Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam rangka meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat khususnya
mengenai kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan, maka perlu disesuaikan
dengan sumber air baku serta teknologi yang sesuai dengan tingkat penguasaan
teknologi dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu alternatif yakni dengan
menggunakan teknologi pengolahan air sederhana dengan "Saringan Pasir
Lambat".
Sistem saringan pasir lambat adalah merupakan teknologi pengolahan air yang
sangat sederhana dengan hasil air bersih dengan kualitas yang baik. Sistem
saringan pasir lambat ini mempunyai keunggulan antara lain tidak memerlukan
bahan kimia (koagulan) yang mana bahan kimia ini merupakan kendala sering
dialami pada proses pengolahan air di daerah pedesaan.Di dalam system
pengolahan ini proses pengolahan yang utama adalah penyaringan dengan media
pasir dengan kecepatan penyaringan 5 - 10 m3/m2/hari.. Air baku dialirkan ke
tangki penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia
untuk mengedapkan kotoran yang ada dalam air baku. selanjutnya di saring
dengan saringan pasir lambat. Setelah disaring dilakukan proses khlorinasi dan
selanjutnya ditampung di bak penampung air bersih, seterusnya di alirkan ke
konsumen.
Jika air baku baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran
yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh karena adanya
akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anorganik pada media
filternya akan terbentuk lapisan (film) biologis. Dengan terbentuknya lapisan ini
maka di samping proses penyaringan secara fisika dapat juga menghilangkan
kotoran (impuritis) secara bio-kimia. Biasanya ammonia dengan konsetrasi yang
rendah, zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan
dengan cara ini. Hasil dengan cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik.
Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan
yang rendah dan relatif tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan
biasanya tanpa bahan kimia. Tetapi jika kekeruhan air baku cukup tinggi,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persyaratan Kualitas Air Bersih


Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku air bersih. Sesuai
dengan ketentuan badan dunia (WHO) maupun badan setempat (Departemen
Kesehatan) serta ketentuan atau peraturan lain yang berlaku seperti APHA
(American Public Health Association atau Asosiasi Kesehatan Masyarakat AS),
layak tidaknya air untuk kehidupan manusia ditentukan berdasarkan persyaratan
kualitas secara fisik, secara kimia dan secara biologis
2.1.1 Persyaratan Fisik
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.
Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau
kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang
diperbolehkan adalah 25 oC ± 30oC. Batas maksimum kekeruhan air yaitu
25 NTU dan warna air 50 TCU.
a. Kekeruhan
Kekeruhan adalah efek optik yang terjadi jika sinar membentuk
material tersuspensi di dalam air. Kekeruhan air dapat ditimbulkan
oleh adanya bahan - bahan organik dan anorganik seperti lumpur dan
buangan, dari permukaan tertentu yang menyebabkan air sungai
menjadi keruh. Kekeruhan walaupun hanya sedikit dapat menyebabkan
warna yang lebih tua dari warna sesungguhnya.
Air yang mengandung kekeruhan tinggi akan mengalami kesulitan
bila diproses untuk sumber air bersih. Kesulitannya antara lain dalam
proses penyaringan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa
air dengan kekeruhan tinggi akan sulit untuk didisinfeksi, yaitu proses
pembunuhan terhadap kandungan mikroba yang tidak diharapkan.
Tingkat kekeruhan dipengaruhi oleh pH air, kekeruhan pada air
minum umumnya telah diupayakan sedemikian rupa sehingga air
menjadi jernih.
b. Bau
Bau pada air dapat disebabkan karena benda asing yang masuk ke
dalam air seperti bangkai binatang, bahan buangan, ataupun disebabkan
karena proses penguraian senyawa organik oleh bakteri. Pada peristiwa
penguraian senyawa organik yang dilakukan oleh bakteri tersebut
dihasilkan gas – gas berbau menyengat dan bahkan ada yang beracun.
Pada peristiwa penguraian zat organik berakibat meningkatkan
penggunaan oksigen terlarut di air (BOD = Biological Oxighen
Demand) oleh bakteri dan mengurangi kuantitas oksigen terlarut (DO =
Disvolved Oxigen) di dalam air.
Bau pada air minum dapat dideteksi dengan menggunakan hidung.
Tujuan deteksi bau pada air minum yaitu untuk mengetahui ada bau
atau tidaknya bau yang berasal dari air minum yang disebabkan oleh
pencemar. Apabila air minum memiliki bau maka dapat dikategorikan
sebagai air minum yang tidak memenuhi syarat dan kurang layak untuk
di manfatkan sebagai air minum.
c. Rasa
Rasa yang terdapat di dalam air baku dapat dihasilkan oleh
kehadiran organisme seperti mikroalgae dan bakteri, adanya limbah
padat dan limbah cair seperti hasil buangan dari rumah tangga dan
kemungkinan adanya sisa – sisa bahan yang digunakan untuk disinfeksi
misalnya klor. Timbulnya rasa pada air minum biasanya berkaitan erat
dengan bau pada air tersebut. Pada air minum, rasa diupayakan agar
menjadi netral dan dapat diterima oleh pengguna air. Rasa pada air
minum dapat dideteksi dengan menggunakan indera penyerap. Dimana
tujuan dari deteksi rasa pada air minum adalah untuk mengetahui
kelainan rasa air dari standar normal yang dimiliki oleh air, yaitu netral.
2.1.2 Persyaratan kimiawi
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah
yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah: pH
yang diperbolehkan berkisar antara 6,5 – 9,0, total solid, zat organik, CO2
agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu),
seng (Zn), chloride(Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.
2.1.3 Persyaratan Bakteriologis
a. Bakteri
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang penting pada
penanganan air. Bakteri adalah jasad renik yang sederhana, tidak
berwarna, satu sel. Bakteri berkembangbiak dengan cara membelah
diri, setiap 15 – 30 menit pada lingkungan yang ideal. Bakteri dapat
bertahan hidup dan berkembangbiak dengan cara memanfaatkan
makanan terlarut dalam air. Bakteri tersebut berperan dalam
dekomposisi unsur organik dan akan menstabilkan buangan organik.
Bakteri yang mendapatkan perhatian di dalam air minum terutama
adalah bakteri Escherichia coli yaitu koliform yang dijadikan indikator
dalam penentuan kualitas air minum.
b. Virus
Virus adalah berupa makhluk yang bukan organisme sempurna,
antara benda hidup dan tidak hidup, berukuran sangat kecil antara 20 –
100 nm atau sebesar 1/50 kali ukuran bakteri. Perhatian utama virus
pada air minum adalah terhadap kesehatan masyarakat, karena
walaupun hanya 1 virus mampu menginfeksi dan menyebabkan
penyakit. Virus berada dalam air bersama tinja yang terinfeksi,
sehingga menjadi sumber infeksi.

2.2 Pasir Sebagai Media Penyaringan


Penyaringan atau filtrasi adalah proses pemisahan komponen padatan yang
terkandung di dalam air dengan melewatkannya melalui media yang berpori atau
bahan berpori lainnya untuk memisahkan padatan dalam air tersebut baik yang
berupa suspensi maupun koloid. Selain itu, penyaringan juga dapat mengurangi
kandungan bakteri, bau, rasa, mangan, dan besi.
Menurut Baker (1948), catatan tertulis paling awal tentang pengolahan air,
sekitar tahun 4000 SM, menyebutkan filtrasi air melalui pasir dan kerikil.
Walaupun sejumlah modifikasi telah dibuat dengan cara yang aplikasi, filtrasi
tetap menjadi salah satu teknologi mendasar terkait dengan pengolahan air.
Digunakannya media filter atau saringan karena merupakan alat filtrasi atau
penyaring yang memisahkan campuran solida likuida dengan media porous atau
material porous lainnya guna memisahkan sebanyak mungkin padatan tersuspensi
yang paling halus. Dan penyaringan ini merupakan proses pemisahan antara
padatan atau koloid dengan cairan, dimana prosesnya bisa dijadikan sebagai
proses awal (primary treatment).
Menurut Tjokrokusumo (1998), pada pengolahan air baku dimana proses
koagulasi tidak perlu dilakukan, maka air baku langsung dapat disaring dengan
saringan jenis apa saja termasuk pasir kasar. Karena saringan kasar mampu
menahan material tersuspensi dengan penetrasi partikel yang cukup dalam, maka
saringan kasar mampu menyimpan lumpur dengan kapasitas tinggi. Karakteristik
filtrasi dinyatakan dalam kecepatan hasil filtrat. Masing- masing dipilih
berdasarkan pertimbangan teknik dan ekonomi dengan sasaran utamanya, yakni
menghasilkan filtrat yang murah dengan kualitas yang tetap tinggi.
Berikut merupakan persyaratan teknis pasir sebagai media penyaringan
menurut standar SNI 3981-2008 tentang Saringan Pasir Lambat :
2.2.1 Berat Jenis Pasir
Berat jenis pasir permukaan jenuh air yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadan jenuh pada suhu tertentu. Berdasarkan
SNI 3981-2008, berat jenis pasir sebagai media penyaringan yaitu sebesar
2,55 gr/cm3 – 2,65 gr/cm3. Berikut merupakan persamaan yang digunakan
untuk menghitung berat jenis pasir.
Berat Jenis Pasir = 𝐵 (𝐵+𝐷−𝐶)
Keterangan:
B = Berat Pasir Jenuh Air
C = Berat Piknometer + Air + Contoh Pasir Jenuh Air
D = Berat Piknometer diisi Air
2.2.2 Analisa Saringan Agregat Pasir
Analisa saringan agregat adalah penentuan persentase berat butiran
agtegat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka-angka persentase
digambarkan pada grafik pembagian butir. Pemilihan media filter yang
akan digunakan dilakukan dengan analisa ayakan (sieve analysis). Hasil
ayakan suatu media filter digambarkan dalam kurva akumulasi distribusi
untuk mencari ukuran efektif (effective size) dan keseragaman media yang
diinginkan (dinyatakan sebagai uniformity coefficient). Effecive Size (ES)
atau ukuran efektif media filter adalah ukuran media filter bagian atas
yang dianggap paling efektif dalam memisahkan kotoran yang besarnya
10 % dari total kedalaman lapisan media filter atau 10 % dari fraksi berat,
ini sering dinyatakan sebagai P10 (diameter pada persentil 10). Uniformity
Coefficient (UC) atau koefisien keseragaman adalah angka keseragaman
media filter yang dinyatakan dengan perbandingan antara ukuran diameter
pada 60 % fraksi berat terhadap ukuran efektif atau dapat ditulis:
UC = P60 /P10
Dimana:
P60 adalah diameter butiran pada persentil 60
P10 adalah diameter butiran pada persentil 10

2.3 Saringan Pasir Lambat


Saringan pasir lambat adalah bak saringan yang menggunakan pasir
sebagai media filter dengan ukuran butiran sangat kecil, Namun mempunyai
kandungan kuarsa yang tinggi. Proses penyaringan berlangsung secara gravitasi,
sangat lambat, dan simultan pada seluruh permukaan media.
Pasir media yang baru pertama kali dipasang dalam bak saringan
memerlukan masa operasi penyaringan awal secara normal dan terus menerus.
Tujuan operasi awal adalah untuk mematangkan media pasir penyaring dan
membentuk lapisan kulit Saringan (schmutsdecke), yang kelak akan berfungsi
sebagai tempat berlangsungnya proses biokimia dan proses biologis. Selama
proses pematangan, kualitas filtrat atau air hasil olahan dari saringan pasir
lambat, biasanya belum memenuhi persyaratan air minum.

