1. Sejauh ini, belum ada definisi yang jelas tentang istilah "globalisasi".
Konsep globalisasi harus ditelaah lebih lanjut untuk mengkaji dampak
globalisasi terhadap peradaban dan perubahan perilaku. Memang sampai
saat ini belum ada definisi atau konsep yang jelas tentang globalisasi.
Saya berasumsi bahwa kesepakatan para ahli tentang definisi globalisasi
belum/tidak akan tercapai. Demikian pula, tidak ada kesepakatan ilmiah
tentang bagaimana mendefinisikan budaya dan peradaban. Ruang lingkup
globalisasi sangat luas. Konsep dasar globalisasi secara komprehensif
menurut para ahli adalah sekumpulan proses aliran global dari berbagai
jenis objek yang melibatkan setiap bidang aktivitas manusia, baik fisik
maupun non fisik, informasi, ide, institusi, dan sistem. Serangkaian
proses aliran ini, serta bidang aktivitas manusia yang terlibat, menjadi
semakin saling berhubungan, saling bergantung, dan kompleks dengan
sifatnya. Globalisasi, dalam arti luas, adalah fakta yang tak tergoyahkan.
Dan mungkin kita bisa sepakat bahwa proses globalisasi sudah ada jauh
sebelum istilah "globalisasi" diciptakan. Atau lebih tepatnya, proses
globalisasi yang terjadi sebelum istilah "globalisasi" dicetuskan sering
disebut sebagai "globalisasi tanpa nama". Era globalisasi tanpa nama ini
ada sebelum era kolonialisme dan imperialisme Barat, yang dimulai
sekitar tahun 1500, dan bahkan sebelum peradaban Islam menguasai
dunia. Memang, asal usul globalisasi dapat ditelusuri kembali ke zaman
pra-Islam. Konsep globalisasi memerlukan penjelasan yang lebih rinci
untuk mengkaji dampaknya terhadap semua aspek kehidupan, baik
politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun agama. Sifat dan ruang lingkup
pengaruh globalisasi yang dapat dibicarakan ditentukan oleh definisi
istilah “globalisasi”. Selanjutnya perlu dipahami bahwa istilah
“globalisasi” merujuk pada “sumber pengaruh”, sedangkan “penerima
pengaruh” merujuk pada seluruh aspek kehidupan. Menurut Lyman,
konsep globalisasi tidak dapat dibatasi pada fenomena arus perdagangan
dan keuangan yang berkembang pesat. Ini karena tren lain yang dibawa
oleh kemampuan teknologi, yang juga mempercepat pertukaran
keuangan. Globalisasi komunikasi adalah salah satu tren ini. Sudut
pandang ini dianut oleh Center for Regional and Regional Studies
(CSGR) di University of Warwick di Inggris, yang menolak anggapan
bahwa globalisasi semata-mata merupakan fenomena ekonomi dan tidak
menerima gagasan bahwa globalisasi hanyalah fenomena Amerika Utara.
dan bukan fenomena Eropa. CSGR menekankan pentingnya memahami
globalisasi dari berbagai perspektif, termasuk dimensi politik, ekonomi,
dan budaya. Banyak hal, antara lain barang (goods), jasa (services),
keuangan (money), masyarakat (people), informasi (information),
gagasan (ideas), perilaku (behavioral), dan budaya (culture), dapat
mengglobal (cultural). Karena cakupan globalisasi yang luas, maka
CSGR memiliki dua perspektif terhadap fenomena tersebut: pertama,
globalisasi sebagai proses, dan kedua, globalisasi sebagai wacana.
2. Oleh hyperglobalists, globalisasi dipandang sebagai penataan kembali
kerangka tindakan manusia; oleh para skeptis, ini dipandang sebagai
proses regionalisasi; dan oleh kaum transformasionalis, hal itu dipandang
sebagai penyelarasan kembali hubungan dan tindakan antar-regional.
Menurut kaum hiperglobalis, fenomena globalisasi merupakan akibat dari
dominasi kapitalisme dan kemajuan teknologi. Berbeda dengan
pandangan skeptis yang meyakini globalisasi sebagai hasil dari kekuatan
pasar dan intervensi negara. Transformasionalis, di sisi lain, percaya
bahwa globalisasi adalah hasil dari westernisasi atau modernisasi (Held et
al. 1999). Hal lain yang diperdebatkan dalam studi globalisasi adalah
periodisasi globalisasi, yang diperkirakan dimulai setelah perang dunia
dan berlanjut hingga saat ini. Akhirnya, kaum hiperglobalis melihat
globalisasi mencakup semua peradaban di planet ini. Skeptis percaya itu
hanya melintasi sebagian peradaban di daerah tertentu. Sementara itu,
kaum transformasionalis melihat globalisasi terjadi melalui proses
integrasi dan fragmentasi global (Held et al. 1999). Ketika tahun 1970-an
dimulai, Debat Globalisasi Hebat muncul. Meskipun tidak ada yang bisa
menyepakati definisi pasti globalisasi, pihak-pihak yang terlibat dalam
perdebatan dapat menyepakati setidaknya lima aspek globalisasi.
