Anda di halaman 1dari 6

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan upaya pedagogis yang bertujuan untuk

membentuk warga negara yang baik, yang memuat materi pemerintahan,


kewargaan, dan sejarah atau kebangsaan. Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajar mengajar baik hambatan fisik,
intelektual maupun psikologisnya. Smart (2012:33) menjelaskan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya. Karakteristik yang dimiliki oleh anak
berkebutuhan khusus bukan alasan untuk tidak menanamkan karakter kebangsaan.
Sebagai warganegara, anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan anak pada umumnya untuk mengenali bangsanya
melalui pendidikan karakter kebangsaan yang diintegrasikan melalui Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan.

Modifikasi kurikulum Kewarganegar aan ABK

Modifikasi kurikulum di sekolah inklusi dengan cara Kurikulum siswa rata-rata


atau regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK,
Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita, dan
Modifikasi kurikulum ke atas untuk peserta didik gifted and talented. Adapun
modifikasi kurikulum yang dapat dilakukan terhadap (1) alokasi waktu
disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang sudah diperkrakan dengan matang
sesuai tingkat kefokusan siswa, (2) isi atau materi kurikulum dimodifikasi dan
diberikan kurikulm khusus untuk ABK, (3) proses belajar mengajar juga
dimodifikasi sesuai dengan minat peserta didik, (4) pengelolaan kelas dirancang
yang mampu menunjang prosess perkembangannya dan mampu memberikan
kenyamanan, (5) sarana prasarana harus mampu menunjang proses belajar
mengajar agar optimal dan (6) lingkungan belajar peserta didik yag aman,
nayaman dan harmonis.

Kurikulum yang digunakan disekolah reguler yaitu kurikulum nasional yang


dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus
dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkatan kecerdasannya.
Tujuan dilakukannya modifikasi atau pengembangan kurikulum dalam pendidikan
inklusif yaitu (1) membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan
mengatasi hambatan belajar yang dialami, (2) membantu guru dan orangtua dalam
mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus
baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah, dan (3) menjadi pedoman
bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan
menyempurnakan program pendidikan inklusif.

Pada dasarnya layanan ABK disesuaikan dengan kebutuhan individunya. ABK


dalam belajar berbeda dengan anak normal, makin berat tingkat kecacatannya
semakin komplek cara belajarnya. ABK memerlukan modifikasi dan rentang
waktu yang berbeda dibandingkan dengan peserta didik yang normal. Sekolah
bertanggung jawab memberikan keterampilan fungsional agar siswa dapat mandiri
dalam menjalankan kehidupannya baik di sekolah, di rumah, dan di masyarakat.
Guru sangat berperan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Guru juga harus
dapat meyakinkan masyarakat bahwa tujuan materi dalam program pembelajaran
individual dapat diterima baik praktis, efektif, dan manusiawi. Guru juga harus
berhubungan dengan orangtua peserta didik di dalam menjalankan program
maupun evaluasi programnya. Karena ABK membutuhkan pelayanan pendidikan
dengan prinsip-prinsip modifikasi perilaku.

Model pengembangan kurikulum dalam sekolah inklusi menurut Sukadari (2019)


dapat dibedakan menjadi beberapa model antara lain sebagai berikut.

1. Model Kurikulum Reguler Penuh

Kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk


mengikuti kurikulum reguler sama seperti teman-teman lainnya di dalam kelas
yang sama.

2. Model Kurikulum Reguler Dengan Modifikasi

Kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis


penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada
kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat
siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.

3. Model Kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI)

Kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim
pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala
sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.

Strategi penggunaan lingkungan

Segala hal yang ada disekitar kita bisa dijadikan sebagai media pembelajaran.
Hanya saja, tidak semua pengajar mengetahui bagaimana cara memanfaatkan
lingkungan yang tersedia sebagai media dalam pengajaran bidang studi. Ada
beberapa cara atau teknik bagaimana mempelajari lingkungan sebagai media dan
sumber belajar, antara lain (Desti, 2017):

 Survey , Mengunjungi lingkungan seperti mayarakat setempat untuk


mempelajari proses sosial, budaya, ekonomi, kependudukan, dan lain-lain.
Kegiatan belajar dilakukan siswa melalui observasi, wawancara dengan
beberapa pihak yang dipandang perlu, mempelajari data atau dokumen
yang ada, dan lain-lain. Hasilnya dicatat dan dilaporkan di sekolah untuk
dibahas bersama dan disimpulkan oleh guru dan siswa untuk melengkapi
bahan pengajaran. Pengajaran yang dapat dilakukan untuk kegiatan
survey terutama bidang studi ilmu sosial dan kemasyarakatan, seperti
ekonomi, sejarah, kependudukan, hukum, sosiologi, antropologi, dan
kesenian.

 Berkemah, Kemah membutuhkan waktu yang cukup, sebab siswa harus


dapat menghayati bagaimana kehidupan alam seperti suhu, iklim,
suasana, dan lain-lain. Kemah cocok untuk mempelajari ilmu
pengetahuan alam, ekologi, biologi, kimia, dan fisika. Siswa dituntut
merekam apa yang ia alami, rasakan, lihat dan kerjakan selama kemah
berlangsung. Hasilnya dibawa ke sekolah untuk dibahas dan dipelajari
bersama-sama.

