan hidup Pancasila mengandung konsep- konsep dasar
mengenai cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup terkandung nilai-
nilai positif dalam setiap butir pancasila. Pancasila dan nilainya dapat dijunjung
tinggi oleh masyarakat Indonesia karena pandangan hidupnya Berdasarkan apa
yang melekat pada budaya dan pandangan hidup masyarakat itu sendiri. Agus, S
(2015).
Asal mula Pancasila sebagai dasar Negara adalah ditinjau dari unsur dan nilai
yang terdapat dalam bangsa Indonesia yang berupa pandangan hidup bangsa
Indonesia. Hal tersebut menjadikan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara.
Pancasila sebagai dasar Negara sekaligus sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia akan selalu melekat selama keberadaan dan naik turunnya kehidupan di
Indonesia.
Sebagai dasar Negara Indonesia Pancasila terbukti sebagai salah satu media
yang menjadi pemersatu dalam kehidupan bermasyarakat., berbangsa, dan juga
bernegara di Indonesia. Melalui kelima sila yang terdapat di dalam Pancasila, dapat
menjadikan dasar kehidupan bernegara di Indonesia menjadi kokoh terhadap
berbagai ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam. Kedudukan dan
fungsi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dalam mencapai kehidupan yang
lebih sempurna manusia senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur sebagai suatu
pandangan hidup. Serta Pancasila sebagai pandangan hidup yang berfungsi sebagai
titik acuan untuk menata kehidupan diri sendiri ataupun dalam interaksi dalam
masyarakat serta alam sekitarnya. Manusia senantiasa hidup dalam lingkungan
sosial yang lebih luas secara berturut dalam lingkungan keluarga, masyarakat
dan keluarga.
Pancasila adalah suatu pandangan hidup dan dasar negara bangsa Indonesia
yang nilainya sudah ada sebelum secara yuridis Indonesia terbentuk sebagai
Negara (Sutan, S. Z 2016). Nilai-nilai yang terkandung dalam ke lima sila memiliki
daya ikat yang sangat luar biasa, serangkaian nilai yang terkandung di dalam
Pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pada
hakikatnya nilai-nilai Pancasila diangkat dari seni-adat, nilai kebudayaan serta nilai
religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila pada dasarnya sangat perlu diimplementasikan agar dapat menjaga
eksistensi bangsa Indonesia sebagai Negara demokrasi dengan Pancasila sebagai
dasar Negara.

B. Pancasila Sebagai Dasar Negara

Negara merupakan sesuatu yang hidup, tumbuh, mekar dan dapat mati atau
lenyap, maka pengertian dasar Negara meliputi arti: basis atau fundamental, tujuan
yang menentukan arah Negara, pedoman yang menentukan dan mencapai tujuan
Negara. Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila menentukan
bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang menjadi pendukung antara Tuhan,
manusia, persatuan, rakyat serta adil yang merupakan penguat dasar Negara.
Pancasila sebagai dasar Negara berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan pada
Negara Republik Indonesia harus berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
Artinya, Pancasila harus senantiasa menjadi ruh atau power yang menjiwai
kegiatan dalam membentuk Negara. Konsep Pancasila sebagai dasar Negara
dianjurkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada hari terakhir sidang pertama
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, yang isinya untuk menjadikan Pancasila sebagai
dasar Negara falsafah Negara atau filosophische gromdslag bagi Negara Indonesia
merdeka. Usulan tersebut ternyata dapat diterima oleh seluruh anggota sidang.
Sejak saat itu Pancasila sebagai dasar Negara yang mempunyai kedudukan
sebagai berikut:
1. Sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.

2. Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.

3. Menciptakan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.

4. Menjadi sumber semangat bagi UUD 1945, dan

5. Mengandung norma-norma yang mengharuskan UUD untuk mewajibkan perintah


maupun penyelenggara Negara yang lain untuk memelihara budi pekerti luhur.
Pancasila sebagai ideologi juga mengandung sistem nilai yang bersifat
menyuruh. Pancasila merupakan dasar kehidupan dasar sehari-hari, baik berdasarkan
realita kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia,
masyarakat harus lebih dahulu memahami dasar falsafah dan ideologi negara itu, yang
Selanjutnya akan mendorong perilaku warga negara, rakyat maupun penyelenggara
negara dalam suasana realitas. Pancasila juga merupakan ideologi terbuka. Artinya,
yang dikandung oleh sila-sila Pancasila hanyalah terbatas pada nilai-nilai dasar dan
prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar pemikiran tindakan negara
dan menjadi sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia. Pancasila sebagai
dasar negara pola pelaksanaannya terpancar dalam empat pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, dan selanjutnya dijabarkan dalam pasal-
pasal UUD 1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara.
Pokok pikiran pertama yaitu pokok pikiran persatuan yang berfungsi sebagai
dasar negara (dalam kesatuan organis) merupakan landasan dirumuskannya wawasan
nusantara, dan pokok pikiran kedua, yaitu pokok pikiran keadilan sosial yang
berfungsi sebagai tujuan negara (dalam kesatuan organis) merupakan tujuan wawasan
nusantara.
Tujuan negara dijabarkan langsung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV,
yaitu tujuan berhubungan dengan segi keamanan dan segi kesejahteraan dan tujuan
berhubungan dengan segi ketertiban dunia.
Berdasarkan landasan itu maka wawasan nusantara pada dasarnya adalah sebagai
perwujudan nilai sila-sila Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

1. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.


Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan
pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai dasar negara, maka nilai-nilai
kehidupan bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah
berdasarkan pada Pancasila. Namun berdasarkan kenyataan nilai-nilai
yang ada dalam Pancasila tersebut sudah dipraktikkan oleh nenek
moyang bangsa Indonesia hingga sekarang (Alhaj, 2000:3). Pancasila
sebagai dasar negara, ini berarti pula bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila ini dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata
kehidupan bernegara seperti diatur dalam UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan RI lainnya. Karena itulah melalui Ketetapan No.
III/MPR/2000 dinyatakan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah
Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan


peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan
hukum di bawahnya.
Tata urutan dan hierarkis peraturan perundang-undangan RI menurut UU No.
10 Tahun 2004 adalah:

1) Undang-Undang dasar negara kesatuan republik Indonesia tahun 1945.

2) Undang-Undang/PERPU,

3) Peraturan pemerintah

4) Keputusan presiden

5) Peraturan daerah
6) Peraturan daerah lainnya.

Secara singkat kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila


sebagai dasar dari penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Negara Republik
Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan apa yang
tersirat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 antara lain
menegaskan:

“…..,maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan


negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses


penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-
pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang
menunjukkan fungsi Pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan
bernegara.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:

1) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber


hukum (sumber tertib hukum) Indonesia
2) Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang
dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok
pikiran
3) Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum
dasar tertulis maupun tidak tertulis.
4) Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara
negara termasuk penyelenggara partai.
2. Kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum juga
mengandung arti semua sumber hukum atau peraturan-peraturan, mulai
dari UUD 1945, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang2), PP (Peraturan Pemerintah), Keppres
(Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan pelaksanaan yang lainnya,
harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan hukumnya. Semua
produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak boleh
bertentangan dengannya. Oleh sebab itu, bila Pancasila diubah, maka
seluruh produk hukum yang ada di negara RI sejak tahun 1945 sampai
sekarang, secara otomatis produk hukum itu tidak berlaku lagi. Karena
sumber dari segala sumber hukum yaitu Pancasila. Oleh sebab itu
Pancasila tidak bisa diubah dan tidak boleh diubah.
Semua peraturan yang berlaku di Indonesia seharusnya bersumber
pada Pancasila, dalam arti Pancasila adalah sumber dari segala sumber
hukum di Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai
kekuatan mengikat secara hukum, sehingga semua peraturan
hukum/ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila harus disebut
Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk
peraturan perundang-undangan bersifat imperatif (mengikat) bagi berikut
ini:
 Penyelenggara negara.

 Lembaga kenegaraan.

 Lembaga kemasyarakatan.

 Warga negara Indonesia dimanapun berada, dan penduduk di seluruh


wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia artinya
bahwa posisi Pancasila diletakkan pada posisi tertinggi dalam hukum di
Indonesia, posisi Pancasila dalam hal ini menjadikan pedoman dan arah bagi
setiap bangsa Indonesia dalam menyusun dan memperbaiki kondisi hukum di
Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum
sering disebut sebagai dasar filsafat atau ideologi negara. Dalam pengertiannya
ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahan negara. Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang-undangan
termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dari
nilai- nilai Pancasila.
Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Sebagai
dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi
suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber
nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai
hukum dasar baik tertulis atau UUD maupun tidak tertulis atau dalam
kedudukannya sebagai dasar negara. Pancasila mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum. Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib
hukum Indonesia maka setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi
yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-
pokok pikiran.
Dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur yang menjadi tujuan
bangsa dan rakyat Indonesia, Pancasila menjadi landasannya, untuk itulah perlu
adanya tatanan dan tertib hukum dalam mengatur masyarakat dan negara untuk
mencapai tujuan tersebut. Arah dan acuan tersebut tentunya harus berpijak pada
Pancasila.
Namun demikian dalam perjalanan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia tentunya banyak mengalami pasang surut
hal ini disebabkan bahwa di era globalisasi saat sekarang ini banyaknya
permasalahan baru yang muncul di tanah air khususnya masalah korupsi,
nepotisme, dan masuknya budaya dari luar yang berdampak pada
perubahan budaya dalam masyarakat. Perubahan tersebut akan
berdampak pada kehidupan baru masyarakat yang tentu saja membawa
konsekuen baru dari segi hukum di Indonesia.
Maka hukum di Indonesia juga terus mengalami perubahan untuk
disesuaikan dengan permasalahan yang ada. Masalah terorisme dan
organisasi kejahatan internasional menjadikan masalah baru bagi hukum
kita untuk menanggulangi, disinilah permasalah baru selalu muncul dan
Pancasila harus tetap menjadi pijakan bangsa Indonesia dalam
menghadapi persoalan hukum.
C. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
Pancasila adalah sebagai inti Pembukaan UUD 1945, sehingga mempunyai
Kedudukan kuat, tetap dan tidak dapat diubah. Pembukaan UUD 1945 sebagai
pokok kaidah negara fundamental secara hukum tidak dapat diubah oleh siapa pun
termasuk MPR dan DPR. (Landasan Hukumnya Tap MPRS Nomor
XX/MPRS/1966 No. Tap MPR No. V/MPR/ 1973 dan TAP MPR No.
IX/MPR/1978). Mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan negara
proklamasi. Oleh karena itu, alinea keempat (yang memuat Pancasila) juga bersifat
tetap (tidak dapat diubah), melekat kuat pada kelangsungan hidup negara Republik
Indonesia.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan tertib hukum Republik
Indonesia, perumusan autentiknya termuat dalam pembukaan yang telah pasti demi
kepastian hukumnya. Oleh karena itu, Pancasila merupakan substitusi esensial
Pembukaan UUD 1945.
Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa,
maka Pancasila diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup kenegaraan.
Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 adalah bahwa pokok-pokok
pikiran Pembukaan tidak lain adalah sila-sila Pancasila. Pokok-pokok pikiran
tersebut antara lain negara persatuan, negara hendak mewujudkan keadilan seluruh
rakyat Indonesia. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan dan negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab Pancasila sebagai cerminan dari jiwa dan
cita-cita hukum bangsa Indonesia tersebut merupakan norma dasar dalam
penyelenggaraan bernegara dan yang menjadi sumber hukum sekaligus sebagai cita
hukum (recht-idee). Baik tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Cita-cita ini
secara langsung merupakan cerminan kesamaan-kesamaan kepentingan di antara
sesama warga bangsa.

Pancasila dasar negara kita dirumuskan dari nilai-nilai kehidupan masyarakat


Indonesia yang berasal dari pandangan hidup bangsa yang merupakan kepribadian.
Bangsa perjanjian luhur serta tujuan yang hendak diwujudkan. Karena itu Pancasila
di jadikan ideologi negara. Pancasila merupakan kesadaran cita-cita hukum serta
cita-cita moral luhur yang memiliki suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia,
melandasi proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Pembukaan UUD 1945 yang membuat dasar falsafah negara Pancasila,
merupakan satu kesatuan nilai dan norma yang terpadu yang tidak dapat dipisahkan.
Dengan rangkaian pasal-pasal dan batang tubuh UUD 1945. Hal inilah yang harus
kita ketahui, dipahami dan dihayati oleh setiap orang Indonesia.
Ketuhanan yang merupakan perintah secara pokok itu perlu diberi penjelasan. Hal
itulah yang termuat dalam penjelasan otentik UU Indonesia. Jadi Pancasila adalah
jiwa, ini sumber dan landasan UUD 1945. Secara teknis dapat dikatakan bahwa
pokok pokok pikiran yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 adalah garis besar
cita-yang terkandung dalam Pancasila. Batang tubuh UUD 1945 merupakan pokok-
pokok nilai nilai pancasila yang disusun dalam pasal-pasal.
Kedua bagian (komponen) UUD 1945 tersebut dijelaskan dalam penjelasan yang
otentik. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan hukum
dasar adalah hukum dasar yang tertulis. Hal ini mengandung pengertian bahwa
sebagai undang-undang, maka hukum dasar adalah mengikat perintah, mengikat
petinggi negara dan lembaga kemasyarakatan dan juga mengikat seluruh negara
Indonesia dimanapun dan setiap warga negara Indonesia dan sebagai undang-
undang, maka hukum dasar memuat norma, aturan atau ketentuan. Yang harus
dilaksanakan dan dipatuhi.
UUD bukanlah hukum dasar biasa, melainkan hukum dasar yang merupakan
sumber hukum. Setiap produk hukum misalnya undang-undang, peraturan
pemerintah atau keputusan pemerintah, bahkan setiap kebijaksanaan pemerintah
haruslah berdasarkan atau bersumber dari peraturan yang lebih tinggi, yang pada
akhirnya dapat dipertanggungjawabkan dalam ketentuan UUD 1945.
Dalam posisi demikian, sifat UUD dari kerangka tatanan atau hierarki norma
hukum yang berlaku, adalah hukum yang berlaku yang menempati posisi tinggi.
Dalam kaitannya dengan hukum dasar juga berfungsi sebagai alat kontrol untuk
memeriksa apakah norma hukum yang berlaku sudah sesuai dengan ketentuan
hukum dasar atau tidak.
Selain dari apa yang diuraikan dimuka dan sesuai pula dengan penjelasan undang-
undang dasar 1945. pembukaan undang-undang dasar 1945 mempunyai fungsi atau
hubungan langsung dengan batang tubuh undang-undang dasar 1945 itu sendiri
ialah bahwa: pembukaan undang-undang dasar 1945 mengandung pokok-pokok
pikiran itu diciptakan oleh undang-undang dasar 1945 dalam pasal-pasalnya.
Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
dan dengan memperhatikan hubungan dengan batang tubuh UUD yang memuat
dasar falsafah negara Pancasila dan UUD 1945 merupakan kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang
terpadu. UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan
dari pokok-pokok pikiran terkandung dalam UUD 1945 yang tidak lain adalah
pokok pikiran: persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasarkan
atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan dan ketuhanan Yang Maha Esa
menurut kemanusiaan yang adil dan beradab, yang tidak lain adalah sila dari
Pancasila, sedangkan Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah
mampu memberikan semangat kepada dan terpancang dengan khidmat dalam
perangkat UUD 1945. Semangat dan yang disemangati pada hakikatnya merupakan
satu rangkaian kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Seperti telah disinggung di muka bahwa di samping Undang-Undang dasar.
masih ada hukum dasar yang tidak tertulis yang juga merupakan sumber hukum,
yang menurut penjelasan UUD 1945 merupakan aturan-aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis'.
Inilah yang dimaksudkan dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan sebagai
pelengkap atau pengisi kekosongan yang timbul dari praktek kenegaraan, karena
aturan tersebut tidak terdapat dalam Undang-Undang dasar.
UUD 1945 yang hanya terdiri dari 37 pasal ditambah dengan Empat pasal
Aturan Peralihan dan dua ayat aturan Tambahan, maka UUD 1945 termasuk singkat
dan bersifat supel atau fleksibel. Dalam hubungan ini penjelasan UUD 1945
mengemukakan bahwa telah cukuplah kalau Undang-Undang dasar hanya memuat
aturan-aturan pokok garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah pusat dan
lain-lain penyelenggaraan negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara.
Undang Undang dasar yang disingkat itu sangat menguntungkan bagi negara seperti
Indonesia ini yang masih harus terus berkembang secara dinamis, sehingga dengan
aturan-aturan pokok itu akan merupakan aturan yang luwes, kenyal, tidak mudah
ketinggalan zaman, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan-aturan
pokok itu diserahkan kepada Undang-Undang yang lebih mudah caranya membuat,
mengubah dan mencabut. Oleh karena itu, makin supel (elastis).
Sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjadi supaya sistem Undang
Undang dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Yang penting dalam pemerintahan
dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat para pemimpin pemerintahan. Yaitu
semangat yang dinamis, positif dan konstruktif seperti yang dikehendaki oleh
pembukaan UUD 1945.
Dalam pengertian yang bersifat yuridis kenegaraan, Pancasila yang berfungsi
sebagai dasar negara tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945, yang dengan jelas menyatakan, "....maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitu pada Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945, maka fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya
adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di Indonesia.
sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Ketetapan
MPR No. IX/MPR/1978). Hal ini mengandung konsekuensi yuridis, yaitu bahwa
seluruh peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR,
Undang-undang. Peraturan Pemerintah. Keputusan Presiden, dan Peraturan-
peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah
Republik Indonesia) harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain,
isi dan tujuan Peraturan Perundang undangan RI tidak boleh menyimpang dari jiwa
Pancasila.
Berdasarkan penjelasan diatas hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan material.
Hubungan secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan menunjuk pada
tercantumnya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan yang mengandung
pengertian bahwa tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas sosial,
ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang
melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas
kenegaraan yang unsur-unsurnya terdapat dalam Pancasila.
1) Hubungan Secara Formal: Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di
dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperolehi kedudukan sebagai
norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya
bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik, yaitu perpaduan asas-asas
kultural, religius dan asas asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah
seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b. Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan
Pokok kaidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum
c. Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan
berfungsi, selain sebagai Mukaddimah dan UUD 1945 dalam kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi
sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya.
Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila tidak
tergantung pada batang tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.

Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai fakta, sifat


kedudukan dan fungsi sebagai prinsip dasar negara, yang diwujudkan sebagai dasar
kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945. E. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD
1945, dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak berubah
serta bertumpu pada kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Hubungan secara material:
Hubungan pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat
formal, sebagaimana di jelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai
berikut:
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan pembukaan UUD
1945, maka secara kronologis, materi yang di bahas oleh BPUPKI yang pertama-
tama adalah dasar filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah
pada sidang pertama pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat
negara Pancasila berikutnya tersusunlah piagam Jakarta yang di susun oleh panitia
9, sebagai wujud bentuk pertama pembukaan UUD 1945.
Dasar pokok bagi UUD, yaitu Pembukaan sebagai Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental yang didalamnya temuat Pancasila. Walaupun UUD itu merupakan
hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis atau konstitusi, namun kedudukannya
bukanlah sebagai landasan hukum yang ter pokok.
Menurut teori dan keadaan sebagaimana ditunjukkan oleh Bakry (2010: 222),
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental dapat tertulis dan juga tidak tertulis.
Pokok Kaidah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai hukum positif.
Dengan kekuasaan yang ada dapat diubah walaupun sebenarnya tidak sah Walaupun
demikian, Pokok Kaidah yang tertulis juga memiliki kekuatan, yaitu memiliki
formulasi yang tegas dan sebagai hukum positif mempunyai sifat imperatif yang
dapat dipaksakan.
Pokok Kaidah yang tertulis bagi negara Indonesia pada saat ini diharapkan tetap
berupa pembukaan UUD NRI tahun 1945. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 tidak
dapat diubah, karena menurut Bakry (201: 222), fakta sejarah yang terjadi hanya
satu kali tidak dapat diubah. Pembukaan UUD RI tahun 1945 dapat juga tidak
digunakan sebagai Pokok Kaidah tertulis yang dapat diubah oleh kekuasaan yang
ada, sebagaimana perubahan ketatanegaraan yang pernah terjadi saat berlakunya
Mukadimah UUDS 1950,
Sementara itu. Pokok Kaidah yang tidak tertulis memiliki kelemahan, yaitu
karena tidak tertulis maka formulasinya tidak tertentu dan tidak jelas sehingga
mudah tidak diketahui atau tidak diingat. Walaupun demikian, Pokok Kaidah
tertulis juga memiliki kekuatan, yaitu tidak dapat diubah atau dihilangkan oleh
kekuasaan karena bersifat imperatif moral dan terdapat dalam jiwa bangsa
Indonesianya (Bakry, 010: 223).
Pokok Kaidah yang tidak tertulis mencakup hukum Tuhan, hukum kodrat. Dan
hukum etis. Pokok Kaidah yang tidak tertulis adalah fundamen moral negara. Yaitu
“Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.

D. Hubungan Proklamasi Dengan Pembukaan UUD 1945


Dalam Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 yang kemudian dinyatakan
berlaku oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 ditandaskan dengan tegas antara
Pembukaan dengan Proklamasi adalah: Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan
kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapa
pun juga termasuk MPR hasil Pemilihan Umum (Pemilu).Dengan demikian
Pembukaan UUD 1945 merupakan rangkaian yang tak dapat dipisahkan dari
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada hakikatnya adalah pencetusan segala
perasaan-perasaan yang sedalam dalamnya yang terbenam dalam kalbu rakyat
Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan beserta anak kandungnya yang berupa
Pembukaan UUD 1945 telah melukiskan pandangan hidup, tujuan hidup, falsafah
hidup, dan rahasia hidup kita sebagai bangsa. Apabila Proklamasi itu merupakan
suatu Proclamation of Independence, maka Pembukaan UUD 1945 adalah
merupakan Declaration of Independenece Negara Republik Indonesia. (Kansil,
1986).Sulandra (!985) berpendapat bahwa isi pengertian yang terdapat dalam
proklamasi pada pokoknya memuat dua hal, yaitu :
1. Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia.
2. Tindakan-tindakan yang segera harus diselenggarakan berhubung dengan
kemerdekaan itu (Darji Darmodiharjo, 1985).
Berpegang kepada isi pengertian dan dengan memperhatikan keseluruhan isi
pengertian yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 khususnya alinea ketiga
yang juga pada pokoknya memuat pernyataan kemerdekaan dan alinea keempat
memuat tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan setelah adanya negara, maka
dapatlah ditentukan letak dan sifat hubungan antara Proklamasi dan Pembukaan
UUD 1945, yaitu :
1. Disebutkan kembali pernyataan kemerdekaan dalam alinea ketiga Pembukaan
UUD 1945 menunjukkan bahwa antara Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945
merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
2. Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-
sama ditetapkannya UUD, Presiden, dan Wakil Presiden merupakan realisasi bagian
kedua
Proklamasi.
3. Pembukaan UUD 1945 hakekatnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang
lebih terperinci dengan memuat pokok-pokok pikiran adanya cita-cita luhur yang
menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan, dalam bentuk negara
Indonesia merdeka, berdaulat, bersatu., adil, dan makmur dengan berdasarkan asas
kerohanian Pancasila
4. Dengan demikian sifat hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dan Proklamasi
adalah :
a. Memberikan penjelasan terhadap dilaksanakan Proklamasi pada tanggal 17
Agustus 1945, yaitu menegakkan hak kodrat dan hak setiap bangsa akan
kemerdekaan dan demi ini pulalah bangsa Indonesia berjuang terus-menerus
sampai pada akhirnya mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaannya. (Alinea I dan alinea II).
b. Memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Prok-lamasi 17 Agustus
1945, yaitu bahwa perjuangan gigih mene-gakkan hak kodrat dan hak moral atas
kemerdekaan itu adalah penjajahan atas bangsa Indonesia yang tidak sesuai
dengan peri keadilan dan perikemanusiaan. Bahwa perjuangan bangsa Indonesia
itu telah diridhoi oleh Tuhan yang Maha Esa sehingga pada akhirnya berhasil
memproklamirkan kemerdekaannya (Alinea I, II, dan III).
c. Memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksanakannya Proklamasi
17Agustus 1945, yaitu bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh
melalui perjuangan luhur, disusun dalam suatu UUD Negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Pancasila (Alinea IV) (Darji
Darmodiharjo, 1985).
Khususnya memperhatikan isi pengertian bagian kedua proklamasi yang
menetapkan tindakan-tindakan segera yang harus diselenggarakan berhubung dengan
pernyataan kemerdekaan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.Bagian pertama Proklamasi, memperoleh penjelasan, penegasan, dan
pertanggungjawabannya pada alinea I sampai dengan alinea III Pembukaan UUD
1945.
2. Bagian kedua Proklamasi memperoleh penjelasan dan penegasan pada alinea IV
Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. Hal. tujuan negara.
2. Hal Undang-Undang Dasar
3. Negara yang akan disusun
4. sebagai landasan pembentukan
5. pemerintah negara.
6. Hal bentuk negara Republik
7. yang berkedaulatan rakyat.
8. Hal atas kerohanian (filsafat)
9. negara Pancasila.