Gambar 2.1 Desain Saringan Pasir Lambat Standar WHO


Ketinggian air kotor di bak penyaring biasanya berkisar 1 – 1.5 meter, dan
ketebalan lapisan pasir berkisar 0.6 – 1.2 meter. Ketebalan dan ketinggian air ini
bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi sumber air, ukuran butir pasir,
keseragaman ukuran butir dan tekanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
kecepatan aliran air melewati saringan pasir lambat. Jika dibutuhkan penyaringan
yang lebih baik, maka tebal pasir makin tebal dan karena makin tebal maka aliran
air akan semakin lambat dan membutuhkan tekanan yang makin tinggi sehingga
ketinggian air diatas saringan juga harus semakin tinggi.
2.4 Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan
aliran rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga
pori. Pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya
sehingga air dapat mengalir dari titik tinggi energi ke titik dengan energi lebih
rendah. (Hardyatmo, 2003). Besarnya angka permeabilitas ditentukan oleh
porositas efektif. Permeabilitas tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah,
dimana kedua hal ini tergantung pada banyaknya pori-pori tanah, ukuran sisir
tanah dan liku aliran dan kelembaban dari aliran air di dalamnya. Permeabilitas
tanah akan mengontrol seberapa cepat air dapat berinfiltrasi ke dalam tanah yang
akan menyebabkan terjadinya limpasan dan erosi. Untuk mengukur kecepatan
aliran air yag melalui suatu rongga pori dipakai persamaan Darcy, yang meninjau
hubungan antara kecepatan dengan gradien hidraulik. Diberikan dengan
persamaan sebagai berikut (Hadyatmo,2006):

v=ik
Q=i.k.A
Di mana: v = kecepatan aliran (cm/dtk)
i = gradien hidraulik
k = koefisien permeabilitas (cm/dtk)
Q = debit rembesan (m3 /dtk)
A = luas penampang yang dialiri (m2 )
BAB III
METODE

Langkah – langkah dalam melakukan penelitian ini yaitu sebagai berikut :


1. Melakukan analisa butiran pasir dengan menggunakan ayakan No. 3/8, 4, 10, 20,
40, 50, 60, 70, 120, 200.
2. Menghitung nilai ES (P10) dan Cu, di mana nilai ES yang diperoleh harus berada
di antara 0,2 – 0,4 mm dan nilai Cu berada pada 2 – 3.
3. Melakukan pengujian permeabilitas untuk mendapatkan nilai koefisien
permeabilitas (k).
4. Melakukan pengujian berat jenis pasir.
5. Melakukan pengujian untuk mendapatkan kecepatan.
6. Menghitung luasan bak saringan pasir lambat dan menentukan dimensi bak.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Butiran Pasir

Sebagai proses awal dilakukan pengayakan pasir untuk mendapatkan nilai ES


dan Cu yang sesuai SNI 03-3981-2008. Proses pengayakan pasir dilakukan pada
Laboratorium Teknik Sipil Universitas Nusa Cendana dengan menggunakan ayakan
No. 3/8, 4, 10, 20, 40, 50, 60, 70, 120, 200.

Dari gambar 4.1 dapat dihitung nilai P10 dan P60 untuk mencari nilai ES dan
Cu. berikut adalah perhitungan nilai ES dan Cu.

ES = P10 = 0,3 (syarat SNI 03-3981-2008 adalah 0,2 – 0,4 mm) ( Syarat SNI 03-
3981-2008 adalah 2- 3 )

Permeabilitas

Hasil pengujian permeabilitas terhadap pasir yang akan digunakan sebagai


media filter pada saringan pasir lambat sebagai berikut :

Diameter Tabung : 6,35 cm

Berat Sampel : 464 gr

Tinggi Sampel : 9 cm

∆t : 11,3 detik

∆v : 66 ml

∆h : 38,3 cm

A : 31,682 cm2
Dari hasil perhitungan di atas maka diperoleh hasil material yang digunakan
pada percobaan saringan pasir lambat yang mengambil sumber air dari mata air
Kolhua digolongkan pada Kerikil Halus, butiran kasar bercampur pasir butiran
sedang yang mempunyai nilai koefisien permeabilitas 10-2 sampai 10 mm/dtk .

