3
Bidang Garapan Penelitian Tindakan Kelas:
Bagian 1
A. Lingkungan Belajar
pemberi motivasi, model, ataupun pengatur, tetapi juga sebagai aktor atau
pelaku dalam pembelajaran. Guru memiliki tanggung jawab dalam aktivitas
pengelolaan atau manajemen kelas untuk dapat menciptakan situasi kelas
yang kondusif dan menyenangkan sehingga dapat tercipta proses
pembelajaran yang efektif. Melalui proses pembelajaran yang efektif inilah
diharapkan guru memfasilitasi siswa meraih prestasi belajar yang optimal.
Pencapaian prestasi belajar yang optimal menunjukkan keberhasilan dalam
proses pembelajaran, begitu pula sebaliknya. Prose
11 Ki Hadjar Dewantara, EBI: Ki Hajar Dewantara meruapakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia,
kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia
merupakan pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para
pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari
semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.
Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret
dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan
nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
3
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik terdiri atas: (a) letak geografis sekolah, (b) kondisi
gedung, (c) sumber dan media pembelajaran. Letak geografis sekolah turut
memengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Sekolah-sekolah yang terletak
di daerah yang padat atau berdampingan dengan tempat keramaian
biasanya akan mengalami persoalan terkait rendahnya konsentrasi belajar
siswa. Kondisi Gedung terutama ruang kelas yang memadai menjadi salah
satu syarat yang harus dipenuhi agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan efektif. Kondisi ruang kelas yang baik dapat menumbuhkan rasa
nyaman dalam diri siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Begitu pula
dengan Sumber dan Media Pembelajaran dapat memberikan kemudahan
bagi siswa untuk memperoleh informasi tentang objek yang sedang
dipelajarinya. Begitu pula dengan media pembelajaran yang lengkap akan
memudahkan penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa.
b. Lingkungan Nonfisik
Lingkungan nonfisik dapat dibagi menjadi dua yaitu: (a) lingkungan sosial
dan (b) lingkungan akademis.
a) Lingkungan Sosial: terbagi menjadi (a) relasi guru dengan siswa, (b) relasi siswa
dengan siswa, dan (c) disiplin siswa. Antara guru dengan siswa sering
kali terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan relasi keduanya menjadi
terganggu. Relasi yang baik antara guru dengan siswa merupakan faktor
yang sangat penting dalam upaya menciptakan iklim belajar yang
kondusif dan menyenangkan. Adapun relasi siswa dengan siswa akan
menghasilkan pembelajaran yang multiarah. Jika relasi antara siswa
dengan siswa berjalan dengan baik, maka pembelajaran dapat berjalan
5
b) Lingkungan Akademis
lingkungan akademis teridiri dari: (a) implementasi kurikulum, (b)
kualitas guru, (c) suasana belajar, (d) cara belajar siswa, dan (e) waktu
belajar. Implementasi kurikulum benar-benar diperhatikan agar tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.3 Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 yang
meneyebutkan bahwa kurikulum merupkan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Begitu pula dengan
kualitas guru yang berkaitan erat dengan kompetensi guru yang
dipersyaratkan oleh Undang-undang No. 14 tahun 2005 Dosen pasal 10
ayat 1, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.4
Suasana belajar yang tenang dan kondusif membuat siswa merasa
nyaman dan termotivasi belajar yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap prestasi belajarnya. Adapun cara belajar siswa Cara belajar
siswa yang tidak benar akan menyebabkan proses belajar menjadi tidak
efektif. Termasuk pengaturan waktu belajar di sekolah juga turut
memengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
3 Implementasi kurikulum merupakan aktualisasi kurikulum dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi
serta karakter peserta didik. Implementasi kurikulum dalam bentuk pembelajaran berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan terutama Standar Proses, sebagaimana dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
mencakup perencanaan proses pembelajaraan, pelaksanaan proses pembelajraan, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran.
4 Kompetensi pedagogik berkenaan dengan kemampuan guru untuk memiliki pemahaman terhadap karakteristik
siswa dan pengelolaan pembelajaran mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Kompetensi kepribadian
berkenaan dengan kemampuan guru untuk tampil sebagai personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial
berkenaan dengan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan siswa, sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua siswa, dan masyarakat sekitar. Kompetensi
profesional berkenaan dengan penguasaan guru terhadap materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
mencakup penguasaan substansi isi materi pembelajaran, dan substansi keilmuan yang menaungi materi dalam
kurikulum, serta menambah wawasan keilmuan.
6
B. Pendekatan Pembelajaran
7
a. Pendekatan Kontekstual
b. Pendekatan Saintifik
5 Pembelajaran Berbasis Kontekstual diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan agar
kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat dan pengalaman siswa. Dewey tidak
menyetujui konsentrasi pembelajaran pada pengembangan intelektual terpisah dari pengembangan aspek
kepribadian. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang
menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah
diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya.
6 Pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang berlaku dalam Kurikulum 2013. Namun, secara
prosedural, pendekatan saintifik tidak selalu tepat atau sesuai untuk diaplikasikan pada semua mata pelajaran,
materi, atau situasi tertentu. Dalam kondisi demikian, guru dimungkinkan untuk menggunakan pendekatan lain
dengan catatan tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dalam pembelajaran yang dilaksanakan.
10
c. Pendekatan Konstruktivisme
d. Pendekatan Konsep
7 Pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad 20 dalam tulisan Baldwin yang secara luas diperdalam dan
disebarkan oleh Piaget. Apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivistik sebenarnya telah dimulai
oleh Vico, seorang epistemolog dari Italia (1710), Vico dalam de Antiquissima Italorum Sapientia,
mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari
ciptaan.” Dia menjelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu (Glasersfeld,
1988).
11
C. Model Pembelajaran
Dengan demikian, merupakan hal yang sangat penting bagi para guru
untuk mempelajari dan menambah wawasan tentang model pembelajaran.
Dengan menguasai berbagai model pembelajaran, seorang guru akan
merasakan adanya kemudahan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas,
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai yang
diharapkan.
11 Teori belajar gestalt sering pula disebut field theory atau insight full learning. Teori belajar gestalt
merupakan teori belajar yang di kembangkan oleh Max Wertheimer. Max Wertheimer (1880-1943) adalah
pendiri Psikologi Gestalt, bersama kedua temannya, yakni Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler
(1887-1967).
12 Teori belajar behavioristik memandang belajar sebagai perubahan tingkah laku akibat dari interaksi stimulus
dan respon. Seseorang dianggap telah belajar jika dapat menunjukkan perubahan tingkah laku. Bagi teori belajar
behavioristik, aspek mental boleh saja ada, tetapi tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati dan
diukur.
17
13 Dalam pengertian ini, heterogen yang dimaksud dilihat dari berbagai perbedaan karakteristik siswa,
utamanya pada aspek tingkat kemampuan belajar.
18
D. Strategi Pembelajaran
Selain itu, jumlah siswa juga menjadi penentu dalam pemilihan strategi
pembelajaran.
b. Strategi yang dipilih harus mendukung pencapaian tujuan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran mencakup tiga ranah kompetensi,
yakni kognitif, afektif atau psikomotor. Tujuan tersebut bersifat mulai
yang operasional sampai konkret, yaitu tujuan instruksional khusus dan
umum, tujuan kurikuler, serta tujuan universal. 14
c. Pemilihan strategi harus memerhatikan ketersediaan sarana dan
prasarana pembelajaran. Kelengkapan sarana dan prasarana
pembelajaran merupakan salah satu faktor yang menunjang
keberhasilan proses pembelajaran. Namun, kenyataan di lapangan
menunjukkan guru sering kali harus dihadapkan pada situasi
ketidaktersediaan sarana dan prasarana yang memadai, terutama di
sekolah-sekolah yang ada di perdesaan. Menghadapi situasi ini,
kreativitas seorang guru dalam menetapkan alternatif strategi
pembelajaran dengan memanfaatkan benda-benda sekitar atau segala
sumber daya yang tersedia sangat dibutuhkan.
d. Pemilihan strategi harus memerhatikan alokasi waktu pembelajaran
yang tersedia. Waktu yang tersedia untuk kegiatan pembelajaran
beragam sesuai dengan tingkat pendidikan (SD/SMP/SMA) dan jenis
mata pelajaran. Misalnya, di tingkat SMA, alokasi waktu per jam
pelajaran selama 45 menit. Dengan durasi yang terbatas, guru harus
mampu mengelola waktu seefisien mungkin sehingga proses
pembelajaran berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan.
14 Tujuan khusus atau indikator adalah tujuan yang mengarah pada sasaran pembelajaran. Tujuan umum
mengarah pada hasil akhir dari kegiatan pembelajaran seperti pemberian tes. Tujuan kurikuler berkaitan dengan
bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan universal mencakup kompetensi guru, yakni: kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional.
25
siswa. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru,
yakni: (a) penggunaan bahasa, (b) intonasi suara, (c) jarak kontak mata
dengan siswa, dan (4) penggunaan cerita lucu sebagai penyegaran.
3. Korelasi (Correlation)
Korelasi adalah langkah menghubungkan materi pembelajaran
dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan
siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan
yang telah dimiliki. Korelasi dilakukan untuk memberikan makna
terhadap materi pembelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur
pengetahuan yang telah dimiliki maupun makna untuk meningkatkan
kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
4. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah langkah untuk memahami inti dari materi
pembelajaran yang telah disajikan. Keberhasilan dalam menyimpulkan
sangat penting dalam strategi pembelajaran ekspositori karena pada
tahap ini siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
5. Mengaplikasikan (Application)
Aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka
menyimak penjelasan guru. Guru akan mengumpulkan informasi
tentang penguasaan dan pemahaman materi pembelajaran oleh siswa.
Teknik yang biasa dilakukan pada langkah mengaplikasikan dapat
berupa pemberian tugas atau tes.
4. Tahap Inkuiri.
Tahap inkuiri merupakan tahap terpenting dalam SPPKB. Pada
tahap ini, siswa belajar berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahap
inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.
Untuk itu, guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan
yang dihadapi.
5. Tahap Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahap pembentukan pengetahuan baru
melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini, siswa dituntut untuk dapat
menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema
pembelajaran. Tugas guru adalah membimbing siswa untuk dapat
menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami seputar
topik yang dipermasalahkan.
6. Tahap Treatment.
Dalam tahap ini, guru mengadakan perbaikan pada siswa yang
belum bisa menyimpulkan hasil kegiatan inkuiri.
7. Tahap Transfer
Tahap transfer adalah tahap penyajian masalah baru yang
sepadan dengan masalah yang telah dipecahkan sebelumnya. Tahap
transfer dimaksudkan agar siswa mampu mentransfer kemampuan
berpikir untuk memecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini,
guru memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan.
15 Tokoh utama di balik Quantum Learning adalah Bobbi De Porter. De Porter adalah perintis, pencetus, dan
pengembang utama Quantum Learning. Semenjak tahun 1982, De Porter mematangkan dan mengembangkan
gagasan pembelajaran quantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak di Kirkwood
Meadows, Negara Bagian California, AmerikaSerikat. SuperCamp sendiri didirikan atau dilahirkan oleh
Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada pembelajaran guna pengembangan
potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike
Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer Nouric, De Porter secara terprogram dan terencana menguji coba
gagasan-gagasan Quantum Learning kepada para remaja di SuperCamp pada awal tahun 1980-an. De Porter
menjelaskan bahwa metode ini dibangun berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap 2.500 siswa dan
sinergi pendapat ratusan guru di SupeCamp.
29
Referensi
Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran:
Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir. Alih Bahasa Satrio
Wahono Jakarta: Indeks.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT Grasindo.
Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Hmelo-Silver, C. E. 2004. Problem-Based Learning: What and How Do
Students Learn? Educational Psychology Review,16, 3, 235-265.
http://dx.doi.org/10.1023/B:EDPR.0000034022. 16470. f3
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam
Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Joyce, Bruce and Weil, Marsha. 1980. Models of Teaching. (Second Edition).
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Rianto, Milan dkk. 2006. Pendekatan, Strategi dan Metode Pembelajaran:
Bahan Ajar Diklat Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMA
Jenjang Dasar. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat
Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP Malang.
Romiszowski, A.J. 1981 . Designing lnstructional Sysfem: Decision Makingin
Course Planning and Curriculum Design. New York: Nicohls Publishing
Company.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alvabeta.
Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sanjaya, Wina. 2011. Perencanaan dan Desain sistem pembelajaran.
Jakarta: Kencana Prenada Medai Grup.
Suherman. 1993. Pendekatan Pembelajaran Merupakan Suatu Konsep atau
Prosedur………………
garuda1640523.pdf
PENERAPAN TEORI KONSTRUKTIVIS DALAM PEMBELAJARAN Fatimah Saguni Jurnal Paedagogia Vol. 8
No. 2 September 2019