Globalisasi didefinisikan sebagai peningkatan konektivitas antar negara,
intensifikasi hubungan sosial global, pengurangan jarak spasial dan
temporal, proses kompleks yang melibatkan aspek ekonomi, sosial, dan
politik, dan perubahan yang menghilangkan hambatan aliran ide antar
negara. Steger, 2002). Perdebatan besar tersebut memiliki implikasi
tersendiri bagi penelitian globalisasi, sehingga banyak mengalami
perkembangan yang dinamis. Hal ini didukung oleh keyakinan Koehane
dan Milner bahwa debat besar telah mendorong para peneliti untuk
berpikir melampaui batas-batas ilmu politik internasional (dalam Daves,
2000). Terakhir, perdebatan globalisasi dapat digambarkan sebagai
fenomena penting yang memperkuat landasan berpikir kritis dalam
mengkaji globalisasi itu sendiri. Tanpa perdebatan besar ini, akan sulit
untuk menguraikan gagasan dan berbagai sudut pandang yang menjadi
landasan pemahaman tentang globalisasi itu sendiri. Berdasarkan uraian
di atas, dapat disimpulkan bahwa perdebatan besar tentang globalisasi
bukan hanya kontestasi pemahaman yang saling bertentangan, tetapi juga
erat kaitannya dengan pemikiran sistematis dalam mengkaji fenomena
globalisasi itu sendiri. Karena keragaman perspektif yang diungkapkan,
perdebatan besar tentang globalisasi telah menjadi agregator utama
gagasan yang membentuk kerangka kontemplasi atas realitas yang cukup
kompleks. Dengan kumpulan berbagai pemikiran tersebut, kajian
globalisasi akan menjadi kajian yang komprehensif dalam memahami dan
memitigasi dampak globalisasi itu sendiri. Hal ini kemudian dipahami
sebagai studi konstruksi yang menambah dan memperkuat pemahaman.
3. Dalam materi Bumi Datar, sebagian besar orang yangbpercaya bumi itu
datar atau anggota Indonesian Flat Earth Society (IFES) meragukan teori-
teori yang disusun oleh Ilmu Pengetahuan Modern seperti Teori Gravitasi
Newton yang mengatakan karya Density, kemudian menantang
penemuan Thomas Alfa Edison yang mengadopsi—bahkan mencurinya
penemuan Nikola Tesla, ada yang bilang pendaratan Neil Armstrong di
Bulan adalah kebohongan yang dibuat oleh NASA. Menyadari sistem
ekonomi dunia yang tirani yang dipegang oleh bank-bank swasta seperti
Federal Reserve Bank, pemilik hak untuk mencetak Dolar, meminjamkan
ke negara-negara sambil menetapkan suku bunga yang begitu tinggi,
sehingga banyak negara tidak dapat membayar utangnya kepada Federal
Bank Cadangan. Beberapa orang yang percaya bumi datar adalah fanatik
(perilaku/sikap akibat fanatisme) dalam membela teori bumi datar. Secara
fenomenal, orang yang percaya bumi itu datar dan fanatik akan ditolak
lingkungan sosial. Tidak sedikit orang yang percaya bumi datar atau
komunitas/organisasi Indonesian Flat Earth Society (IFES) melakukan
eksperimen dan pengamatan bumi dan alam semakin jauh, seperti
percobaan mengirim/meluncurkan roket untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang bentuk bumi, atau melakukan pengamatan di bulan
dengan menggunakan instrumen Kamera Nikon P900 yang dapat
melakukan zoom atau perbesaran sebanyak 85 kali. Jadi perlahan, orang
yang percaya bumi datar menemukan fakta alternatif yang tidak diajarkan
dalam kurikulum sekolah formal. Seperti bentuk bintang seperti cahaya di
dalam air, gravitasi yang dianggap tidak ada dan digantikan oleh aktivitas
kepadatan suatu benda, pergantian siang dan malam, pergerakan rasi
bintang, pergantian musim dan penanggalan untuk memprediksi
terjadinya gerhana matahari dan bulan secara perlahan. ditemukan dari
alat-alat ilmu pengetahuan yang dibuat oleh para filosof alam. dari zaman
pra-Socrates hingga abad pertengahan. Semakin banyak orang yang
percaya bumi datar menertawakan kepercayaan dan kebenaran teori bumi
datar. Yang oleh sebagian orang dianggap fanatik, karena banyak
unsurnya media sosial menganggap mereka tidak berpendidikan, bodoh,
ketinggalan 500 tahun, diejek, dikucilkan, dipinggirkan, atau berbagai
aktivitas lainnya yang termasuk dalam penolakan sosial. Oleh karena itu,
bagaimanapun juga tidak akan ada sebuah sebuah realitas dalam
globalisasi yang dapat membuktikan bahwa bumi ini berbentuk datar.
Hadirnya sederet bukti-bukti yang sesuai dengan hipotesis untuk
memperkuat teori adalah sesuatu yang sulit dipercaya, bahkan tidak
masuk akal. Konfirmasi adalah mitos atau cerita yang dibuat-buat. Ini
menegaskan bahwa kebenaran proposisi suatu ilmu tidak ditentukan
melalui uji verifikasi, tetapi upaya penyangkalan atas kebenarannya
melalui berbagai percobaan yang sistematis. Artinya, kebenaran teori
sains tidak dapat pernah didukung oleh bukti-bukti observasional
sehingga tidak mungkin jika sebuah teori membuat begitu banyak
prediksi yang semuanya sesuai.