Anda di halaman 1dari 58

MODUL DIKLAT ANALIS KEPEGAWAIAN

KOMPENSASI

Penulis:
1. Satia Supardy, SH, M.Pd
2. Wakiran, SH, MH

PUSAT PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL KEPEGAWAIAN


BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
JAKARTA, 2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembahasan mengenai kompensasi yang disampaikan dalam modul ini
dengan nawaitu untuk memberikan informasi kepada semua pihak tidak terkecuali
para pembuat kebijakan kompensasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jika sementara
kalangan pembuat kebijakan beranggapan bahwa pembahasan tentang kompensasi
sebagai hal yang tidak lazim dan tabu, maka sesungguhnya pembahasan tetang hal
tersebut akan memberikan banyak koreksi, saran, dan masukan sehingga pemberian
kompensasi dapat diterima oleh semua pihak. Pihak dalam hal ini adalah
masyarakat sebagai penyandang dana, negara sebagai pengadministrasi dan
pemberi kerja (employer), dan PNS sebagai pihak yang harus berkontribusi
melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai PNS (employee).
Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi /
perusahaan kepada karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial,
pada periode yang tetap. Kompensasi sangat berpengaruh bagi perusahaan maupun
bagi karyawan perusahaan. Kompensasi/Upah bermanfaat bagi perkembangan
karyawan dan bagi perusahaan keuntungannya para karyawan akan bekerja lebih
giat lagi. Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh 1) Harga / Nilai
pekerjaan, 2) Sistem kompensasi yang diterapkan, dan 3) Faktor-faktor yang
mempengaruhi kompensasi. Menurut Mondy & Noe (1996) komponen program
kompensasi secara keseluruhan dilingkupi oleh lingkungasn eksternal dan
internal, sementara bentuk kompensasi bisa finansial maupun non finansial.
Kompensasi finansial dibagi kedalam kompensasi langsung dan tidak langsung,
dan kompensasi non finansial dibagi kedalam hal-hal yang berkaitan dengan
jabatan dan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan kerja.
Menurut Syuhadhak (2007), kompensasi merupakan suatu pertukaran jasa
yang diberikannya atau sebagai reward pekerjaan yang telah dilakukannya, oleh
karena itu kompensasi mencerminkan harga kemampuan dan keahlian pegawai,

1
atau penghargaan atas pendidikan dan pelatihan yang telah mereka peroleh.
Sedangkan John M. Ivancevich (1995), kompensasi adalah fungsi HRM yang
berhubungan dengan setiap jenis reward yang diterima individu sebagai balasan
atas pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara (UU ASN) Pasal 79 disebutkan bahwa: (1) Pemerintah wajib membayar
gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS, (2)
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan beban
kerja, tanggungjawab, dan resiko pekerjaan, dan (3) Gaji sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Jika memperhatikan pemberian remunerasi yang berlaku saat pembuatan
modul ini (tahun 2014) jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan hidup layak dan
kondisi seperti ini diduga sebagai pendorong terjadinya korupsi. Disamping Kondisi
struktur gaji kurang memenuhi prinsip “equity” karena gaji tidak dikaitkan dengan
kompetensi dan prestasi serta struktur gaji kurang ideal dan ratio gaji terendah dan
tertinggi terlalu kecil (1:3,3). Konsekuensinya dengan sistem pensiun yang kurang
menjamin kesejahteraan PNS setelah memasuki masa purna bakti. Oleh karenanya
kehadiran UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN sebagai peganti Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
diharapkan mampu memberikan perbaikan sistem penggajian yang memadai
sesuai kinerja pegawai.
Maka untuk mewujudkan pemberian kompensasi yang ideal, sedikitnya
terdapat dua prinsip yang dapat digunakan sebagai kriteria, yaitu:
Pertama, kompensasi ‘mengalir’ dari pemberi kerja (employer) ke PNS
(employee). Prinsip ini dapat dengan segera digunakan untuk mengevaluasi apakah
jenis kompensasi yang diberikan oleh pemerintah kepada PNS termasuk kompensasi
atau kompensasi semu. Kompensasi semu adalah ‘kompensasi’ yang sesungguhnya
bukan kompensasi karena tidak berasal dari pemberi kerja melainkan dari pegawai
itu sendiri. Contoh: program pensiun PNS, jika uang pensiun yang diterima

2
merupakan akumulasi dari pemotongan gaji selama PNS bekerja maka
sesungguhnya program pensiun tersebut merupakan jenis kompensasi semu. Pensiun
disebut kompensasi (yang tidak semu/riil) jika pemerintah memberikan uang
pensiun atau iuran uang pensiun setiap bulan di luar gaji pokok/tidak dipotong dari
gaji PNS.
Kedua, obyektif dari sisi pemberi kerja dan pegawai. Pemerintah harus
membayar kompensasi kepada PNS sesuai dengan bobot pekerjaan yang tercermin
dalam uraian tugas setiap pegawai. Jumlah rupiah perbobot ditentukan berdasarkan
kajian mendalam (termasuk di dalamnya perhitungan layak-tidaknya jika seorang
pegawai dengan bobot jabatan terendah mendapatkan kompensasi dalam jumlah
tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada sisi pegawai, selayaknya
pegawai mengerjakan dengan sungguh-sungguh setiap pekerjaan yang harus
dikerjakan sesuai dengan uraian tugas pada jabatannya. Jika sistem yang demikian
telah terbentuk, maka tidak lagi pemerintah menggunakan alasan kemampuan
keuangan negara untuk tidak memberikan gaji/kompensasi yang layak bagi setiap
PNS yang telah jelas uraian tugasnya. Sebaliknya, para pegawai juga tidak lagi
menuntut pemenuhan kebutuhan hidup yang layak sepanjang yang bersangkutan
telah mengerjakan uraian tugas dengan sungguh-sungguh.

B. Diskripsi Singkat
Diklat Fingsional Analis Kepegawaian Keahlian PNS bagi pejabat fungsional
Analis Kepegawaian dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap dengan ruang lingkup bahasan tentang sistem penggajian PNS,
penggajian berbasis bobot jabatan, sistem penetapan dan pemberian tunjangan,
dan Kesejahteraan PNS.

C. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti pembelajaran mata ajar ini peserta Diklat diharapkan
dapat mengerti dan memahami tentang sistem penggajian PNS, penggajian berbasis
bobot jabatan, sistem penetapan dan pemberian tunjangan, dan Kesejahteraan
PNS.

3
D. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran mata ajar ini peserta Diklat diharapkan
dapat:
1. Menjelaskan sistem penggajian PNS;
2. Menjelaskan Penggajian Berbasis Bobot Jabatan;
3. Menjelaskan Sistem Penetapan dan Pemberian Tunjangan PNS; dan
4. Menjelaskan Sistem Kesejahteraan PNS.

4
BAB II
KOMPENSASI DAN SISTEM PENGGAJIAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. Pengertian, Jenis dan Tujuan Kompensasi


a . Pengertian Kompensasi
Untuk dapat memberikan pemahaman lebih luas terhadap kompensasi PNS
diperlukan banyak informasi mengenai pengertian kompensasi secara umum.
Secara teori, kompensasi menjadi salah satu bagian penting manajemen
pengembangan sumber daya manusia. Bernardin dan Russel (1993)
menempatkan pembahasan kompensasi dalam satu bab tersendiri (chapter 11)
dalam buku yang mereka tulis Human Resources Management: An
Experiential Approach. Pembahasan kompensasi dalam buku tersebut
disejajarkan dengan unsur Human Resources Management yang lain, seperti:
job analysis; human resource planning and recruitmen; organizational
training; career development; performance appraisal; dan strategies for
improving quality, productivity, and quality of work life.
Sistem kompensasi juga berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam
membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak
organisasi mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa
“kompensasi tidak lebih sekadar a cost yang harus diminimisasi”. Tanpa
disadari beberapa organisasi yang mengabaikan potensi penting dan
berpersepsi keliru telah menempatkan sistem tersebut justru sebagai sarana
meningkatkan perilaku yang tidak produktif atau counter productive.
Akibatnya muncul sejumlah persoalan personal misalnya low employee
motivation, poor job performance, high turn over, irresponsible behaviour dan
bahkan employee dishonestry yang diyakini berakar dari sistem kompensasi
yang tidak proporsional.
Menurut Handoko, “Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia
bekerja adalah adanya kebutuhan dalam diri manusia yang harus dipenuhi

5
(Handoko, 2003:30)” Dengan kata lain, berangkat dari keinginan untuk
memenuhi kebutuhan hidup, manusia bekerja dengan menjual tenaga, pikiran
dan juga waktu yang dimilikinya kepada perusahaan dengan harapan
mendapatkan kompensasi (imbalan).
Menurut Stone (1982: 347):
“Compensation is any form of payment given to employees in exchange for
work they provide their employer”. Flippo (1976: 6) berpendapat:
“Compensation is the adequate and equitable remuneration of personnel for
their contributions to organization objectives”.
Dessler (1984) mengemukakan bahwa kompensasi adalah semua bentuk
imbalan atau ganjaran yang mengalir kepada pegawai dan timbul dari
kepegawaian mereka. Henrinci (1980) tidak memberikan definisi spesifik
terhadap kompensasi, namun menurutnya ada beberapa unsur yang biasanya
tercakup dalam kebijakan kompensasi, yaitu: 1) tingkat pengangkatan; 2)
perbandingan level dengan perusahaan lain; 3) keluasan jajaran gaji; 3) dasar
kenaikan gaji, seperti: jasa, masa kerja, usia, jenjang jabatan, kenaikan gaji
terakhir, persentase, waktu, kenaikan pasar, senoritas, dan umum vs
perseorangan; 4) promosi; 5) demosi, seperti: kena perkara, karena alasan
perusahaan, dan pribadi; 6) pemindahan; 7) pengecualian; 8) instruksi dalam
dinas; 9) lembur; 10) liburan; 11) gaji percobaan; 12) dana sakit; 13)
penugasan temporer; dan 14) tugas belajar.
Menurut J. Long (1998:8) dalam bukunya Compensation in Canada
mendefinisikan sistem kompensasi adalah bagian (parsial) dari sistem reward
yang hanya berkaitan dengan bagian ekonomi, namun demikian sejak adanya
keyakinan bahwa perilaku individual dipengaruhi oleh sistem dalam spektrum
yang lebih luas maka sistem kompensasi tidak dapat terpisah dari keseluruhan
sistem reward yang disediakan oleh organisasi. Sedangkan reward sendiri
adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk memenuhi satu atau lebih
kebutuhan individual. Adapun dua jenis reward tersebut adalah :
a. Ekstrinsik kompensasi, yang memuaskan kebutuhan dasar untuk survival
dan security dan juga kebutuhan sosial dan pengakuan. Pemuasan ini

6
diperoleh ari faktor-faktor yang ada di sekeliling para karyawan di sekitar
pekerjaannya, misalnya : upah, pengawasan, co worker dan keadaan kerja.
b. Intrinsik kompensasi, yang memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi
tingkatannya, misalnya untuk kebanggaan, penghargaan, serta per-
tumbuhan dan perkembangan yang dapat diperoleh dari faktor-faktor yang
melekat dalam pekerjaan karyawan itu, seperti tantangan karyawan atau
interest suatu pekerjaan yang diberikan, tingkatan keragaman/variasi
dalam pekerjaan, adanya umpan balik, dan otoritas pengambilan keputusan
dalam pekerjaan serta signifikansi makna pekerjaan bagi nilai-nilai
organisasional.
Sedangkan Handoko, mengatakan bahwa : Kompensasi adalah segala sesuatu
yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Handoko,
2003:114-118)” Jadi melalui kompensasi tersebut karyawan dapat
meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja serta meningkatkan
kebutuhan hidupnya.
b . Jenis Kompensasi
Menurut Dessler (1984), kompensasi pegawai terdiri atas: 1) pembayaran uang
secara langsung (direct financial payment), bentuknya : upah, gaji, insentif,
komisi, dan bonus; 2) pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam
bentuk tunjangan seperti : asuransi dan liburan; 3) ganjaran non finansial (non
financial reward) bentuknya adalah hal yang tidak mudah dikuantifikasi,
seperti: pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja yang lebih luwes, dan
kantor yang lebih bergengsi. Robbins (1998) berpendapat bahwa kompensasi
ada dua bentuk, yaitu: intrinsik dan ekstrinsik. Kompensasi intrinsik adalah
nilai (non-materi) yang diterima dari suatu tugas. Imbalan instrinsik contohnya
adalah partisipasi dalam pengambilan keputusan, rasa bertanggung jawab,
kesempatan untuk mengembangkan diri, adanya keleluasaan dalam
menjalankan tugas, menjadikan pekerjaan lebih menarik, dan keanekaragaman
tugas. Kompensasi ekstrinsik adalah imbalan yang diterima dari lingkungan
yang mengelilingi tugas itu sendiri, yaitu: kompensasi langsung (direct
compensation), kompensasi tidak langsung (indirect compensation) dan non

7
financial. Kompensasi langsung adalah imbalan yang diterima pegawai secara
langsung karena telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
lembaga. Kompensasi langsung terdiri atas gaji pokok, bonus, pembagian
saham, premi, liburan, cuti dan pembagian keuntungan. Kompensasi tidak
langsung terdiri atas jaminan keselamatan seperti asuransi jiwa dan kesehatan,
gaji penuh saat berhalangan kerja, dan jasa layanan lain. Sedangkan
kompensasi non-finansial adalah segala fasilitas yang diberikan oleh
organisasi.
Selain kedua jenis kompensasi tersebut, Robbin berpendapat bahwa hal-hal
yang mempengaruhi pemberian kompensasi adalah prestasi kerja, kesungguhan
usaha, tingkat kesulitan bidang tugas, rentang waktu penyelesaian tugas,
tingkat ketrampilan, dan senioritas. Menurut Mondy, bentuk dari kompensasi
yang diberikan perusahaan kepada karyawan dapat dikelompokkan menjadi 2
(dua), yaitu: (1) financial compensation, dan (2) non-financial compensation.
a. Financial compensation (kompensasi finansial)
Kompensasi finansial artinya kompensasi yang diwujudkan dengan
sejumlah uang kartal kepada karyawan yang bersangkutan. Kompensasi
finansial implementasinya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Direct Financial compensation (kompensasi finansial langsung)
Kompensasi finansial langsung adalah pembayaran berbentuk uang
yang karyawan terima secara langsung dalam bentuk gaji/upah,
tunjangan ekonomi, bonus dan komisi. Gaji adalah balas jasa yang
dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai
jaminan yang pasti, sedangkan upah adalah balas jasa yang dibayarkan
kepada pekerja dengan berpedoman pada perjanjian yang disepakati
pembayarannya.
2) Indirect Financial compensation (kompensasi finansial tak langsung)
Kompensasi finansial tidak langsung adalah termasuk semua
penghargaan keuangan yang tidak termasuk kompensasi langsung.
Wujud dari kompensasi tak langsung meliputi program asuransi

8
tenaga kerja (jamsostek), pertolongan sosial, pembayaran biaya sakit
(berobat), cuti dan lain-lain.
b. Non-financial compensation (kompensasi non finansial) Kompensasi non-
finansial adalah balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan
bukan berbentuk uang, tapi berwujud fasilitas. Kompensasi jenis ini
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Non financial the job (kompensasi berkaitan dengan pekerjaan)
Kompensasi non finansial mengenai pekerjaan ini dapat berupa
pekerjaan yang menarik, kesempatan untuk berkembang, pelatihan,
wewenang dan tanggung jawab, penghargaan atas kinerja.
Kompensasi bentuk ini merupakan perwujudan dari pemenuhan
kebutuhan harga diri (esteem) dan aktualisasi (self actualization).
2) Non financial job environment (kompensasi berkaitan dengan
lingkungan pekerjaan). Kompensasi non finansial mengenai
lingkungan pekerjaan ini dapat berupa supervisi kompetensi
(competent supervision), kondisi kerja yang mendukung (comfortable
working conditions), pembagian kerja (job sharing). (Mondy,
2003:442)
Macam-Macam Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan :
a) Imbalan Ektrinsik.
(1) Imbalan ektrinsik yang berbentuk uang antara lain
misalnya: gaji, upah, honor, bonus, komisi insentif dan
upah, dan lain-lain.
(2) Imbalan ektrinsik yang bentuknya sebagai benefit atau
tunjangan pelengkap contohnya seperti: uang cuti, uang
makan, uang transportasi/antar jemput, asuransi,
jamsostek/askes, uang pension, beasiswa dan lain-lain.
b ) Imbalan Intrinsik. Imbalan dalam bentuk intrinsik yang tidak
berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan berupa kelangsungan
pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi lingkungan kerja,
pekerjaan yang menarik, dan lain-lain.

9
c . Tujuan Kompensasi
Pemberian kompensasi kepada para pegawai yang didasarkan pada
kinerja, memiliki tujuan (Maarif, 2004):
1) Agar mampu mendorong pencapaian kinerja, pertumbuhan, dan
pengembangan;
2) Agar mampu meningkatkan KSA (knowledge, skill, and attitude)
individu untuk pengembangan jangka panjang;
3) Agar mampu membentuk karyawan untuk berkompetisi, melakukan
pembaruan, dan meningkatkan kapabilitas kinerja.
4) Pemenuhan kebutuhan ekonomi
5) Meningkatkan produktivitas kerja
6) Memajukan organisasi/perusahaan
7) Menciptakan keseimbangan dan keadilan
Pendapat para pakar tentang tujuan pemberian kompensasi berbagai
macam, namun pada prinsipnya sama. Adapun tujuan kompensasi menurut
H. Malayu S.P. Hasibuan (2002:120) adalah sebagai berikut:
1) Ikatan kerja sama. Dengan pemberian kompensasi terjadilah ikatan
kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus
mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan
pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan
perjanjian yang disepakati.
2) Kepuasan kerja. Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial dan egoistiknya sehingga
memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3) Pengadaan efektif. Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar,
pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih
mudah.
4) Motivasi. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan
mudah memotivasi bawahannya.

10
5) Stabilitas karyawan. Dengan program kompensasi atas prinsip adil
dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif, maka stabilitas
karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6) Disiplin. Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar, maka
disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari dan mentaati
peraturan-peraturan yang berlaku.
7) Pengaruh Serikat Buruh. Dengan program kompensasi yang baik,
pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan
berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8) Pengaruh Pemerintah. Jika program kompensasi sesuai dengan
undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah
minimum), maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
Adapun menurut pendapat Susilo Martoyo (1990:101), tujuan pemberian
kompensasi adalah sebagai berikut:
1) Pemenuhan kebutuhan ekonomi. Karyawan menerima kompensasi
berupa upah, gaji atau bentuk lainnya adalah untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari atau dengan kata lain kebutuhan
ekonominya.
2) Pengkaitan kompensasi dengan produktivitas Kerja. Dalam pemberian
kompensasi yang makin baik akan mendorong karyawan bekerja
dengan makin produktif. Dengan produktivitas kerja yang tinggi,
ongkos karyawan per unit/produksi bahkan akan semakin rendah.
3) Pengakitan kompensasi dengan sukses perusahaan. Makin berani
suatu perusahaan/organisasi memberikan kompensasi yang tinggi,
makin menunjukkan betapa makin suksesnya suatu perusahaan. Sebab
pemberian kompensasi yang tinggi hanya mungkin apabila
pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu makin besar. Berarti
beruntung makin besar.
4) Pengkaitan antara keseimbangan keadilan pemberian kompensasi. Ini
berarti bahwa pemberian kompensasi yang tinggi harus dihubungkan
atau diperbandingkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh

11
karyawan yang bersangkutan pada jabatan dan kompensasi yang
tinggi tersebut. Sehingga ada keseimbangan antara “input” (syarat-
syarat) dan “Output” (tingginya kompensasi yang diberikan).
Agar tujuan-tujuan di atas dapat tercapai, maka pemberian kompensasi
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui pengadministrasian yang
tepat. Adapun tujuan administrasi kompensasi menurut Handoko
(2001:156) adalah sebagai berikut:
1) Memperoleh personalia yang qualified. Kompensasi perlu ditetapkan
cukup tinggi untuk menarik para pelamar. Karena perusahaan-
perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan
harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja.
2) Mempertahankan para karyawan yang ada sekarang. Bila tingkat
kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik
akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan
harus dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain.
3) Menjamin keadilan. Administrasi pengupahan dan penggajian
berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan atau konsistensi
internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan
tingkat kompensasi.
4) Menghargai perilaku yang diinginkan. Kompensasi hendaknya
mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang
baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung-jawab baru dan perilaku-
perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif.
5) Mengendalikan biaya-biaya. Suatu program kompensasi yang rasional
membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan
sumber daya manusianya pada tingkat biaya yang layak. Tanpa
struktur pengupahan dan penggajian sistematik, organisasi dapat
membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para
karyawannya.
6) Memenuhi peraturan-peraturan legal. Seperti aspek-aspek manajemen
personalia lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-

12
batasan legal. Program kompensasi yang baik memperhatikan
kendala-kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah
yang mengatur kompensasi karyawan.
Sebagai bagian dari manajemen sumber daya manusia (MSDM),
pemberian kompensasi bertujuan untuk:
1) Memperoleh pegawai yang memenuhi persyaratan
Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang
memenuhi persyaratan (qualified) dapat dilakukan dengan pemberian
sistem kompensasi. Sistem kompensasi yang baik merupakan faktor
penarik masuknya karyawan qualified. Sebaliknya, sistem kompensasi
yang buruk dapat mengakibatkan keluarnya karyawan yang qualified
dari suatu organisasi. Sebagai contoh, eksodus secara besar-besaran
karyawan dari perusahaan A ke perusahaan B merupakan indikasi
lebih baiknya sistem kompensasi yang ada pada perusahaan B
daripada perusahaan A.
2) Mempertahankan pegawai yang ada
Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga
menunjukkan betapa besarnya peranan kompensasi dalam
mempertahankan karyawan yang qualified. Sistem kompensasi yang
kurang baik dengan iklim usaha yang kompetitif dapat menyulitkan
organisasi/perusahaan dalam mempertahankan karyawannya yang
qualified.
3) Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin
keadilan. Dalam arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan
untuk hasil karya atau prestasi kerja yang diberikan pada organisasi.
4) Menghargai perilaku yang diinginkan
Besar kecilnya pemberan kompensasi juga menunjukkan penghargaan
organisasi terhadap perilaku karyawan yang diinginkan. Bila
karyawan berperilaku sesuai dengan harapan organisasi, maka
penilaian kinerja yang diberikan akan lebih baik daripada karyawan

13
yang berperilaku kurang sesuai dengan harapan organisasi. Pemberian
nilai kinerja yang baik diiringi dengan pemberian kompensasi yang
baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan bahwa perilakunya
dinilai dan dihargai sehingga karywan akan selalu berusaha
memperbaiki perilakunya.
5) Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang
berprestasi akan memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang,
kerja karyawan yang lebih efektif dan efisien akibat pemberian
kompensasi yang baik dapat mengendalikan biaya-biaya yang tidak
perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan biaya-biaya yang tidak
perlu akibat rendahnya produktifitas atau kurang efekif dan efisiennya
kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak perlu ini besarnya
melebihi biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan
dapat mendorong karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien
serta efektif dalam bekerja sehingga organisasi dapat memperkecil
atau mengendalikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan
memperbesar pemasukannya.
6) Memenuhi peraturan-peraturan legal
Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi
peraturan-peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR),
Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),
Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya.

