Anda di halaman 1dari 5

UTS TEORI ANTROPOLOGI II

“GLOBALISASI SEBAGAI CARA PEMBENTUKAN IDENTITAS BUDAYA”

Aulia Nurhaliza Putri


071811733039

A. Pendahuluan
Globalisasi yang dikenal sebagai suatu proses yang mendunia. Suatu fenomena
yang menggerakkan seluruh aspek penting kehidupan manusia. globalisasi akan terus
selalu bergerak dalam masyarakat global. (Pendahuluan, 2012). Dalam prosesnya
globalisasi selalu diperdebatkan oleh orang yang ada di seluruh dunia. Globalisasi juga
menciptakan berbagai suatu masalah di segala bidang yang harus di cari, dijawab dan
pecahkan permasalah tersebut. Menurut Robertson (1992) menjelaskan konsep
globalisasi sebegai suatu penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan kesadaran
akan meningkatnya koneksi global yang meningkat. Proses penyempitan dapat
dimaksudkan sebagai konteks institusi modernitas dan intensifnya kesadaran
dimaksudkan sebagai refleksi yang baik secara budaya.
Penafsiran tentang globalisasi sangat banyak memiliki versi. Ada yang
menafsirkan sebagai suatu pengecilan dunia dan ada yang menganggap bahwa
globalisasi merupakan suatu upaya yang dilakukan secara bersama sama oleh manusia
di dunia untuk menyatukan bangsa-bangsa dari segala sisi. Dampak dari globalisasi pun
menjadikan kecenderungan keterkaitan atau kerjasama yang mendalam di antara
bangsa-bangsa, individu manusia, dan perusahaan karena pembangunan ekonomi dan
pasar domestik (Eisenhardt, 2002). Sebagaimana prosesnya untuk mencapai refleksi
secara budaya. studi antropologi juga pokok bahasan mengenai proses globalisasi
dengan prubahan kebudayaan yang ada di dunia. Melalui banyaknya teori yang
berkembang melalui teori kebudayaan yang digagas oleh ahli antropolog yaitu
Koentjaraningrat (1985:180), misalnya, pada dekade 1970an mendefinisikan
kebudayaan sebagai keseluruhan sistsem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Dengan adanya teori tersebut menunjukkan bahwa globalisasi bukanlah suatu
proses yang disebabkan oleh berkembangnya sistem komunikasi yang terjalin antar
bangsa-bangsa, melainkan di masa lalu setiap manusia di muka bumi merupakan suatu
yang di sebut “masyarakat global” (Sahlins 1994: 387). Tentunya proses globalisasi ini
tidak terlepas dari adanya bantuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sekarang semakin kompleks dan mendorong semua orang di dunia melakukan
pemanfaatan dan pembahuruan yang diterima dari adanya proses globalisasi. Banyak
yang di terima dan dirasakan oleh semua orang terkait dengan proses globalisasi yaitu
alat komunikasi yang canggih, transportasi yang cepat yang dapat membawa semua
orang di dunia berpindah dari satu tempat ke tempat lain, menerima segala informasi
yang begitu cepat dan akurat dengan adanya perkembangan satelit di dunia. (Dasar,
2015).
Perkembangan globalisasi dapat ditandai dengan sutu proses kemajuan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut kemudian mempengaruhi sektor
yang lain seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan lainnya. Pendapat lain dikemukan
oleh Tilaar (1998) dalam Uno dkk (2014:6) yaitu Era globalisasi adalah suatu tatanan
kehidupan manusia yang secara global telah melibatkan seluruh umat manusia.
Menurutnya globalisasi secara khusus memasuki 3 arena penting dalam kehidupan
manusia yaitu ekonomi, politik, dan budaya. Hal ini didukung oleh dua kekuatan, yaitu
bisnis dan teknologi sebagai tulang punggung globalisasi.Hal ini yang menyebabkan
proses interaksi terjadi antar masyarakat dari belahan dunia yang begitu cepat, yang
akhirnya saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain, terutama pada
kebudayaan yang terdapat pada setiap bangsa masyarakat itu sendiri. Dengan ini
penyebaran budaya di dunia tidak lagi melalui proses migrasi penduduk yang dilakukan
suatu negara tetapi dapat melalui media sosial dan media massa. Jika masyarakat telah
menjadi konsumen dari suatu budaya baru, maka kemungkinan akan terjadi perubahan
terhadap budaya yang ada di dalam masyarakat tersebut. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian oleh para ahli yang mengatakan bahwa media seringkali dijadikan sebagai
alat perubahan masyarakat (Li 2004).
Persoalan yang kini muncul sebagai dampak dari proses globalisasi yang begitu
cepat yaitu masalah terhadap eksistensi suatu kebudayaan, dimana salah satunya adalah
terjadinya penurunan rasa cinta dan kebanggaan terhadap kebudayaan sendiri dan
merupakan jati diri bangsa, terkikisnya identitas bangsa dan nilai budaya, terjadinya
akulturasi budaya yang membentu budaya baru dan terkadang mengilangkan budaya
lama seperti asimilasi.
B. Konsep Globalisasi
Globalisasi adalah proses yang menjadikan segala sesuatu mulai dari kebendaan