Berpegang pada sifat hubungan antara Proklamasi 17 Agustus 1945 dan


Pembukaan UUD 1945 yang tidak hanya menjelaskan dan menegaskan tetapi juga
mempertanggungjawabkan Proklamasi sehingga hubungan itu tidak hanya bersifat
fungsional-organis, tetapi tegas bersifat monitisorganis, artinya bahwa antara
Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 merupakan amanat kesatuan yang bulat. Apa
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan amanat keramat
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Jadi kalau Proklamasi memberitahukan kepada dunia, bahwa rakyat Indonesia
telah menjadi satu bangsa merdeka, dan merupakan sumber kekuatan dan tekad
perjuangan kita, serta telah melahirkan dan membangkitkan kembali kepribadian
bangsa Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 memberikan pedoman-pedoman
untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan usaha-usaha
kenegaraan kita, untuk menginsafi tujuan usaha mengembangkan kebangsaan kita.
Proklamasi kemerdekaan yang berisi pernyataan kemerdekaan adalah sumber
hukum pembentukan negara kesatuan RI, karena tanpa Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 tidak ada negara RI. Proklamasi kemerdekaan itu kemudian
diwujudkan dalam bentuk pernyataan kemerdekaan yang berbentuk Pembukaan
UUD 1945 khususnya alinea ketiga.

E.Hubungan Pancasila dengan Pasal-Pasal UUD NRI 1945

Pancasila memancarkan nilai-nilai yang luhur yang telah mampu memberikan


semangat kepada UUD NRI 1945 dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat
UUD NRI 1945. Semangat (Pembukaan) dan yang disemangati (Pasal-pasal UUD
NRI 1945) pada hakekatnya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber
pada pembukaan UUD NRI 1945 yang didalamnya terkandung Asas Kerohanian
Negara atau dasar Filsafat Negara RI (Kaelen, 2010). UUD NRI 1945 terdiri dari
rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam pembukaan UUD NRI 1945 yaitu: Persatuan Indonesia, Keadilan
perwakilan dan keutuhan yang maha esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang tidak lain adalah sila-sila Pancasila.
Pokok pikiran UUD NRI 1945 merupakan perwujudan dari suasana kebatinan
bangsa dan negara Indonesia untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegaranya
yang diwujudkan dalam bentuk cita-cita hukum dasar negara yang diuraikan
dengan jelas dalam batang tubuh UUD NRI 1945 disertai pasal penjelasannya.
Pengertian ini menjelaskan bahwa ada hubungan antara Pancasila-Pembukaan-
Batang tubuh dan pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 yang sifatnya langsung dan
kausal organis (Kaelan, 2004). Pancasila secara material tertib hukum Indonesia
dijabarkan dalam batang tubuh dan pasal-pasal UUD NRI 1945 sebagai wujud
sumber nilai, bentuk dan sifat dari sumber tertib hukum Indonesia dalam menata
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga negaranya. Hakekat dan kedudukan
Pancasila yang tersirat dan tersurat dalam pasal-pasal UUD NRI 1945 itu sendiri.
Pancasila menjadi esensi hakekat, sifat, kedudukan, dan fungsi sebagai sumber nilai
dan pokok kaidah negara yang fundamental dalam kelangsungan kehidupan hidup
negara Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 lalu.
Untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar Pancasila diperlukan nilai-nilai
instrument Pancasila. Nilai instrumental Pancasila sebagai dasar nilai hidup
bernegara terangkum dalam pasal-pasal UUD NRI 1945 tersebut. Beberapa contoh
penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD NRI 1945 digambarkan dalam tabel
di bawah ini:
No Nilai Sila Nilai Instrumental dalam UUD NRI 1945
Sebelum Amandemen Sesudah Amandemen
1 Sila ke-1 Pasal 9, 29 (1 – 2) Pasal 28E (1), 29
2 Sila ke-2 Pasal 26 (1), 27 (1 – 2), Pasal 1 (3), 26 (1-2), 27
28 (1-2), 28A-D, 28F,
28J
3 Sila ke-3 Pasal 18, 30 (1), 35, 36 Pasal 25A, 27(3), 30 (1-
5)
4 Sila ke-4 Pasal 1 (1,2), 2 (1), 3, 7, Pasal 1 (1-2), 2, 3, 4, 7,
22, 27 19, 22C, 22E
5 Sila ke-5 Pasal 27, 28, 29 (2), 31, Pasal 23, 28H, 31, 32,
33, 34 33, 34

F. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (Hasil


Amandemen 2002)

1. Pengertian Undang-Undang Dasar dan Konstitusi


A. Undang-Undang Dasar
Undang-Undang Dasar sering disebut dengan istilah “Konstitusi” tetapi ada
perbedaan pengertian diantar keduanya. Menurut Herman Heller (Busroh, 1984),
konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang-undang dasar karena
konstitusi selain bersifat yuridis juga bersigar sosiologis dan politis. Sedangkan
Undang-Undang Dasar hanya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi,
yakni: die geschreiben versfassung atau konstitusi yang ditulis. ESC Wade dalam
Constitutional Law, menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar adalah naskah
yang memaparkan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara
dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut. Undang-Undang Dasar
merupakan hukum dasar yang tertulis dimana setiap produk hukum seperti
Undang-Undang (UU), peraturan pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres),
dan kebijakan pemerintah lainnya harus berlandaskan serta bersumber pada UUD
NRI 1945 sehingga dapat dipertanggung jawab kan sesuai dengan UUD NRI 1945
dan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. UUD NRI 1945
sebagai peraturan perundangan tertinggi merupakan alat kontrol dan menjadi
pedoman penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara karena
mengandung:
1. Materi pengaturan sistem pemerintahan tentang kedudukan, tugas, wewenang
dan hubungan antar lembaga-lembaga negara.
2. Hubungan negara dengan warga negara di bidang politik, ekonomi, social,
budaya, hankam dan ideologi.
a. Konstitusi
Uber Verfassengwesen, membagi konstitusi dalam 2 pengertian, yaitu:
 Pengertian sosiologis atau politis
Konstitusi adalah sinthese faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam
masyarakat dan menggambarkan hubungan antar kekuasaan-kekuasaan
yang nyata dalam suatu Negara raja, parlemen, kabinet, pressure groups,
parpol dan lain-lain.
 Pengertian Yuridis
Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan Negara dan
sendi-sendi pemerintahan.
Konstitusi dalam arti sempit dimaksudkan untuk memberi nama kepada suatu
dokumen pokok yang berisi aturan-aturan mengenai susunan organisasi Negara
beserta cara kerja organisasi tersebut. Sedangkan konstitusi dalam arti luas
mencakup segala ketentuan yang berhubungan keorganisasian Negara, baik terdapat
dalam undang-undang dasar, undang-undang organik dan peraturan perundangan
lainnya, maupun kebiasaan atau konvensi (Ranuwijaya, 1960).
Di Indonesia menurut Muhammad Yamin, bahwa asas seperti Negara hukum
sudah dikenal sejak abad V di kerajaan Taruma Negara, Kutai, Melayu Minang
Kabau, Sriwijaya, Keperabuan Singosari, dan Majapahit sampai abad XIV tetapi
semuanya berdasarkan hukum adat kenegaraan yang tidak dituliskan dalam suatu
naskah undang-undang dasar. Konstitusi ini dinamakan Constitution Countumiere
atau undang-undang dasar secara hukum adat atau Unwritten Fundamental Law
yang berati hukum dasar yang tidak tertulis, sebagai lawan dari Contitution Ecrite
yakni undang-undang dasar yang tertulis (Busroh, 1983). Untuk mengatasi kesulitan
ini, terutama dalam hal penyisihan ketentuan konstitusi maka perlu dipergunakan
istilah formal bagi konstitusi dalam proses penyisihan dan istilah material bagi
konstitusi yang dalam kenyataan sesungguhnya berlaku.
2. Fungsi Undang-Undang Dasar Bagi Negara
Fungsi undang-undang dasar adalah: a) Untuk menjamin perlindungan hukum atas
hak-hak para warga negaranya; b) sebagai landasan structural penyelenggaraan
pemerintahan menurut suatu sistem ketatanegaraan yang pasti dan tertentu; c)
Sebagai simbol kemerdekaan dan keinginan rakyat untuk menyusun hak-haknya
jika terancam dan untuk membatasi tindakan-tindakan penguasa; d) Sebagai
lambang kesetiaan kepada NRI dan lambang persatuan kesatuan bangsa yang
berkeinginan untuk menentukan suatu sistem ketatanegaraan tertentu dan untuk
menghindari tindakan sewenang-wenang dari penguasa di kemudian hari; e)
Sebagai kontrol pemerintahan yang berlangsung dari keinginan para pembentuk
Negara untuk menjamin adanya cara penyelenggaraan Negara yang pasti dan
dapat menyejahterakan rakyatnya.

3. Undang-Undang Dasar yang Pernah Berlaku di Indonesia


Sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan
saat ini, UUD NRI 1945 telah berlaku sebanyak 3 jenis UUD di dalam 8 periode
tata perundang-undangan Indonesia, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya sebagai alat pengontrol
lembaga pemerintahan karena situasi politik Indonesia disibukkan dengan
proses perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat wakil presiden
nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang memutuskan bahwa KNI-P dan
KNI-D sebagai lembaga legislatif Permasalahan pemerintahan juga berubah
karena tanggal 14 November 1945 tata laksana pemerintahan yang semua
bersifat presidential berubah menjadi sistem parlementer yang tidak sesuai
dengan tujuan awal negara Indonesia.
b. Konstitusi RIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
Atas pengaruh PBB yang mendukung pengakuan kedaulatan NRI dan
menyepakati hasil KMB di Den Haag, maka naskah konstitusi UUD NRI
1945 digantikan dengan naskah konstitusi Republik Indonesia Serikat
(Konstitusi RIS) yang disusun bersama dengan delegasi Indonesia,
perwakilan BFO di bawah pengawasan PBB. Konstitusi RIS merubah bentuk
pemerintahan menjadi negara federasi yang memiliki kedaulatan sendiri-
sediri, sehingga negara Indonesia terpecah dalam 2 visi kenegaraan yaitu RI
dan RIS dengan sistem pemerintahan parlementer.
c. UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Bentuk negara federatif tidak berhasil membawa kesatuan bangsa
Indonesia sehingga memerlukan tahapan konsolidasi kekuasaan yang efektif.
Upaya konsolidasi ini melahirkan kesepakatan mendirikan NKRI Yong to
muction dalam satu naskah persetujuan bersama tanggal 19 Mei 1950 dan
menetapkan UU no. 7 Tahun 1950 sebagai UUD Sementara.
UUDS 1950 berisi 2 pasal yaitu: (1) ketentuan perubahan konstitusi RIS
menjadi UUDS 1950; dan (2) ketentuan berlakunya UUDS 1950 mulai
tanggal 17 Agustus 1950. Pada masa ini pemerintah berhasil melaksanakan
Pemilu 1955 untuk mewujudkan terbentuknya lembaga lembaga negara
seperti MPR, DPR, DPA dan UUD baru yang gagal dihasilkan oleh Dewan
Konstituante. Kegagalan Dewan Konstituante mendorong Presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk mengembalikan
fungsi UUD NRI 1945 berlaku kembali sebagai UUD Indonesia.
d. UUD 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999)
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 penyelenggaraan pemerintahan negara
dibagi dalam 2 masa yaitu masa Orde Lama (Orla) dari tahun 1959 1966 dan
masa Orde Baru (Orba) tahun 1966-1999, memberlakukan kembali UUD
NRI 1945 sebagai hukum dasar pemerintahan. Periode UUD NRI 1945 masa
Orba pada tanggal 11 Maret 1966-21 Mei 1998 mampu menjalankan UUD
NRI 1945 dan Pancasila sinergis, murni dan konsekuen. Pada masa orde baru
(1966-1998), pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1045 dan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi
j penyelewengan UUD NRI 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya
kekuasaan pada presiden.
e. UUD 1945 Amandemen ke-1 (19 Oktober 1999 - 18 Agustus 2000)
Setelah masa Orba berakhir tanggal 21 Mei 1998 mendorong UUD NRI
1945 yang bersifat luwes, fleksibel dan multi tafsir sehingga kedudukan
UUD NRI 1945 mempunyai kekuatan hukum dalam proses penyelenggaraan
negara masa Orba. Pemilu tahun 1999 menjadi langkah awal Amandemen
UUD NRI 1945 mengagendakan 4 proses Amandemen. Upaya amandemen
ini untuk membatasi kewenangan para penyelenggara pemerintahan negara
agar tercipta check and balances sesuai dengan asas triaspolitika yang baik
dan bersih. Perubahan (amandemen) UUD NRI 1945 dimaksudkan untuk
menambah/merubah sebagian redaksional isi dari UUD NRI 1945 yang tidak
sesuai lagi dengan tuntutan jaman sehingga kehidupan ketatanegaraan
Indonesia menjadi lebih baik, jelas, dan sistematis. Hasil Amandemen ke-1
tanggal 19 Oktober 1999 meliputi 9 pasal dan 16 ayat dalam batang tubuh
UUD NRI 1945 untuk membatasi kekuasaan presiden dan MPR. Pasal-pasal
UUD NRI 1945 yang di amandemen adalah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal
9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20,
dan Pasal 21.
f. UUD 1945 Amandemen ke-2
Pada Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2000 ada 27 pasal dalam 7 bab
yang diubah untuk menata sistem lembaga negara dan identitas nasional
bangsa Indonesia. Adapun bab yang diubah adalah bab pemerintahan
daerah), bah VII (DPR). bab IXA (wilayah negara),bab X (WN dan
penduduk), bab XA (HAM), bab XII (hankam) dan bab XV bendera, bahasa,
lambang negara dan lagu kebangsaan). Adapun pasal pasal yang di
amandemen antara lain Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 188, Pasal 19. Pasal 20
Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E gab X. Pasal
26 Ayat (2) dan Ayat (3). Pasal 27 Ayat (3). Bab XA, Pasal 28A, Pasal 288.
Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 288, Pasal 28F. Pasal 286, Pasal 2811. Pasal
281, Pasal 281. Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal
360 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
g. UUD 1945 Amandemen ke-3 (9 November 2001-10 Agustus 2002)
Amandemen ke-3 disahkan MPR-RI tanggal 10 November 2001 terdiri
dari 3 bab dan 22 pasal yaitu bab 1 (bentuk dan kedaulatan), bab 11 (MPR),
Kekuasaan pemerintahan negara, kementerian negara, DPR, Pemilu, BPK
dan MA. Adapun pasal-pasal yang di amandemen antara lain Pasal 1 Ayat
(2) dan (3), Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4): Pasal 6 Ayat (1) dan (2): Pasal 6A
Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A, Pasal 78 Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6),
dan (7); Pasal 7C; Pasal B Ayat (1) dan (2): Pasal 11 Ayat (2) dan (3). Pasal
17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6): Pasal
23 Ayat (1), (2), dan (3): Pasal 23A: Pasal 23C: Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat
(1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2);
Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal
24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
h. UUD NRI 1945 Amandemen ke-4 (10 Agustus 2002-sekarang)
Amandemen ke-4 UUD NRI 1945 disahkan MPR-RI Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 10 Agustus 2002
menetapkan beberapa hal antara lain:
1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana
telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan
keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan
kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan
secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat
2) Penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat "Perubahan tersebut
diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat
3) Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Pengubahan
penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat (2) dan
ayat (3); Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A
4) Penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan
pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III
tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara,
5) Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1): Pasal 6A ayat (4): Pasal
8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16: Pasal 23B: Pasal 23D; Pasal 24 ayat
(3); Bab XIII, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4), dan ayat (5): Pasal
32 ayat (1) dan ayat (2); bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5): Pasal 34
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4): Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal 1, 11, dan III; Aturan
Tambahan Pasal I dan II Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
4. Sistem Ketatanegaraan Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD NRI
1945
a. Dasar Pemikiran Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
Gerakan reformasi tanggal 21 Mei 1998 mengagendakan adanya
amandemen terhadap undang-undang dasar 1945. Pemikiran pentingnya
Undang-Undang Dasar di amandemen adalah:
1) Kelompok yang memandang Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
warisan monumental dari Founding Father yang sudah baik, dan tidak
perlu diubah lagi.
2) Kelompok yang memandang Undang-Undang Dasar 1945 itu warisan
monumental Founding Father yang harus dipertahankan namun perlu
diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan
jaman.
3) Kelompok yang memandang Undang-Undang Dasar 1945 itu sudah
usang tidak bisa dipakai lagi dan oleh karena itu perlu dibuat Undang-
Undang Dasar baru.
Perubahan UUD NRI 1945 dilakukan secara bertahap dan sistematis
dalam empat kali perubahan. Perubahan pertama dilakukan pada Sidang
Umum MPR RI tahun 1999, dilanjutkan pada Sidang Tahunan MPR
tahun 2000, Perubahan ketiga pada Sidang Tahunan 2001, dan
Perubahan Keempat pada Sidang Tahunan MPR-tahun 2002. Dasar
pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD NRI
Tahun 1945, antara lain sebagai berikut:
1) UUD NRI tahun 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang
bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada terjadinya
saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances)
pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2) UUD NRI 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada
pemegang kekuasaan eksekutif (presiden).
3) UUD NRI 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes
sehingga dapat menimbulkan multitafsir.
4) UUD NRI tahun 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan
kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan
undang-undang.
5) Rumusan UUD NRI Tahun 1945 tentang semangat penyelenggaraan
Negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat
aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum,
pemberdayaan rakyat, penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM),
dan otonomi daerah. (Sekretariat Jendral MPR RI, 2012).
Tujuan amandemen (perubahan) UUD NRI 1945, antara lain
untuk:
1) Menyempurnakan aturan dan mengenai tatanan Negara dalam
mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI
tahun 1945 dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila.
2) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan
kedaulatan serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan
perkembangan paham demokrasi.
3) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan
hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi
manusia dan peradaban umat manusia sekaligus merupakan syarat
bagi suatu negara hukum yang dicita citakan oleh UUD NRI 1945.
4) Menyempurnakan aturan dasar mengenai penyelenggaraan Negara
secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian
kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling
mengimbangi yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan
lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi
perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.
5) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan
kewajiban Negara mewujudkan kesejahteraan social, mencerdaskan
kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan
Negara sejahtera.
6) Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan
Negara bagi eksistensi Negara dan perjuangan Negara mewujudkan
demokrasi.
7) Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan
berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan serta
kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dewasa ini sekaligus
mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan
datang. (Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012).
Tuntutan mengubah UUD NRI 1945 menjadi salah satu agenda
pokok dalam sidang MPR-RI tahun 1999. Oleh karena itu sebelum
melakukan perubahan terhadap UUD NRI 1945 itu, dalam Sidang
Umum MPR-RI 1999 terlebih dahulu diadakan kesepakatan dasar
yang akan dijadikan rambu-rambu dalam melakukan perubahan itu,
yaitu:
1) Tidak akan mengubah Pembukaan UUD NRI 1945.
2) Tetap mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia
3) Tetap mempertahankan sistem Pemerintahan Presidensial.
4) Penjelasan UUD NRI 1945 yang memuat hal-hal normatif
dimasukkan ke dalam pasal-pasal (Batang Tubuh UUD).
5) Perubahan dilakukan dengan cara adendum, yaitu Undang-
Undang Dasar 1945 yang asli dimuat secara penuh, sedang
perubahan perubahan yang diadakan ditempatkan/ditambahkan di
belakangnya.
Berpedoman pada rambu-rambu itu terjadi perubahan Undang
Undang Dasar NRI 1945 dilaksanakan oleh MPR dalam 4 kali
persidangan, yaitu:
1) Perubahan Pertama ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 19
Oktober 1999 dilakukan dalam Sidang Umum MPR-RI Tahun
1999.
2) Perubahan Kedua, ditetapkan dan mulai berlaku tanggal 18
Agustus
2000 dilakukan dalam Sidang tahunan MPR-RI Tahun 2000.
3) Perubahan Ketiga, ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 9
November 2001 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun
2001.
4) Perubahan Keempat, ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal
10 Agustus 2002 dilakukan dalam sidang tahunan MPR Tahun
2002.
b. Sistematika UUD NRI 1945
Sistematika UUD NRI 1945 sebelum dilakukan Amandemen memiliki
sistematika sebagai berikut:
1) Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945
2) Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari:
a. XVI Bab
b. 37 pasal ditambah IV Pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan
Tambahan
c. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
3) Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
Sistematika UUD NRI 1945 setelah dilaksanakan Amandemen
(perubahan) sebanyak 4 kali sebagai berikut:
1) Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945
2) Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari:
a. XVI Bab
b. 37 pasal ditambah III pasal Aturan Peralihan dan II pasal
Aturan Tambahan.
Walaupun UUD NRI 1945 disusun dalam satu naskah, hal
itu sama sekali tidak mengubah sistematika UUD NRI 1945
yakni secara penomoran tetap terdiri dari 16 bab dan 37 Pasal.
Perubahan bab dan pasal ditandai dengan penomoran (A, B,
C, dan seterusnya) dibelakang angka bab atau pasal (contoh
Bab VII A tentang Dewan Perwakilan Daerah sebagai
konsekuensi logis dari pilihan melakukan perubahan UUD
NRI dan Pasal 22E). Penomoran UUD NRI tahun 1945 yang
tetap tersebut 1945 dilakukan dengan cara oddendum
(Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012:58)
c. Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD NRI 1945
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia sebelum
dilakukan amandemen dijelaskan secara terinci dan sistematis
dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem
Pemerintahan Negara Indonesia ini dibagi atas 7 sistem yang
secara sistematis merupakan pengejawantahan kedaulatan
rakyat, oleh karena itu sistem pemerintahan Negara ini
dikenal dengan "Tujuh Kunci Pokok Sistem pemerintahan
Negara Dengan demikian maka peraturan-peraturan hukum
yang ada dalam Negara Republik Indonesia sejak saat
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945 merupakan suatu tertib hukum, yaitu tertib
hukum Indonesia. Walaupun tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan Negara dalam penjelasan tidak lagi merupakan
dasar yuridis, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami
suatu perubahan. Oleh karena itu sebagai suatu studi
komparatif, sistem pemerintahan Negara menurut UUD NRI
1945 setelah amandemen, dijelaskan sebagai berikut:
1) Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
hukum
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum
(Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(Machtsstaat). Pengertian Negara hukum baik dalam arti
formal yang melindungi seluruh warga dan Negara harus
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kecerdasan
seluruh warganya. Setiap tindakan Negara harus
mempertimbangkan dua landasan, yaitu kegunaan
(doelmutogheid) dan landasan hukum (rechtmatigheid)
berdasarkan atas peraturan hukum yang berlaku.
2) Sistem konstitusional
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi.
(hukum dasar). udak bersifat absolut (kekuasaan yang
tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa
cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan konstitusi dan hukum lain seperti produk
konstitusional, Ketetapan MPR. Undang-Undang dan
sebagainya.
3) Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan rakyat
Menurut UUD NRI 1945 hasil amandemen 2002
kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD (Pasal 1 ayat 2) Hal ini berarti terjadi suatu
reformasi kekuasaan tertinggi dalam Negara secara
kelembagaan tinggi Negara, walaupun esensinya tetap
rakyat yang memiliki kekuasaan.
4) Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara
tertinggi di samping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD NRI 1945 hasil amandemen
2002, Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan
tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden
dipilih langsung oleh rakyat UUD 1945 pasal 6A ayat (1)
Jadi menurut UUD NRI 1945 ini Presiden tidak lagi
merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih langsung
oleh rakyat Presiden harus bekerjama dengan Dewan,
akan tetapi Presiden tidak bertanggungjawab kepada
Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak pada Dewan.
5) Menteri negara adalah pembantu presiden dan tidak
bertanggung jawab kepada DPR
Sistem ini dijelaskan dalam UUD NRI 1945 hasil
amandemen 2002 maupun dalam Penjelasan UUD NRI
1945 bahwa "Presiden dalam melaksanakan tugas
pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri Negara
(pasal 17 ayat (1) UUD 1945 Hasil amandemen), Presiden
mengangkat dan memberhentikan Menteri menteri Negara
(Pasal 17 ayat (2) UUD NRI 1945 hasil Amandemen
2002).
6) Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas
Sistem ini dinyatakan secara tidak elosplisit dalam
UUD NRI 1945 hasil Amandemen 2002 dan masih sesuai
dengan Penjelasan UUD NRI 1945 dijelaskan bahwa
kekuasaan kelembagaan Negara presiden tidak lagi
merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan DPR
dan MPR Hanya jikalau Presiden melanggar Undang-
Undang maupun Undang Undang Dasar, maka MPR
dapat melakukan impeachment. Kepala Negara memiliki
kekuasaan tidak tak terbatas dan harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat
(Kaelan, 2010:187)
7) Lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan
menurut UUD NRI Tahun 1945 sebelum dan sesudah
di amandemen
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan
Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan
Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan
Soekarno. Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai
presiden yang kedua (1967-1998), Indonesia memasuki
masa Orde Baru. Orde baru lahir sebagai upaya untuk:
a) Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada
masa Orde Lama.
b) Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara Indonesia.
c) Pancasila dan UUD NRI 1945 secara murni dan
konsekuen.
d) Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk
menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan bangsa. Berdasarkan tujuh kunci
pokok di atas, Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensial yang dalam UUD NRI
1945 sebelum di amandemen maupun sesudah di
amandemen tertuang dalam penjelasan pasal-pasalnya.
Ciri-ciri sistem pemerintahan Indonesia sebelum di
amandemen memiliki beberapa kewenangan presiden
sebagai pemegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan
sebagai kepala pemerintahan maupun kepala negara.
Beberapa kewenangan ini menjadi hak prerogatif
presiden sehingga presiden dapat mengendalikan
hampir seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan
dan sistem ketatanegaraan.
Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan
kekuasaan dengan sistem konstitusi Pengendalian
penyelenggaraan pemerintahan dibatasi oleh ketentuan
konstitusi seperti TAP MPR, UU dan Peraturan
Pemerintah MPR-RI sebagai lembaga tertinggi negara
menjadi pemegang dan pelaksana sepenuhnya
kedaulatan rakyat DPR yang anggotanya dipilih oleh
rakyat melalui Pemilu tidak dapat dibubarkan oleh
Presiden karena DPR memiliki kekuasaan legislatif.
Kedudukan presiden dan DPR yang sejajar sehingga
APBN harus mendapat persetujuan dari DPR sehingga
presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan.
Kekuasaan eksekutif presiden dibantu oleh kabinet
menterinya. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh
presiden karena presiden memiliki kekuasaan kepala
negara yang tak terbatas Presiden hanya bertanggung
jawab kepada MPR dan memperhatikan arahan dari
DPR sebagai pengawas kekuasaan eksekutif Presiden
dalam menjalankan pemerintahannya.
Perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia pasca reformasi membawa perubahan dalam
tata laksana pemerintahan karena:
1) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan
menurut UUD NRI 1945 pasal 1.
2) MPR merupakan lembaga bikameral terdiri dari
DPR dan DPD.
3) Presiden dan Wapres dipilih langsung oleh rakyat
dengan masa jabatan selama 5 tahun dapat dipilih
kembali untuk 1x masa jabatan.
4) Presiden tidak menjadi mandataris MPR. 4)
Pencantuman HAM dalam pasal-pasal di batang
tubuh UUD NRI 1945.
5) Penghapusan DPA dan presiden dapat
membentuk dewan pertimbangan.
6) Pembentukan MK dan KY di bidang yudikatif.
7) Penegasan demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi keadilan berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian dan
menjaga keseimbangan kemajuan kesatuan
ekonomi nasional.
UUD NRI 1945 hasil amandemen terakhir membawa
perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia dengan pokok pokok kunci
pemerintahan yaitu:
1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip
otonomi yang luas sehingga wilayah Indonesia
terbagi dalam beberapa provinsi (sekarang ada
35 provinsi).
2) Bentuk pemerintahan bersifat republik dengan
sistem pemerintahan presidensial.
3) Presiden adalah kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan.
4) Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden
dan bertanggungjawab langsung kepada
presiden.
5) Parlemen bersifat bikameral (dua kamar) yaitu
DPR dan DPD.
6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MA dan
badan peradilan dibawahnya.
G. PENUTUP

Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia yang memiliki fungsi,


kedudukan, yang sangat penting bagi bangsa Indonesia yang dijadikan
pandangan hidup dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya perlu
diimplementasikan ke dalam norma praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan menjaga konsistensi dan relevansinya. Sila-sila Pancasila
merupakan suatu kesatuan yang bulat hierarkis dan sistematis. Pancasila
sebagai dasar Negara memiliki makna dalam setiap aspek kehidupan
berbangsa, bermasyarakat, serta bernegara harus Berdasarkan Pancasila
yang memiliki nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan. Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia adalah pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 hal itu secara
yuridis menjelaskan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara. Implementasi
Pancasila untuk menjaga eksistensi bangsa Indonesia sangat penting
dikarenakan Pancasila merupakan dasar Negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Upaya dan perubahan dalam mengimplementasikan nilai
Pancasila agar terjaganya akseptabilitas dan kredibilitas Pancasila oleh
warga Negara dan warga masyarakat Indonesia.
Dengan begitu, Pancasila sebagai dasar negara juga diartikan
sebagai sumber dari segala sumber hukum atau tata tertib hukum
Indonesia. Pancasila tercantum ke dalam ketentuan tertinggi, yakni
pembukaan UUD 1945. Kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia tidak terlepas dari kedudukan Pancasila sebagai pandangan
hidup dan dasar negara bangsa Indonesia. Keberadaan Pancasila sebagai
ideologi bangsa Indonesia merupakan suatu realitas yang tidak bisa bantah
sebagai suatu bentuk perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak
masyarakat Indonesia ada, mulai memproklamirkan kemerdekaannya,
hingga saat sekarang ini dalam menuju terwujudnya masyarakat yang
dicita-citakan. Pandangan hidup adalah pendapat atau pertimbangan yang
dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup didunia. Pendapat
atau pertimbangan itu hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman
sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Klasifikasi pandangan hidup berdasarkan asalnya ada beberapa macam,
yaitu:

a. Pandangan hidup yang berasal dari agama, yaitu pandangan yang


mutlak kebenarannya
b. Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan
kebudayaan dan norma yang ada.
c. Pandangan hidup hasil renungan, yaitu pandangan yang
relatif kebenarannya.

UUD Negara RI Tahun 1945 haruslah dipahami tidak terpisah


dari sistem nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya. Bahkan, di
samping UUD 1945 dalam pengertian konstitusi tertulis, ada pula
konstitusi dalam arti yang tidak tertulis dalam naskah UUD 1945,
yaitu nilai-nilai yang tumbuh dalam kenyataan hidup bangsa,
tercakup juga ke dalam pengertian konstitusi dalam pengertian luas.
Oleh karena itu, dapat dikembangkan pengertian bahwa Pancasila
tidak dapat lagi dipisahkan dari UUD 1945 dan sistem
ketatanegaraan Indonesia. Pancasila dan UUD 1945 dapat tumbuh
(evolving) sesuai dengan kebutuhan zamannya, tetapi keduanya tetap
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk ini, penting
dikembangkan pemahaman bahwa UUD 1945 ada roh, ‘the spirit’,
yaitu Pancasila. Orang tidak dapat dan tidak boleh memahami pasal-
pasal UUD 1945 terlepas dari rohnya atau dari spiritnya, yaitu
kelima nilai Pancasila itu, sebaliknya, wacana tentang Pancasila
sebaliknya juga tidak lagi dilihat dan dipandang secara berdiri sendiri
tanpa penjabarannya dalam haluan-haluan negara (states policies)
sebagaimana yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945.
H. Daftar Pustaka
Darmini Roza dan Laurensius Arliman S Peran Pemerintah Daerah Di Dalam
Melindungi Hak Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor
1, 2018.
Laurensius Arliman S, Komnas HAM dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak
Pidana, Deepublish, Yogyakarta, 2015.
Laurensius Arliman S, Penguatan Perlindungan Anak Dari Tindakan Human
Trafficking Di Daerah Perbatasan Indonesia, Jurnal Selat, Volume 4, Nomor 1, 2016.
Laurensius Arliman S, Problematika Dan Solusi Pemenuhan Perlindungan Hak
Anak Sebagai Tersangka Tindak Pidana Di Satlantas Polresta Pariaman, Justicia
Islamica, Volume 13, Nomor 2, 2016.
Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Perlindungan Anak Yang
Tereksploitasi Secara Ekonomi Oleh Pemerintah Kota Padang, Veritas et Justitia,
Volume 2, Nomor 1, 2016.
Laurensius Arliman S, Kedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia, Lex Jurnalica, Volume 13, Nomor 3, 2016.
Laurensius Arliman S, Komnas Perempuan Sebagai State Auxialiary Bodies
Dalam Penegakan Ham Perempuan Indonesia, Justicia Islamica, Volume 14, Nomor 2,
2017.
Laurensius Arliman S, Peranan Pers Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak
Berkelanjutan Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Volume 2, Nomor 2,
2017.
Laurensius Arliman S, Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik Untuk
Mewujudkan Indonesia Sebagai Negara Hukum, Jurnal Hukum Doctrinal, Volume 2,
Nomor 2, 2017.
Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In
Protecting Child Rights In The Area Of Social Conflict, The 1st Ushuluddin and
Islamic Thought International Conference (Usicon), Volume 1, 2017.
Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Perundang
Undangan Untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia, Jurnal Politik
Pemerintahan Dharma Praja, Volume 10, Nomor 1, 2017,
https://doi.org/10.33701/jppdp.v10i1.379.
Laurensius Arliman S, Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk
Mewujudkan Perlindungan Anak, Jurnal Respublica Volume 17, Nomor 2, 2018.
Laurensius Arliman S, Menjerat Pelaku Penyuruh Pengrusakan Barang Milik
Orang Lain Dengan Mempertimbangkan Asas Fungsi Sosial, Jurnal Gagasan Hukum,
Volume 1, Nomor 1, 2019.
Laurensius Arliman S, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk Negara
Indonesia, Deepublish, Yogyakarta, 2019.
Laurensius Arliman S, Isdal Veri, Gustiwarni, Elfitrayenti, Ade Sakurawati,
Yasri, Pengaruh Karakteristik Individu, Perlindungan Hak Perempuan Terhadap
Kualitas Pelayanan Komnas Perempuan Dengan Kompetensi Sumber Daya Manusia
Sebagai Variabel Mediasi, Jurnal Menara Ekonomi: Penelitian dan Kajian Ilmiah
Bidang Ekonomi, Volume 6, Nomor 2, 2020.
Laurensius Arliman S, Pendidikan Kewarganegaraan, Deepublish, Yogyakarta,
2020.
Laurensius Arliman S, Makna Keuangan Negara Dalam Pasal Pasal 23 E
Undang-Undang Dasar 1945, Jurnal Lex Librum, Volume 6, Nomor 2 Juni 2020,
http://dx.doi.org/10.46839/lljih.v6i2.151.
Laurensius Arliman S, Kedudukan Lembaga Negara Independen Di Indonesia
Untuk Mencapai Tujuan Negara Hukum, Kertha Semaya Journal Ilmu Hukum, Volume
8, Nomor 7, 2020.
Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Assesment Oleh Polres Kepulauan
Mentawai Sebagai Bentuk Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika, Jurnal Muhakkamah, Volume 5, Nomor 1, 2020.
Laurensius Arliman S, Aswandi Aswandi, Firgi Nurdiansyah, Laxmy Defilah,
Nova Sari Yudistia, Ni Putu Eka, Viona Putri, Zakia Zakia, Ernita Arief, Prinsip,
Mekanisme Dan Bentuk Pelayanan Informasi Kepada Publik Oleh Direktorat Jenderal
Pajak, Volume 17, No Nomor, 2020.
Larensius Arliman S, Koordinasi PT. Pegadaian (Persero) Dengan Direktorat
Reserse Narkoba Polda Sumbar Dalam Penimbangan Barang Bukti Penyalahgunaan
Narkotika, UIR Law Review, Volume 4, Nomor 2, 2020,
https://doi.org/10.25299/uirlrev.2020.vol4(1).3779.
Laurensius Arliman S, Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada
Revolusi 4.0, Ensiklopedia Sosial Review, Volume 2, Nomor 3, 2020.
Muhammad Afif dan Laurensius Arliman S, Protection Of Children's
Rights Of The Islamic And Constitutional Law Perspective Of The Republic Of
Indonesia, Proceeding: Internasional Conference On Humanity, Law And Sharia
(Ichlash), Volume 1, Nomor 2, 2020.
Otong Rosadi danLaurensius Arliman S, Urgensi Pengaturan Badan Pembinaan
Idelogi Pancasila Berdasarkan Undang-Undang Sebagai State Auxiliary Bodies yang
Merawat Pancasila dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Prosiding Konferensi Nasional
Hak Asasi Manusia, Kebudayaan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia
pada Masa Pandemi Covid-19: Tantangan untuk Keilmuan Hukum dan Sosial Volume
1, Universitas Pancasila, Jakarta, 2020.

Anda mungkin juga menyukai