Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PELAKSANAAN PILPRES DAN PILKADA SECARA LANGSUNG

Dosen Pengampu Matakuliah:


Dr. Kurniati, M.Si.

DISUSUN OLEH:
Kelompok I

Fitri H021211041
Rusdi Budianto H021211042
Elisantri Nur H021211043
Patra Susantri H021211044
Wahyu Prastiwi H021211045
Sachimar Anandsyah Lena H021211046
Deswitha Septia Maharani H021211047
Asmayati H021211048

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang atas rahmat-Nya dan karunianya

kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini

adalah “Pelaksaan PilPres dan PilKada Secara Langsung”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata

kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga

ingin berterima kasih kepada teman-teman yang telah ikut serta dalam proses pembuatan

makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang

sesungguhnya. Oleh karena itu, katerbatasan waktu dan kesempurnaan kami, maka kritik dan

saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini berguna bagi semua

orang terutama untuk kelompok kami, terimakasih.

Makassar, 18 Mei 2022

Tertanda

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Sampul ........................................................................................................................ i

Kata Pengantar........................................................................................................... ii

Daftar Isi...................................................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2

1.3 Tujuan..................................................................................................................... 2

BAB II Pembahasan................................................................................................... 3

2.1 Konsep dan Realita................................................................................................. 3


2.2 Masalah.................................................................................................................. 4
2.3 Rambu-rambu Lalu Lintas.................................................................................... 6
2.4 Solusi.................................................................................................................... 12

BAB III Penutup........................................................................................................ 16

3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 16
3.2 Saran..................................................................................................................... 16

Daftar pustaka........................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demokrasi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat
dan “kratos/cratein” yang berarti pemerintahan. Khususnya di Athena, kata “demos”
biasanya merujuk pada seluruh rakyat tetapi kadangkala juga berarti orang-orang pada
umumnya atau hanya rakyat miskin, kata demokrasi pada mulanya kadangkala digunakan
oleh kalangan aristokrat sebagai sindiran untuk merendahkan orang-orang kebanyakan. Dari
pengertian mengenai demokrasi tersebut dapat ditarik bahwa substansi demokrasi itu sendiri
merupakan kekuasaan Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif berasal dari rakyat sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Substansi tersebut membentuk struktur
dalam demokrasi, yakni adanya infrastruktur dan suprastruktur yang menhghasilkan
keputusan dan kapabilitas.

Demokrasi merupakan pemusatan kekuasaan ditangan rakyat. Menurut Cholisin


demokrasi di Indonesia memegang prinsip Teo-Demokratis dimana segala keputusan dan
kebijakkan diatur sepenuhnya untuk kepentingan rakyat namun tidak melanggar peraturan
Tuhan. Inilah perbedaan mendasar dari demokrasi yang khas di Indonesia dibandingkan
dengan demokrasi di negara lainnya. Prinsip Teo-demokratis merupakan hasil demokrasi
yang mendasarkan Pancasila terutama sila pertama yakni Ketuhanan yang maha Esa.

Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan pesta demokrasi yang harus diselenggarakan
oleh negara demokrasi. Indonesia sebagai negara demokrasi telah melaksanakan Pemilu
sebagai kegiatan rutin yang diadakan setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan Pemilu di
Indonesia selalu diikuti dengan pembuatan instrumen hukum tentang Pemilu. Sebagai
pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, pemilihan bertujuan untuk memastikan
terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib, untuk melaksanakan kedaulatan
rakyat, dan dalam rangka memenuhi hak asasi sebagai warga negara. Dalam melaksanakan
kedaulatan rakyat, pemilu merupakan kesempatan bagi masyarakat atau warga negara untuk
melaksanakan haknya memilih wakil yang akan menjalankan kedaulatan yang dimiliki dan
terbuka juga kesempatan bagi masyarakat sebagai legislatif, presiden atau kepala daerah yang
dipercaya oleh pemilihnya.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan definisi demokrasi secara etimologis.


2. Jelaskan definisi dari sistem pemilihan umum.
3. Bagaimana pelaksanaan PilPres dan PilKada secara langsung (apakah sesuai dengan
demokrasi pancasila?

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi demokrasi secara etimologis.


2. Untuk mengetahui definisi dari sistem pemilihan umum.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan PilPres dan PilKada secara langsung (apakah sesuai
dengan demokrasi pancasila.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi

Demokrasi merupakan temuan manusia yang menjadi teori dan praktik dalam sejarah
peradaban dalam rentang yang panjang. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia”
yang berarti kekuasaan rakyat. Demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos
yang memiliki arti rakyat dan Kratos yang memiliki arti kekuasaan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga
negara.Demokrasi bukan hanya suatu sistem yang ada dalam suatu pemerintahan, namun
juga suatu proses yang dilakukan untuk menuju kepada kesejahteraan rakyat dalam negara
tersebut. Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi yang khas dari bangsa Indonesia
sendiri merupakan hasil dari pendiri negara ini yang memiliki keinginan mulia untuk
melepaskan segala kesulitan masyarakat Indonesia. Proses menuju kesejahteraan tersebutlah
yang kadang dalam perjalanannya ada beberapa negara yang mampu melaksanakannya
dengan baik namun tidak jarang juga banyak negara yang tidak mampu untuk melakukannya.

Gambar 2.1: Demokrasi (Harian Terbit.com).

6
A. Prinsip Demokrasi

Prinsip demokrasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Prinsip Demokrasi Sebagai Sistem Politik

a. Pembagian kekuasaan (kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif)

b. Pemerintahan konstitusional

c. Partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya

d. Pers yang bebas

e. Perlindungan terhadap hak asasi manusia

f. Pengawasan terhadap administrasi negara

g. Peradilan yang bebas dan tidak memihak

h. Pemerintahan yang diskusi

i. Pemilihan umum yang bebas

j. Pemerintahan berdasarkan hukum

2. Prinsip Non-demokrasi (Kediktatoran)

a. Pemusatan kekuasaan Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif menjadi satu dan
dipegang serta dijalankan oleh satu lembaga.

b. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusional Pemerintahan dijalankan berdasarakan


kekuasaan. Konstitusinya memberi kekuasaan yang besar pada negara atau pemerintah.

c. Rule of Power Prinsip negara kekuasaan yang ditandai dengan supremasi kekuasaan yang
besar pada negara atau pemerintah.

d. Pembentukan pemerintah tidak berdasarkan musyawarah tetapi melalui dekrit

e. Pemilihan umum yang tidak demokratis. Pemilihan umum dijalankan hanya untuk
memperkuat keabsahan penguasa atau pemerintah negara.

7
f. Manajemen dan kepemimpinan yang tertutup dan tidak bertanggung jawab

g. Tidak ada dan atau dibatasinya kebebasan berpendapat, berbicara dan kebebasan pers.

h. Penyelesaian perpecahan atau perbedaan dengan cara kekerasan dan penggunaan paksaan.

i. Tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia bahkan sering terjadi pelanggaran hal
asasi manusia.

j. Menekan dan tidak mengakui hak-hak minoritas warga negara.

B. Jenis-jenis Demokrasi

Demokrasi memiliki banyak jenisnya. Berikut beberapa jenis dari demokrasi:

1. Demokrasi menurut cara aspirasi rakyat

a. Demokrasi Langsung, merupakan sistem demokrasi yang memberikan kesempatan kepada


seluruh warga negaranya dalam permusyawaratan saat menentukan arah kebijakan umum
dari negara atau undang-undang. Contoh : Ikut mencoblos saat pemilu atau pilkada, dan
memilih secara langsung ketua kelas.

b. Demokrasi Tidak Langsung, merupakan sistem demokrasi yang dijalankan menggunakan


sistem perwakilan. Contoh : Pembuatan undang-undang yang diwakili oleh anggota DPR

2. Demokrasi Berdasarkan Prinsip Ideologi

a. Demokrasi Liberal Merupakan Kebebasan individu yang lebih ditekankan dan


mengabaikan kepentingan umum. Contoh : Dalam demokrasi ini adanya sistem multi partai
dan Demokrasi ini telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik.

b. Demokrasi Rakyat Merupakan demokrasi yang didasarkan pada paham sosialisme dan
komunisme dan lebih mengutamakan kepentingan umum atau negara. Contoh : Pada saat
pemilihan presiden dan wakil presiden

c. Demokrasi Pancasila Merupakan demokrasi yang ada di Indonesia bersumberkan pada


suatu nilai-nilai sosial budaya bangsa serta berazaskan musyawarah mufakat dengan
memprioritaskan kepentingan seluruh msyarakat atau warga negara. Demokrasi pancasila
fokus pada kepentingan dan aspirasi serta hati nurani rakyat. Sampai saat ini Indonesia
menganut demokrasi pancasila yang bersumber pada falsafah pancasila.

8
2.2 Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang diwarnai atau dijiwai oleh Pancasila,
bahkan salah satu sila dari Pancasila, yaitu sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, merupakan perumusan yang singkat dari
demokrasi Pancasila yang dimaksud. Dalam pada itu perlu diingat bahwa sila-sila dari
Pancasila merupakan rangkaian kesatuan, yang tak terpisahkan, tetapi tiap-tiap sila
mengandung empat sila lainnya, dikualifikasikan oleh empat sila lainnya. Jadi dengan
demikian demokrasi Pancasila dapat dirumuskan secara sedikit lengkap dan menyeluruh
sebagai berikut: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratn/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Gambar 2.2: Demokrasi Pancasila (maglearning.id).

Rumusan ini sejalan dengan pandangan Presiden Soeharto yang dalam pidato kenegaraan
tanggal 16 Agustus 1967, antara lain menyatakan : “Demokrasi Pancasila berarti Demokrasi,
kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila sila lainnya. Hal ini berarti
bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia,

9
haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan
keadilan sosial. Demokrasi Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong-
royong.”

Dari urairan di atas dapa disimpulkan bahwa demokrasi Pancasila berarti kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dengan
kesadaran keagamaan yang disertai semangat toleransi yang tinggi, saling menghormati
sesama umat beragama, yang dituntut untuk memberikan kepada setiap orang apa yang telah
menjadi haknya. Lain daripada itu kerakyatan tadi juga dilandasi oleh integritas, identitas,
kepribadian, dan stabilitas nasional, serta tidak saja di bidang politik tetapi juga di bidang
ekonomi dan sosial-kultural. Akhirnya perlu juga dikemukakan disini suatu pertanyaan ;
apakah ciri khas demokrasi Pancasila itu, yang membedakannya dengan demokrasi lain.
Jawaban atas pertanyaan ini sulit diberikan, karena mengandung suatu usaha untuk
membandingkan berbagai macam ideologi, falsafah, dan pandangan hidup. Namun penulis
berusaha menyajikan jawaban untuk mengundang perhatian pembaca merenungkannya lebih
mendalam lagi.

2.3 Sistem Pemilihan Umum

sistem pemilihan umum diartikan sebagai satu kumpulan metode atau cara warga
masyarakat memilih para wakil mereka. Jika sebuah lembaga perwakilan rakyat dipilih, maka
sistem pemilihan mentransfer jumlah suara ke dalam jumlah kursi. Sementara itu, pemilihan
presiden, gubernur, dan bupati yang merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan,
dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan pesta demokrasi yang harus diselenggarakan oleh
negara demokrasi Indonesia sebagai negara demokrasi telah melaksanakan Pemilu sebagai
kegiatan rutin yang diadakan setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia selalu
diikuti dengan pembuatan instrumen hukum tentang Pemilu.

Penyelenggaraan Pemilu merupakan lambang dan tolak ukur demokrasi.


Penyelenggaraan pemilu atau pemilihan, merupakan bagian dari sistem demokrasi yang
menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui pemberian hak pilih atau partisipasi
untuk memilih sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Dalam konteks semangat
demokrasi pancasila, pemilu atau pemilihan merupakan sarana untuk membentuk kekuasaan
berdasarkan kedaulatan rakyat. Sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan

10
Pancasila, pemilihan bertujuan untuk memastikan terjadinya peralihan pemerintahan secara
aman dan tertib, untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, dan dalam rangka memenuhi hak
asasi sebagai warga negara. Dalam melaksanakan kedaulatan rakyat, pemilu merupakan
kesempatan bagi masyarakat atau warga negara untuk melaksanakan haknya memilih wakil
yang akan menjalankan kedaulatan yang dimiliki dan terbuka juga kesempatan bagi
masyarakat sebagai legislatif, presiden atau kepala daerah yang dipercaya oleh pemilihnya.

Gambar 2.3: Pemilu (detik.com).

Sejak Juni 2005 untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa Indonesia
menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat.
Sebelumnya, di bawah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah, pemilihan
gubernur, bupati, dan walikota beserta wakil-wakil mereka dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) sesuai tingkatnya masing-masing. Pada era Orde Baru, calon-calon
kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) bahkan didrop dari atas. DPRD secara formal
memilih calon-calon kepala daerah yang sudah “direstui” sebelumnya oleh rejim Soeharto,
sehingga dikenal istilah “calon jadi” dan “calon penggembira”. Mereka yang menjadi calon-
calon kepala daerah pada era Soeharto pada umumnya adalah para perwira militer aktif yang
dikaryakan, yakni tentara setingkat letnan kolonel atau sekurang-kurangnya mayor untuk
posisi bupati dan walikota, serta mayor jendral atau sekurang-kurangnya brigadir jendral
untuk posisi gubernur, kecuali untuk Gubernur DKI Jakarta dengan pangkat letnan jendral.

Peranan masyarakat dalam mewujudkan Pilkada dan penyelenggaraan pemilihan yang


demokratis, menjalankan prinsip kesehatan dan keselematan sangatlah strategis. Partisipasi

11
masyarakat dalam penyelenggaraan Pilkada tidak sebatas menggunakan hak pilihnya di TPS,
namun lebih luas masyarakat dapat turut serta dalam pengawasan yang lebih intensif terhadap
penyelenggaraan Pilkada. Hal ini akan menjadi kuat apabila peran masyarakat untuk menjadi
bagian dari penyelenggaraan Pilkada, misalnya menjadi relawan demokrasi atau badan adhoc
yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota. Peran ini memberikan ruang lebih bagi masyarakat
untuk turut serta mengawal proses penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia jujur dan adil.

A. Pemilihan Presiden

Pasal 6A UUD 1945 menjadi aturan kunci pada konstitusi yang mendasari sistem
pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia. Pasal ini menjadi landasan sistem pilpres
dilaksanakan secara langsung oleh rakyat sekaligus serentak bersamaan dengan pemilihan
legislatif. Pilpres langsung yang telah terselenggara sejak 2004 didasari oleh Pasal 6A ayat 1
yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat,” Sementara, pemilihan serentak sesuai dengan Pasal 6A ayat 2 yang berbunyi
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum” Frasa
pemilihan umum pada pasal tersebut merujuk pada Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 yang
berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah”.

Berbeda dengan pemilihan langsung yang didasarkan pada perubahan UU teknis tentang
pemilu pada tahun 2003 dan telah berlangsung pada beberapa pemilihan presiden, maka
skema pemilu serentak muncul akibat putusan Judicial Review terhadap Undang-Undang

12
Nomor 42 tahun 2008 oleh MK pada 2014 dan baru akan dibelakukan pada Pemilu 2019.
Meskipun berbeda sejarah pembentukannya, namun kedua aspek sistem pemilihan ini dinilai
dapat membawa pengaruh yang baik terhadap desain pemilu pada khususnya dan kehidupan
berpolitik pada umumnya. Secara sederhana, pemilihan langsung dapat menghindarkan dari
kandidasi elitis, sementara pemilihan secara serentak mampu mencegah terbentuknya koalisi
pragmatis.

Pemilihan presiden secara langsung diasumsikan dapat menghindarkan proses pemilihan


presiden dan wakil presiden menjadi elitis karena ditentukan oleh segelintir elit atau
pimpinan parpol saja. Hal ini dapat dihindari karena pilpres langsung meminimalisir peran
partai dari menentukan keterpilihan calon pada pilpres tak langsung yang berlaku
sebelumnya, menjadi hanya pengusung calon saja pada pilpres langsung. Sementara itu,
rakyat, terutama pemilih pemilu, menjadi aktor penentu keterpilihan presiden dan wakil
presiden di dalam pilpres langsung. Tidak hanya itu, pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung juga dapat memaksa para partai untuk memikirkan kandidat terbaik yang
berpotensi dipilih rakyat, dan tidak sekedar memilih kandidat sesuai kepentingan internal
partainya saja.

Di sisi lain, sistem pemilihan presiden dan wakil presiden di dalam skema pemilu
serentak dinilai mampu menghindarkan terbentuknya koalisi berbasis kepentingan pragmatis
yang transaksional. Pada pemilu sebelumnya, pilpres sangat ditentukan oleh hasil pileg yang
telah berlangsung beberapa bulan sebelumnya karena ada ketentuan ambang batas presiden
yang menjadi angka minimal bagi partai atau gabungan partai untuk dapat mengusung
kandidat. Dalam skema itu, partai berkoalisi secara transaksional agar memenuhi ketentuan
minimum ambang batas dengan pertukaran jabatan/posisi di dalam pemerintahan setelah
kandidat terpilih (sering disebut sebagai office seeking). Koalisi ini tidak didasarkan pada
kesamaan platform atau cita-cita partai, apalagi ideologi. Akibatnya, koalisi bersifat
pragmatis, rapuh dan jangka pendek. Pascapemilu, partai yang berkoalisi dapat berpindah
haluan dan bahkan, dapat membuat kebijakan yang bertentangan dengan barisan koalisinya.
Situasi ini tentu bertentangan dengan upaya untuk secara kelembagaan memperkuat sistem
presidensial di Indonesia.

13
Gambar 2.4: PilPres (krjogja.com)

Satya Arinanto sebagaimana dikutip Abdul Latif1 mengemukakan sejumlah alasan


diselenggarakannya pilpres (secara langsung) yaitu:

a. Presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi sangat kuat karena didukung oleh
suara rakyat yang memberikan suaranya secara langsung;

b. Presiden terpilih tidak terkait pada konsesi partai-partai atau faksifaksi politik yang telah
memilihnya. Artinya presiden terpilih berada di atas segala kepentingan dan dapat
menjembatani berbagai kepentingan tersebut;

c. Sistem ini menjadi lebih “accountable” dibandingkan dengan sistem yang sekarang
digunakan (pada masa orde baru), karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya melalui
MPR yang para anggotanya tidak seluruhnya terpilih melalui pemilihan umum;

d. Kriteria calon presiden juga dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan
memberikan suaranya.

Selanjutnya, dalam Pasal 6A ayat (5) UUD NRI 1945 ditegaskan bahwa tata cara
pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-
undang. UU a quo yaitu UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden (UU Pilpres)2 yang menjadi landasan penyelenggaraan pilpres 2004. Saat
pilpres 2009, UU No. 23 Tahun 2003 dicabut dan diganti dengan UU No. 42 Tahun 2008.3
Selain UU No. 42 Tahun 2008, penyelenggaraan pilpres 2009 juga dasarkan pada UU No. 22

14
Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.4 Pada pilpres 2014 ini, masih
menggunakan UU No. 42 Tahun 2008, meski pada awal 2013 DPR mengagendakan
perubahan, namun sebagian besar fraksi menolak untuk dilakukan perubahan.

Secara normatif, adanya perundang-undangan tentang pilpres memberi gambaran bahwa


Indonesia telah berupaya mewujudkan pengisian jabatan presiden dan wakil presiden secara
lebih demokratis melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat (pemilih). Nilai
demokrasi tercermin melalui kebebasan dan keterlibatan partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilu untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden sepanjang
memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Namun, dalam
praktik pilpres 2004 dan 2009, ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya masih ada
warga negara yang tidak terdaftar dan tidak dapat mengikuti pilpres, proses penjaringan dan
penyaringan bakal calon presiden dan wakil presiden masih bersifat elitis dan belum
partisipatif dan terbuka, masih adanya warga negara yang belum menjalankan hak pilihnya,
pilihan rakyat (pemilih) belum aspiratif, dan penyelenggara pemilu yang belum sepenuhnya
mandiri dalam menjalankan tugasnya.

Dalam rangka mewujudkan pilpres yang lebih demokratis dan aspiratif, beberapa hal
berikut patut menjadi perhatian bersama: pembentukan norma pemilu yang berkualitas dan
responsif, penyelenggara yang berkualitas, mandiri, tidak memihak dan berintegritas, pemilih
yang rasional, cerdas dan bermoral, peran pemerintah yang lebih diintensiϐkan, penjaringan
dan penyaringan calon di tingkat partai yang benar-benar terbuka dan demokratis,
mempertimbangkan peluang calon perseorangan, pengawasan publik yang intensif dan
penegakan hukum yang konsisten.

B. Pemilihan Kepala Daerah

Gambar 2.4: Contoh rambu-rambu larangan (Dinas Perhubungan, 1993)

15
Gambar 2.5: Contoh rambu-rambu larangan (Dinas Perhubungan, 1993).

C. Rambu-Rambu Perintah

Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh
pemakai jalan. Rambu perintah wajib ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban
dimulai. Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan
rambu petunjuk pada jarak yang layak sebelum titik kewajiban dimulai. Rambu perintah juga
dapat dilengkapi dengan papan tambahan. Warna dasar rambu perintah berwarna biru dengan
lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas akhir
perintah. Adapun jumlah rambu peringatan sesuai dengan Keputuan Menteri Perhubungan
No. KM 61 tahun 1993 lampiran I adalah 22 macam, mulai dari perintah mengikuti arah kiri
sampai batas akhir memakai rantai pada ban. Berikut adalah contoh dari rambu-rambu
perintah bisa dilihat pada Gambar 2.6.

16
Gambar 2.6: Contoh rambu-rambu perintah (Dinas Perhubungan, 1993).

D. Rambu-Rambu Petunjuk

Rambu petunjuk digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi,
kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan. Rambu petunjuk
ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai daya guna sebesarbesarnya dengan
memperhatikan keadaan jalan dan kondisi lalu lintas. Rambu petunjuk dapat diulangi dengan
ketentuan jarak antara rambu dan objek yang dinyatakan pada rambu tersebut dapat
dinyatakan dengan papan tambahan. Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas
umum, batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata-kata serta tempat
khusus dinyatakan dengan warna dasar biru.

Rambu petunjuk pendahuluan jurusan rambu petunjuk jurusan dan rambu penegas
jurusan yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain kota,
daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan di nyatakan dengan warna dasar
hijau dengan lambang dan/atau tulisan warna putih. Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan
dan objek wisata dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan/atau tulisan
warna putih. Adapun jumlah rambu peringatan sesuai dengan Keputuan Menteri
Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 lampiran I adalah 64 macam, mulai dari petunjuk
Persimpangan Jalan sampai Nama Jalan.Berikut adalah beberapa contoh rambu-rambu
petunjuk bisa dilihat pada Gambar 2.7.

17
Gambar 2.7: Contoh rambu-rambu petunjuk (Dinas Perhubungan, 1993).

Secara keseluruhan jumlah rambu-rambu lalu lintas sesuai dengan Keputuan Menteri
Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 adalah 205 macam. Hal ini tentu akan sulit bagi
pengendara untuk menghafalnya. Namun berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh pihak
kepolisian, maka pengendara minimal hendaknya memahami dan mentaati 7 rambu lalu
lintas. Hal ini karena pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pengendara dan
merugikan pengguna jalan yang lain adalah melanggar ke 7 rambu tersebut. Adapun ke 7
rambu terebut adalah Dilarang Parkir, Dilarang Berhenti, Dilarang Belok, Dilarang Putar
Balik, Melebihi Batas Kecepatan, Lampu APILL, dan Dilarang Mendahului. Berikut adalah
beberapa rambu-rambu yang sering dilanggar pengendara, dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8: Rambu lalu lintas yang sering dilanggar (Dinas Perhubungan, 1993).

18
2.4 Solusi

Kesadaran hukum pada hakekatnya adalah bicara tentang kesadaran atau nilai-nilai yang
terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Soerjono Soekanto bahwa “kesadaran hukum
merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada atau yang diharapkan”. Penegakan
hukum dapat berjalan dengan efektif apabila tersedianya sarana atau fasilitas yang memadai,
karena sarana atau fasilitas memiliki peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum.
Ketika seseorang telah mentaati peraturan, maka sikap menghargai suatu peraturan hukum
akan muncul bersamaan dengan hukumnya bahwa hukum tersebut memang wajib untuk
ditaati tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, juga untuk kepentingan umum.

A. Usaha-usaha Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum


Masyarakat Pengguna Jalan

Mengingat kompleksnya permasalahan yang terjadi pada sistem transportasi di berbagai


daerah, maka Kepolisian disetiap daerah melakukan berbagai usaha-usaha untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan pada umumnya dan
pengendara sepeda motor pada khususnya. Usaha-usaha yang dilakukan Kepolisian dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat pengguna jalan antara lain: perekayasaan
prasarana dan sarana lalu lintas (engineering), pembinaan unsur pengguna jalan (education),
serta rekayasa dalam bidang hukum atau pengaturannya termasuk penegakan hukumnya
(enforcement). Metode dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna
jalan pada dasarnya merupakan bagian dari sub sistem manajemen transportasi. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang digunakan oleh kepolisian dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dibedakan menjadi 3, antara lain :

1. Metode pre-emptif diarahkan untuk mengeliminir dampak-dampak negatif. Metode ini


digunakan untuk membudayakan disiplin pengguna jalan dalam berlalu lintas melalui
pendidikan dan latihan. Pendekatan ini sangat penting untuk dikedepankan mengingat
pencegahan secara dini melalui optimalisasi kegiatan-kegiatan bidang edukatif masih dirasa
sangat perlu dan penting untuk terus dilaksanakan Pendidikan Rekayasa. Pendekatan ini
dapat dilaksanakan dengan cara mendidik masyarakat serta memberdayakannya. Pendidikan
masyarakat dalam berlalu lintas penting dilaksanakan karena dapat memberikan pencerahan
kepada masyarakat sejak usia dini, larangan memodifikasi kendaraan juga tidak kalah penting

19
untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Dalam hal ini langkah yang dilakukan adalah
seperti pengenalan rambu-rambu lalu lintas, mengkampanyekan larangan modifikasi
kendaraan yang dapat meresahkan masyarakat kepada masyarakat, ke sekolah-sekolah serta
tempat umum lainnya serta menerima aduan dari masyarakat terkait dengan kasus-kasus
pelanggaran lalu lintas.

2. Metode preventif (pencegahan), diarahkan untuk mengamankan kondisi yang potensial


terhadap terjadinya pelanggaran. Metode ini digunakan untuk mencegah adanya suatu
pelanggaran melalui perekayasaan terhadap prasarana dan sarana lalu lintas, pengaturan,
patroli dan penjagaan pada setiap ruas jalan lalu lintas. Pendekatan preventif ini sebenarnya
tidak jauh beda dengan pendekatan pre-emtif sehingga dalam hal ini pihak yang
berkepentingan dapat melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah dalam melakukan
pencegahan dan mengingatkan siswa agar memodifikasi kendaraannya secara berlebihan
sehingga dapat merugikan bagi pengguna jalan lain. Kebanyakan yang melakukan
pelanggaran adalah anak remaja yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Upaya
preventif ini juga dilakukan dengan cara menempatkan anggota Polisi pada pos-pos lalu lintas
yang ada, pelaksanaan pengawalan pada kegiatankegitan tertentu masyarakat bahkan tanpa
diminta, seperti iring-iringan jenazah, ambulance dan sebagainya.

3. Metode represif (penanggulangan), berupa penindakan terhadap setiap bentuk pelanggaran.


Metode ini digunakan untuk menimbulkan efek jera pada setiap pelanggar melalui
penindakan atau pemberian sanksi. Pendekatan represif merupakan tugas pokok kepolisian
dalam aspek penegakan hukum, namun langkah ini adalah langkah terakhir setelah upaya
preemtif dan preventif dilaksanakan. Pendekatan represif secara tegas diutamakan kepada
pelanggaran yang benar-benar berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Fungsi ini
dilakukan dengan cara Operasi Rutin dan Operasi Gabungan. Operasi rutin lalu lintas
dilaksanakan utamanya guna memeriksa kelengkapan kendaraan dan kelengkapan perorangan
dari para pengguna jalan raya. Pendekatan ini akan efektif dijalankan dengan melibatkan
semua unsur pelaksana tugas dibidang lalu lintas. Penegakan hukum tidak harus berakhir
pada tindakan tegas seperti tilang dan sebagainya namun bisa juga dikedepankan peringatan-
peringatan dan himbauan sebagai penggugah kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu
lintas. Operasi gabungan dapat dilaksanakan dengan melibatkan unsur Dinas LLAJ serta
unsur Militer, harapannya tidak hanya masyarakat menjadi lebih taat pada aturan jalan raya
namun juga mencegah adanya kemungkinan anggota-anggota TNI/Polri yang melanggar

20
aturan. Cara yang dilakukan dalam penanggulangan adalah, melakukan Razia di titik-titik
guna untuk memeriksa kelengkapan kenderaan baik pada hari siang maupun malam hari. Jika
petugas mendapati adanya pelanggaran terhadap modifikasi kenderaan, maka petugas tidak
segan-segan untuk menindak lanjutinya. Biasanya, kenderaan yang akan terjaring razia
adalah kenderaan yang tidak sesuai dengan Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK).

