DISUSUN OLEH:
Kelompok I
Fitri H021211041
Rusdi Budianto H021211042
Elisantri Nur H021211043
Patra Susantri H021211044
Wahyu Prastiwi H021211045
Sachimar Anandsyah Lena H021211046
Deswitha Septia Maharani H021211047
Asmayati H021211048
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang atas rahmat-Nya dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga
ingin berterima kasih kepada teman-teman yang telah ikut serta dalam proses pembuatan
makalah ini.
Kami jauh dari kata sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, katerbatasan waktu dan kesempurnaan kami, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini berguna bagi semua
Tertanda
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Sampul ........................................................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan..................................................................................................... 1
1.3 Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan................................................................................................... 3
3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 16
3.2 Saran..................................................................................................................... 16
Daftar pustaka........................................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Demokrasi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat
dan “kratos/cratein” yang berarti pemerintahan. Khususnya di Athena, kata “demos”
biasanya merujuk pada seluruh rakyat tetapi kadangkala juga berarti orang-orang pada
umumnya atau hanya rakyat miskin, kata demokrasi pada mulanya kadangkala digunakan
oleh kalangan aristokrat sebagai sindiran untuk merendahkan orang-orang kebanyakan. Dari
pengertian mengenai demokrasi tersebut dapat ditarik bahwa substansi demokrasi itu sendiri
merupakan kekuasaan Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif berasal dari rakyat sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Substansi tersebut membentuk struktur
dalam demokrasi, yakni adanya infrastruktur dan suprastruktur yang menhghasilkan
keputusan dan kapabilitas.
Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan pesta demokrasi yang harus diselenggarakan
oleh negara demokrasi. Indonesia sebagai negara demokrasi telah melaksanakan Pemilu
sebagai kegiatan rutin yang diadakan setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan Pemilu di
Indonesia selalu diikuti dengan pembuatan instrumen hukum tentang Pemilu. Sebagai
pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, pemilihan bertujuan untuk memastikan
terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib, untuk melaksanakan kedaulatan
rakyat, dan dalam rangka memenuhi hak asasi sebagai warga negara. Dalam melaksanakan
kedaulatan rakyat, pemilu merupakan kesempatan bagi masyarakat atau warga negara untuk
melaksanakan haknya memilih wakil yang akan menjalankan kedaulatan yang dimiliki dan
terbuka juga kesempatan bagi masyarakat sebagai legislatif, presiden atau kepala daerah yang
dipercaya oleh pemilihnya.
4
1.2 Rumusan Masalah
1.2 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Demokrasi
Demokrasi merupakan temuan manusia yang menjadi teori dan praktik dalam sejarah
peradaban dalam rentang yang panjang. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia”
yang berarti kekuasaan rakyat. Demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos
yang memiliki arti rakyat dan Kratos yang memiliki arti kekuasaan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga
negara.Demokrasi bukan hanya suatu sistem yang ada dalam suatu pemerintahan, namun
juga suatu proses yang dilakukan untuk menuju kepada kesejahteraan rakyat dalam negara
tersebut. Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi yang khas dari bangsa Indonesia
sendiri merupakan hasil dari pendiri negara ini yang memiliki keinginan mulia untuk
melepaskan segala kesulitan masyarakat Indonesia. Proses menuju kesejahteraan tersebutlah
yang kadang dalam perjalanannya ada beberapa negara yang mampu melaksanakannya
dengan baik namun tidak jarang juga banyak negara yang tidak mampu untuk melakukannya.
6
A. Prinsip Demokrasi
b. Pemerintahan konstitusional
a. Pemusatan kekuasaan Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif menjadi satu dan
dipegang serta dijalankan oleh satu lembaga.
c. Rule of Power Prinsip negara kekuasaan yang ditandai dengan supremasi kekuasaan yang
besar pada negara atau pemerintah.
e. Pemilihan umum yang tidak demokratis. Pemilihan umum dijalankan hanya untuk
memperkuat keabsahan penguasa atau pemerintah negara.
7
f. Manajemen dan kepemimpinan yang tertutup dan tidak bertanggung jawab
g. Tidak ada dan atau dibatasinya kebebasan berpendapat, berbicara dan kebebasan pers.
h. Penyelesaian perpecahan atau perbedaan dengan cara kekerasan dan penggunaan paksaan.
i. Tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia bahkan sering terjadi pelanggaran hal
asasi manusia.
B. Jenis-jenis Demokrasi
b. Demokrasi Rakyat Merupakan demokrasi yang didasarkan pada paham sosialisme dan
komunisme dan lebih mengutamakan kepentingan umum atau negara. Contoh : Pada saat
pemilihan presiden dan wakil presiden
8
2.2 Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang diwarnai atau dijiwai oleh Pancasila,
bahkan salah satu sila dari Pancasila, yaitu sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, merupakan perumusan yang singkat dari
demokrasi Pancasila yang dimaksud. Dalam pada itu perlu diingat bahwa sila-sila dari
Pancasila merupakan rangkaian kesatuan, yang tak terpisahkan, tetapi tiap-tiap sila
mengandung empat sila lainnya, dikualifikasikan oleh empat sila lainnya. Jadi dengan
demikian demokrasi Pancasila dapat dirumuskan secara sedikit lengkap dan menyeluruh
sebagai berikut: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratn/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan ini sejalan dengan pandangan Presiden Soeharto yang dalam pidato kenegaraan
tanggal 16 Agustus 1967, antara lain menyatakan : “Demokrasi Pancasila berarti Demokrasi,
kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila sila lainnya. Hal ini berarti
bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia,
9
haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan
keadilan sosial. Demokrasi Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong-
royong.”
Dari urairan di atas dapa disimpulkan bahwa demokrasi Pancasila berarti kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dengan
kesadaran keagamaan yang disertai semangat toleransi yang tinggi, saling menghormati
sesama umat beragama, yang dituntut untuk memberikan kepada setiap orang apa yang telah
menjadi haknya. Lain daripada itu kerakyatan tadi juga dilandasi oleh integritas, identitas,
kepribadian, dan stabilitas nasional, serta tidak saja di bidang politik tetapi juga di bidang
ekonomi dan sosial-kultural. Akhirnya perlu juga dikemukakan disini suatu pertanyaan ;
apakah ciri khas demokrasi Pancasila itu, yang membedakannya dengan demokrasi lain.
Jawaban atas pertanyaan ini sulit diberikan, karena mengandung suatu usaha untuk
membandingkan berbagai macam ideologi, falsafah, dan pandangan hidup. Namun penulis
berusaha menyajikan jawaban untuk mengundang perhatian pembaca merenungkannya lebih
mendalam lagi.
sistem pemilihan umum diartikan sebagai satu kumpulan metode atau cara warga
masyarakat memilih para wakil mereka. Jika sebuah lembaga perwakilan rakyat dipilih, maka
sistem pemilihan mentransfer jumlah suara ke dalam jumlah kursi. Sementara itu, pemilihan
presiden, gubernur, dan bupati yang merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan,
dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan pesta demokrasi yang harus diselenggarakan oleh
negara demokrasi Indonesia sebagai negara demokrasi telah melaksanakan Pemilu sebagai
kegiatan rutin yang diadakan setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia selalu
diikuti dengan pembuatan instrumen hukum tentang Pemilu.
10
Pancasila, pemilihan bertujuan untuk memastikan terjadinya peralihan pemerintahan secara
aman dan tertib, untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, dan dalam rangka memenuhi hak
asasi sebagai warga negara. Dalam melaksanakan kedaulatan rakyat, pemilu merupakan
kesempatan bagi masyarakat atau warga negara untuk melaksanakan haknya memilih wakil
yang akan menjalankan kedaulatan yang dimiliki dan terbuka juga kesempatan bagi
masyarakat sebagai legislatif, presiden atau kepala daerah yang dipercaya oleh pemilihnya.
Sejak Juni 2005 untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa Indonesia
menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat.
Sebelumnya, di bawah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah, pemilihan
gubernur, bupati, dan walikota beserta wakil-wakil mereka dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) sesuai tingkatnya masing-masing. Pada era Orde Baru, calon-calon
kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) bahkan didrop dari atas. DPRD secara formal
memilih calon-calon kepala daerah yang sudah “direstui” sebelumnya oleh rejim Soeharto,
sehingga dikenal istilah “calon jadi” dan “calon penggembira”. Mereka yang menjadi calon-
calon kepala daerah pada era Soeharto pada umumnya adalah para perwira militer aktif yang
dikaryakan, yakni tentara setingkat letnan kolonel atau sekurang-kurangnya mayor untuk
posisi bupati dan walikota, serta mayor jendral atau sekurang-kurangnya brigadir jendral
untuk posisi gubernur, kecuali untuk Gubernur DKI Jakarta dengan pangkat letnan jendral.
11
masyarakat dalam penyelenggaraan Pilkada tidak sebatas menggunakan hak pilihnya di TPS,
namun lebih luas masyarakat dapat turut serta dalam pengawasan yang lebih intensif terhadap
penyelenggaraan Pilkada. Hal ini akan menjadi kuat apabila peran masyarakat untuk menjadi
bagian dari penyelenggaraan Pilkada, misalnya menjadi relawan demokrasi atau badan adhoc
yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota. Peran ini memberikan ruang lebih bagi masyarakat
untuk turut serta mengawal proses penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia jujur dan adil.
A. Pemilihan Presiden
Pasal 6A UUD 1945 menjadi aturan kunci pada konstitusi yang mendasari sistem
pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia. Pasal ini menjadi landasan sistem pilpres
dilaksanakan secara langsung oleh rakyat sekaligus serentak bersamaan dengan pemilihan
legislatif. Pilpres langsung yang telah terselenggara sejak 2004 didasari oleh Pasal 6A ayat 1
yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat,” Sementara, pemilihan serentak sesuai dengan Pasal 6A ayat 2 yang berbunyi
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum” Frasa
pemilihan umum pada pasal tersebut merujuk pada Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 yang
berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah”.
Berbeda dengan pemilihan langsung yang didasarkan pada perubahan UU teknis tentang
pemilu pada tahun 2003 dan telah berlangsung pada beberapa pemilihan presiden, maka
skema pemilu serentak muncul akibat putusan Judicial Review terhadap Undang-Undang
12
Nomor 42 tahun 2008 oleh MK pada 2014 dan baru akan dibelakukan pada Pemilu 2019.
Meskipun berbeda sejarah pembentukannya, namun kedua aspek sistem pemilihan ini dinilai
dapat membawa pengaruh yang baik terhadap desain pemilu pada khususnya dan kehidupan
berpolitik pada umumnya. Secara sederhana, pemilihan langsung dapat menghindarkan dari
kandidasi elitis, sementara pemilihan secara serentak mampu mencegah terbentuknya koalisi
pragmatis.
Di sisi lain, sistem pemilihan presiden dan wakil presiden di dalam skema pemilu
serentak dinilai mampu menghindarkan terbentuknya koalisi berbasis kepentingan pragmatis
yang transaksional. Pada pemilu sebelumnya, pilpres sangat ditentukan oleh hasil pileg yang
telah berlangsung beberapa bulan sebelumnya karena ada ketentuan ambang batas presiden
yang menjadi angka minimal bagi partai atau gabungan partai untuk dapat mengusung
kandidat. Dalam skema itu, partai berkoalisi secara transaksional agar memenuhi ketentuan
minimum ambang batas dengan pertukaran jabatan/posisi di dalam pemerintahan setelah
kandidat terpilih (sering disebut sebagai office seeking). Koalisi ini tidak didasarkan pada
kesamaan platform atau cita-cita partai, apalagi ideologi. Akibatnya, koalisi bersifat
pragmatis, rapuh dan jangka pendek. Pascapemilu, partai yang berkoalisi dapat berpindah
haluan dan bahkan, dapat membuat kebijakan yang bertentangan dengan barisan koalisinya.
Situasi ini tentu bertentangan dengan upaya untuk secara kelembagaan memperkuat sistem
presidensial di Indonesia.
13
Gambar 2.4: PilPres (krjogja.com)
a. Presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi sangat kuat karena didukung oleh
suara rakyat yang memberikan suaranya secara langsung;
b. Presiden terpilih tidak terkait pada konsesi partai-partai atau faksifaksi politik yang telah
memilihnya. Artinya presiden terpilih berada di atas segala kepentingan dan dapat
menjembatani berbagai kepentingan tersebut;
c. Sistem ini menjadi lebih “accountable” dibandingkan dengan sistem yang sekarang
digunakan (pada masa orde baru), karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya melalui
MPR yang para anggotanya tidak seluruhnya terpilih melalui pemilihan umum;
d. Kriteria calon presiden juga dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan
memberikan suaranya.
Selanjutnya, dalam Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945 ditegaskan bahwa tata cara
pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-
undang. UU a quo yaitu UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden (UU Pilpres)2 yang menjadi landasan penyelenggaraan pilpres 2004. Saat
pilpres 2009, UU No. 23 Tahun 2003 dicabut dan diganti dengan UU No. 42 Tahun 2008.3
Selain UU No. 42 Tahun 2008, penyelenggaraan pilpres 2009 juga dasarkan pada UU No. 22
14
Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.4 Pada pilpres 2014 ini, masih
menggunakan UU No. 42 Tahun 2008, meski pada awal 2013 DPR mengagendakan
perubahan, namun sebagian besar fraksi menolak untuk dilakukan perubahan.
Dalam rangka mewujudkan pilpres yang lebih demokratis dan aspiratif, beberapa hal
berikut patut menjadi perhatian bersama: pembentukan norma pemilu yang berkualitas dan
responsif, penyelenggara yang berkualitas, mandiri, tidak memihak dan berintegritas, pemilih
yang rasional, cerdas dan bermoral, peran pemerintah yang lebih diintensiϐkan, penjaringan
dan penyaringan calon di tingkat partai yang benar-benar terbuka dan demokratis,
mempertimbangkan peluang calon perseorangan, pengawasan publik yang intensif dan
penegakan hukum yang konsisten.
15
Gambar 2.5: Contoh rambu-rambu larangan (Dinas Perhubungan, 1993).
C. Rambu-Rambu Perintah
Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh
pemakai jalan. Rambu perintah wajib ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban
dimulai. Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan
rambu petunjuk pada jarak yang layak sebelum titik kewajiban dimulai. Rambu perintah juga
dapat dilengkapi dengan papan tambahan. Warna dasar rambu perintah berwarna biru dengan
lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas akhir
perintah. Adapun jumlah rambu peringatan sesuai dengan Keputuan Menteri Perhubungan
No. KM 61 tahun 1993 lampiran I adalah 22 macam, mulai dari perintah mengikuti arah kiri
sampai batas akhir memakai rantai pada ban. Berikut adalah contoh dari rambu-rambu
perintah bisa dilihat pada Gambar 2.6.
16
Gambar 2.6: Contoh rambu-rambu perintah (Dinas Perhubungan, 1993).
D. Rambu-Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi,
kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan. Rambu petunjuk
ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai daya guna sebesarbesarnya dengan
memperhatikan keadaan jalan dan kondisi lalu lintas. Rambu petunjuk dapat diulangi dengan
ketentuan jarak antara rambu dan objek yang dinyatakan pada rambu tersebut dapat
dinyatakan dengan papan tambahan. Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas
umum, batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata-kata serta tempat
khusus dinyatakan dengan warna dasar biru.
Rambu petunjuk pendahuluan jurusan rambu petunjuk jurusan dan rambu penegas
jurusan yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain kota,
daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan di nyatakan dengan warna dasar
hijau dengan lambang dan/atau tulisan warna putih. Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan
dan objek wisata dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan/atau tulisan
warna putih. Adapun jumlah rambu peringatan sesuai dengan Keputuan Menteri
Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 lampiran I adalah 64 macam, mulai dari petunjuk
Persimpangan Jalan sampai Nama Jalan.Berikut adalah beberapa contoh rambu-rambu
petunjuk bisa dilihat pada Gambar 2.7.
17
Gambar 2.7: Contoh rambu-rambu petunjuk (Dinas Perhubungan, 1993).
Secara keseluruhan jumlah rambu-rambu lalu lintas sesuai dengan Keputuan Menteri
Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 adalah 205 macam. Hal ini tentu akan sulit bagi
pengendara untuk menghafalnya. Namun berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh pihak
kepolisian, maka pengendara minimal hendaknya memahami dan mentaati 7 rambu lalu
lintas. Hal ini karena pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pengendara dan
merugikan pengguna jalan yang lain adalah melanggar ke 7 rambu tersebut. Adapun ke 7
rambu terebut adalah Dilarang Parkir, Dilarang Berhenti, Dilarang Belok, Dilarang Putar
Balik, Melebihi Batas Kecepatan, Lampu APILL, dan Dilarang Mendahului. Berikut adalah
beberapa rambu-rambu yang sering dilanggar pengendara, dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8: Rambu lalu lintas yang sering dilanggar (Dinas Perhubungan, 1993).
18
2.4 Solusi
Kesadaran hukum pada hakekatnya adalah bicara tentang kesadaran atau nilai-nilai yang
terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Soerjono Soekanto bahwa “kesadaran hukum
merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada atau yang diharapkan”. Penegakan
hukum dapat berjalan dengan efektif apabila tersedianya sarana atau fasilitas yang memadai,
karena sarana atau fasilitas memiliki peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum.
Ketika seseorang telah mentaati peraturan, maka sikap menghargai suatu peraturan hukum
akan muncul bersamaan dengan hukumnya bahwa hukum tersebut memang wajib untuk
ditaati tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, juga untuk kepentingan umum.
19
untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Dalam hal ini langkah yang dilakukan adalah
seperti pengenalan rambu-rambu lalu lintas, mengkampanyekan larangan modifikasi
kendaraan yang dapat meresahkan masyarakat kepada masyarakat, ke sekolah-sekolah serta
tempat umum lainnya serta menerima aduan dari masyarakat terkait dengan kasus-kasus
pelanggaran lalu lintas.
20
aturan. Cara yang dilakukan dalam penanggulangan adalah, melakukan Razia di titik-titik
guna untuk memeriksa kelengkapan kenderaan baik pada hari siang maupun malam hari. Jika
petugas mendapati adanya pelanggaran terhadap modifikasi kenderaan, maka petugas tidak
segan-segan untuk menindak lanjutinya. Biasanya, kenderaan yang akan terjaring razia
adalah kenderaan yang tidak sesuai dengan Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Tata
Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan, preservasi atau pemeliharaan jalan adalah kegiatan
penanganan jalan, berupa pencegahan, perawatan, dan perbaikan yang diperlukan untuk
mempertahankan kondisi jalan agar tetap berfungsi secara optimal melayani lalu lintas
sehingga umur rencana yang ditetapkan dapat tercapai. Preservasi jalan dilakukan untuk
menjaga kondisi jalan dalam pelayanan standar dan mantap. Kegiatan preservasi jalan terdiri
dari pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan dan
bangunan pelengkap jalan.
21
C. Peran Masyarakat Di Bidang Lalu Lintas
Pemberdayaan masyarakat upaya mencegah kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas tidak
dapat dilaksanakan sendiri oleh Polisi namun dibutuhkan peranan masyarakat pula. Peran
masyarakat di bidang lalu lintas merupakan salah satu fungsi lalu lintas dalam memberikan
pemahaman tentang lalu lintas sebagai suatu upaya preventif dalam menanggulangi masalah
lalu lintas. Peranan masyarakat di bidang lalu lintas dengan sasaran terhadap masyarakat
umum dapat menciptakan sikap mental mentaati peraturan perundang-undangan lalu lintas,
serta tercapainya peningkatan keikutsertaan masyarakat dalam menertibkan lalu lintas.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Menurut undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan, beberapa pelanggaran yang sering
dilanggar antara lain: Mengemudi Kendaraan Sambil Menelepon, Berkendara Berbelok
Tidak Menyalakan Lampu Sein, Kendaraan Tidak Memiliki STNK (Surat Tanda Nomor
Kendaraan), Tidak memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi), Tidak Melengkapi Kaca Spion
Dan Lain-Lain, Melebihi Batas Kecepatan Maksimum, Menerobos Lampu Merah, dan
Tidak Memakai Helm Standar.
2. Faktor yang membuat masyarakat tidak. menaati peraturan lalu lintas ada 4 (empat) yaitu:
a) Faktor usia:
b) Faktor pendidikan:
c) Faktor pekerjaan:
d) Faktor jenis kelamin,
tingginya pendidikan seseorang tidak mencerminkan perilaku orang tersebut. hal ini
terbukti orang yang mempunyai pendidikan tinggi-tinggilah yang paling sering
melanggar peraturan lalu lintas. Selain itu masyarakat tidak menaati peraturan lalu lintas
dikarenakan kurangnya kesadaran dalam diri masyarakat untuk menaati peraturan lalu
lintas. Salah satu kecelakaan lalu lintas yaitu karena masyarakat tidak menaati peraturan
lalu lintas.
3. Dengan adanya-program-program yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi Lalu Lintas
seperti:
a) Traffic Safety Campaign (kampanye keselamatan lalu lintas mandiri)
b) Responsible Riding 2:
1) Smart Riding
2) Black Spot Therapy
Dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Sosialisasi atau kampanye dari
program-program tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang lalu
lintas dan diharapkan masyarakat meningkatkan kesadaran untuk selalu menaati peraturan
lalu lintas.
23
DAFTAR PUSTAKA
24