 Karyawisata, Karyawisata adalah kunjungan siswa keluar kelass untuk


mempelajari objek tertentu sebagai bagian integral dari kegiatan kurikuler
di sekolah. Sebelum karyawisata dilakukan siswa, sebaiknya direncankan
terlebih dahulu objek apa yang akan akan dipelajari dan cara
mempelajarinya serta kapan sebaiknya dipelajari. Objek karyawisata harus
relevan dengan bahan pengajaran. Misalnya musium untuk pelajaran
sejarah, kebun binatang untuk pelajaran biologi, taman mini untuk
pelajaran ilmu bumi dan kebudayaan, peneropongan bintang di Lembang
untuk fisika dan astronomi. Karyawisata sebaiknya dilakukan pada akhir
semester atau tengah semester dan dikaitkan dengan keperluan pengajaran
dari berbagai bidang studi.

Praktek lapangan, Praktek lapangan dilakukan oleh para siswa untuk memperoleh
keterampilan dan kecakapan khusus. Misalnya Mahasiswa FKIP diterjunkan ke
sekolah untuk melatih kemampuan sebagai guru di sekolah. Siswa SMK dikirim
ke perusahaan maupun instansi yang sesuai dengan jurusan untuk mempelajari
dan mempraktekkan alat berat, pembukuan, akuntansi, dan lain-lain. Dengan
demikian praktek lapangan berkenaan dengan keterampilan tertentu sehingga
lebih tepat untuk sekolah-sekolah kejuruan.

 Mengundang manusia sumber atau nara sumber, Jika cara


sebelumnya kelas dibawa ke masyarakat, pada cara ini narasumber yang
diundang ke sekolah untuk memberikan penjelasan mengenai
keahliannyadi hadapan para siswa. Misalnya mengundang penyuluh
pertanian untuk menjelaskan cara bercocok tanam, dan lain-lain.
Narasumber yang diundang harus relevan dengan kebutuhan belajar
siswa. 

 Proyek pelayanan dan pengabdian pada masyarakat, Cara ini


dilakukan apabila sekolah (guru dan siswa secara bersama-sama
melakukan kegiatan dengan memberikan bantuan kepada masyarakat
seperti pelayanan, penyuluhan, partisipasin dalam kegiatan masyarakat,
dan kegiatan lain yang diperlukan). Proyek pelayanan pada masyarakat
memberi manfaat yang baik bagi para siswa maupun bagi masyarakat.

Metode pembelajaran Kewarganegaraan ABK

Metode yang dianggap paling cocok untuk memfasilitasi keperluan strategi dan
metode belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan antara lain.

1) Metode inkuiri 

digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis  dan  hasil  belajar 


peserta  didik. Metode  tersebut  merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses berfikir kritis dan analisis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Adapun
langkah- langkahnya mencakup : perumusan masalah, perumusan hipotesis,
konseptualisasi, pengumpulan data, pengujian dan analisis data, menguji hipotesis
serta pada akhirnya akan memulai inkuiri lagi ((Wahab dan Sapriya, 2011). 

2)   Model pembelajaran berbasis portofolio (portofolio based learning).

Portofolio merupakan kumpulan informasi/data yang tersusun dengan baik yang


menggambarkan rencana kelas peserta didik berkenaan dengan suatu isu
kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji oleh mereka, baik dalam
kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahan-
bahan seperti pernyataan- pernyataan tertulis, peta grafik photography, dan karya
seni asli. Bahan-bahan tersebut menggambarkan :

• Hal-hal yang telah dipelajari peserta didik berkenaan dengan suatu


masalah yang dipilih ;

• Hal-hal  yang  telah  dipelajari  peserta  didik  berkenaan  dengan


alternatif-alternatif pemecahan terhadap masalah tsb ;
• Kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat peserta didik untuk
mengatasi masalah tsb;

• Rencana tindakan yang telah dibuat peserta didik untuk digunakan dalam
mengusahakan agar pemerintah menerima kebijakan yang mereka usulkan.

3) Pendekatan  pembelajaran  lainnya  yang  dapat  digunakan  adalah


pendekatan  kontekstual  (Contextual  Teaching  and  Learning/CTL) 

yaitu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang  diajarkannya 
dengan  situasi  dunia  nyata  peserta  didik  dan mendorongnya untuk membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Wuryan & Syaifullah, 2008 : 57).
Dalam  menerapkan  pendekatan  kontekstual  untuk  pembelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan diperlukan persiapan yang matang dengan langkah-
langkah sebagai berikut (Devi & Jatiningsih, 2019):

•  Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna


dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilannya.

• Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik/materi


pembelajaran.

• Kembangkan rasa ingin tahu peserta didik dengan cara brainstorming/curah


pendapat yaitu sebagai model pembelajaran dimana peserta didik dilatih untuk
mencari dan menemukan gagasan-gagasan baru dan kemudian secara sistematis
menentukan pemecahan terbaik atas suatu masalah. Brainstorming atau curah
pendapat tersebut jika dilakukan dengan baik maka akan sangat mendukung
terhadap pembentukan karakter warga negara global.

•  Ciptakan komunitas belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok.

•  Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

•  Lakukan refleksi di akhir pertemuan, dan lakukan penilaian otentik dengan


berbagai macam cara ataupun pola penilaian. 

Referensi:

Desti, T. (2017). Peran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam


Menanamkan Karakter Kebangsaan pada Anak Berkebutuhan Khusus di
Sekolah Inklusi. Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III, 125–
133.
Devi, S., & Jatiningsih, O. (2019). Strategi Guru PPKn bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) SMPLB-B dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan
Peserta Didik di Yayasan pembinaan Anak Tunarungu (YPATR) Mulia
Surabaya Kecamatan Wonokromo. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan,
07(02), 1253–1267.

Anda mungkin juga menyukai