Gambar 2.9: Keselamatan No.1 (indonesiabaik.id, 2019).

B. Dana Preservasi Jalan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Tata
Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan, preservasi atau pemeliharaan jalan adalah kegiatan
penanganan jalan, berupa pencegahan, perawatan, dan perbaikan yang diperlukan untuk
mempertahankan kondisi jalan agar tetap berfungsi secara optimal melayani lalu lintas
sehingga umur rencana yang ditetapkan dapat tercapai. Preservasi jalan dilakukan untuk
menjaga kondisi jalan dalam pelayanan standar dan mantap. Kegiatan preservasi jalan terdiri
dari pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan dan
bangunan pelengkap jalan.

21
C. Peran Masyarakat Di Bidang Lalu Lintas

Pemberdayaan masyarakat upaya mencegah kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas tidak
dapat dilaksanakan sendiri oleh Polisi namun dibutuhkan peranan masyarakat pula. Peran
masyarakat di bidang lalu lintas merupakan salah satu fungsi lalu lintas dalam memberikan
pemahaman tentang lalu lintas sebagai suatu upaya preventif dalam menanggulangi masalah
lalu lintas. Peranan masyarakat di bidang lalu lintas dengan sasaran terhadap masyarakat
umum dapat menciptakan sikap mental mentaati peraturan perundang-undangan lalu lintas,
serta tercapainya peningkatan keikutsertaan masyarakat dalam menertibkan lalu lintas.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Menurut undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan, beberapa pelanggaran yang sering
dilanggar antara lain: Mengemudi Kendaraan Sambil Menelepon, Berkendara Berbelok
Tidak Menyalakan Lampu Sein, Kendaraan Tidak Memiliki STNK (Surat Tanda Nomor
Kendaraan), Tidak memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi), Tidak Melengkapi Kaca Spion
Dan Lain-Lain, Melebihi Batas Kecepatan Maksimum, Menerobos Lampu Merah, dan
Tidak Memakai Helm Standar.
2. Faktor yang membuat masyarakat tidak. menaati peraturan lalu lintas ada 4 (empat) yaitu:
a) Faktor usia:
b) Faktor pendidikan:
c) Faktor pekerjaan:
d) Faktor jenis kelamin,
tingginya pendidikan seseorang tidak mencerminkan perilaku orang tersebut. hal ini
terbukti orang yang mempunyai pendidikan tinggi-tinggilah yang paling sering
melanggar peraturan lalu lintas. Selain itu masyarakat tidak menaati peraturan lalu lintas
dikarenakan kurangnya kesadaran dalam diri masyarakat untuk menaati peraturan lalu
lintas. Salah satu kecelakaan lalu lintas yaitu karena masyarakat tidak menaati peraturan
lalu lintas.
3. Dengan adanya-program-program yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi Lalu Lintas
seperti:
a) Traffic Safety Campaign (kampanye keselamatan lalu lintas mandiri)
b) Responsible Riding 2:
1) Smart Riding
2) Black Spot Therapy
Dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Sosialisasi atau kampanye dari
program-program tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang lalu
lintas dan diharapkan masyarakat meningkatkan kesadaran untuk selalu menaati peraturan
lalu lintas.

23
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. (1982). Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: CV.


Rajawali.
Aminah, S., 2018, Kesadaran Masayarakat Terhadap Peraturan Lalu Lintas, Jurnal
Maksigama, 12 (1): 18.
Permatasari, DA, 2019. “Ketaatan Hukum Masayarakat Dalam Berlalu Lintas Di Jalan
Raya”. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Wahyu, P, 2017. “Tingkat Kepatuhan Masyarakat Pengguna Jalan Terhadap Fungsi Rambu-
Rambu Dan Marka Lalu Lintas di Kota Medan (Studi Kasus)”. Skripsi. Medan:
Universitas Muhammadiyah.
Yusuf, H, 2019. “Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas Terhadap Pengendara Yang
Memodifikasi Kendaraannya”. Skripsi. Medan: Universitas Muhammadiyah.

24

Anda mungkin juga menyukai