atau perilaku manusia sebagai ciri yang dimiliki setiap individu di dunia tanpa dibatasi
oleh wilayah Global. Beberapa bahasa global yang sering kita dapati dalam
pengucapannya seperti Internasionalisasi, Liberalisasi, Universalisasi, Westernisasi,
Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas. Menurut Cochrane dan Pain kaitannya
dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu :
1. Para Globalis berasumsi bahwa globalisasi sebuah kenyataan yang memiliki
konsekuensi nyata. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal
akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen.
Para Globalis Positif menanggapi bahwa globalisai akan menghasilkan
masyarakat yang toleransi dan bertanggung jawab, menerima segala perbedaan
dengan tidak mengubah budaya yang ada.
Para Globalis Pesimis berpendapat bahwa fenomena negatif tersebut sebenarnya
merupakah bentuk jajahan barat terutama Negara Amerika Serikat yang memaksa
sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan menganggap hal itu
adalah benar.
2. Para Tradisionalis memiliki fikiran mereka tidak percaya dengan proses
globalisasi yang terjadi saat ini. Fenomena ini merupakan sebuah mitos, jika
memang ada itu hanya terlalu di besar-besarkan saja. Mereka menunjuk pada
kapitalisme yang merupakan fenomena internasional selama ratusan tahun.
3. Para Transformasionalis, mereka berasa di antara para globalis dan
tradisionalis. Mereka setuju bahwa globalisasi hanya dilebih-lebihkan oleh
para globalis. Namun mereka juga berpendapat bahwa sangat primitif sekali
jika kita menyangkal keberadaan konsep globalisasi. Maka Posisi teoritis ini
berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat
hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang
sebagian besar tidak terjadi secara langsung".
C. Globalisasi dan Budaya
Kebudayaan tampak sebagai, seperti yang dikatakan oleh Umar Kayam yaitu
“Aebuah proses, sosoknya bersifat sementara, cair, dan tanpa batas-batas yang jelas.”.
Dalam arti ini, perbedaan antara kebudayaan “modern” dan “tradisional,” “asing” dan
“pribumi,” “barat” dan “timur,” “asli” dan “campuran” hanyalah merupakan
perbedaan-perbedaan yang semu dan sementara. Contoh ini menunjukkan bahwa proses
globalisasi bukan suatu proses yang baru. Melainkan masyarakan di bumi ini pada
dasarnya merupakan suatu “masyarakat global”.
Seorang Antropolog dapat memberikan sumbangsi dalam menghadapi era seperti
ini, yaitu dengan mengungkapkan kodrat setiap kebudayaan yang berkembang bersifat
dinamis, mengalir dengan menghindari kritikan budaya yang bersifat statis. Dengan
semakin sadar akan karakteristik budaya yang ada, manusiapun akan menjadi sadar
bahwa proses globalisasi yang membawa dampak perubahan tak akan pernah hilang
dari kehidupan sosial manusia.
Masyarakat dapat memulai memahami bagaimana suatu proses globalisasi akan
berdampak pada kebudayaan atau pencampurannya dengan mengajarkan sejak dini oleh
orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua juga dapat mengajarkan arti etika yang baik
dan memahami bagaimana suatu proses globalisasi dengan ilmu yang mereka terima
dari luar akan dapat tergantikan dan dipahami oleh anak.
Peran pemerintah dalam hal ini tentu dapat dilakukan dengan melakukan sebuah
pengenalan atau sosialisasi terhadap sistem pendidikan sebagai bentuk langkah awal
diterimanya proses globalisasi. Melalui pendidikann yang diberi, masyarakat dapat
berpikir dan memahami berbagai macam ilmu dan pengetahuan. (Di et al., no date).
Pemerinntah juga harus melakukan perananya sebagai pengayom yang dapat
melindungi keaslian dan perkembangan kebudayaan tanpa harus merubah dan
menyesuaikan kebijakan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Dasar, J. P. (2015) ‘pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi.’, 3(3), pp.
1–14.
Di, S. et al. (no date) ‘Era globalisasi adalah suatu tatanan kehidupan manusia yang
secara global telah melibatkan seluruh umat manusia. Menurutnya’, pp. 53–62.
Pendahuluan, A. (2012) ‘DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP’, II(1), pp. 307–321.
Eisenhardt, K. M. and Martin, J. A. (2000), “Dynamic capabilities: What are they?”
Strategic Management Journal, Vol. 21 No.10/11, pp.1105-1121.
Koentjaraningrat (1985) Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Sahlins, Marshall (1994) 'Goodbye to Tristes Tropique: Ethnography in the Context of
Modern World History', dalam R. Borofsky, (ed.) Assessing Cultural Anthropology.
New York: McGraw-Hill, Inc, hlm. 377-395.
Shu Chu Sarrina Li, 2004. “Market Competition and The Media performace of
Taiwan’s Cable Television Industry”, Journal of Media Economic, 17 (4).
Uno, Hamzah B., & Lamatenggo, Nina. (2014). Teknologi Komunikasi dan Informasi
Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai