Anda di halaman 1dari 19

1

5 Prosedur Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas

Sebagai sebuah proses, pelaksanaan penelitian selalu mengacu pada


prosedur ilmiah yang telah disusun secara teratur dan sistematis sebagai
pedoman yang wajib dipatuhi oleh setiap peneliti. Prosedur pelaksanaan
penelitian berisi penjelasan tahap-tahap yang harus ditempuh oleh peneliti
dalam melaksanakan sebuah penelitian. Prosedur pelaksanaan penelitian
berbeda antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lain. Hal ini
tergantung dari jenis dan tujuan tiap-tiap penelitian itu. Misalnya, prosedur
pelaksanaan penelitian ex post facto berbeda dengan prosedur pelaksanaan
penelitian eksperimen, penelitian evaluasi, penelitian pengembangan, dan
juga penelitian tindakan kelas (PTK).
Telah dikatakan di atas bahwa prosedur pelaksanaan penelitian wajib
ada dalam semua jenis penelitian, termasuk dalam penelitian tindakan
kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh
guru (bersama partisipan) dengan tujuan tidak hanya sekadar menemukan
atau mendeskripsikan masalah yang dialaminya, tetapi yang paling utama
adalah bagaimana masalah itu dapat diselesaikan atau dipecahkan melalui
tindakan-tindakan. Untuk sampai pada tujuan itu, tentu ada serangkaian
tahap yang harus ditempuh oleh guru sebagai peneliti (bersama partisipan)
dalam melakukan PTK. Penting untuk dipahami bahwa antara PTK yang
dilakukan oleh seorang guru dengan PTK yang dilakukan oleh guru lainnya
bisa saja memiliki perbedaan pada titik tertentu dalam tahap-tahap
pelaksanaanya. Hal ini bukanlah sebuah kekeliruan, melainkan sebuah
kewajaran sebab penelitian tindakan kelas memiliki banyak model. Ada PTK
model Kurt Lewin, PTK model Kemmis dan Mc Taggart, PTK model John
Elliot, PTK Model McKernan, dan PTK model Ebbut.
Secara umum, dalam berbagai referensi dikatakan bahwa tahapan
pelaksanaan PTK dinyatakan dalam bentuk siklus. Satu siklus terdiri dari 4
tahap, yakni: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3)
pengamatan/observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Namun,
2

sebelum sampai pada tahap perencanaan, ada satu tahap awal yang perlu
dilakukan oleh guru, yakni penetapan fokus masalah penelitian. Penetapan
fokus masalah penelitian merupkan bagian yang wajib dilakukan dalam
PTK. Jika tidak, maka penelitian yang dilakukan akan menjadi tidak jelas,
bahkan tidak layak dikatakan sebagai PTK, sebab sesuai dengan
definisinya, PTK adalah penelitian yang berangkat dari adanya masalah
yang ada di kelas dan dilakukan untuk menyelesaikan atau memecahkan
masalah itu.

A. Penetapan Fokus Masalah Penelitian

Tahap awal dalam penelitian tindakan kelas adalah penetapkan fokus


masalah yang akan dipecahkan atau diselesaikan. Penetapan fokus
masalah penelitian merupakan tahap yang sangat esensial untuk dilakukan
sebelum suatu rencana tindakan disusun. Dikatakan demikian karena
masalah penelitian adalah landasan dasar untuk menentukan unsur
penelitian lainnya. Pada tahap ini, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan oleh guru, yakni menyadari adanya masalah, mengidentifikasi
masalah, menganilisis masalah, dan merumuskan masalah. Setelah
melakukan empat langkah ini, barulah guru dapat melanjutkan pada tahap
berikutnya, yakni perencanaan tindakan.

1. Menyadari Adanya Masalah

Sesuai dengan tujuannya, yakni melakukan perbaikan dalam


berbagai aspek pembelajaran, maka penelitian tindakan kelas (PTK) selalu
berangkat dari adanya masalah nyata yang dihadapi oleh guru dalam
pembelajaran. Masalah yang diangkat sebagai objek PTK haruslah benar-
benar merupakan masalah yang secara aktual dialami oleh guru dan dengan
adanya masalah itu, efektivitas pembelajaran di kelas menjadi terganggu.

Masalah PTK selalu berpusat pada dua hal, yakni pada proses dan
hasil belajar siswa. Sayangnya, sering kali seorang guru tidak menyadari
bahwa sebenarnya ada masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran
yang ia lakukan. Guru baru menyadari adanya masalah itu ketika dampak
yang ditimbulkan secara signifikan membuat proses pembelajaran menjadi
3

tidak berhasil. Untuk itu, perlu ada keberanian dalam diri seorang guru
untuk merefleksi setiap proses pembelajaran yang ia lakukan. Guru harus
terbuka dengan dirinya sendiri. Guru dituntut untuk berani bertanya kepada
diri sendiri apakah kualitas proses dan hasil belajar siswa telah sesuai
dengan standar capaian yang telah ditentukan. Beberapa pertanyaan umum
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
1) Berhasilkah pembelajaran yang saya lakukan?
2) Apakah siswa telah menguasai kompetensi dasar yang diajarkan?
3) Apakah siswa telah memahami materi yang diajarkan secara tuntas?
4) Apakah siswa aktif dalam proses pembelajaran?
5) Apakah interaksi yang terjadi di dalam kelas berlangsung secara
kondusif?
6) Apakah aktivitas pembelajaran dapat terselenggara dengan baik?
7) Apakah aktivitas pembelajaran menarik minat siswa?
8) Apakah siswa memperhatikan secara baik dalam proses pembelajaran?
9) Apakah tes atau latihan yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik
oleh seluruh siswa?

Dalam bebagai referensi dikatakan bahwa masalah adalah


kesenjangan antara apa yang seharusnya atau diharapkan terjadi (das solen)
dengan apa yang terjadi (das sein). Ketika guru merasa telah berusaha
melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, tetapi hasil dari
proses itu menunjukan sesuatu yang tidak maksimal, maka sesungguhnya
telah terjadi masalah dalam proses pembelajaran tersebut. Guru harus
menyadari bahwa ada yang kurang atau bahkan ada yang salah dengan
proses pembelajaran yang ia lakukan. Guru tidak boleh abai terhadap hal
itu. Memang tidak mudah, dibutuhkan keterbukaan, kejujuran, kepekan,
sikap kritis, dan pengetahuan yang cukup untuk melakukannya. Namun,
walaupun demikian, menjadi hal wajib untuk dilakukan oleh guru jika
menginginkan adanya perbaikan kualitas dan hasil dari proses
pembelajaran. Jika tidak, guru hanya akan selalu bergulat dengan
keresahannya, dengan kegagalannya, tanpa mampu menyadari
sesungguhnya ada masalah yang mengakibatkan kegagalan itu terjadi.
4

2. Mengidentifikasi Masalah

Masalah-masalah yang dirasakan muncul dalam pembelajaran perlu


diidentifikasi dan ditetapkan kelayakanya serta kepentinganya untuk
dipecahkan terlebih dahulu. Pada tahap ini, yang paling penting adalah
menghasilkan gagasan-gagasan awal mengenai masalah aktual yang
dialami dalam pembelajaran. Dari semua masalah yang dirasakan oleh
guru, bisa saja ada sebagian masalah yang tidak dapat diselesaikan melalui
penelitian tindakan kelas (PTK). Oleh keranya, perlu ada kritreria khusus
yang digunakan untuk menilai dan menentukan apakah suatu masalah
layak dijadikan sebagai objek dalam PTK. Kriteria khusus yang dimaksud
adalah:

1) masalah yang dijadikan objek PTK secara aktual terjadi dalam


pembelajaran;
2) adanya alasan rasional, logis, dan sistematis yang mendasari perlunya
masalah itu dipecahkan melalui PTK;
3) merupakan masalah yang sesegera mungkin harus dipecahkan sebab
jika tidak, akan menimbulkan dampak yang buruk bagi keberhasilan
pembelajaran;
4) faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah tersebut
dimungkinkan untuk diidentifikasi;
5) masalah tersebut berada dalam jangkauan tugas guru yang dapat
dihadapi secara proposional dan profesional;
6) ada kemungkinan alternatif solusi yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah tersebut; dan
7) pemecahan masalah yang dilakukan bermanfaat untuk meningkatkan
mutu pendidikan.

Dalam melakukan identifikasi masalah, beberapa hal yang harus


dilakukan oleh guru adalah:
1) menuliskan semua permasalahan yang dirasakan dan dianggap perlu
untuk diperhatikan karena jika dibiarkan akan menimbulkan dampak
buruk bagi pembelajaran;
5

2) melakukan klasifikasi atau pengelompokan masalah-masalah yang telah


ditulis berdasarkan kriteria tertentu, misalnya mengelompokan masalah
berdasarkan letak/bidang permasalahannya, frekuensi terjadinya
masalah, dan dampak yang ditimbulkan;
3) mengurutkan masalah yang sesuai dengan kepentinganya untuk
dipecahkan dan ditindaklanjuti;
4) jika perlu, guru dapat melakukan diskusi dengan rekan sejawat untuk
memperoleh pertimbangan-pertimbangan perihal masalah-masalah yang
ditemukan, dan kemungkinan solusi yang dapat diambil;
5) melakukan uji kelayakan masalah dengan berpedoman pada kriteria
kelayakan masalah yang dapat dijadikan sebagai objek PTK sebagimana
telah dikemukakan sebelumnya; dan
6) memilih dan menetapkan masalah utama yang telah dinyatakan layak
dan dianggap paling penting dan mendesak untuk segera dipecahkan
melalui PTK.

3. Menganalisis Masalah

Setelah proses identifikasi masalah selesai, langkah berikutnya


adalah menganalisis masalah penelitian. Masalah yang telah dipilih dan
ditetapkan sebagai dasar pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK)
selanjutnya dianalisis untuk menentukan tingkat kepentingannya dan
dampaknya terhadap pembelajaran. Analisis masalah perlu dilakukan
untuk mengetahui dimensi-dimensi problematis dan untuk memberikan
penekanan yang memadai terhadap pentingnya masalah. Melalui tahap ini,
wujud masalah yang telah dipilih, faktor-faktor yang menjadi penyebabnya,
serta dampak yang ditimbulkan oleh masalah itu harus dianalisis dan
dideskripsikan secara terang-benderang. Dengan demikian, wujud tindak
lanjut atau upaya perbaikan yang akan dilakukan dapat segera
dirumuskan.

Dalam menganalisis masalah penelitian, guru dapat mengacu pada


beberapa hal berikut:
1) konteks, situasi, dan kondisi di mana masalah itu terjadi;
2) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah;
6

3) dampak yang ditimbulkan oleh masalah, dan yang akan muncul jika
masalah tidak segera diselesaikan;
4) keterkaitan dan keterlibatan komponen pembelajaran dalam terjadinya
masalah;
5) wujud tindak lanjut atau upaya perbaikan yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan masalah; dan
6) kesiapan dan kemampuan guru, ketersedian sumber daya, dan lama
waktu penyelesaian masalah.

Dalam hal menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya


masalah, guru dapat melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran
yang telah dilakukan. Penelusuran secara menyeluruh terhadap komponen
pembelajaran1 perlu dilakukan oleh guru. Sebagai alat bantu, guru dapat
mengajukan beberapa pertanyaan berikut.
1) Apakah masalah yang terjadi disebabkan oleh penggunaan model
pembelajaran yang tidak tepat?
2) Apakah masalah yang terjadi disebabkan oleh pemilihan strategi dan
metode pembelajaran yang tidak menarik minat siswa untuk belajar?
3) Apakah masalah yang terjadi disebabkan oleh rendahnya kreativitas
guru dalam membuat atau memiliki media pembelajaran yang menarik?
4) Apakah masalah yang terjadi disebabkan oleh pengembangan materi
pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak sesuai dengan
karakteristik siswa?
5) Apakah masalah yang terjadi disebabkan oleh proses evaluasi yang
keliru?

Berbekal beberapa pertanyaan di atas, guru dapat lebih fokus untuk


mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan
munculnya permasalahan yang terjadi. Jika sudah diketahui, maka guru
dapat menentukan alternatif penyelesaian masalah yang akan ditempuh.
Analisis masalah juga merupakan dasar pertimbangan untuk
merencanakan waktu dalam sebuah siklus, mengidentifikasi indikator

1
Dalam berbagai referensi, disebutkan bahwa pembelajaran merupakan proses kompleks yang dibangun oleh
komponen-komonen yang saling berkaitan. Komponen-komponen itu meliputi: kurikulum, guru dan siswa,
pendekatan, stategi, metode, materi, media, teknik, dan evaluasi atau penilaian.
7

perubahan, keterlibatan pihak partisipan, serta mengukur perubahan dan


peningkatan yang terjadi sebagai dampak dari tindakan yang dilakukan.
Oleh karena itu, analisis masalah harus dilakukan secara cermat agar
dapat menentukan tindakan secara tepat dan memperoleh perubahan atau
peningkatan sebagai hasil tindakan yang akurat.

4. Merumuskan Masalah
Langkah terakhir dalam tahap penetapan fokus masalah adalah
merumuskan masalah penelitian. Masalah dan alternatif penyelesaian
masalah yang telah ditentukan selanjutnya dirumuskan secara spesifik dan
operasional agar tindakan yang dilakukan dalam PTK memiliki arah yang
jelas. Umumnya, rumusan masalah dalam PTK dirumuskan dalam bentuk
kalimat tanya dan memuat tiga komponen, yaikni alternatif penyelesainan
masalah yang akan ditempuh, hasil yang ingin dicapai melalui PTK, dan
subjek penelitian.
Mengutip pendapat Suyanto (1997) dalam bukunya yang berjudul
Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Pengenalan
Penelitian Tindakan Kelas bahwa ada beberapa petunjuk yang harus
diperhatikan oleh guru dalam merumuskan masalah PTK, yakni:
1) masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak
mempunyai makna ganda dan pada umumnya dapat dituangkan dalam
kalimat tanya;
2) rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan
dilakukan dan hubungannya dengan variabel lain;
3) rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan
rumusan masalah itu memungkinkan dikumpulkannya data untuk
menjawab pertanyaan tersebut (operasional).