Head diperoleh dengan cara “trial and error” sampai mendapatkan hasil
yang sesuai dengan ketentuan SNI 03-3981-2008. Dapat disimpulkan bahwa
kecepatan aliran sangat ditentukan oleh head, semakin besar head maka semakin
besar pula kecepatan yang dihasilkan.
Berikut adalah hasil laboratorium untuk pengujian kekeruhan pada
sampel S1, S2, S3, dan S4 dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Luasan Bak Saringan Pasir Lambat.
Berdasarkan data debit mata air Kolhu sebesar 0,015 m3/dtk pada musim
hujan maka dapat dihitung luasan bak saringan pasir lambat.
Luasan bak saringan pasir lambat ditentukan oleh besarnya debit rencana
dan kecepatan aliran (SNI 03-3981-2008).
1. Perhitungan Luasan Bak Saringan Pasir Lambat Dengan Ketebalan Pasir 0,6
m.
Qr = 0,015 m3/dtk.
V60 = 0,22 m/jam.
V60 = 0,0000611 m/dtk.

Dengan demikian dimensi bak adalah sebagai berikut :


A= PxL
P:L=2:1
P = 2L
A = 2L2

L = 11 m.
P = 2 x 11 m.
P = 22 m.
Jadi, dimensi bak saringan pasir lambat dengan ketebalan pasir 60 cm adalah 11
x 22 m.
Rekapitulasi perhitungan luasan bak saringan pasir lambat di atas dapat
dilihat pada Tabel 4.6.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa


luasan bak saringan pasir lambat sangat ditentukan oleh kecepatan dan kecepatan
sangat ditentukan oleh ∆h.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kadar kekeruhan air adalah sebagai berikut :

a) Mata air Kolhua sebesar 20,5 NTU (Nephelometric Turbidity Unit).

b) Penyaringan dengan ketebalan pasir 60 cm adalah sebesar 1,5 NTU


(Nephelometric Turbidity Unit).

c) Penyaringan dengan ketebalan pasir 80 cm adalah sebesar 0,8 NTU


(Nephelometric Turbidity Unit).

d) Penyaringan dengan ketebalan pasir 100 cm adalah sebesar 0,2 NTU


(Nephelometric Turbidity Unit).

2. Dimensi bak saringan pasir lambat dengan variasi ketebalan 60 cm, 80 cm, dan 100
cm adalah sebagai berikut :

a) Luasan bak saringan pasir lambat dengan ketebalan pasir 60 cm adalah 245
m2 dengan dimensi bak 11 x 22 m.

b) Luasan bak saringan pasir lambat dengan ketebalan pasir 80 cm adalah 169
m2 dengan dimensi bak 10 x 20 m.

c) Luasan bak saringan pasir lambat dengan ketebalan pasir 100 cm adalah 164
m2 dengan dimensi bak 9 x 18 m.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor


492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang persyaratan air
bersih.

Dio.R. 2009, Desain Saringan Pasir Lambat Pada Embung


Yang Memperhatikan Kualitas dan Kuantitas Air
Bersih. Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Hardiyatmo H.C, 2003. Mekanika Tanah I , penerbit Gramedia Pustaka


Utama Jakarta.

Sasongko Dj, 1995. Teknik Sumber Daya Air. Penerbit Erlangga, Jakarta.

SNI 03-3981-2008, Perencanaan Instalasi Saringan Pasir Lambat.

SNI 03-3982-1992,Tata Cara Perawatan Instalasi Saringan Pasir Lambat.

Triatmodjo, B.1993, Hidrolika 1 dan 2. Beta Offset, Yogyakarta.


LAMPIRAN

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai