Anda di halaman 1dari 40

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perencanaan Kapasitas Mesin Teoritis


Kapasitas mesin teoritis diketahui dari perhitungan analisa gaya potong,
kecepatan putar pisau dan panjang pemakanan pisau. Kapasitas yang
ditentukan sebesar 50 kg/jam dan gaya pemotongan jahe yang diketahui dari
penelitian pendahuluan sebesar 8,18 N (F1) dengan arah potong tegak lurus
terhadap sumbu horizontal
Kapasitas yang dibutuhkan didapatkan dengan mencari kecepatan putar
pisau dengan cara memodelkan parameter panjang pemakanan pisau, panjang
jahe, dan massa jahe. Pada penelitian pendahuluan, diketahui parameter
panjang pemakanan sebesar 1 mm. Tebal tumpukan jahe yang akan diproses
sebesar 150 mm. Massa jenis jahe 1,083 gr/cm3. Dengan rata-rata diameter
jahe sebesar 50 mm. Massa jahe sebesar :
m = ρ.v
m = 1150.(π.r2.t)
m = 1150.(3,14.252.150)
m = 0,34 Kg/singkong

Asumsi jumlah jahe yang dibutuhkan untuk memenuhi kapasitas 50 kg/jam


sebesar :
50
Jumlah singkong = =147 buah
0,34

Panjang pemakanan jahe dalam satu kali putaran sebesar :


lpemakanan = 4 . 0,9 = 3,6 mm
Putaran pisau yang dibutuhkan untuk merajang jahe (n0) sebesar :
n0 = lsingkong : lpemakanan
n0 = 150 : 3,6
n0 = 41,6 putaran

Putaran pisau yang dibutuhkan per menit sebesar :


Jumlah Singkong . n0 147 . 41,6
n2 = = = 102 rpm.
60 60

1
Putaran pisau yang dibutuhkan untuk kapasitas mesin sebesar 50 kg/jam
adalah 102 rpm. Bila putaran pisau dibandingkan dengan putaran pada poros
motor, maka didapatkan rasio kecepatan sebesar 1 : 13,7
n1 D2
=
n2 D1
1400 D 2
=
102 D 1
13,7 D 2
=
1 D1
Rasio tersebut dapat digunakan ketika desain mesin menggunakan sistem
transmisi reducer dengan gearbox. Sedangkan pada desain mesin perajang
tidak menggunakan reducer gearbox dikarenakan akan menambah biaya
produksi. Maka rasio putaran pisau dan putaran poros motor diubah menjadi
n1 1
=
n2 3
Sehingga putaran pisau yang digunakan untuk perhitungan selanjutnya sebesar
466 rpm.
4.2 Perencanaan Pisau Perajang
Pisau perajang jahe digunakan untuk memotong jahe menjadi bentuk
rajangan atau irisan tipis. Pisau perajang harus dapat mengakomodir dimensi
Rajang pada jahe menurut literatur. Material pisau yang digunakan yaitu
stainless steel karna sifatnya yang anti karat sehingga aman jika langsung
bersentuhan dengan bahan makanan Rancangan mesin perajang dapat dilihat
pada Gambar 15. Gambar kerja dari pisau perajang dapat dilihat pada
Lampiran 10.
4.3 Perencanaan Motor
Daya motor yang dibutuhkan diketahui dari torsi pisau dan kecepatan
putaran pisau. Torsi pisau diketahui dari Persmaan 1, sehingga torsi pisau
sebesar :
T =8,18 . 62,5
T = 511,38 Nmm
Daya motor yang dibutuhkan diketahui dengan Persamaan 2, yaitu :
( T /1000)(2 πn /60)
P=
102
n .T
P=
9,74 x 105

2
466,7 .511,38
P=
9,74 x 105
P=0,245 Kw

Daya motor hasil perhitungan perlu dikalikan dengan faktor koreksi agar
terhindar dari kerusakan yang berat, sehingga daya motor yang dibutuhkan
sebesar :
Pd=fc . P ( KW )
Pd=1,5 . 0,245(KW )
Pd=0,367 Kw = 0,49 HP

Motor yang digunakan adalah motor listrik AC dengan daya sebesar 0,5 HP
karena ketersediaan motor dipasar yang memenuhi kebutuhan daya
perajangan adalah motor 0,5 HP.

4.4 Perencanaan Pulley


Dikarenakan kebutuhan kecepatan putar pisau sebesar 102 rpm dan data
putaran motor pada spesifikasi motor sebesar 1400 rpm, maka dibutuhkan rasio
pulley sebesar 1:13,7 yang diperoleh dari perhitungan berikut :
n1 D 2
=
n2 D 1
1400 D2
=
102 D1
13,7 D 2
=
1 D1

Menurut Khurmi (2005) diameter pulley minimal untuk menstransmisikan daya


sebesar 0,7-3,5 kW adalah 75 mm. Dari data tersebut, maka pulley penggerak
(D1) yang digunakan sebesar 75 mm. Diameter pulley digerakkan (D2) sebesar
1027,5 mm yang diperoleh dari perhitungan berikut :
13,7 D 2
=
1 75❑
D2 = 75 . 13,7
D2 = 1027,5 mm

3
Diameter pulley yang terlalu besar dan kesediaan dipasar tidak ada serta
memerhatikan dari segi ekonomisnya, maka pulley digerakkan yang akan
digunakan adalah pulley dengan diameter 250 mm, sehingga rasio pulley
menjadi berikut :
D 1 75 mm
=
D 2 250 mm
D1 1
=
D2 3

Rasio pulley 1:3, sehingga hasil perhitungan kecepatan putar pisau sebagai
berikut :
n1 D2
=
n2 D1
1400 250
=
n2 75
n2 = 466 rpm

4.5 Perencanaan V-Belt


Parameter yang dibutuhkan dalam perencanaan v-belt sebagai berikut :
Daya (P) : 0.5 HP = 0,377 kW = V-Belt Tipe A
Kecepatan putar motor (n1) : 1400 rpm
Kecepatan putar pisau (n2) : 466 rpm
Diameter pulley penggerak (D1) : 75 mm
Diameter pulley digerakkan (D2) : 250 mm
Kekuatan tarik belt (σ) : 7 N/mm2
Massa Jenis belt (ρ) : 1140 Kg/m3
Jarak sumbu poros (C) : 258 mm
Koefisien gesek (μ) : 0,25

4.5.1 Panjang Belt


Panjang belt ditentukan oleh jarak antar sumbu poros yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
dk 1 +dk 2
C>
2
Di mana :

4
C = Jarak sumbu poros
dk1 = Diameter luar pulley penggera
dk2 = Diameter luar pulley digerakkan

Nilai diameter luar pulley didapatkan dengan menggunakan Persamaan 33.


dkn = dn + (2 x K) ........................(33)

K merupakan konstanta untuk V-Belt tipe A, yaitu sebesar 4,5 (Sularso et al,
2004). Nilai diameter luar pulley penggerak (dk1) dan digerakkan (dk2) diperoleh
melalui perhitungan sebagai berikut :
dk1 = 75 + (2 x 4,5)
dk1 = 84 mm
dk2 = 250 + (2 x 4,5)
dk2 = 259 mm

Pengecekan jarak sumbu poros (C) diperoleh melalui perhitungan berikut :


dk 1 +dk 2
C>
2
84 mm+259 mm
258 mm >
2
258 mm > 171,5 mm

Berdasarkan hasil perhitungan, jarak sumbu poros (C) lebih besar daripada nilai
operasi dkn maka jarak sumbu poros yang bernilai 258 mm dapat digunakan.
Panjang belt dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 12. Panjang
belt dapat dihitung sebagai berikut :

π ( D −d )2
L= ( D2 +d 1 ) +2 C+ 2 1
2 4C
2
3,14 ( 250−75 )
L= ( 250+75 ) +2 ( 258 )+
2 4 ( 258 )
L=510,25+516+ 29,67
L=1055,9 mm=41,57 Inch

Panjang sabuk yang dibutuhkan adalah 1055,9 mm atau 41,57 Inch, sehingga
nomor nominal sabuk yang dibutuhkan adalah 42. Tipe V-Belt yang digunakan

5
adalah V-Belt tipe A karena tipe tersebut cukup untuk metransmisikan daya
yang dibutuhkan, yaitu sebesar 0,5 HP atau 0,377 kW.
4.5.2 Kecepatan Linier Belt
Kecepatan linier pada belt dapat diketahui dengan Persamaan 5, sehingga
perhitungan kecepatan belt sebagai berikut :
π .D.n
V=
60
3,14.0,075 .1400
V=
60
V =5,495m/ s

Kecepatan maksimal yang dijinkan pada penggunaan V-Belt adalah 25 m/s


(Sularso et al, 2004). Kecepatan linier belt diketahui sebesar 5,495 m/s, nilai
tersebut lebih kecil dari nilai kecepatan maksimal V-Belt, maka kecepatan linier
belt dapat digunakan.
4.5.3 Tegangan pada Belt
Untuk menentukan tegangan yang terjadi pada belt, harus mengetahui
besarnya sudut kontak antara pulley dan V-Belt. Sudut kontak dapat diketahui
dengan Persamaan 6. Sudut kontak tersebut dihitung sebagai berikut :

°
57 ( D2−D1 )
θ=180 −
C
° 57 ( 250−75 )
θ=180 −
258
θ=141,3o = 2,46 rad

Tegangan maksimum (Tmax) diketahui dengan menggunakan Persamaan 8,


perhitungan nilai tegangan maksimum sebagai berikut :
T max=σ . a
T max=7.202,53
T max=1417,71 N

Tegangan pada sisi kencang (Tt) diketahui dengan Persamaan 9. Nilai


tegangan pada sisi kencang Tt dapat diketahui apabila nilai tegangan
sentrifugal (Tc) diketahui. Nilai Tc dihitung sebagai berikut :
2
T c =m. v

6
2
T c =( ρ. a . l). v
T c =(1140.2,0253 x 10−7 .1) .5,4952
T c =1,108 N

Tegangan pada sisi kencang dapat diketahui dengan perhitungan sebagai


berikut :
T t=1417,71−1,108
T t=1416,602 N

Tegangan pada sisi kendor (Ts) didapatkan dari Persamaan 10 dengan


perhitungan sebagai berikut :

2.3 log ( )
Tt
Ts
=μ . θ cosec β

2.3 log
( 1416,602
Ts
)=0,25.2,46.3,62
2.3 log ( )=2,2263
1416,602
T s

log
( 1416,602
T )=0,967
s

( 1416,602
T s
)=9,268
( 1416,602
9,268 )
=T s

Ts = 152,848 N

4.5.4 Daya yang Ditransmisikan Tiap Belt


Daya yang dapat ditransmisikan pada belt diketahui dengan Persamaan
11 di mana perhitungannya sebagai berikut :
Pt =( T t−T s ) v
Pt =( 1416,602 N −152,848 N ) 5,495
Pt =6944,3 Watt

7
4.5.5 Jumlah Belt
Jumlah belt dapat dihitung dari daya yang dibutuhkan dibagi dengan daya
yang dapat ditransmisikan oleh belt. Perhitungan jumlah belt sebagai berikut :
P
Jumlah Belt =
Pt
377Watt
Jumlah Belt =
6944,3Watt
Jumlah Belt = 0,05 = 1 Belt

4.6 Perencanaan Poros


Skema dari perencanaan poros terdapat pada Gambar 16. Gaya reaksi
pada yang terjadi pada bearing atas disimbolkan dengan RAV, gaya reaksi
pada bearing bawah disimbolkan dengan RBV, dan beban pada pulley
disimbolkan dengan WB.

Gambar 4.1. Skema Perencanaan Poros

Diameter poros diketahui melalui perhitungan untuk menentukan gaya tekan


jahe pada hopper input. Perhitungan tersebut sebagai berikut :
F3 = F2 Cos 60o = 11,7 N Cos 60o = 6,56 N

Beban pada pulley (Wb) dapat diketahui melalui perhitungan sebagai berikut :
Wb = Tt + Ts = 1416,602 N +152,848 N = 1569,45 N

Torsi pada pulley diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :


T= (Tt -Ts) R2
T= (1416,602 N −152,848 N ¿ 125
T = 157969,25 Nmm

8
Momen bending yang terjadi pada poros dapat diketahui dengan analisa
momen dan gaya yang terjadi pada poros. Perhitungan momen bending
sebagai berikut :

∑ MB=0
RAV .210+1569,45.56=0
−87889,2
RAV =
210
RAV =−418,52 Nmm
∑ fg=0
−RAV + RBV +WB=0
−418,52+ RBV −1569,45=0
RBV =1987,97

Momen bending (BM) di titik C = RAV.266 = 418,52.266 = 111326,32 Nmm


Pada Gambar 4.3 ditunjukkan arah gaya reaksi pada titik RAV dan RBV
serta arah momen bending pada titik C

Gambar 4.2. Arah Gaya Reaksi dan Momen Bending Pada Poros

Nilai dari momen bending digunakan untuk menghitung nilai equivalent


twisting moment (Te). Nilai Te dihitung sebagai berikut :

Te= √ M +T
2 2

Te= √ 111326,322 +157969,252


Te= √( 1,24 X 10 10) +¿ ¿
Te=193255,87 Nmm

9
Nilai equivalent twisting moment dapat digunakan untuk mencari nilai dari
equivalent bending moment (Me)
1
Me= ( M +Te )
2
1
Me= ( 111326,32+193255,8 )
2
Me=152291,1 Nmm

Poros membutuhkan material yang kokoh sehingga material yang


digunakan adalah Stainless steel 201 (SS201) dengan tensile strength sebesar
793 MPa dan yield strength sebesar 379 MPa (Mott, 2004). Karakteristik bahan
stainless steel 201 dapat dilihat pada Lampiran 14. Nilai dari tensile strength
dan yield strength akan digunakan untuk menentukan besarnya tegangan tarik
ijin dan tegangan geser ijin. Nilai tegangan tarik ijin dan tegangan geser ijin
dihitung sebagai berikut :
Tegangan tarik ijin ( σ b )=0,36.σ t

( σ b )=0,36.793
( σ b )=285,48 N /mm 2
Tegangan geser ijin ( γ )=0,18. σ t
( γ )=0,18.793
( γ )=142,74 N /mm2

Diameter poros dapat diketahui dengan persamaan yang mempertimbangkan


equivalent twisting moment. Nilai diameter poros dihitung sebagai berikut :
1
Te= π . γ . d3
16
1 3
193255,87= 3,14.142,74 . d
16
3
193255,87=28,02.d
3
d =6897
d= √6897
3

d=19,03mm

10
Diameter poros yang mempertimbangkan equivalent twisting moment
harus dibandingkan dengan diameter poros dari pertimbangan equivalent
bending moment. Nilai yang terbesar akan menjadi diameter poros yang
dibutuhkan. Berikut adalah perhitungan diameter poros :
1 3
Me= π . σ b .d
32
1
152291,1= 3,14. 285,48. d 3
32
3
152291,1=28,01. d
d 3=5437
d= √5437
3

d=17,58mm

Dengan membandingkan diameter hasil perhitungan Te dan Me, maka


diameter yang dibutuhkan sebesar 19,03 mm atau 19 mm. Sebagai langkah
kepastian keamanan poros, maka dilakukan pengecekan tegangan geser pada
poros. Tegangan geser tersebut dihitung sebagai berikut :
5,1 .T
γ= 3
d
5,1.157969,25
γ= 3
19
2
γ=117,457 N /mm

Tegangan geser yang terjadi pada poros sebesar 117,457 N/mm 2, sedangkan
tegangan geser ijin poros sebesar 142,74 N /mm2 . Nilai tegangan geser yang
terjadi pada poros lebih kecil daripada tegangan geser ijin. Artinya, rancangan
poros dengan bahan SS201 diameter 19 mm aman untuk digunakan

4.7 Perencanaan Pasak


Pasak yang akan digunakan pada poros dengan diameter 19 mm dapat
dihitung berdasarkan persamaan 24 sampai dengan 26. Data yang telah
diperoleh dalam perencanaan pasaksebagai berikut :
Diameter poros = 19 mm
Bahan pasak = SS201
Tegangan geser ijin ( γ ) = 142,74 N /mm2

11
2
Tegangan tarik ijin ( σ b )=285,48 N /mm

4.7.1 Panjang Pasak


Bahan yang digunakan pada pasak sama dengan bahan yang digunakan
pada poros, maka tegangan geser ijin sebesar 142,74 N/mm2. Panjang pasak
didapatkan melalui oerhitungan berikut :
2
π .d
L= =1,57 d
8.b
L=1,57.19
L=29,83 mm

4.7.2 Panjang Pasak Akibat Crushing


Panjang pasak dengan mempertimbangkan gesekan dengan jalur pasak
pada poros. Panjang pasasak akibat crushing dapat dihitung apabila
mengetahui tebal pasak. Tebal pasak harus dihitung terlebih dahulu dengan
persamaan berikut :
d
Lebar ( b )=
4
19
Lebar ( b )=
4
Lebar ( b )=4,75 mm
2
Tebal ( t )= . b
3
2
Tebal ( t )= .4,75
3
Tebal ( t )=3,167 mm

Setelah diketahui nilai tebal pasak maka dilakukan perhitungan panjang pasak
akibat crushing. Perhitungan tersebut sebagai berikut :
3,14.142,74 . 192
L=
4.3,167.285,48
161801,4996
L=
3616,46064
L=44,74 mm

12
Panjang pasak yang digunakan adalah hasil perhitungan panjang dengan
mempertimbangkan crushing karena memiliki nilai terbesar.

4.7.3 Gaya pada Permukaan Pasak


Gaya geser yang terjadi pada permukaan pasak dihitung sebagai berikut :
T
F=
ds /2
731,25
F=
19/2
F=153,94 N

4.7.4 Tegangan Geser


Tegangan geser yang terjadi pada permukaan pasak dihitung sebagai
berikut :
F
γ pasak =
b. L
153,94
γ pasak =
4,75.44,74
γ pasak =0,72 N / mm 2

4.7.5 Tegangan Geser Ijin Pasak


Tegangan geser ijin digunakan sebagai indikator keamanan pada desain
pasak. Tegangan geser ijin dihitung sebagai berikut :
σb
γ ijin pasak =
sf 1 . sf 2
285,48
γ ijin pasak =
5,6.1,3
γ ijin pasak =39,21 N /mm2

4.7.6 Keamanan Pasak


Pasak dengan tegangan geser sebesar 0,72 N/mm2 memiliki nilai lebih
kecil daripada tegangan geser ijin sebesar 39,21 N/mm2. Maka pasak dengan
panjang 44,74 mm, lebar 4,75 mm, dan tebal 3,167 mm dapat digunakan.

13
4.8 Perencanaan Bantalan (Bearing)
Perencanaan bantalan pada poros perajang dengan diameter 19 mm
dilakukan pada nomor nominal bantalan yang digunakan adalah 204 dengan
diameter bore 19 mm. Tipe bantalan yang dipilih adalah tipe deep groove ball
bearing dengan diameter luar 47 mm dan lebar 14 mm. Perencanaan bantalan
memerlukan analisa beban radial dan beban axial yang terdapat pada poros
perajang. Beban radial merupakan beban v-belt dan gaya perajangan,
sedangkan beban axial merupakan beban penekanan pada hopper. Beban
radial dan beban axial dapat dihitung sebagai berikut :
Beban radial (Fr) = Wb + F2
Fr = 1569,45 + 11,7
Fr = 1581,15 N

Beban Axial (Fa) = F3


(Fa) = F3 = 6,56 N

Analisa beban ekuivalen dinamik bantalan terdapat pada perhitungan berikut :


Pr = X.V.Fr + Y.Fa

Nilai X dan Y dapat dicari pada Lampiran 12. Spesifikasi pada bantalan tipe
deep groove ball bearing dibutuhkan untuk mengetahui nilai X dan Y. Apabila
nilai Fa sebesar 6,56 N, dan nilai Co pada nomor bantalan 204 sebesar 6550 N.
Maka spesifikasi bantalan sebesar :
Fa
Spesifikasi =
Co
6,56
Spesifikasi =
6550
Spesifikasi = 0,001

Sehingga nilai X dan Y yang digunakan sebesar 1 dan 0. Nilai beban ekuivalen
dinamik dapat dihitung sebagai berikut :
Pr = X.V.Fr + Y.Fa
Pr = 1.1.1581,15 + 0. 6,56
Pr = 1581,15 N

14
Beban ekuivalen dinamik digunakan untuk menghitung umur nominal bantalan
(Lh). Umur nominal bantalan didapatkan dengan mengetahui faktor kecepatan f n
dan faktor umur fh. Perhitungan faktor kecepatan sebagai berikut :
Faktor Kecepatan(ƒ n)=¿
ƒn =¿
ƒn =0,414

Nilai faktor umur (fh) dapat diketahui dengan beban nominal dinamis spesifik
dan beban ewkuivalen dinamis. Nilai beban nominal dinamis spesifik (C) untuk
nomor nominal bantalan 204 dapat dilihat pada Lampiran 13 sebesar 10.000
N.
C 10000
Faktor Umur (ƒ¿¿ h)¿= ƒn = 0,414 = 2,618
P 1581,15

Umur nominal bantalan dihitung sebagai berikut :


Lh= 500ƒh 3
Lh= 500.2,6183
Lh=8971,78 jam

Umur nominal bantalan dengan faktor koreksi dihitung sebagai berikut :


Ln= a 1. a2 . a3 . Lh
Ln= 1.1 .1. 8971,78
Ln=8971,78 jam
4.10 Proses Pembuatan Mesin Perajang Jahe
4.10.1 Pembuatan Cover Mesin
Cover mesin terbuat dari bahan stainless steel 204 dengan tebal plat 1,8
mm dan berbentuk silinder dengan dimensi diameter 312 mm dan tinggi 440
mm. Pada cover terdapat lubang hopper output yang berdimensi panjang 158
mm dan lebar 50 mm. Untuk membentuk plat menjadi silinder dilakukan
layouting pada permukaan plat dengan gambar layout pada Lampiran 3.
Setelah melakukan layouting pada plat, plat dipotong mengikuti bentuk
menggunakan gerinda tangan. Plat yang telah dipotong akan diproses dengan
mesin roll plat membentuk tabung. Ujung plat yang saling bertemu disatukan
pada proses pengelasan menggunakan elektroda stainless steel. Pada cover

15
terdapat bidang miring yang berfungsi sebagai tempat jatuhnya bahan hasil
sawutan yang akan keluar pada hopper output. Pada bidang miring terdapat
lubang untuk pemasangan poros dan bearing. Lubang poros berdiameter 20
mm, dan lubang untuk pemasangan bearing berdiameter 8 mm. Bidang miring
tersebut dipasangkan didalam cover.
4.10.2 Pembuatan Hopper Input
Hopper input merupakan tempat untuk memasukkan bahan saat proses
perajangan. Hopper input berada pada bagian penutup mesin. Proses
pembuatan hopper input dilakukan dengan memotong Plat stainless steel
membentuk lingkaran dengan diameter 312 mm. Plat dengan dimensi panjang
982 mm dan lebar 20 mm dipotong. Hopper input terbuat dari pipa stainless
steel dengan diameter 75 mm dan panjang 150 mm. Plat segi empat dilas
mengelilingi plat lingkaran sehingga membentuk sebuah penutup.
Hopper input juga dilengkapi dengan mekanisme pendorong otomatis yang
menggunakan motor stepper sebagai sumber penggeraknya, dan
mikrokontroler arduino uno sebagai kontrol dari motor stepper. Motor stepper
diatur untuk berputar searah jarum jam sebanyak 120 putaran lalu dilanjutkan
berputar berlawanan arah jaraum jam sebanyak 120 putaran. Berikut
merupakan coding yang digunakan pada arduino uno :

/ Stepper motor run code with a4988 driver


// by Superb

const int stepPin = 3; // define pin for step


const int dirPin = 4; // define pin for direction
void setup() {
pinMode(stepPin,OUTPUT);
pinMode(dirPin,OUTPUT);
}
void loop() {
digitalWrite(dirPin, HIGH); // set direction, HIGH for clockwise, LOW for
anticlockwise
for(int x = 0; x<24000; x++) { // loop for 200 steps
digitalWrite(stepPin,HIGH);
delayMicroseconds(500);

16
digitalWrite(stepPin,LOW);
delayMicroseconds(500);
}
{
digitalWrite(dirPin, LOW); // set direction, HIGH for clockwise, LOW for
anticlockwise
}
delay(1000); // delay for 1 second
for(int x = 0; x<24000; x++) { // loop for 200 steps
digitalWrite(stepPin,HIGH);
delayMicroseconds(500);
digitalWrite(stepPin,LOW);
delayMicroseconds(500);
}
delay(1000); // delay for 1 second
}
4.10.3 Pembuatan Hopper Output
Hopper output terbuat dari bahan stainless steel dengan dimensi panjang
158 mm, lebar 99 mm, dan tinggi 50 mm. Untuk membuat hopper output, plat
stainless steel dimal dengan mal yang telah didesain. Gambar kerja hopper
output dapat dilihat pada Lampiran 7. Hopper output memiliki profil kanal
(channel), untuk membuat profil kanal, plat yang telah dimal ditekuk dengan
penekuk plat sebesar 90o. Kemudian hopper output dilas pada lubang hopper
output yang telah dibuat pada cover mesin.
4.10.4 Pembuatan Dudukan Motor Listrik
Dudukan motor listrik terletak pada bagian belakang cover dengan posisi
vertikal. Dudukan motor berdimensi panjang 175 mm, lebar 50 mm, dan tinggi
245 mm. Pada dudukan motor terdapat lubang untuk memasang baut. Lubang
baut berjumlah 4 buah dan berdiameter 8 mm. Plat dipotong dengan ukuran
panjang 275 mm dan lebar 245 mm. Plat yang terlah dipotong ditekuk sebesar
o
90 dengan penekuk plat. Jarak garis tekuk sebesar 50 mm dari masing-
masing sisi lebar plat. Pada bagian dalam dudukan terdapat mur yang dilas
pada setiap lubang baut. Dudukan motor dilas pada bagian belakang cover.

17
4.10.5 Pembuatan Dudukan Bearing
Dudukan bearing berada pada posisi 50 mm dari bawah cover mesin.
Dimensi dudukan bearing berdiameter 300 mm dan memiliki bagian kupingan
sebagai tempat baut dan mur. Pada dudukan bearing terdapat lubang poros
dengan diameter lubang 19 mm dan lubang baut bearing sebesar 8 mm.
Pembuatan lubang pada dudukan bearing menggunakan alat bor duduk
dengan daya motor 1 HP.
4.10.6 Perakitan Mesin
Bagian-bagian mesin yang telah dibuat selanjutnya dirakit menjadi satu
bagian mesin yang utuh. Langkah-langkah perakitan mesin perajang jahe
diawali dengan memasang piringan pisau perajang pada ujung atas poros,
pemasangan piringan pada poros menggunakan baut M8 sebagai mechanical
fastener. Langkah kedua dilakukan di mana pillow block bearing UCFL 204-
dipasangkan pada bidang miring cover. Langkah ketiga adalah memasang
dudukan bearing pada posisi 50 mm dari bawah cover. Pillow block bearing
UCFL 204- dipasangkan pada dudukan bearing. Pulley 250 mm dipasangkan
pada poros perajang. Selanjutnya memasangkan motor pada dudukan motor,
pulley 75 mm dipasangkan pada poros spindel motor listrik. V-Belt A-42
dipasangkan pada pulley. Langkah terakhir adalah memasang penutup mesin.
Gambar kerja perakitan mesin dapat dilihat pada Lampiran 2. Penampakan
mesin penyawut yang telah dirakit dapat dilihat pada Gambar 4.9
4.11 Pengujian Mesin Perajang Jahe
4.11.1 Uji Kapasitas Aktual (Kg/Jam)
Uji kapasitas aktual dilakukan dengan 3 kali ulangan di mana massa jahe
yang digunakan pada masing-masing ulangan sebesar 300 gram. Hasil dari
pengujian kapasitas aktual mesin perajang jahe dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.1. Kapasitas Aktual Mesin Penyawut Singkong
Massa (Kg) Waktu (Detik) Kapasitas (Kg/Jam)
Ulangan 1 0,3 21 51,4
Ulangan 2 0,3 22 49,09
Ulangan 3 0,3 26 41,53
Rata-rata 0,3 23 47,3

Dapat dilihat pada Tabel 4.2. bahwa kapasitas aktual rata-rata mesin
perajang jahe adalah 47,3 Kg/Jam. Kapasitas tertinggi terdapat pada ulangan 1
dengan nilai sebesar 51,4 Kg/Jam. Kapasitas terendah terdapat pada ulangan 3

18
dengan nilai 41,53 Kg/Jam. Kapasitas teoritis yang direncanakan sebesar 50
Kg/Jam, pada pengujian kapasitas aktual didapatkan nilai rata-rata sebesar
47,3 Kg/Jam. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kapasitas aktual
memiliki nilai yang lebih rendah daripada kapasitas teoritis yang direncanakan.
Hal tersebut dikarenakan terdapat human error saat menguji waktu perajangan
dan kurangnya sumber daya manusia pada saat proses pengujian.
4.11.2 Uji Daya Mesin (HP)
Uji daya mesin diperlukan untuk mengetahui daya perajangan aktual dan
mengetahui torsi aktual. Pada tahap pengujian, daya awal sebelum jahe
mengalami proses perajangan diukur terlebih dahulu menggunakan alat ukur
power meter. Besarnya daya motor listrik sebelum proses perajangan adalah
181,6 Watt. Daya motor pada saat proses perajangan jahe dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4. 2. Daya Motor Listrik Saat Proses Penyawutan Singkong
No Ulangan Massa (Kg) Daya (Watt)
1 Ulangan 1 0,3 247,2
2 Ulangan 2 0,3 190,2
3 Ulangan 3 0,3 296,6
Rata-Rata 0,3 244,67

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa daya motor pada saat proses perajangan
bernilai 244,67 watt. Daya motor pada proses perajangan lebih besar daripada
daya sebelum proses perajangan dikarenakan terdapat beban kerja pada
piringan pisau perajangan untuk melakukan proses perajangan pada jahe.
Daya motor teoritis yang diperoleh dari hasil rancangan sebesar 367 watt, nilai
daya motor teoritis lebih besar dari daya aktual dikarenakan pada tahap
perencanaan terdapat faktor koreksi untuk menghindari dari kerusakan akibat
kelebihan beban kerja pada motor listrik.
4.11.3 Uji Kecepatan Putar Pisau (rpm)
Kecepatan putar pisau perajang sebelum melakukan proses perajangan
didapatkan sebesar 452 rpm. Data kecepatan putar pisau aktual dapat dilihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.3. Kecepatan Putar Pisau Penyawut Singkong
Kecepatan Putar
No Ulangan Massa (Kg)
(rpm)
1 Ulangan 1 0,3 424
2 Ulangan 2 0,3 441
3 Ulangan 3 0,3 450

19
Rata-Rata 0,3 438

Proses perajangan menyebabkan penurunan kecepatan putar pisau


dikarenakan terdapat beban kerja yakni gaya perajangan jahe dan gaya tekan
hopper terhadap jahe. Kecepatan putar rata-rata pisau saat proses perajangan
sebesar 438 rpm sedangkan kecepatan putar pisau sebelum diberikan beban
kerja sebesar 452 rpm.
4.11.4 Uji Torsi Mesin (Nmm)
Torsi aktual dari mesin perajang jahe didapatkan dari data kecepatan putar
pisau, dan daya motor pada proses perajangan jahe. Data kecepatan putar
pisau dan daya motor digunakan dalam perhitungan torsi dengan persamaan
P .974000
T= , di mana P = daya motor (KW) dan n = kecepatan putar pisau
n
perajang (rpm). Data hasil peritungan torsi mesin terdapat pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 4. Torsi Mesin Penyawut Singkong
Massa (Kg) Daya (KW) Kecepatan (rpm) Torsi (Nmm)
Ulangan 1 0,3 247,2 424 567,8604
Ulangan 2 0,3 190,2 441 420,0789
Ulangan 3 0,3 296,6 450 641,9742
Rata-rata 0,3 244,67 438 544,0835

Pada Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa torsi aktual yang didapatkan dari
perhitungan daya motor dan kecepatan putar sebesar 544,0835 Nmm. Nilai
tersebut lebih besar daripada nilai torsi teoritis dalam perencanaan. Torsi
teoritis dalam perencanaan sebesar 511,38 Nmm. Hal tersebut dikarenakan
pada perencanaan torsi teoritis, gaya potong jahe yang digunakan dalam
perhitungan diperoleh saat penelitian pendahuluan yang bernilai 8,18 N,
sedangkan torsi aktual pada mesin perajang jahe menunjukkan apabila nilai
torsi dibagi dengan jari-jari piringan pisau perajangan sebesar 62,5 mm
menghasilkan gaya perajangan jahe sebesar 8,705336 N
4.12 Spesifikasi Mesin Perajang Jahe
Penelitian rancang bangun mesin perajang jahe menghasilkan mesin
perajang jahe dengan spesifikasi mesin yang dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Hasil rancang bangun mesin perajang jahe dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Tabel 4.5. Spesifikasi Mesin Penyawut Singkong
Spesifikasi Mesin Penyawut Singkong
Model Vertikal
Motor Penggerak Motor AC 1 Phase
Daya Motor/Putaran Motor 0,5 HP/1440 rpm
Dimensi :
- Tinggi Cover 440 mm
- Diameter Cover 320 mm

20
- Hopper Input ∅ 75 mm x 150 mm
- Diameter Piringan Pisau 250 mm
- Diameter Pulley Penyawut 250 mm
- Diameter Pulley Penggerak 75 mm
- Tipe V-Belt A-42
- Diameter Poros 19 mm
- Tipe Bearing UCFL 204-
- Hopper Output 158 x 99 x 50 mm
Jumlah Pisau 4 Unit
Material Stainless Steel 201
Kapasitas Mesin 47,3 Kg/Jam

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada rancang bangun mesin
penyawut singkong didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Mesin penyawut singkong yang dibuat dari material stainless steel memiliki
spesifikasi yaitu pisau perajang sebanyak 4 buah dengan dimensi lebar
lubang pisau 4 mm, tinggi pisau 1,8 mm, dimensi mesin ∅ 320 mm x 440
mm x 720 mm, motor penggerak berupa motor listrik arus AC 1 fasa
dengan daya 0,5 HP, diameter poros 19 mm dengan tegangan kerja pada
poros penyawut sebesar 44,1338 N/mm2, dan kapasitas efektif mesin
penyawut sebesar 47,3 kg/jam.

21
5.2 Saran
Dibutuhkan sumber daya manusia yang cukup untuk melakukan pengujian
alat minimal 5 orang, 1 orang mengukur daya motor, 1 orang sebagai operator
mesin, 1 orang mengukur waktu perajangan, 2 orang untuk mengukur
kecepatan pisau perajang, 1 orang untuk memasukkan bahan kedalam hopper.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan.


PUSDATIN KEMENTAN. Jakarta.
Anonim. 2018. Statistik Pertanian. PUSDATIN KEMENTAN. Jakarta
Dhakiri, H. 2016. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Nomor 104 Tahun 2016. Kementerian Ketenagakerjaan. Jakarta
Febriant. 2008. Perancangan Sistem Perencanaan Kapasitas Sumber Daya
Produksi Secara Komputerasi serta Terintegrasi dengan Microsoft
Visual Basic dan Microsoft Access di PT.X. Universitas Indonesia.
Jakarta

22
Hemmaty, Y. 1998. dalam Kusbiantoro, A., C. Ummi, Soehartono. 2016.
Perbandingan Analisa Balok Baja dengan Cara Teoritis dan Finite
Element Analysis. Jurnal Neo Teknika, Vol. 2, No.1
Hidayat, B., Akmal S., Surfiana. 2016. Pengaturan Ketebalan Irisan Ubi Kayu
Untuk Meningkatkan Rendemen Dan Karakteristik Beras Siger
(Tiwul Modifikasi). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol.16(3):
178-185
Irawan. 2009. Diktat Elemen Mesin. Universitas Tarumanegara. Jakarta.
Khurmi, R.S., Gupta, J.K. 2005. A Text Book of Machine Design. Eurasia
Publishing House (PVT.) LTD. New Delhi.
Lin, H. J., W. M. Lai, Y. M. Kuo. 2010. Dalam Yaqin, R. I., J. P. Siahaan, S. H.
Pranoto. 2019. Analisis Tegangan Propeller Kapal Penangkap Ikan
di Kota Dumai Menggunakan Finite Element Analysis. Jurnal
Teknologi terapan, Volume 5, Nomor 2
Lutfi, M., Setiawan, S., Nugroho W.A. 2010. Rancang Bangun Perajang Ubi
Kayu Pisau Horizontal. Jurnal Rekayasa Mesin. Vol.1(2): 41-46
Mott, R. L. 2004. Machine Elements in Mechanical Design Fourth Edition.
Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River New Jersey
Naradiagung, R. 2009. Simulasi FEM dan Proses Produksi Alat Pengukur
Kestabilan Putaran Roda Depan Sepeda Motor. Skripsi. Universitas
Indonesia. Depok
Nirwanto, W. 2012. Karakterisasi Morfologi dan Pola Pita Isozim pada Ubi
Kayu (Manihot esculenta, Crantz) Tinggi Beta Karoten. Universitas
Indonesia. Depok.
Oriola, K.O., Raji, A.O. 2014. Physical Properties of Cassava (Manihot
esculenta, Crantz) Root. Ladoke Akintola University of Technology.
Ogbomoso.
Pranoto, S. H. dan Mahardika, M. 2018. Dalam Yaqin, R. I., J. P. Siahaan, S. H.
Pranoto. 2019. Analisis Tegangan Propeller Kapal Penangkap Ikan
di Kota Dumai Menggunakan Finite Element Analysis. Jurnal
Teknologi terapan, Volume 5(2) : 56-63
Purnomo, Hansyah, M.R. 2017. Rancang Bangun Mesin Perajang Singkong
untuk Keripik dengan Satu Pendorong Berbasis Bandul. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya

23
Purwanti, M., Jamaluddin P, Kadirman. 2017. Penguapan Air Dan
Penyusutan Irisan Ubi Kayu Selama Proses Pengeringan
Menggunakan Mesin Cabinet Dryer. Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian. Vol.3(2017): 127-136
Putri, S A., Agustin W, Ikasari D.M, Luthfian R., Sari R.P. 2014. Perbaikan Tata
Letak Fasilitas Produksi Tepung Ubi Jalar Pada Gabungan
Kelompok Tani Desa Sukoanyar Kecamatan Pakis. Jurnal Teknologi
Pertanian. Vol.15(1): 67-76
Rahmi, M., D. Canra, S. Suliono. 2018. Dalam Yaqin, R. I., J. P. Siahaan, S. H.
Pranoto. 2019. Analisis Tegangan Propeller Kapal Penangkap Ikan
di Kota Dumai Menggunakan Finite Element Analysis. Jurnal
Teknologi terapan, Volume 5( 2) : 56-63
Saleh, Nasir, Taufiq A, Widodo Y, Sundari T. 2016. Pedoman Budidaya Ubi
Kayu di Indonesia. IAARD Press. Jakarta.
Sularso, Suga K. 2004. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Tastra, I.K. 2011. Modifikasi dan Evaluasi Kinerja Mesin Penyawut Ubi
Kayu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Malang
Uddin, R. 2012. Pemanfaatan Tepung Singkong dalam Makanan
Kontinental (Udang Goreng Tepung Gaplek Saus Telur Asin, Round
Cassava Egg, Cassava Banana Crepe). Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.
Ujawan, I. N. 2008. Ekonomi Teknik. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya.
USDA. 2019. Manihot esculenta crantz cassava. Diakses dari
https://plants.usda.gov/core/profile?symbol=MAES pada tanggal 4
November 2019

24
LAMPIRAN

Lampiran 1. Expoleded View Mesin Penyawut Singkong

25
Lampiran 2. Kerja Mesin Penyawut Singkong

26
Lampiran 3. Kerja Plat Cover Mesin Pendingin

27
Lampiran 4. Kerja Plat Dudukan Motor

28
Lampiran 5. Kerja Plat Bidang Miring COver

29
Lampiran 6. Kerja Dudukan Bearing Bawah

30
Lampiran 7. Kerja Plat Hopper Output

31
Lampiran 8. Kerja Kebetulan Plat Stainless sreel 1

32
Lampiran 9. Kerja Kebutuhan plat stainless steel 2

33
Lampiran 10. Kerja Pisau Penyawut Singkong

34
Lampiran 11. Kerja Poros Mesin Penyawut

35
Lampiran 12. Nilai X dan Y pada Rolling Contant Bearing (Khumi, 2015)

36
Lampiran 13. Nilai Beban Nominal Dinamis Spesifik (C)

37
Lampiran 14. Karakteristik Material Staniless Stell 201 (Molt, 2014)

38
Lampiran 15. Data Hasil Sawitan Singkong
Ulangan 1
No Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)
1 42.2 3.9 1.45
2 40.5 3.8 1.1
3 40.9 4.5 1.4
4 41.2 3.8 1.6
5 41.6 3.3 1.1
6 47.7 4.05 1.2
7 31 3.8 1.4
8 39 4 1.5
9 50 4 1.4
10 30 4 1.4
Rata-rata 40.41 3.915 1.355

Ulangan 2
No Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)
1 46 3 1
2 37 3 1.2
3 43.2 4.4 1.7
4 43.4 4.2 1.6
5 42 3.5 1.02
6 53 4 1.5
7 53.5 3.8 0.95
8 50 3.5 1
9 51.3 4 1.4
10 52 3.3 1.02
Rata-rata 47.14 3.67 1.239

39
Ulangan 3
No Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)
1 47.4 3.9 1.45
2 40.3 4.3 1.6
3 43 3.5 0.8
4 53 4 1.5
5 50 3.2 1.5
6 57.5 3.3 1.35
7 51.2 3.9 1.02
8 57 3.4 0.8
9 42.3 3.4 1
10 38.8 4 1.7
Rata-rata 48.05 3.69 1.272

40

Anda mungkin juga menyukai