Berikut contoh rumusan masalah dalam tiga penelitian tindakan


kelas (PTK) yang berbeda.
1) Apakah penerapan pendekatan pembelajaran Scoaffolding dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi di
kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Kendari?
8

2) Apakah penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Picture To Picture


dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep benda dan
sifatnya di kelas III SDN 2 Kendari?
3) Apakah penggunaan metode pembelajaran Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam membaca dan menulis pada mata pelajaran bahasa Indonesia di
kelas III SDN 3 Kendari?
Pada rumusan masalah penelitian yang pertama, tampak jelas bahwa
penerapan pendekatan pembelajaran Scoaffolding merupakan alternatif
penyelesainan masalah yang akan ditempuh; meningkatkan motivasi
belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi merupakan hasil yang ingin
dicapai melalui PTK; dan siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Kendari
merupakan subjek penelitian. Pada rumusan masalah penelitian yang
kedua, penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Picture To Picture
merupakan alternatif penyelesainan masalah yang akan ditempuh;
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep benda dan sifatnya
merupakan hasil yang ingin dicapai melalui PTK; dan siswa kelas III SDN 2
Kendari merupakan subjek penelitian. Demikian pula dengan rumusan
penelitian yang ketiga, penggunaan metode pembelajaran Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan alternatif
penyelesainan masalah yang akan ditempuh; meningkatkan kemampuan
siswa dalam membaca dan menulis pada mata pelajaran bahasa Indonesia
merupakan hasil yang ingin dicapai melalui PTK; dan siswa kelas III SDN 3
Kendari merupakan subjek penelitian.
Untuk dapat lebih memahami penerapan tiap-tiap langkah dalam
penetapan fokus masalah penelitian, bacalah dengan saksama ilustrasi
sederhana berikut. (https://www.kerjausaha.com/2016/10/contoh-
rumusan-masalah-dalam-ptk.html).
Pak Hendra, seorang guru kelas VII pada suatu sekolah menengah
pertama merasa gundah ketika mendapati hasil belajar siswanya pada
bidang studi IPA menunjukkan rata-rata hasil yang tidak memuaskan, yaitu
hanya mencapai skor nilai 5,2 dalam skala 10, jauh di bawah standar rata-
rata yang telah ditentukan. Pak Hendra menyadari bahwa ini adalah sebuah
9

masalah karena hasil atau prestasi belajar yang dimiliki siswanya jauh dari
apa yang ia harapkan.
Pak Hendra kemudian memutuskan untuk memecahkan masalah
tersebut dengan melakukan PTK. Ia memulainya dengan mencoba mengingat
kembali beberapa kegiatan pembelajaran IPA yang telah ia laksanakan
sebelumnya. Dalam setiap pembelajaran, ia selalu menjelaskan materi IPA
hanya berpatokan dengan buku paket. Kemudian di setiap akhir penjelasan,
ia memberikan kesempatan kepada para siswanya untuk bertanya tentang
materi yang belum mereka pahami. Namun, sangat jarang ada siswa yang
memanfaatkan kesempatan tersebut. Walaupun mungkin sebagian siswa
masih bingung, tetapi Pak Hendra menganggap bahwa siswanya telah
memahami apa yang ia sampaikan sebab tidak ada siswa yang bertanya.
Di akhir proses pembelajaran, biasanya Pak Hendra segera
memberikan beberapa tugas untuk diselesaikan oleh siswa, lalu
dikumpulkan kepada dirinya. Pak Hendra menyadari bahwa sebenarnya
mungkin saja siswa merasa bosan ketika mengikuti pembelajaran IPA yang
ia lakukan, tetapi mereka terpaksa membaca atau belajar ala kadarnya
sebatas untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Dari proses perenungan atau refleksi yang dilakukan, Pak Hendra
mengidentifikasi ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya nilai
hasil belajar siswa pada pelajaran IPA, antara lain: (1) kurangnya alat
peraga dan media pembelajaran yang ia gunakan menyebabkan penjelasan
materi tidak menarik bagi siswa, bahkan objek yang dipelajari sering terlihat
abstrak; (2) lemahnya stimulus yang diberikan sehingga siswa cenderung
pasif; (3) ia merasa jarang mengaitkan materi IPA dengan lingkungan sekitar
siswa; dan (4) lemahnya umpan balik yang diberikan kepada siswa.
Untuk memecahkan masalah ini, Pak hendra segera membaca dan
melakukan kajian terhadap buku-buku pembelajaran untuk mencari dan
menemukan alternatif yang tepat untuk memecahkan masalah yang ia
hadapi. Dari beberapa alternatif yang ada, Pak Hendra memutuskan untuk
mengadakan pembelajaran perbaikan dengan menggunakan pendekatan
kontekstual menggunakan metode pembelajaran di laur kelas (outdor study).
Ada beberapa pertimbangan mengapa Pak hendra memilih penerapan
10