B. Sistem Penggajian PNS


1. Perkembangan Penggajian PNS
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, pemerintah telah menggunakan
beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penggajian
PNS. Perkembangan penggajian Pegawai Negeri Sipil berdasarkan beberapa
peraturan perundang-undangan sebagai berikut adalah:

14
PP Nomor 21 Tahun 1948; PP Nomor 23 Tahun 1955; PP Nomor 200 Tahun
1967;
PP Nomor 12 Tahun 1967; PP Nomor 7 Tahun 1977; PP Nomor 15 Tahun
1985; PP Nomor 51 Tahun 1992; PP Nomor 15 Tahun 1993; PP Nomor 6
Tahun 1997; PP Nomor 26 Tahun 2001; PP Nomor 11 Tahun 2003; PP Nomor
66 Tahun 2005; PP Nomor 10 Tahun 2007; PP Nomor 10 Tahun 2008; PP
Nomor 8 Tahun 2009; PP Nomor 25 Tahun 2010, PP Nomor 11 Tahun 2011,
PP Nomor 15 Tahun 2012, dan PP Nomor 22 Tahun 2013.
Secara garis besar terdapat perubahan dan perbedaan antara satu kebijakan
dengan kebijakan sesudahnya, meski sejak tahun 1977 hingga saat ini
diberlakukannya PP 22 tahun 2013 perubahan hanya dilaksanakan pada daftar
gaji yang menjadi lampiran PP. Dari PP Nomor 21 Tahun 1948 hingga PP
Nomor 22 Tahun 2013, pemberian gaji tidak didasarkan pada bobot jabatan
sehingga penerimaan gaji pegawai sebagai kompensasi belum dirasakan
sebagai suatu imbalan yang adil secara internal (internal equity). Menyadari
hal itu, BKN pada tahun 2003 telah mengeluarkan suatu Keputusan Kepala
BKN tentang Pedoman Pelaksanaan Evaluasi Jabatan yang salah satu
tujuannnya adalah guna memperbaiki sistem penggajian PNS berdasarkan
bobot jabatan (Lihat KepKa BKN Nomor 46B Tahun 2003). Pada lingkup
BKN, telah dilakukan evaluasi jabatan berdasarkan KepKa BKN Nomor 46B
Tahun 2003 dan pada tahun 2004 telah pula disusun gaji berdasarkan bobot
jabatan tersebut (Adhi Dkk, 2004).
2. Kebijakan Penggajian PNS
Kebijakan baru untuk Pegawai Negeri Sipil terhitung sejak tanggal 1 Januari
2014, pemerintah akan menerapkan penilaian berbasis prestasi kerja. Nilai itu
akan mempengaruhi total gaji yang akan dibawa pulang ke rumah oleh setiap
PNS. Kebijakan baru ini merunut pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2011, penilaian prestasi kerja PNS adalah suatu proses
penilaian secara sistematis oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja dan
perilaku kerja pegawai. Sementara itu, prestasi kerja yang dimaksud adalah

15
hasil kerja yang dicapai PNS pada satuan organisasi sesuai sasaran kerja
pegawai dan perilaku kerja. Sasaran kerja pegawai itu adalah rencana kerja dan
target yang akan dicapai seorang PNS.
Penilaian prestasi kerja PNS itu bertujuan untuk menjamin objektivitas
pembinaan pegawai. Upaya itu dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan
sistem karier yang terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja.
Kebijakan tingkat gaji yang sehat diharapkan mencapai tiga tujuan yaitu
sebagai berikut:
a. memikat suplai tenaga kerja yang memadai;
b. mempertahankan pegawai saat ini tetap puas dengan tingkat kompensasi
mereka;
c. menghindari terjadinya tingkat perputaran karyawan yang mahal. Tujuan-
tujuan ini adalah esensial untuk efektifitas organisasional. Struktur gaji
(salary structure) adalah hubungan gaji dalam pengelompokan tertentu.
Penyusunan struktur gaji melibatkan suatu perbandingan pekerjaan-
pekerjaan di dalam suatu organisasi.

C. Penggajian PNS
Menurut Wamen PAN-RB, Eko Prasojo, sistem penggajian PNS yang
dianut saat ini bermacam-macam. Ada sistem penggajian berbasis kinerja dan
posisi jabatan. Sistem penggajian berbasis posisi jabatan itu mencerminkan beban
pekerjaan, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan. Selanjutnya, terdapat sistem
penggajian berbasis personal berdasarkan kualifikasi pegawai, gelar akademik, dan
sertifikasi kompetensi yang dimiliki.
1. Pengertian Gaji
Gaji adalah salah satu hal yang penting bagi setiap pegawai yang bekerja dalam
suatu organisasi, karena dengan gaji yang diperoleh seseorang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hasibuan (2002:118) menyatakan bahwa “Gaji adalah
balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta
mempunyai jaminan yang pasti”. Pendapat lain dikemukakan oleh Handoko
(1993:218), “Gaji adalah pemberian pembayaran finansial kepada karyawan

16
sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivasi
pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang” . Selain pernyataan Hasibuan
dan Handoko, ada pernyataan lainnya mengenai gaji dari Hariandja (2002),
yaitu Gaji merupakan salah satu unsur yang penting yang dapat mempengaruhi
kinerja karyawan, sebab gaji adalah alat untuk memenuhi berbagai kebutuhan
pegawai, sehingga dengan gaji yang diberikan pegawai akan termotivasi untuk
bekerja lebih giat. Teori yang lain dikemukakan oleh Sastro Hadiwiryo (1998),
yaitu : gaji dapat berperan dalam meningkatkan motivasi karyawan untuk
bekerja lebih efektif, meningkatkan kinerja, meningkatkan produktivitas dalam
perusahaan, serta mengimbangi kekurangan dan keterlibatan komitmen yang
menjadi ciri angkatan kerja masa kini. Perusahaan yang tergolong modern, saat
ini banyak mengaitkan gaji dengan kinerja. Pernyataan di atas juga didukung
oleh pendapat Mathis dan Lackson (2002:165), “Gaji adalah suatu bentuk
kompensasi yang dikaitkan dengan kinerja individu, kelompok ataupun kinerja
organisasi”.
Menurut Amstrong dan Murlis gaji adalah bayaran pokok yang diterima oleh
seseorang, tidak termasuk unsur-unsur variabel dan tunjangan lainnya.
Sedangkan Dessler mengatakan gaji adalah uang atau sesuatu yang diberikan
kepada pegawai atas dasar waktu pelaksanaan pekerjaan berupa minggu, bulan
atau tahun dan bukan menurut jam atau hari. Gaji/upah merupakan imbalan
yang diberikan secara tetap kepada karyawan. Terdapat beberapa pendapat
mengenai gaji/upah. Sikula (1981:89) mengatakan istilah remuneration (sistem
penggajian) mengandung pengertian sesuatu penghargaan (reward),
pembayaran (payment), atau penggantian biaya (reimbursement) sebagai
imbalan kerja atau balas jasa. Remuneration lazimnya berupa upah (wages)
atau gaji (salary). Upah lazim digunakan bagi para pekerja, sedangkan gaji
digunakan bagi para pegawai/ pejabat.
Secara normatife pengertian gaji tercantum dalam Pasal 7 Bab II UU Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menyebutkan
bahwa: 1) setiap Pegawai Negeri (PNS, Anggota TNI, dan POLRI) berhak

17
memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawabnya. 2) gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu
memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. 3) gaji Pegawai Negeri
yang adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (PP). Dalam penjelasan UU yang sama, diterangkan
bahwa: 1) yang dimaksud gaji yang adil dan layak adalah bahwa gaji PNS
harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga PNS dapat
memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan
tugas yang dipercayakan kepadanya; 2) pengaturan gaji PNS yang adil
dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan baik antar PNS
maupun antara PNS dengan swasta. Adapun gaji yang layak dimaksudkan
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong
produktivitas dan kreativitas PNS.
Menurut Komaruddin (1995:164) fungsi gaji bukan hanya membantu manajer
personalia dalam menentukan gaji yang adil dan layak saja, tetapi masih ada
fungsi-fungsi yang lain, yaitu : 1. Untuk menarik pekerja yang mempunyai
kemampuan ke dalam organisasi, 2. Untuk mendorong pekerja agar
menunjukkan prestasi yang tinggi, dan 3. untuk memelihara prestasi pekerja
selama periode yang panjang. Menurut Hasibuan (2002) tujuan penggajian,
antara lain:
a. Ikatan kerja sama. Dengan pemberian gaji terjalinlah ikatan kerja sama
formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan
tugas - tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib
membayar gaji sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
b. Kepuasan kerja. Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi
kebutuhan - kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga
memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
c. Pengadaan efektif. Jika program gaji ditetapkan cukup besar, pengadaan
karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
d. Motivasi. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah
memotivasi bawahannya.

18
e. Stabilitas karyawan. Dengan program program kompensasi atas prinsip
adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas
karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil.
f. Disiplin. Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin
karyawan semakin baik. Karyawan akan menyadari serta mentaati
peraturan - peraturan yang berlaku.
g. Pengaruh serikat buruh. Dengan program kompensasi yang baik pengaruh
serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada
pekerjaannya.
h. Pengaruh pemerintah. Jika program gaji sesuai dengan undang - undang
yang berlaku (seperti batas gaji minimum) maka intervensi pemerintah
dapat dihindarkan.
2. Sistem Penggajian PNS
Sistem penggajian PNS merupakan salah satu never ending story dalam
manajemen kepegawaian. Bahkan sistem penggajian dengan basis kinerja yang
sekarang akrab dengan istilah remunerasi memunculkan solusi baru tetapi
tidak menyelesaikan permasalahan klasik sistem penggajian PNS. Strategi re-
design meliputi Pencapaian Keadilan Internal, Keadilan Eksternal, Pencapaian
Kelayakan Gaji PNS, Ketersediaan Anggaran dan strategi Kebijakan Pusat dan
Derah. Yang dimaksud Keadilan Internal adalah dengan mempertimbangkan
analisis jabatan dan evaluasi jabatan yang pada akhirnya akan menghasilkan
harga jabatan (job price), adapun Pencapaian Keadilan Eksternal dengan
menyesuaikan harga pasar atau swasta. Kelayakan Gaji PNS dalam konsep re-
design ini diharapkan dapat sesuai denga Kebutuhan Hidup Layak (KHL) PNS.
Oleh karenanya pemerintah menyiapkan sistem penggajian baru untuk pegawai
negeri sipil (PNS). Sistem baru itu berbasis pada beban kerja. Gaji seorang
aparat pemerintah akan diberikan berdasarkan tanggung jawab dan risiko kerja.
Pola penggajian itu akan mirip dengan yang kini diterapkan di Departemen
Keuangan. Yakni, memberikan penghargaan lebih besar kepada pegawai yang
mempunyai tugas berat sehingga akan menghapus kesan bahwa gaji PNS sama
bila berada di golongan yang sama. Jika memperhatikan Peraturan Pemerintah

19
Republik Indonesia. Nomor 22 Tahun 2013. Tentang Daftar Gaji Pokok
Pegawai Negeri Sipil rasio perbedaan gaji PNS golongan IA (terendah) dengan
PNS golongan IVE (tertinggi) hanya 1 : 3. Setelah peraturan pemerintah (PP)
soal remunerasi gaji baru nanti dikeluarkan, rasio itu bisa berubah hingga 1 :
12. Kenaikan gaji akan didasarkan pada bobot tanggung jawab atau jabatan
masing-masing, bukan golongan kepangkatan.
Untuk mendapatkan peningkatan gaji, tiap-tiap daerah harus memenuhi
beberapa persyaratan. Misalnya, job description yang jelas dari masing-masing
PNS harus dipenuhi agar bisa mendapatkan besaran gaji yang sesuai, gaji yang
diterima masing-masing PNS tidak lagi didasarkan pada golongan kepangkatan
dan masa kerja, tapi lebih pada bobot tanggung jawab, risiko, dan tingkat
kesulitan kerja. Penataan gaji merupakan salah satu fokus utama dalam
reformasi birokrasi karena sistem penggajian PNS yang diterapkan selama ini
tidak sejalan dengan acuan teori penggajian yang berlaku. Dalam literatur
manajemen SDM yang dianut oleh banyak negara, skala penggajian yang baik
dan mampu memacu prestasi kerja adalah yang memiliki rasio 120 antara gaji
terendah dan gaji tertinggi. Pada masa awal republik ini, sistem penggajian
PNS menggunakan skala seperti itu. Namun, skala yang digunakan sekarang,
yang dikenal dengan Peraturan Gaji Pegawai Sipil (PGPS) telah menyimpang
dari teori penggajian.
Skala penggajian yang kita terapkan mungkin merupakan sistem penggajian
yang paling kompleks di dunia sebab menggunakan skala gabungan dan rasio
antara gaji pokok tertinggi dan terendah yang terlalu tipis. Dalam PGPS,
berdasarkan PP No. 22 Tahun 2013 tentang Peraturan Gaji PNS dikenal gaji
pokok terendah sebesar Rp 1.323.000 (Gol. I/a dengan masa kerja 0 tahun) dan
gaji tertinggi Rp 5.002.000 (Gol. IV/e dengan masa kerja 0 tahun).Selain itu,
ada tunjangan fungsional dan tunjangan struktural untuk para pejabat eselon IV
sampai eselon I. Oleh karena itu, sistem penggajian seperti ini disebut sebagai
sistem yang menggunakan skala gabungan. Sistem penggajian dengan skala
gabungan tersebut ternyata tidak menjamin tingkat kesejahteraan yang mampu
mendukung kinerja PNS. Total penerimaan PNS sangat rendah, jauh di bawah

20
gaji dan tunjangan yang diterima oleh para pegawai BUMN dan anggota
legislatif.
Tingkat kesejahteraan PNS yang memprihatinkan ini sangat memengaruhi
kinerja dan perilaku PNS. Persoalan sesungguhnya terletak pada tidak
seimbangnya antara kebutuhan yang harus dikeluarkan oleh seorang PNS,
dengan gaji yang diterima. Jika mengikuti logika kehidupan eksisten minimum,
gaji seorang PNS terendah sebesar Rp 1.323.000, hanya dapat hidup setengah
bulan. Kenaikan gaji yang selama ini dilakukan secara bertahap dengan
persentase dibawah 15 (lima belas) persen tidak merupakan solusi cerdas bagi
kecukupan PNS untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama sebulan.
Berdasarkan ketentuan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian pada prinsipnya menganut sistem merit, tetapi dalam pengaturan
dan praktiknya, penggajian PNS di Indonesia masih belum mencerminkan hal
tersebut. Hal itu dapat dilihat antara lain dari pelbagai persoalan yang
menyangkut sistem penggajian di Indonesia. Gaji pokok tidak didasarkan pada
standar kompetensi sebab klasifikasi jabatan masih belum didasarkan pada
standar kompetensi seseorang. Di sisi lain, jenis tunjangan sangat banyak,
tetapi tidak memperhatikan tugas, wewenang dan tanggungjawab, serta prinsip-
prinsip keadilan. Bahkan, total tunjangan yang diberikan lebih besar dari gaji
yang diterima PNS. Banyaknya tunjangan dan jenis-jenis tunjangan yang
beragam ini pada akhirnya menyulitkan pengukuran berapa besarnya take
home pay seorang PNS. Jika ditambahkan dengan persoalan "pekerjaan
projek", besarnya tunjangan yang diterima PNS semakin sulit diukur dan
semakin tidak transparan. Sumber-sumber pembiayaan gaji pun sangat
beragam sehingga income seseorang dalam jabatan negara tidak transparan.
Suatu harapan terjadi perbaikan yang signifikat permasalahan gaji dengan
digantinya UU No. 43 Tahun 1999 oleh UU No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 79, bahwa
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta
menjamin kesejahteraan PNS, dan dibayarkan sesuai dengan beban kerja,
tanggungjawab, dan resiko pekerjaan serta pelaksanaannya dilakukan

21
secara bertahap. Karena pada saat ini besarnya gaji yang diterima oleh PNS
hanya berkisar 20-30 persen dari take home pay yang diterima oleh seorang
PNS. Ini pula yang menyebabkan terjadinya praktik pemberian suap dan
gratifikasi dalam pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan. Hal
lain yang turut mewarnai karut-marut-nya sistem penggajian PNS di Indonesia
adalah koneksi sistem penggajian dengan sistem penilaian kinerja. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa gaji PNS di Indonesia dibayarkan secara sama
tanpa memperhatikan kinerja yang dilakukan.
Oleh karena itu, berdasarkan pandangan Hans A.G.M. Bekke dan Frits M. van
der Meer dalam bukunya Civil Service System in Western Europe, reformasi
penggajian harus berdasar pada "individual worker based, training,
competency, experience, productivity, or some other attribute". Jenjang
penggajian bagi PNS dengan demikian harus berdasar pada kinerja seseorang,
training yang sudah diikuti, kompetensi yang dimiliki, pengalaman,
produktivitas, dan beberapa atribut penting. Menaikkan gaji tanpa
memperhatikan faktor-faktor tersebut tidak akan efektif bagi peningkatan
kinerja birokrasi secara keseluruhan. Bahkan sebaliknya, gaji yang dinaikkan
hanya akan menyebabkan inefisiensi. Pada sisi lain, Bekke dan Meer juga
mengingatkan agar paritas antara gaji swasta dan negeri untuk beban kerja
yang kurang lebih sama tidak boleh terlalu tinggi. Alasannya, hal itu akan
menyebabkan terjadinya interaksi ekonomi-politik antara pegawai yang bekerja
di sektor publik dan pegawai di sektor privat. Demikian juga, harus
dimungkinkan perbedaan besarnya gaji antara individu dan kelompok-
kelompok kerja di dalam satu instansi.
Untuk mengefektifkan gaji yang diterima dengan kinerja yang diperoleh, perlu
diatur secara terperinci pengaruh reward terhadap kinerja. Dalam pengertian
ini, harus dimungkinkan disinsentif bagi penurunan kinerja. Terkait dengan
jumlah besaran gaji yang harus dinaikkan. Upaya yang dilakukan selama ini
dengan cicilan kenaikan sebesar 10 persen sampai dengan 15 persen, tidak
memiliki dampak yang besar bagi peningkatan kinerja. Alasannya, kenaikan
dengan cicilan tersebut serta-merta diikuti dengan kenaikan inflasi, di samping

22
juga tidak memenuhi unsur kecukupan dan kebutuhan minimal. Mestinya,
kenaikan gaji PNS dilakukan dengan menghitung jumlah besaran eksisten
minimum kehidupan layak seorang PNS dengan memperhatikan jabatan,
kompetensi, kinerja, jumlah keluarga, tingkat inflasi, dan faktor-faktor lain
yang dianggap berpengaruh.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem penggajian adalah
seperangkat unsur yang saling berkaitan dan membentuk totalitas yang
menentukan pemberian imbalan atas hasil kerja seseorang. Pada saat ini masih
diberlakukan sistem penggajian dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. sistem
penggajian skala tunggal; 2. sistem penggajian skala ganda; dan 3. sistem
penggajian gabungan.
a. Sistem Skala Tunggal
Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang
sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang
memperhatikan sifat pekerjaaan yang dilakukan dan beratnya tanggung
jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan itu.

Tabel 2.1
Pangkat, Golongan, dan Ruang Pegawai Negeri Sipil
No
Pangkat Golongan uang
Urut
1 Juru Muda I A
2 Juru Muda Tingkat I I B
3 Juru I C
4 Juru Tingkat I I D
5 Pengatur Muda II A
6 Pengatur Muda Tingkat I II B
7 Pengatur II C
8 Pengatur Tingkat I II D
9 Penata Muda III A
10 Penata Muda Tingkat I III B

23
11 Penata III C
12 Penata Tingkat I III D
13 Pembina IV A
14 Pembina Tingkat I IV B
15 Pembina Utama Muda IV C
16 Pembina Utama Madya IV D
17 Pembina Utama IV E

b. Sistem Skala Ganda


Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya
gaji yang bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada
sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya
tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan itu.
Jadi sistem penggajian skala ganda mempraktikkan pemberian gaji
berdasarkan 1). pangkat karyawan yang bersangkutan; 2). sifat pekerjaan
yang dilakukan; 3). prestasi kerja yang dicapai; serta 4). berat ringannya
tanggung jawab yang dipikul.
c. Sistem Skala Gabungan
Sedangkan yang dimaksud sistem skala gabungan adalah perpaduan antara
sistem skala tunggal dan skala ganda. Dalam sistem ini gaji pokok
ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, di samping
itu diberikan tunjangan kepada pegawai yang memikul tanggung jawab
yang berat, mencapai prestasi yang tinggi atau melakukan pekerjaan
tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan
tenaga secara terus menerus. Dua hal yang perlu digaris bawahi bahwa,
sistem skala ganda dan gabunganahwa hanya mungkin dapat dilaksanakan
dengan memuaskan apabila sudah ada analisa, klasifikasi, dan evaluasi
jabatan/ pekerjaan yang lengkap.
Dalam implementasinya, kebijakan penggajian sampai sekarang (PP
Nomor 22 Tahun 2013) masih menggunakan sistem skala tunggal, yaitu
memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama

24
dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaaan yang dilakukan
dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan
itu. Bagaimana dengan skala ganda ? Jika ada yang berpendapat bahwa
pemerintah telah menggunakan sistem skala ganda karena dalam
menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga
didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang
dicapai, dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan
pekerjaan itu, hal tersebut masih dapat diperdebatkan. Pemberian
tunjangan isteri/suami, tunjangan anak, tunjangan pangan, tunjangan
pengabdian, tunjangan jabatan struktural, dan tunjangan fungsional yang
ada saat ini belum mencerminkan pengukuran dan dan balas jasa yang
cermat terdahap sifat pekerjaan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya
tanggung jawab.
Maka dengan demikian sistem penggajian gabungan yaitu merupakan
kombinasi dari sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Pemberian
gaji didasarkan pada syarat-syarat 1) pegawai yang mempunyai pangkat
sama mendapat gaji pokok yang sama; 2) diberikan tunjangan khusus
kepada pegawai yang memikul tanggung jawab yang berat; mencapai
prestasi yang tinggi; dan sifat pekerjaan memerlukan pemusatan pemikiran
dan pengerahan tenaga.
3. Gaji Adil Dan Layak
Dalam UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN Pasal Pasal 79 Ayat (1)
dinyatakan, bahwa Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. . Pengertian gaji yang adil
dan layak adalah gaji yang mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga PNS,
sehingga mereka dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya
untuk melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pemberian gaji PNS
yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan baik antar
PNS maupun antara PNS dengan swasta. Adapun gaji yang layak dimaksudkan
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produk-
tivitas dan kreativitas PNS.

25
Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pegawai/pekerja lajang untuk
dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1
(satu) bulan. Untuk dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat
mendorong produktivitas dan kretivitas pegawai, maka perlu ditinjau seberapa
besar kebutuhan untuk hidup layak tersebut. Besarnya kebutuhan hidup layak
(KHL) dapat di lihat dari komponen yang digunakan untuk menghitung KHL
tersebut. Komponen KHL, terdiri atas (Simbolon, 2004): Makanan dan
Minuman, Sandang, Perumahan, Pendidikan, Kesehatan, Transportasi dan
Kemasyarakatan, Rekreasi dan Tabungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya
Aparatur Lembaga Administrasi Negara pada tahun 2008 dengan judul
Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil di Indonesia difokuskan untuk
menghasilkan satu sistem penggajian PNS yang lebih baik. Dari hasil
analisis yang dilakukan oleh Tim Peneliti diidentifikasi beberapa
permasalahan yang terkait dengan sistem pensiun atau purna tugas.
Permasalahan tersebut antara lain adalah : (1) banyaknya instansi yang
terlibat dalam pengelolaan dana pensiun dan jaminan sosial Pegawai
Negeri di Indonesia, yait: PT TASPEN, PT ASKES dan Bapertarum
berdampak pelayanan kesejahteraan purna tugas PNS di Indonesia tidak
maksimal; (2) sistem dan program-program kesejahteraan purna tugas yang
dikeluarkan Pemerintah untuk memberikan ketenangan dalam bekerja dan
memacu produktivitas PNS ternyata belum memberikan dampak yang
signifikan; (3) pemerintah belum menunjukkan komitmennya sebagai
pemberi kerja dalam hal sharing iuran program purna tugas. Saat ini
Pemerintah baru memberikan kewajibannya untuk iuran dana kesehatan
saja sementara yang lain belum sehingga pengelolaannya tidak maksimal;
dan (4) sistem yang diberlakukan, yaitu sistem pay as you go terbukti
membebani anggaran negara. Bahkan disinyalir pada tahun 2014, PT
TASPEN akan kehabisan dana untuk membayar pensiun PNS.