pendekatan kontekstual sebagai alternatif pemecahan masalah yang ia


hadapi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut, yakni: (1) pendekatan
kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa secara utuh untuk
menemukan dan mengontruksikan sendiri konsep yang dipelajari sehingga
dapat mendorong siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, peran guru
adalah sebagai fasilitator; (2) sebagai fasilitator, Pak hendra menyadari
bahwa dirinya berkewajiban secara aktif memfasilitasi dan membimbing
siswa dalam menemukan dan mengontruksikan pengetahuan yang disertai
dengan umpan balik untuk mengetahui sampai di mana siswa mampu
menemukan dan mengontruksikan pengetahuan itu; (3) pendekatan
kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang selalu mengaitkan
apa yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa; (3) penggunaan metode
pembelajaran di luar kelas (outdor study) dapat lebih mendekatkan siswa
pada objek yang dipelajari karena siswa dapat bersentuhan langsung
dengan objek tersebut.
Melalui penerapan pendekatan kontekstual dengan menggunakan
metode pembelajaran di laur kelas (outdor study) ini, Pak Hendra berharap
hasil belajar siswa pada bidang studi IPA dapat mengalami peningkatan
yang signifikan dan mencapai standar rata-rata yang telah ditentukan.

Dari ilustrasi di atas, dapat didentifikasi beberapa hal berikut.


a. Masalah yang dihadapi oleh pak Hendra adalah hasil belajar siswanya
pada bidang studi IPA sangat rendah, jauh di bawah standar rata-rata
yang telah ditentukan.
b. Berdasarkan hasil refleksi, penyebab masalah meliputi: 1) kurangnya
alat peraga dan media pembelajaran yang digunakan guru menyebabkan
penjelasan materi tidak menarik bagi siswa, bahkan objek yang
dipelajari sering terlihat abstrak; (2) lemahnya stimulus yang diberikan
oleh guru sehingga siswa cenderung pasif; (3) guru jarang mengaitkan
materi IPA dengan lingkungan sekitar siswa; dan (4) lemahnya umpan
balik yang diberikan oleh guru kepada siswa.
11

c. Alternatif pemecahan yang masalah yang dipilih dan digunakan adalah


penerapan pendekatan kontekstual dengan menggunakan metode
pembelajaran di luar kelas (outdor study).
d. Dengan demikian, rumusan masalah PTK yang dilakukan oleh Pak
Hendra berbunyi “Apakah penerapan pendekatan kontekstual dengan
menggunakan metode pembelajaran di laur kelas (outdor study) dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VII SMP ….

B. Perencanaan Tindakan
1. Merumuskan Hipotesis Tindakan

Langkah awal yang perlu dilakukan guru dalam tahap perencanan


tindakan adalah merumuskan hipotesis tindakan. Hipotesis dalam
penelitian tindakan kelas berbeda dengan hipotesis dalam penelitian formal.
Dalam penelitian formal, umumnya hipotesis yang digunakan berupa
hipotesis perbedaan atau hubungan, sedangkan dalam PTK berupa
hipotesis tindakan. Secara umum, hipotesis 2 penelitian diartikan sebagai
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karenanya,
hipotesis tindakan dapat didefinisikan sebagai dugaan sementara yang
menunjukkan keberhasilan tindakan untuk menyelesaikan atau
memecahkan masalah yang diangkat dalam PTK.

Hipotesis tindakan pada PTK pada umumnya merupakan bentuk


kecendrungan atau keyakinan guru bahwa tindakan yang diambil adalah
solusi terbaik dalam memecahkan masalah penelitian. Hipotesis tindakan
ini dibuat oleh guru secara cermat dan penuh pertimbangan serta
perhitungan yang matang berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan
sebelumnya. Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh guru
sebelum merumuskan hipotesis tindakan, di antaranya:

2
Secara etimologi, hipotesis berasal dari bahasa Yunani, hypo berati “di bawah” dan thesis “berarti pendirian,
pendapat yang ditegakkan, kepastian. Banyak ahli memberi batasan tentang istilah hipotesis, salah satunya
Fraenkel Wallen (1990: 40) mengatakan bahwa hipotesis adalah suatu prediksi tentang kemungkinan hasil
dari suatu penelitian. Lebih lanjut, hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu
permasalahan yang diajukan di dalam penelitian. Hipotesis ini belum tentu benar. Benar atau tidaknya sebuah
hipotesis itu tergantung dari hasil pengujian data empiris. Dalam perumusannya, hipotesis dirumuskan oleh
seorang peneliti berdasarkan kajian terhadap berbagai teori (ditambah hasil penelitian-penelitian terdahulu)
secara mendalam, kritis dan terarah, sehingga sebagian orang juga mengartikan hipotesis sebagai sebagai
jawaban yang bersifat teoretis dan dapat dikatakan benar setelah dapat dibuktikan secara empiris.
12

1) melakukan kajian terhadap literatur yang relevan, khususnya teori-teori


pembelajaran;
2) melakukan kajian terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan
dengan permasalahan;
3) berdiskusi dengan rekan sejawat tentang masalah dan alternatif terbaik
yang dapat ditempuh;
4) melakukan konsultasi kepada pakar atau ahli dalam bidang pendidikan
atau pembelajaran; dan
5) melakukan refleksi terhadap pengalaman sendiri sebagai seorang guru.

Cakupan rumusan hipotesis tindakan tidak jauh berbeda dengan


rumusan masalah penelitian. Letak perbedaannya hanya ada pada bentuk
atau jenis kalimat yang digunakan. Umumnya, rumusan masalah
dirumuskan dalam kalimat tanya, sedangkan hipotesis tindakan
dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Dalam rumusan hipotesis tindakan
juga dimuat tiga komponen, yakni alternatif penyelesainan masalah yang
akan ditempuh, hasil yang ingin dicapai melalui PTK, dan subjek penelitian.
Berikut disajikan tiga contoh hipotesis tindakan dari tiga PTK yang berbeda.
1) Penerapan pendekatan pembelajaran Scoaffolding dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi di kelas XI IPS 1
SMA Negeri 1 Kendari.
2) Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Picture To Picture dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep benda dan
sifatnya di kelas III SDN 2 Kendari.
3) Penggunaan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
membaca dan menulis pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas III
SDN 3 Kendari.
13

2. Menguji Kelaikan Hipotesis Tindakan

Menguji kelaikan hipotesis tindakan adalah langkah yang perlu


dilakukan oleh guru untuk mengetahui apakah hipotesis tindakan yang
telah dirumuskan laik atau dimungkinkan untuk dapat diterapkan.
Mengutip pendapat Soedarsono (1997) bahwa dalam menguji kelaikan
hipotesis tindakan, guru perlu mengacu pada hal-hal berikut.

1) Kemampuan dan Komitmen Guru


Implementasi suatu PTK akan berhasil apabila didukung oleh
kemampuan dan komitmen guru. Dari sisi kemampuan guru, setidaknya
ada dua kemampuan yang harus dimiliki oleh guru pelaksana PTK.
Pertama kemampuan atau pemahaman terhadap proses pelaksaan PTK,
mulai dari tahap penetapan fokus masalah hingga pelaporan hasil PTK,
dan kedua kemampuan atau pemahaman terhadap substansi tindakan
yang akan dilakukan. Dari sisi komitmen guru, PTK akan berhasil jika
ada komitmen guru yang tergugah untuk melakukan tindakan
perbaikan. Dengan kata lain, PTK dilakukan bukan karena ditugasi oleh
atasan atau bukan karena didorong oleh imbalan finansial.
2) Kemampuan Siswa sebagai Subjek PTK
Tindakan yang akan dilakukan dalam PTK harus disesuaikan dengan
kemampuan siswa karena siswa merupakan sentral dalam proses
pembelajaran. Kemampuan siswa perlu diperhitungkan baik dari segi
fisik, psikologis, sosial dan budaya, maupun etik. Dengan kata lain,
seyogianya PTK tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak
merugikan siswa.
3) Fasilitas dan Sarana Pendukung
Jika tindakan yang akan dilakukan membutuhkan fasilitas dan sarana
pendukung, maka fasilitas dan sarana pendukung itu dipastikan harus
tersedia di kelas atau di sekolah, atau setidak-tidaknya dapat diadakan
oleh guru. Pelaksanaan PTK dengan mudah dapat terganggu oleh
kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu, demi
keberhasilan PTK, maka guru dituntut untuk dapat
mengusahakan/memilih fasilitas dan sarana yang diperlukan.
14

4) Dukungan Iklim Belajar di Kelas


Selain kemampuan siswa sebagai perseorangan, keberhasilan PTK juga
sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau di sekolah. Namun,
pertimbangan ini tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk
mempertahankan status kuo. Dengan kata lain, perbaikan iklim di kelas
dan di sekolah justru dapat dijadikan sebagai salah satu sasaran PTK.
5) Dukungan Iklim Kerja di Sekolah
Karena sekolah juga sebuah organisasi, maka selain iklim belajar, iklim
kerja di sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan PTK.
Dengan kata lain, dukungan dari kepala sekolah serta rekan-rekan
sejawat guru dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.
Selain lima hal yang telah diuraikan di atas, alokasi waktu
pelaksanaan tindakan juga perlu diperhatikan guru dalam melakukan uji
kelaikan hipotesis tindakan. Pelaksanaan alternatif tindakan yang akan
ditempuh sebaiknya tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Guru
harus cermat dalam mengatur dan menentukan alokasi waktu pelaksanaan
tindakan agar tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran yang lain.
3. Persiapan Tindakan

Persiapan tindakan harus benar-benar dilakukan secara cermat agar


pelaksanaan tindakan dapat berjalan dengan maksimal. Beberapa hal yang
harus dilakukan guru dalam mempersiapkan tindakan adalah sebagai
berikut.
1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai bentuk
skenario tindakan yang akan dilaksanakan. Tentu saja, RPP yang dibuat
harus berdasar pada alternatif tindakan yang telah ditentukan
sebelumnya. Bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam
PTK sama dengan bentuk RPP dalam pembelajaran biasanya yang terdiri
dari beberapa komponen, di antaranya: (a) kompetensi dasar dan
indikator pencapaian kompetensi yang ingin ditingkatkan, (b) tujuan
pembelajaran, (c) alokasi waktu pembelajaran, (d) pendekatan dan
metode yang digunakan, (e) media pembelajaran, (f) sumber belajar, (g)
langkah-langkah pembelajaran, dan (h) penilaian hasil belajar.
15

2) Menyiapkan segala fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan


dalam pelaksanaan tindakan.
3) Menyiapkan cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan
dengan proses dan hasil perbaikan. Dalam hal ini, guru wajib menyusun
instrumen, biasanya berupa catatan lapangan, lembar observasi
kegiatan guru3 dan siswa, atau instrumen lain sesuai dengan aspek yang
akan diamati atau diukur. Selain itu, guru juga wajib membuat indikator
keberhasilan yang akan dijadikan acuan pengambilan keputusan dalam
analisis data penelitian. Wujud indikator keberhasilan tindakan dalam
sebuah penelitian tindakan kelas dapat dicontohkan sebagai berikut:
a. Dari segi proses, pembelajaran dapat dikatakan berhasil/efektif jika
hasil observasi aktivitas guru dan siswa yang dilakukan
menunjukkan nilai ≥75% dengan kategori sangat baik (dinilai
menggunakan lembar observasi).
b. Dari segi hasil belajar, pembelajaran dinyatakan berhasil jika jumlah
siswa yang mencapai KKM sebanyak ≥ 75 % dari total siswa
keseluruhan yang menjadi subjek penelitian (dinilai melalui
pemberian tes).
c. Siklus PTK akan dihentikan jika kedua indikator keberhasilan
tindakan di atas telah terpenuhi.
4) Jika diperlukan, sebelum pelaksanaan tindak di kelas, guru terlebih
dahulu melakukan simulasi dengan bantuan rekan sejawat atau pihak
lain. Hal ini dapat membuat guru semakin mantap dan yakin ketika
melakukan tindakan yang sebenarnya di kelas, serta meminimalisir
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan.

3
Instrumen atau panduan observasi aktivitas/kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang
paling umum (bukan satu-satunya) digunakan adalah lembar APKG2. APKG2 merupakan singkatan dari Alat
Penilaian Kinerja Guru 2 yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas. APKG2 diisi melalui observasi langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru, dengan memberikan tanda centang pada kolom yang sesuai. Alat Penilaian Kemampuan Guru 2
merupakan instrumen atau panduan observasi aktivitas/kemampuan guru yang sudah standar/baku dan telah
banyak digunakan dalam penelitian-penelitian tindakan, maupun penelitian evaluasi kompetensi pedagogik
guru. APKG2 dengan mudah dapat diperoleh melalui modul-modul pelatihan kompetensi guru atau dapat
diakses di internet. Salah satu alamat website yang dapat digunakan untuk mengakses APKG2 adalah
http://ppl.um.ac.id/2015/08/18/unduh-form-apkg-1-dan-apkg-2-paud/.
16

C. Pelaksanaan Tindakan

Setelah semua kegiatan perencanaan selesai, tahap selanjutnya yang


dilakukan oleh guru adalah pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan
adalah implementasi rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat
pada tahap perencanaan dalam wujud pembelajaran nyata di kelas yang
menjadi subjek penelitian. Dalam kegiatan pembelajaran, guru mengacu
pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Jika
dalam perencanaan proses pembelajaran akan dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan, maka sebanyak itu pula pembelajaran yang harus dilakukan
oleh guru di kelas. Begitupula dengan alokasi waktu, sumber belajar,
media, metode, dan sebagainya.

Dalam PTK, pelaksanaan tindakan dilakukan bersaman dengan


observasi atau pengamatan. Umumnya, objek yang diamati adalah aktivitas
belajar siswa, aktivitas mengajar guru, dan hasil belajar siswa. Dalam hal
ini, guru (peneliti) dapat saja mengambil peran ganda, yakni sebagai
pelaksana pembelajaran dan juga sebagai observer. Untuk observasi
terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa dapat saja dilakukan oleh guru
sendiri, tetapi untuk observasi terhadap aktivitas mengajar guru sebaiknya
dilakukan oleh pihak lain. Di samping untuk kefektifan pelaksanaan
pembelajaran, validitas dan objektivitas hasil observasi juga menjadi
pertimbangan utama. Untuk itu, guru (peneliti) meminta bantuan rekan
sejawat (kolaborator) sebagai observer. Kolaborator yang bertindak sebagai
observer disarankan melakukan pengamatan/observasi secara objektif
sesuai dengan kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh guru (peneliti)
karena data yang ia kumpulkan melalui observasi sangat diperlukan dalam
menganalisis keberhasil tindakan yang dilakukan.
Penting juga untuk ditekankan bahwa dalam PTK, guru memahami
bahwa dirinya tidak hanya berperan sebagai pelaksana, tetapi juga sebagai
objek yang kinerjanya diamati dan dinilai. Namun, walaupun demikian,
proses pembelajaran yang dilakukan seyogianya berlangsung secara
alamiah, sama seperti pembelajaran biasanya, tidak kaku, apalagi terkesan
tampak dibuat-buat.
17

D. Observasi Tindakan

Seperti telah disebutkan di atas, observasi tindakan terjadi secara


bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Observasi dalam PTK
disejajarkan dengan pengumpulan data pada penelitian formal. Observasi
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh observer untuk merekam segala
peristiwa atau kegiatan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan. Dalam
melakukan observasi, observer mengacu pada lembar observasi yang telah
disiapkan pada tahap perencanaan tindakan.
Observasi yang dilakukan harus dapat merekam atau
mendokumentasikan secara jelas keadaan yang sesungguhnya. Beberapa
hal yang perlu dicatat atau didokumentasikan oleh observer selama
melakukan observasi di antaranya, proses tindakan, efek atau pengaruh
tindakan, dan hambatan-hambatan yang muncul selama proses
pelaksanaan tindakan. Hasil observasi inilah yang kemudian akan menjadi
bahan analisis untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan refleksi
terhadap tindakan yang telah dilakukan.
E. Refleksi
Refleksi pada dasarnya merupakan kegiatan mengkaji secara
menyeluruh segala aspek perihal tindakan yang telah dilakukan. Tahap
refleksi mencakup kegiatan analisis, interpretasi, serta evaluasi proses dan
hasil tindakan berdasarkan data yang diperoleh melalui kegiatan observasi.
Data yang terkumpul melalui observasi dianalisis oleh guru bersama
kolaborator. Biasanya data hasil observasi ada yang berbentuk data
kualitatif dan ada juga yang berbentuk data kauntitatif. Data kualitatif
dapat dianalisis dengan berbagai pilihan teknik analisis data, salah satunya
adalah Model Analisis Interaktif4, sementara data kuantitatif dapat
dianalisis menggunakan rumus-rumus dan perhitungan statistik. Hasil
analisis selanjutnya diinterpretasi dengan mengacu pada indikator
keberhasilan tindakan.

4
Model Analisis Interaktif atau Interactive Model of Analysis merupakan salah satu model analisis data yang
banyak digunakan untuk menganalisis data kualitatif dalam suatu penelitian. Model ini dikembangkan oleh
Milles dan Hubberman (1994: 12). Teknik analisis data model Analisis Interaktif dari Milles dan Hubberman
terdiri dari empat tahap, yakni: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan
kesimpulan dan verifikasi.
18

Hasil interpretasi di atas dijadiakan sebagai dasar untuk melakukan


evaluasi. Dari proses evaluasi ini dapat diketahui secara jelas apa yang
telah tercapai, apa yang belum tercapai, apa yang kurang, dan apa yang
harus diperbaiki sehingga dapat disusun langkah-langkah pembelajaran
pada siklus berikutnya jika diperlukan. Jika hasil keseluruhan proses
refleksi menunjukan bahwa tindakan yang telah dilakukan memberikan
hasil yang memuaskan atau dengan kata lain semua indikator keberhasilan
telah terpenuhi, maka pelaksanaan PTK dianggap telah selesai. Namun, jika
tidak, maka pelaksanaan PTK akan dilanjutkan pada siklus berikutnya
(siklus 2)5, tentu dengan perbaikan-perbaikan berdasarkan hasil refleksi
pada siklus 1. Perlu dipahami bahwa jumlah siklus dalam suatu penelitian
tindakan kelas (PTK) tidak ditentukan secara pasti. Biasanya, pelaksanaan
PTK minimal dua siklus, tetapi tidak menutup kemungkinan hanya
dilaksanakan satu siklus saja. Semua tergantung pada pencapaian
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.

5
Pada siklus 2 dalam PTK terjadi revisi atau modifikasi rencana tindakan pertama sesuai dengan keadaan
atau hasil refleksi pada siklus 1. Alur pelaksanaan pada siklus 2 memuat langkah-langkah yang sama dengan
langkah-langkah yang ada pada siklus 1, yakni perencanaa (berdasarkan hasil refleksi siklus 1), pelaksanaan
tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Demikian seterusnya hingga masalah yang dihadapi dapat
terpecahkan.
19

Referensi

Fraenkel, Jack. R and Norman E. Wallen. 1990. How to Design and Evaluate
Research in Education. USA: San Fransisco State University.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1994. Qualitative Data Analysis. London:
Sage Publishers.
Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen Dikti.
Sudarsono, F.X. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

https://karyatulisilmiah.com/identifikasi-masalah-penelitian-tindakan-
kelas/
http://zulfaidah-indriana.blogspot.com/2013/07/perencanaan-planning-
penelitian.html
https://www.kerjausaha.com/2016/10/contoh-rumusan-masalah-dalam-
ptk.html

Anda mungkin juga menyukai