26
Berdasarkan landasan teoritis dan kebijakan yang dikembangkan dalam
kajian ini, Tim Peneliti memberikan beberapa saran yang diharapkan
bisa memberikan secercah harapan bagi PNS. Saran tersebut adalah:
(1) mengembangkan sistem penggajian PNS yang didasarkan pada empat
prinsip, yaitu : pay for position, pay for person, pay for living cost dan pay for
performance. Pay for position, dilakukan dengan menyusun job grading,
yaitu memberikan harga, nilai atau bobot bagi jabatan-jabatan yang ada
didalam struktur kepegawaian PNS. Pay for person untuk menghargai
kemampuan atau kompetensi yang berbeda-beda dari pegawai. Pay for
living cost supaya jumlah nominal gaji yang diterima bisa memenuhi
kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya. Pay for performance untuk
menghargai pegawai-pegawai yang mampu bekerja bagus dan
membedakannya dengan pegawai-pegawai yang lain; (2) untuk bisa
menerapkan sistem tersebut perlu didukung dengan kegiatan : analisa
jabatan dan evaluasi jabatan untuk menghasilkan job grading dan job
pricing semua jabatan dalam struktur PNS, fit and proper test untuk
memotret kompetensi yang dimiliki pegawai untuk penempatannya dalam
posisi-posisi tertentu, adanya instrumen performance appraisal yang mampu
mengukur dan menilai kinerja nyata pegawai, perhitungan indek KHL yang
bagus sehingga mencerminkan kebutuhan nyata manusia di Indonesia di
masing-masing daerah, adanya dukungan anggaran yang memadai dan
terakhir adanya perubahan paradigma, mindset, budaya dan perilaku PNS
dalam bekerja; (3) penghapusan eselon, pangkat, golongan/ruang, jabatan,
masa kerja, pendidikan dan variabelvariabel lain yang selama ini dikaitkan
dengan penetapan gaji PNS dan digantikan dengan variabel baru sesuai
sistem yang baru. Demikian pula dengan pemberian honorarium atau
berbagai bentuk pemberian uang tambahan diluar gaji dihapuskan, gaji
yang diterima oleh PNS hanya terdiri pay for position, pay for person, pay
for living cost dan pay for performance; dan (4) terkait dengan pengelolaan
dana purna tugas atau pensiun dan jaminan sosial, perlu penerapan sistem
fully funded dengan terlebih dahulu mengefektifkan sistem sharing position

27
antara PNS dan pemerintah supaya beban anggaran negara tidak berat.
Menetapkan PT TASPEN sebagai pengelola tunggal dana purna tugas dan
jaminan sosial PNS yang mengelola secara mandiri dan sentralistis. Dalam
melaksanakan tugas ini maka PT TASPEN dapat menjalin kerjasama
dengan instansi lain yang terlibat. Dan dana yang terkumpul dari iuran
peserta dikelola oleh PT TASPEN sehingga bisa menghasilkan laba dan
deviden yang sepenuhnya digunakan untuk para pensiunan.
4. Tata Cara Pembayaran dan Penghentian Pembayaran Gaji PNS
a. Tata cara pembayaran Gaji PNS
Contoh berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Nomor SE 114 PB12012 Tentang Petunjuk Teknis Pembayaran GAM
Induk, Belanja
Pensun, Dan Penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) Bulan Januari 2013
Pembayaran gaji induk bulan Januari 2013 dilaksanakan dengan tata cara
sebagai berikut:
1) Sebelum mencetak daftar gaji, Petugas Pengelolaan Administrasi
Belanja Pegawai (PPABP) wajib melakukan perekaman pada aplikasi
GPP atas elemen data setiap dokumen sumber yang berakibat pada
perubahan/mutasi data kepegawaian.
2) PPABP wajib memastikan kebenaran dan keabsahan dokumen
sumber yang direkam ke dalam aplikasi GPP.
3) PPABP menyampaikan daftar gaji, Arsip Data komputer (ADK)
Perubahan Data Pegawai, ADK Belanja Pegawai, Surat setoran Pajak
(SSP), Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen pendukungnya
kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk diteliti dan
dibuatkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Pejabat
Penandatangan SPM (PPSPM).
b. Penghentian Pembayaran Gaji PNS
Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) adalah Surat
Keterangan tentang penghentian pembayaran gaji terhitung mulai bulan
dihentikan pembayarannya yang dibuat/dikeluarkan oleh Kuasa Pengguna

28
Anggaran atas pegawai yang pindah atau pensiun berdasarkan surat
keputusan yang diterbitkan oleh Kementerian Negara/Lembaga atau satker
dan disahkan oleh KPPN setempat bahwa record pegawai tersebut dalam
database pegawai telah dipindahkan ke dalam tabel pegawai nonaktif.
Karena pembuatan daftar gaji dilakukan menggunakan Aplikasi GPP
Satker, maka pembuatan SKPP juga wajib menggunakan Aplikasi GPP
Satker agar secara otomatis pegawai pindah/pensiun tersebut dikeluarkan
dari daftar gaji dan masuk ke dalam tabel pegawai nonaktif.
SKPP diterbitkan dengan tujuan agar pegawai yang pindah dapat
dilanjutkan pembayaran gajinya oleh satker di tempat kerja yang baru, atau
dibayarkan pensiunnya oleh PT Taspen bagi pegawai yang memasuki
masa pensiun. Pada SKPP, selain dicantumkan perincian gaji bulan
terakhir yang telah dibayar, juga dicantumkan utang-utang kepada negara
dari pegawai yang bersangkutan bila ada. Sebelum berlakunya Peraturan
Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005, SKPP diterbitkan oleh
KPKN atas dasar permintaan dari satker.
Dasar Hukum Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-37/PB/2009
tanggal 12 Agustus 2009 Tentang Petunjuk Teknis Pengalihan Pengelolaan
Administrasi Belanja PNS Pusat Kepada Satuan Kerja Kementerian
Negara/Lembaga pasal 15
Jenis-jenis SKPP
1) SKPP pindah, untuk:
a) Pegawai yang pindah ke satker lain, baik yang mengakibatkan
perubahan KPPN pembayar maupun tetap dalam wilayah
pembayaran KPPN yang sama;
b) Pegawai yang pindah ke/dari luar negeri;
c) Pegawai yang diperbantukan/pindah ke daerah otonom;
2) Siswa ikatan dinas yang diangkat menjadi pegawai; atau
Pegawai yang dipindah dari suatu kementerian/lembaga ke
kementerian/lembaga lain.

29
3) SKPP pensiun, untuk:
a) Pegawai yang diberhentikan dengan hormat yang mendapat hak
pensiun atau menerima uang tunggu;
b) Pegawai yang meninggal dunia;
Syarat-syarat Penerbitan SKPP
1) Surat keputusan mutasi/pindah, pensiun, pensiun janda/duda, uang
tunggu, atau pengangkatan pegawai bagi mantan siswa ikatan dinas;
2) Berita Acara Serah Terima Jabatan bagi yang memangku jabatan.
Prosedur Penerbitan SKPP
SKPP pindah diterbitkan rangkap empat dengan penjelasan:
1) Lembar I untuk pegawai yang bersangkutan, untuk dilampirkan pada
saat pengajuan gaji pertama kali di satker yang baru;
2) Lembar II untuk satker yang baru, dilampiri dosir kepegawaian dan
ADK pegawai pindah;
3) Lembar III untuk KPPN asal sebagai pertinggal (arsip);
4) Lembar IV untuk pertinggal satker lama.
Apabila SKPP pindah hilang setelah diterbitkan, maka SKPP pindah
diterbitkan ulang dan KPPN asal mengirimkan surat edaran pemberitahuan
kepada semua KPPN di Indonesia. Hal ini untuk mencegah SKPP yang
hilang (apabila ditemukan) disalahgunakan untuk permintaan gaji di KPPN
lain.
SKPP pensiun diterbitkan rangkap lima dengan penjelasan:
1) Lembar I dan II untuk PT Taspen bagi PNS atau PT Asabri (Persero)
bagi anggota TNI/Polri;
2) Lembar III untuk pegawai yang bersangkutan;
3) Lembar IV untuk KPPN sebagai pertinggal;
4) Lembar V untuk satker lama.
Baik SKPP pindah maupun SKPP pensiun dikirim oleh satker asal sesuai
dengan peruntukannya setelah diberi keterangan oleh Kepala Seksi
Pencairan Dana KPPN asal bahwa data pegawai pindah/pensiun telah
dinonaktifkan dari database pegawai satker tersebut pada KPPN asal.

30
Pengajuan SKPP dilampiri salinan SK Mutasi atau SK Pensiun yang telah
dilegalisasi dan cetakan kartu pegawai dari aplikasi GPP. Sedangkan hak
PNS yang diberhentikan sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 4 Tahun 1966 Tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara
Pegawai Negeri Sipil, Pasal 4 menyebutkan (1) Kepada seorang pegawai
Negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat
(1) peraturan ini:
a. jika terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa ia
telah melakukan pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai
bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar
50% (lima puluh perseratus) dari gaji pokok yang diterimanya
terakhir.
b. jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas tentang telah
dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai
bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari gaji pokok yang
diterimanya terakhir.
(2) Kepada seorang pegawai Negeri yang dikenakan pemberhentian
sementara menurut pasal 2 ayat (2) peraturan ini mulai bulan
berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75% (tujuh
puluh lima perseratus) dari gaji-pokok yang diterimanya terakhir.

D. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman saudara mengenai pembahasan di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1 . Berikan analisis saudara terhadap pemahaman bahwa sistem kompensasi juga
berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam membentuk perilaku dan
mempengaruhi kinerja organisasi !
2 . Jelaskan menurut analisis Saudara, pendapat Hasibuan yang menyatakan
bahwa gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan
tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Juga pendapat yang dikemukakan

31
oleh Handoko, gaji adalah pemberian pembayaran finansial kepada karyawan
sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivasi
pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang .
3 . Jelaskan menurut analisis Saudara dari 3 (tiga) jenis sistem penggajian mana
yang lebih tepat menjamin kesejahteraan dan kinerja PNS !
Petunjuk Jawaban Latihan !
Untuk menjawab soal latihan ini, cobalah Saudara pahami dan kaji uraian sistem
penggajian PNS dalam uraian pembahasan Bab II ini.

E. Rangkuman
1 . Bernardin dan Russel (1993) menempatkan pembahasan kompensasi dalam
satu bab tersendiri (chapter 11) dalam buku yang mereka tulis Human
Resources Management: An Experiential Approach. Pembahasan kompensasi
dalam buku tersebut disejajarkan dengan unsur Human Resources Management
yang lain, seperti: job analysis; human resource planning and recruitmen;
organizational training; career development; performance appraisal; dan
strategies for improving quality, productivity, and quality of work life.
2 . Dessler (1984) mengemukakan bahwa kompensasi adalah semua bentuk
imbalan atau ganjaran yang mengalir kepada pegawai dan timbul dari
kepegawaian mereka. Henrinci (1980) tidak memberikan definisi spesifik
terhadap kompensasi, namun menurutnya ada beberapa unsur yang biasanya
tercakup dalam kebijakan kompensasi, yaitu: 1) tingkat pengangkatan; 2)
perbandingan level dengan perusahaan lain; 3) keluasan jajaran gaji; 3) dasar
kenaikan gaji, seperti: jasa, masa kerja, usia, jenjang jabatan, kenaikan gaji
terakhir, persentase, waktu, kenaikan pasar, senoritas, dan umum vs
perseorangan; 4) promosi; 5) demosi, seperti: kena perkara, karena alasan
perusahaan, dan pribadi; 6) pemindahan; 7) pengecualian; 8) instruksi dalam
dinas; 9) lembur; 10) liburan; 11) gaji percobaan; 12) dana sakit; 13)
penugasan temporer; dan 14) tugas belajar.
3 . Pemberian kompensasi kepada para pegawai yang didasarkan pada kinerja,
memiliki tujuan (Maarif, 2004): Agar mampu mendorong pencapaian kinerja,

32
pertumbuhan, dan pengembangan; Agar mampu meningkatkan KSA
(knowledge, skill, and attitude) individu untuk pengembangan jangka panjang;
Agar mampu membentuk karyawan untuk berkompetisi, melakukan
pembaruan, dan meningkatkan kapabilitas kinerja; Pemenuhan kebutuhan
ekonomi; Meningkatkan produktivitas kerja; Memajukan
organisasi/perusahaan; dan Menciptakan keseimbangan dan keadilan.
4 . Dapat disimpulkan bahwa sistem penggajian adalah seperangkat unsur yang
saling berkaitan dan membentuk totalitas yang menentukan pemberian imbalan
atas hasil kerja seseorang. Pada saat ini masih diberlakukan sistem penggajian
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. sistem penggajian skala tunggal; 2. sistem
penggajian skala ganda; dan 3. sistem penggajian gabungan.
5 . UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN Pasal Pasal 79 Ayat (1) dinyatakan,
bahwa Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS
serta menjamin kesejahteraan PNS. . Pengertian gaji yang adil dan layak
adalah gaji yang mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga PNS, sehingga
mereka dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk
melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pemberian gaji PNS yang adil
dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan baik antar PNS
maupun antara PNS dengan swasta. Adapun gaji yang layak dimaksudkan
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produk-
tivitas dan kreativitas PNS.

33
BAB III
PENGGAJIAN BERBASIS BOBOT JABATAN

A. Gambaran Umum Sistem Penggajian Berbasis Bobot Jabatan


Berdasarkan PP No.7 Tahun 1977 tentang Gaji PNS, penghasilan sah yang
diterima seorang pegawai negeri sipil terdiri atas gaji pokok, kenaikan gaji berkala,
kenaikan gaji istimewa, tunjangan, serta honorarium. Dalam implementasinya,
sistem penggajian ini masih menyisakan beberapa permasalahan karena besaran
gaji yang diberikan dirasakan kurang memenuhi unsur kehidupan layak, gaji PNS
kurang kompetitif dan tidak memenuhi prinsip “equity”. Kondisi tersebut
memberikan efek kurang memotivasi pegawai untuk bekerja secara kompetetif
karena variabel penggajian hanya mempertimbangkan masa kerja & golongan
ruang. Selain itu, tunjangan (jabatan struktural) lebih besar dari gaji pokok sehingga
ketika seorang pegawai pensiun, maka akan terjadi penurunan penghasilan yang
sangat signifikan karena besaran pensiun didasarkan pada gaji pokok.
Untuk melakukan perbaikan, perlu penataan sistem penggajian pemberian
tunjangan dan fasilitas PNS menuju pada sistem yang adil dan layak, yang
berdasarkan tugas, tanggung jawab, beban kerja serta kinerja dengan sistem single
salary. Dalam konstruksi single salary system, pegawai hanya akan diberikan gaji
bersih. Anatomi Single salary system terdiri atas unsur jabatan, kinerja, serta grade.
Single salary system mengakumulasi berbagai jenis penghasilan dan menetapkan
komponen penghasilan menjadi satu jenis penghasilan (gaji jabatan). Sistem
penggajian PNS berbasis jabatan tidak lagi mendasarkan pangkat dan golongan
ruang, tetapi didasarkan bobot/grade jabatan (evaluasi jabatan). Penetapan besaran
gaji terendah harus mempertimbangkan standar kehidupan layak (cost of living),
besaran gaji di sektor swasta atau BUMN untuk semua jenjang jabatan setara.
Jika mengacu pada sistem remunerasi yang telah pernah diterapkan di
Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 200 tahun 1961
(PGPN-1961) yang menetapkan gaji berdasarkan harga jabatan maka struktur gaji
Pegawai Negeri seharusnya didesain berdasarkan jabatan. Didalam struktur

34
Remunerasi Pegawai Negeri tidak ada tunjangan jabatan tetapi sebenarnya
sudah termasuk didalam gaji (karena setiap jabatan mempunyai harga jabatan).
Dalam memberikan perbaikan penghasilan PNS melalui struktur remunerasi
yang harus menjadi perhatian hal-hal sebagai berikut:
1. Gaji yang diberikan berdasarkan kepada:
a. Gaji ditetapkan dengan memperhatikan peranan masing-masing PNS
dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan;
b. Dalam struktur remunerasi tidak digunakan istilah gaji pokok tetapi
gaji untuk menghindari dampak keuangan negara terhadap perubahan
uang pensiun Pegawai Negeri yang telah pensiun sebelum peraturan
tentang gaji ini berlaku dan terhadap penerapan Undang-undang nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 16 ayat (2) tentang
tunjangan profesi diberikan setara dengan 1 kali gaji pokok guru);
c. Peranan setiap jabatan tersebut diukur dengan bobot jabatan yang
dihasilkan melalui evaluasi jabatan;
d. Evaluasi jabatan dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1) Pengetahuan
2) Kebutuhan akan kontrol dan supervisi
3) Jenis dan kebutuhan akan pedoman
4) Kompleksitas
5) Ruang lingkup dan dampak
6) Hubungan interpersonal
7) Lingkungan kerja
e. Penetapan besaran gaji berdasarkan klasifikasi jabatan dan peringkat
jabatan;
f. Golongan/pangkat yang berlaku sementara waktu masih digunakan
namun untuk eselonisasi kemungkinan tidak kita gunakan lagi tetapi
diganti dengan peringkat jabatan manajerial.
2. Tunjangan biaya hidup (kemahalan) yakni meliputi hal-hal:
a. Tunjangan ini diberikan untuk kebutuhan pangan, perumahan dan
transport yang berbeda nilainya dari setiap daerah.

35
b. Besarnya tunjangan dihitung dengan memperhatikan kebutuhan tingkat
biaya hidup di masing-masing daerah;
c. Tunjangan biaya hidup untuk daerah dibebankan pada APBD masing-
masing
3. Tunjangan kinerja (insentif) terdiri dari :
a. Tunjangan prestasi diberikan pada akhir tahun;
b. Jumlahnya tergantung pada tingkat prestasi dan pencapaian
target/output yang dicapai pegawai berdasarkan hasil penilaian kinerja
tahunan;
c. Jumlah maksimum adalah 3 kali gaji.
4. Tunjangan hari raya terdiri dari :
a. Tunjangan diberikan setahun sekali dan besarnya adalah sama dengan
gaji.
b. Tunjangan diberikan kepada PNS dan CPNS yang masa kerjanya
minimal 6 bulan;
c. Tunjangan diberikan menjelang hari besar keagamaan.
5. Tunjangan kompensasi diberikan kepada :
a. PNS yang ditugaskan di daerah terpencil, daerah yang bergolak;
b. PNS yang bekerja di lingkungan yang tidak nyaman, berbahaya atau
beresiko tinggi;
c. Besarnya tunjangan ditetapkan dengan memperhatikan tingkat
ketidaknyamanan atau resiko yang dihadapi pegawai;
6. Iuran bagi pemeliharaan kesehatan PNS dan keluarganya diberikan dalam
jumlah yang minimal sama dengan yang dibayar PNS
7. Iuran bagi dana pensiun PNS dan THT dengan jumlah yang

B. Tunjangan Tambahan Penghasilan Bagi PNS Daerah


Pola pemikiran pemberian tambahan penghasilan daerah berdasarkan
kepada:
1. Pada dasarnya pegawai negeri sudah mendapatkan imbalan berdasarkan
golongan kepangkatan dan jabatan yaitu berupa gaji pokok dan tunjangan

36
jabatan. Asumsinya bahwa seorang pegawai akan mengerjakan tugas – tugas
rutin harian dan perkantoran dengan jumlah jam kerja mulai jam 07.30 sampai
dengan jam 16.00 dikurangi istirahat sholat dan makan selama 1 jam di siang
hari (sehingga total 7,5 jam sehari);
2. Apabila pegawai negeri bekerja melaksanakan tugas – tugasnya diluar jam
kerja maka dapat memperoleh uang lembur maksimal 3 jam sehari sepanjang
anggaran-nya tersedia;
3. Guna mengetahui apakah seorang pegawai sudah melaksanakan tugas – tugas
dengan beban setara 7,5 jam kerja sehari, maka dikembangkan pengukuran
beban kerja atas tugas – tugas/ aktifitas dari tiap pegawai tersebut. Tiap
aktifitas/ tugas diberikan point beban setara jam yang menunjukkan kebutuhan
waktu penyelesaian tugas rata – rata yang dapat diselesaikan oleh pegawai
(=beban kerja normal). Waktu rata – rata ini ditetapkan berdasarkan data
historis dan kuisener yang di-isi oleh sejumlah responden pegawai. Hal ini
sangat penting untuk menghindari kejadian seorang pegawai yang tidak
melaksanakan tugas apa – apa di kantor sampai melebihi jam kerja, akan tetapi
yang bersangkutan menuntut untuk mendapatkan uang lembur;
4. Jika seorang pegawai dalam satu hari melaksanakan tugas – tugas dengan
jumlah beban dibawah 7,5 setara jam, maka yang bersangkutan ada pada posisi
bekerja dibawah beban normal (underload) dan hanya berhak mendapatkan
gaji saja;
5. Apabila pegawai dalam satu hari melaksanakan tugas – tugas dengan jumlah
poin beban antara 7,5 setara jam sampai dengan 10 setara jam, maka yang
bersangkutan ada pada posisi bekerja pada beban normal (on load), dan yang
bersangkutan berhak mendapatkan tambahan honorarium kegiatan dari DPA
yang ada di SKPD. Alokasi honorarium pada kegiatan di belanja program/
belanja langsung sifatnya memang sebagai imbalan atas kinerja keluaran
(output) yang dijanjikan oleh SKPD dengan posisi para pegawainya bekerja
pada beban normal. Beban normal disini maksudnya bahwa pegawai masih
bisa diberikan beban tambahan diluar tugas rutin keseharian sebesar kurang
lebih 25% sampai dengan 30% tanpa ada penurunan kualitas hasil kerja dengan

37
asumsi pegawai dapat melakukan beberapa tugas secara bersamaan dengan
sumber kognitif berbeda sesuai “Multiple Resource Theory (MRT)”. Tugas
rutin keseharian dilaksanakan oleh pegawai dengan beban sampai dengan 7,5
setara jam, sedangkan tambahan beban 25% sampai dengan 30% dari 7,5 dapat
kuantitatif-kan menjadi poin beban sebesar 10 setara jam;
6. Selanjutnya, jika seorang pegawai ada pada posisi bekerja dengan beban kerja
melebihi normal (=apabila yang bersangkutan melaksanakan tugas – tugas
dengan jumlah poin beban melebihi 10 setara jam sehari), maka pegawai
tersebut berhak mendapatkan tambahan penghasilan;
7. Pemberian tambahan pemnghasilan bagi pegawai dapat diberikan apabila
seorang pegawai mendapatkan poin beban kerja melebihi 10 setara jam dengan
perhitungan sejumlah selisih antara poin beban kerja yang diperoleh dikurangi
poin beban 10 setara jam;
8. Nilai rupiah dari pemberian tambahan penghasilan dihitung dengan melakukan
konversi poin beban kerja menjadi rupiah.

C. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai pembahasan di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Dalam implementasinya, sistem penggajian terjadi beberapa permasalahan
karena besaran gaji yang diberikan dirasakan kurang memenuhi unsur
kehidupan layak, gaji PNS kurang kompetitif dan tidak memenuhi prinsip
“equity”. Apa Analisa saudara !
2. Sistem penggajian PNS berbasis jabatan tidak lagi mendasarkan pangkat dan
golongan ruang, tetapi didasarkan bobot/grade jabatan (evaluasi jabatan).
Bagaimana menurut pemahaman saudara ! .
3. Mengapa dengan pemberikan tunjangan kompensasi akan tetapi tidak mampu
memberikan peningkatan kinerja PNS. Bagaimana pendapat saudara !
Petunjuk Jawaban Latihan !
Untuk menjawab soal latihan ini, cobalah Saudara cermati uraian Penggajian
Berbasis Bobot Jabatan pada pembahasan Bab ini.

38
D. Rangkuman
1 . Berdasarkan PP No.7 Tahun 1977 tentang Gaji PNS, penghasilan sah yang
diterima seorang pegawai negeri sipil terdiri atas gaji pokok, kenaikan gaji
berkala, kenaikan gaji istimewa, tunjangan, serta Honorarium. Dalam
implementasinya, sistem penggajian ini masih menyisakan beberapa
permasalahan karena besaran gaji yang diberikan dirasakan kurang memenuhi
unsur kehidupan layak, gaji PNS kurang kompetitif dan tidak memenuhi
prinsip “equity”.
2 . Dalam struktur remunerasi tidak digunakan istilah gaji pokok tetapi gaji
untuk menghindari dampak keuangan negara terhadap perubahan uang
pensiun Pegawai Negeri yang telah pensiun sebelum peraturan tentang gaji
ini berlaku dan terhadap penerapan Undang-undang nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (pasal 16 ayat (2) tentang tunjangan profesi
diberikan setara dengan 1 kali gaji pokok guru).
3 . Tunjangan Biaya Hidup (kemahalan) yakni meliputi hal-hal: a). Tunjangan
ini diberikan untuk kebutuhan pangan, perumahan dan transport yang
berbeda nilainya dari setiap daerah; b). Besarnya tunjangan dihitung
dengan memperhatikan kebutuhan tingkat biaya hidup di masing-masing
daerah; c). Tunjangan biaya hidup untuk daerah dibebankan pada APBD
masing-masing.
4 . Tunjangan Kompensasi diberikan kepada: a). PNS yang ditugaskan di daerah
terpencil, daerah yang bergolak; b). PNS yang bekerja di lingkungan yang
tidak nyaman, berbahaya atau beresiko tinggi; c). Besarnya tunjangan
ditetapkan dengan memperhatikan tingkat ketidaknyamanan atau resiko
yang dihadapi pegawai.

39
BAB IV
SISTEM KESEJAHTERAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. Pengertian, Jenis Dan Tujuan Kesejahteraan Pegawai


Perspektif yang dimiliki oleh pengambil kebijakan tentang penyediaan
kesejahteraan dasar bagi pegawai beragam. Pejabat publik dalam pengambilan
keputusan tidak selalu dibekali dengan informasi secara nyata kondisi PNS yang
sesungguhnya di lapangan. Di sisi lain, ketika kesejahteraan dasar sudah merasa
dianggap tercukupi dengan gaji maupun tunjangan yang diberikan dan tidak
diperhatikannya tingkat inflasi dan laju perekonomian, pengambilan keputusan
lebih dipengaruhi oleh ketersediaan anggaran yang selalu terbatas. Akibatnya
kesejahteraan pegawai kurang diprioritaskan dibandingkan program lain yang
dijalankan oleh pemerintah.
Dalam peraturan perundang-undangan, kesejahteraan pegawai merupakan
upaya untuk meningkatkan kegairahan pegawai dalam bekerja. Selanjutnya,
diharapkan terjadi peningkatan kinerja para pegawai. Namun, kondisi sebaliknya
bisa terjadi dimana peningkatan kinerja juga bisa memberikan kesejahteraan yang
lebih baik karena prestasi kerja pegawai akan dinilai positif oleh pimpinan sehingga
memperoleh promosi atau insentif tambahan pada penghasilan. Justru yang perlu
dilakukan adalah penilaian kinerja pegawai baik sebelum maupun sesudah
peningkatan kesejahteraan dilakukan. Dengan demikian akan diketahui sejauhmana
pengaruh peningkatan kinerja dengan dengan kesehateraan maupun sebaliknya.
Kesejahteraan pegawai tidak terlepas dari kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah terhadap pegawai-pegawai yang bekerja di institusi publik yang ada.
Secara institusional, negara yang dijalankan oleh pemerintah adalah lembaga
tertinggi yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan pegawai yang ada di
wilayahnya. Pengelolaan pegawai yang dilakukan oleh pemerintah lebih difokuskan
pada pegawai publik yang bekerja pada lembaga-lembaga yang dibentuk untuk
mendukung aktivitas kenegaraan dari pusat sampai daerah.

40
1. Pengertian Kesejahteraan
Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah kondisi
dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan
makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang
dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang
mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya .
Kalau menurut HAM, maka definisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi
bahwa setiap laki laki ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki
hak untuk hidup layak baik dari segi kesehatan, makanan, minuman,
perumahan, dan jasa sosial, jika tidak maka hal tersebut telah melanggar HAM.
Pengertiannya, sejahtera sebagaimana ertuang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari
segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan
dengan pengertian “Islam” yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai.
Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang
terorganisasi yang betujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan
selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005)..
Terdapat beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu:
Menurut Walter A. Friedlander, (1961) “kesejahteraan sosial adalah sistem
yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang
bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar
hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin
dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga
dan masyarakat.”
Menurut Sukoco, (1995) dari buku Introduction to Social Work Practice oleh
Max Siporin. “kesejahteraan sosial mencakup semua bentuk intervensi sosial
yang secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan yang baik antara
individu dan masyarakat secara keseluruan. Kesejahteraan sosial mencakup

41
semua tindakan dan proses secara langsung yang mencakup tindakan dan
pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia dan
peningkatan kualitas hidup.” Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang
meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi
kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar
untuk memelihara masyarakat (Zastrow, 2000).
2. Jenis Kesejahteraan PNS
Konsepsi kesejahteraan dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 2014 Tentang
ASN hendaknya menganut prinsip adil dan proporsional, komprehensif,
menciptakan ketenangan dan kenyamanan kerja, menumbuhkan inspirasi untuk
berprestasi, dan meminimalisisir kesenjangan pendapatan.
Bentuk kesejahteraan dilingkungan Pegawai Negeri Sipil yang sudah berjalan
selama ini meliputi: program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi
kesehatan, tabungan perumahan, cuti serta penghargaan. Program
kesejahteraan dimaksud untuk meningkatkan kegairahan bekerja dan menjamin
terpenuhinya kebutuhan hidup pegawai serta keluarganya.
a) Program Pensiun dan Tabungan Hari Tua
Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 1969 tentang Pensiun
Pegawai (Pegawai Negeri Sipil) dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
mengatur mengenai jaminan hari tua bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan santunan kematian bagi keluarga mereka. Pensiunan PNS dan anggota
militer berhak mendapatkan tunjangan pensiun bulanan dan tunjangan hari
tua yang dibayarkan sekaligus setelah mencapai usia pensiun. Tunjangan
pensiun bulanan berjumlah 2,5% dari gaji bulanan terakhir dikalikan
dengan jumlah tahun pengabdian, sampai maksimum 75 %. Uang pensiun
adalah hak pegawai berupa penghasilan yang diperoleh setelah bekerja
sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun. Penghasilan ini biasanya
berupa uang yang dapat diambil setiap bulannya atau diambil sekaligus
pada saat seseorang memasuki masa pensiun.
Jika memperhatikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
Pasal 91 Ayat (1) menyebutkan, bahwa PNS yang berhenti bekerja

42
berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS. Jug padaa,
Ayat (3) disebutkan “Jaminan pensiun PNS dan jaminan hari tua PNS
diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua,
sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS”. Adapun
jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program
jaminan sosial nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional .
Program tabungan hari tua (THT) adalah program asuransi sosial yang
terdiri atas asuransi dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah
dengan asuransi kematian. Dwiguna maksudnya adalah dua kegunaan,
yaitu: memberikan jaminan keuangan bagi peserta yang berhenti dengan
hak pensiun ataupun jaminan keuangan bagi ahli warisnya, apabila peserta
meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun. Program THT bagi
seorang PNS dihitung sejak diangkat menjadi calon pagawai (CPNS)
sampai dengan berhenti, baik karena pensiun, meninggal dunia, atau oleh
sebab lain. Besarnya manfaat program THT yang diberikan kepada PNS,
dihitung dengan rumus:
1) Sampai dengan akhir Desember 2000, besarnya manfaat yang
diberikan kepada PNS didasarkan atas formula manfaat sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.013/ 1992, yaitu: 0,55
x masa iuran (MI) x penghasilan.
2) Sejak Januari 2001, dihitung dengan formula modifikasi, yaitu: 0,55 x
MI sejak menjadi peserta s.d diberhentikan sebagai peserta x
penghasilan terakhir sebulan sesaat sebelum berhenti sebagai PNS
berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 1997 + 0,55 x MI sejak Januari 2001
s.d diberhentikan sebagai peserta x selisih penghasilan terakhir
sebulan sesaat sebelum berhenti sebagai PNS berdasarkan PP Nomor
8 Tahun 2009 dengan penghasilan terakhir sebulan sesaat sebelum
berhenti sebagai PNS berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 1997.
3) 0,60 x MI sejak menjadi peserta sampai dengan diberhentikan sebagai
peserta x penghasilan terakhir sebulan sesaat sebelum berhenti sebagai

43
PNS berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 1997 + 0,60 x MI sejak Januari
2001 sampai dengan diberhentikan sebagai peserta x selisih
penghasilan terakhir sebulan sesaat sebelum berhenti sebagai PNS
berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2001 dengan penghasilan terakhir
sebulan sesaat sebelum berhenti sebagai PNS berdasarkan PP Nomor
6 Tahun 1997. Rumus yang terakhir tersebut berlaku sejak
dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
478/KMK.06/2002 tanggal 19 Nopember 2002.
Keterangan:
 Angka 0,60 adalah istiqomah yang besarnya tidak berubah;
 Masa Iuran adalah waktu yang diperhitungkan sejak peserta mulai
membayar iuran sampai dengan diberhentikan sebagai peserta;
 Penghasilan yang dimaksud adalah gaji pokok terakhir sebulan sesaat
sebelum berhenti sebagai PNS.
b) Program Asuransi Kesehatan
Asuransi Kesehatan (Askes) adalah jaminan pemberian pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada PNS dan keluarganya. Program Askes
bagi Pegawai Negeri dan penerima pensiun dimulai pada tahun 1934,
berdasarkan staatregeling Nomor 1 Tahun 1934. Pada tahun tersebut
Askes baru diperuntukkan bagi Pegawai Negeri dan penerima pensiun
yang statusnya dipersamakan dengan orang Eropa. Dalam
perkembangannya setelah beberapa kali mengeluarkan peraturan
perundangan, pemerintah menetapkan PP Nomor 22 Tahun 1984 tentang
Pemeliharaan Kesehatan bagi PNS, Penerima Pensiun beserta anggota
keluarganya untuk lebih meningkatkan jaminan pemeliharaan kesehatan
(JPK). Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) diselenggarakan
oleh Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti yang selanjutnya diubah
menjadi PT (Persero) melalui PP Nomor 6 Tahun 1992. Untuk
mendapatkan JPK, setiap PNS dikenai potongan 2 (dua) persen dari gaji
pokok sebagai premi. Secara tegas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

44
tentang ASN Pasal 92 Ayat (1), poin a menyebutkan Pemerintah wajib
memberikan perlindungan berupa “jaminan kesehatan”.
c) Program Perumahan PNS
Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan PNS (Bapertarum-PNS) adalah
salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam upaya membantu
PNS untuk mendapatkan perumahan uang renovasi.
Maksud dan Pengelolaan adalah pembangunan perumahan pada dasarnya
merupakan tugas dan tanggung jawab masyarakat, sedangkan Pemerintah
hanyalah bersifat memberikan bantuan dan kemudahan, mendorong
tumbuh dan berkembang. Dalam upaya membantu PNS memiliki tempat
tinggal yang layak huni, akan tetapi terdapat kendala yakni terbatasnya
kemampuan dana.
Untuk memberikan jalan keluar dan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil
dalam bentuk kepemilikan rumah atau merenovasi rumah milik pribadi.
Tabungan perumahan PNS berlandaskan azas kegotong royongan,
kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial serta
diselenggarakan pada kemampuan PNS sendiri. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 dan Keputusan Presiden Nomor 46
Tahun 1994 yaitu adanya Badan Pertimbangan Perumahan PNS. Tujuan
Bapertarum PNS untuk meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil
dengan cara membantu uang muka pembelian rumah dengan fasilitas
kredit kepemilikan rumah (KPR), dan membantu sebagian biaya untuk
membangun rumah sendiri.
d) Program Cuti PNS
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976
Tentang Cuti PNS, cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan
dalam jangka waktu tertentu. Cuti PNS, meliputi: cuti tahunan, cuti besar,
cuti sakit, cuti karena alasan penting, cuti bersalin, dan cuti diluar
tanggungan negara.

45
1) Cuti Tahunan
Cuti yang menjadi hak PNS yang telah bekerja sekurang-kurangnya
satu tahun secara terus menerus dan ia bukan PNS yang menjadi guru
pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lamanya cuti
tahunan adalah 12 hari kerja dan dapat ditambah untuk paling lama 14
hari bagi cuti tahunan yang akan dijalankan ditempat yang sulit
perhubungannya.
2) Cuti Besar
Cuti yang menjadi hak PNS yang telah bekerja sekurang-kurangnya
enam tahun secara terus menerus. Lama waktu cuti besar adalah tiga
bulan, dapat ditangguhkan untuk paling lama dua tahun, dan bagi PNS
yang menjalani cuti ini tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam
tahun yang bersangkutan.
3) Cuti Sakit
Cuti yang diberikan dan menjadi hak bagi setiap PNS yang menderita
sakit. PNS yang sakit lebih dari dua hari sampai dengan 14 hari
berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
4) Cuti Bersalin
Cuti yang menjadi hak dan diberikan kepada PNS wanita ketika
melahirkan anak yang pertama, kedua, dan ketiga. Lamanya cuti
bersalin adalah satu bulan sebelum dan dua bulan sesudah persalinan.
5) Cuti Alasan Penting
a) Ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu
sakit keras atau meninggal dunia;
b) Salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a
meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku

46
PNS yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota
keluarganya yang meninggal dunia itu;
c) Melangsungkan perkawinan yang pertama;
d) Alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.
6) Cuti di Luar Tanggungan Negara
Cuti yang bukan merupakan hak dan hanya diberikan kepada PNS
yang telah bekerja sekurang-kurangnya lima tahun secara terus
menerus karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak.
Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara (CLTN) adalah tiga
tahun dan dapat diperpanjang paling lama satu tahun jika ada alasan
yang penting. CLTN mengakibatkan PNS yang bersangkutan
dibebaskan dari jabatannya, kecuali CLTN yang diberikan kepada
PNS wanita yang melahirkan anaknya yang keempat dan seterusnya.
Selama menjalankan CLTN PNS yang bersangkutan tidak berhak
menerima penghasilan dari negara dan jangka waktunya tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
e) Program Penghargaan PNS
Jika mengacu pada teori yang dikemukanan oleh Dessler (1984) maupun
Robbin (1998), maka penghargaan merupakan bagian dari kompensasi
yaitu sebagai ganjaran non finansial yang diterima oleh pegawai. Di
lingkungan PNS, penghargaan yang umum diterima adalah penghargaan
pengabdian sesuai masa kerja yang disebut dengan penghargaan
Satyalancana Karya Satya. Yang dimaksud satyalancana karya satya dalam
modul ini, adalah tanda kehormatan yang dianugerahkan kepada pns
sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Negara. Dasar hukum
pemberian penghargaan Satyalancana Karya Satya yaitu:
1) Undang-undang Nomor 4 Drt Tahun 1969 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan Jo. Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1961;
2) Undang-Undang Nomro 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara;

47
3) Peraturan Pemerintah Nomon 25 Tahun 1994 Tentang Tanda
Kehormatan;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 Tentang Tanda
Kehormatan Tanda Satyalancana Karya Satya adalah tanda penghargaan
atas jasa-jasanya terhadap negara. Penghargaan Satyalancana Karya Satya
ada tiga macam, yaitu:
1) Satyalancana Karya Satya 10 tahun
2) Satyalancana Karya Satya 20 tahun
3) Satyalancana Karya Satya 30 tahun
4) Penghargaan tersebut dimaksudkan atau bertujuan (BAKN, 1999):
5) Sebagai salah satu usaha pembinaan PNS;
6) Mendorong PNS agar bekerja dengan semangat kerja yang tinggi;
7) Meningkatkan prestasi kerja PNS;
8) Memupuk rasa kesetiaan PNS terhadap negara dan pemerintah;
9) Memberikan perangsang kepada PNS agar selalu menjadi yang terbaik
di lingkungan kerjanya;
10) menciptakan persaingan kerja yang sehat.
Keenam tujuan pemberian penghargaan di atas, boleh jadi identik dengan
tujuan umum pemberian kompensasi di lingkungan PNS sebagaimana
telah disampaikan pada bab sebelumnya. Efektivitas pencapaian tujuan,
baik penghargaan (khususnya) maupun kompensasi pada umumnya sangat
tergantung dari peran dan obyektivitas pemerintah sebagai employer dan
PNS sebagai employee.
Menurut PP Nomor 25 Tahun 1994, Satyalancana Karya Satya adalah
tanda penghargaan atas jasa-jasanya terhadap negara. Penghargaan
Satyalancana Karya Satya ada tiga macam, yaitu:
1 ) Satyalancana Karya Satya 10 tahun
2 ) Satyalancana Karya Satya 20 tahun
3 ) Satyalancana Karya Satya 30 tahun

48
Penghargaan tersebut dimaksudkan atau bertujuan (BAKN, 1999):
1) Sebagai salah satu usaha pembinaan PNS;
2) Mendorong PNS agar bekerja dengan semangat kerja yang tinggi;
3) Meningkatkan prestasi kerja PNS;
4) Memupuk rasa kesetiaan PNS terhadap negara dan pemerintah;
5) Memberikan perangsang kepada PNS agar selalu menjadi yang terbaik
di lingkungan kerjanya;
6) menciptakan persaingan kerja yang sehat.
Keenam tujuan pemberian penghargaan di atas, boleh jadi identik dengan
tujuan umum pemberian kompensasi di lingkungan PNS sebagaimana
telah disampaikan pada bab sebelumnya. Efektivitas pencapaian tujuan,
baik penghargaan (khususnya) maupun kompensasi pada umumnya sangat
tergantung dari peran dan obyektivitas pemerintah sebagai employer dan
PNS sebagai employee.

B. Sistem Jaminan Sosial Nasional


Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebuah sistem jaminan sosial yang
ditetapkan di Indonesia dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2004. Jaminan
sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh
negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi
kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang
HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, pada Pasal 1 disebutkan yang dimaksud Jaminan sosial adalah salah
satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sistem Jaminan Sosial Nasional
adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa
badan penyelenggaraan jaminan sosial. Di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS),
telah dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun1981
dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan

49
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi
PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota keluarganya.
Sedangkan dilingkungan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/-
TNI/POLRI beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan
Pemrintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. Adapun Prinsip Sistem Jaminan Sosial
Nasional:
1. Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong-
royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam
bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah
membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba
(nirlaba) bagi badan penyelenggara jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama
penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus
anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip- prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya
4. Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar
seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan
dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor

50
formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara
mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat
mencakup seluruh rakyat
6. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan
titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-
Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang
dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial

C. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai pembahasan di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1 . Ketika kesejahteraan dasar sudah merasa dianggap tercukupi dengan gaji
maupun tunjangan yang diberikan dan tidak diperhatikannya tingkat inflasi dan
laju perekonomian, pengambilan keputusan lebih dipengaruhi oleh
ketersediaan anggaran yang selalu terbatas. Akibatnya kesejahteraan pegawai
kurang diprioritaskan dibandingkan program lain yang dijalankan oleh
pemerintah. Bagaimana pendapat Saudara !
2 . Menurut Dessler (1984) maupun Robbin (1998), penghargaan merupakan
bagian dari kompensasi yaitu sebagai ganjaran non finansial yang diterima oleh
pegawai. Di lingkungan PNS, penghargaan yang umum diterima adalah
penghargaan pengabdian sesuai masa kerja yang disebut dengan penghargaan
Satyalancana Karya Satya. Mengapa pemberikan penghargaan selama ini
belum memberikan pengaruh signifikan terhadap pelayanan publik !” .
3 . Jelaskan menurut analisa Saudara prinsip-prinsip yang dianut Sistem Jaminan
Sosial Nasional !
Petunjuk Jawaban Latihan !
Untuk menjawab soal latihan ini, cobalah Saudara pahami dan cermati uraian
tentang Sistem Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil dalam uraian pembahasan
Bab ini.

51
D. Rangkuman
Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah kondisi
dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan
makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang dapat
menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang mengantarkan
pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya . Kalau menurut
HAM, maka definisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi bahwa setiap laki laki
ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk hidup layak baik
dari segi kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa sosial, jika tidak
maka hal tersebut telah melanggar HAM. Konsepsi kesejahteraan dengan
berlakunya UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN hendaknya menganut prinsip adil
dan proporsional, komprehensif, menciptakan ketenangan dan kenyamanan kerja,
menumbuhkan inspirasi untuk berprestasi, dan meminimalisisir kesenjangan
pendapatan.
Bentuk kesejahteraan dilingkungan Pegawai Negeri Sipil yang sudah
berjalan selama ini meliputi: program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi
kesehatan, tabungan perumahan, cuti serta penghargaan. Program kesejahteraan
dimaksud untuk meningkatkan kegairahan bekerja dan menjamin terpenuhinya
kebutuhan hidup pegawai serta keluarganya.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebuah sistem jaminan sosial yang
ditetapkan di Indonesia dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2004. Jaminan
sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh
negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi
kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang
HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952. Prinsip Sistem Jaminan
Sosial Nasional
1 . Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong-
royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam
bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah
membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.

52
Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
2 . Prinsip Nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba
(nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan
utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan
surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta
3 . Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya
4 . Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
5 . Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar
seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan
dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor
formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara
mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat
mencakup seluruh rakyat
6 . Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan
titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta
7 . Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-
Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang
dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial

53
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kompensasi PNS pada hakekatnya merupakan balas jasa yang diberikan oleh
Pemerintah kepada pegawai yang bersifat finansial maupun non finansial
dalam upaya memotivasi peningkatan kinerja. Pemberinan kompensasi akan
berpengaruh kepentingan organisasi maupun terhadap pegawai itu sendiri.
Karena pemberian kompensasi bermanfaat bagi perkembangan pegawai dan
tercapainya program organisasi.
2. Besarnya kompensasi ditentukan oleh unsur-unsur : a). Harga / Nilai pekerjaan,
b). Sistem kompensasi yang diterapkan, dan c). Faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Terdapat komponen program kompensasi secara
keseluruhan dilingkupi oleh lingkungan eksternal dan internal, sementara
bentuk kompensasi bisa finansial maupun non finansial. Kompensasi
finansial dibagi kedalam kompensasi langsung dan tidak langsung, dan
kompensasi non finansial dibagi kedalam hal-hal yang berkaitan dengan
jabatan dan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan kerja.
3. Pemberian kompensasi kepada para pegawai yang didasarkan pada kinerja,
memiliki tujuan (Maarif, 2004): agar mampu mendorong pencapaian kinerja,
pertumbuhan, dan pengembangan; agar mampu meningkatkan KSA
(knowledge, skill, and attitude) individu untuk pengembangan jangka panjang;
agar mampu membentuk karyawan untuk berkompetisi, melakukan
pembaruan, dan meningkatkan kapabilitas kinerja; pemenuhan kebutuhan
ekonomi, meningkatkan produktivitas kerja, memajukan organisasi/perusahaan
dan menciptakan keseimbangan dan keadilan.
4. Bentuk kesejahteraan dilingkungan PNS yang sudah berjalan selama ini
meliputi: program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan
perumahan, cuti serta penghargaan. Program kesejahteraan dimaksud untuk

54
meningkatkan kegairahan bekerja dan menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup
pegawai serta keluarganya.

B. Tindak Lanjut
Kehadiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara penggandi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UndangUndang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, diharapkan
terwujud ASN yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
mampumenyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Oleh karenanya semua pihak berkewajiban mengawal dalam
implementasinya.

55
DAFTAR PUSTAKA

Adhi, AE, Dkk (2004). Aplikasi Evaluasi Jabatan Terhadap Keadilan Internal Gaji
Pegawai Negeri Sipil, Puslitbang Badan Kepegawaia Negara, Jakarta.
Armstrong, Michael dan Murlis, Helen (1995), Salary Administration, terjemahan:
Rochmulyati Hamzah, Cet.Ketiga, LPPM dan PT Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta.
BAKN (1999). Penghargaan dan Penindakan, Modul Diklat Administrasi
Kepegawaian Tingkat Dasar, Pusdiklat BAKN, Jakarta.
Bernardin, H. John dan Russel, Joyce EA (1993). Human Resources Management: An
Experiential Approach, McGraw Hill, United States.
BKN, Tim Peneliti (2001), Restrukturisasi Sistem Kompensasi Pegawai Negeri Sipil,
Puslitbang Badan Kepegawaian Negara, Jakarta.
BKN, Tim Peneliti (2002), Formula Gaji Pegawai Negeri Sipil, Puslitbang Badan
Kepegawaian Negara, Jakarta.
Deluca, Matthew J (1993), Handbook of Compensation Management, Prentice Hall,
New Jersey-USA.
Dessler, Gary (1984). Personnel Management, 3rd Edition, Reston Publishing
Company, Inc.
Maarif, M. Syamsul (2004). Penerapan Manajemen Kinerja Bagi Pegawai negeri Sipil:
Suatu Tinjauan Konseptual. Makalah Seminar Badan Kepegawaian Negara.
Jakarta
Ruky, Achmad S (2001), Manajemen Penggajian dan Pengupahan Untuk Karyawan
Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suwarno, (1996). Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil, Pusdiklat BAKN, Jakarta.
Simbolon, Irianto (2004). Komponen dan Nilai Kebutuhan Hidup Layak, Makalah
Seminar Pada Workshop Struktur Gaji di Badan Kepegawaian Negara, Jakarta.
UU Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pensiun
Jada/Duda Pegawai.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

56
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
PP Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil.
PP Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pemberian Uang Duka Wafat Bagi Keluarga Penerima
Pensiun.
PP Nomor 46 Tahun 1994 tentang Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai
Negeri Sipil (BAPERTARUM).

57

Anda mungkin juga menyukai