5 Prosedur Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas
sebelum sampai pada tahap perencanaan, ada satu tahap awal yang perlu
dilakukan oleh guru, yakni penetapan fokus masalah penelitian. Penetapan
fokus masalah penelitian merupkan bagian yang wajib dilakukan dalam
PTK. Jika tidak, maka penelitian yang dilakukan akan menjadi tidak jelas,
bahkan tidak layak dikatakan sebagai PTK, sebab sesuai dengan
definisinya, PTK adalah penelitian yang berangkat dari adanya masalah
yang ada di kelas dan dilakukan untuk menyelesaikan atau memecahkan
masalah itu.
Masalah PTK selalu berpusat pada dua hal, yakni pada proses dan
hasil belajar siswa. Sayangnya, sering kali seorang guru tidak menyadari
bahwa sebenarnya ada masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran
yang ia lakukan. Guru baru menyadari adanya masalah itu ketika dampak
yang ditimbulkan secara signifikan membuat proses pembelajaran menjadi
3
tidak berhasil. Untuk itu, perlu ada keberanian dalam diri seorang guru
untuk merefleksi setiap proses pembelajaran yang ia lakukan. Guru harus
terbuka dengan dirinya sendiri. Guru dituntut untuk berani bertanya kepada
diri sendiri apakah kualitas proses dan hasil belajar siswa telah sesuai
dengan standar capaian yang telah ditentukan. Beberapa pertanyaan umum
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
1) Berhasilkah pembelajaran yang saya lakukan?
2) Apakah siswa telah menguasai kompetensi dasar yang diajarkan?
3) Apakah siswa telah memahami materi yang diajarkan secara tuntas?
4) Apakah siswa aktif dalam proses pembelajaran?
5) Apakah interaksi yang terjadi di dalam kelas berlangsung secara
kondusif?
6) Apakah aktivitas pembelajaran dapat terselenggara dengan baik?
7) Apakah aktivitas pembelajaran menarik minat siswa?
8) Apakah siswa memperhatikan secara baik dalam proses pembelajaran?
9) Apakah tes atau latihan yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik
oleh seluruh siswa?
2. Mengidentifikasi Masalah
3. Menganalisis Masalah
3) dampak yang ditimbulkan oleh masalah, dan yang akan muncul jika
masalah tidak segera diselesaikan;
4) keterkaitan dan keterlibatan komponen pembelajaran dalam terjadinya
masalah;
5) wujud tindak lanjut atau upaya perbaikan yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan masalah; dan
6) kesiapan dan kemampuan guru, ketersedian sumber daya, dan lama
waktu penyelesaian masalah.
1
Dalam berbagai referensi, disebutkan bahwa pembelajaran merupakan proses kompleks yang dibangun oleh
komponen-komonen yang saling berkaitan. Komponen-komponen itu meliputi: kurikulum, guru dan siswa,
pendekatan, stategi, metode, materi, media, teknik, dan evaluasi atau penilaian.
7
4. Merumuskan Masalah
Langkah terakhir dalam tahap penetapan fokus masalah adalah
merumuskan masalah penelitian. Masalah dan alternatif penyelesaian
masalah yang telah ditentukan selanjutnya dirumuskan secara spesifik dan
operasional agar tindakan yang dilakukan dalam PTK memiliki arah yang
jelas. Umumnya, rumusan masalah dalam PTK dirumuskan dalam bentuk
kalimat tanya dan memuat tiga komponen, yaikni alternatif penyelesainan
masalah yang akan ditempuh, hasil yang ingin dicapai melalui PTK, dan
subjek penelitian.
Mengutip pendapat Suyanto (1997) dalam bukunya yang berjudul
Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Pengenalan
Penelitian Tindakan Kelas bahwa ada beberapa petunjuk yang harus
diperhatikan oleh guru dalam merumuskan masalah PTK, yakni:
1) masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak
mempunyai makna ganda dan pada umumnya dapat dituangkan dalam
kalimat tanya;
2) rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan
dilakukan dan hubungannya dengan variabel lain;
3) rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan
rumusan masalah itu memungkinkan dikumpulkannya data untuk
menjawab pertanyaan tersebut (operasional).
masalah karena hasil atau prestasi belajar yang dimiliki siswanya jauh dari
apa yang ia harapkan.
Pak Hendra kemudian memutuskan untuk memecahkan masalah
tersebut dengan melakukan PTK. Ia memulainya dengan mencoba mengingat
kembali beberapa kegiatan pembelajaran IPA yang telah ia laksanakan
sebelumnya. Dalam setiap pembelajaran, ia selalu menjelaskan materi IPA
hanya berpatokan dengan buku paket. Kemudian di setiap akhir penjelasan,
ia memberikan kesempatan kepada para siswanya untuk bertanya tentang
materi yang belum mereka pahami. Namun, sangat jarang ada siswa yang
memanfaatkan kesempatan tersebut. Walaupun mungkin sebagian siswa
masih bingung, tetapi Pak Hendra menganggap bahwa siswanya telah
memahami apa yang ia sampaikan sebab tidak ada siswa yang bertanya.
Di akhir proses pembelajaran, biasanya Pak Hendra segera
memberikan beberapa tugas untuk diselesaikan oleh siswa, lalu
dikumpulkan kepada dirinya. Pak Hendra menyadari bahwa sebenarnya
mungkin saja siswa merasa bosan ketika mengikuti pembelajaran IPA yang
ia lakukan, tetapi mereka terpaksa membaca atau belajar ala kadarnya
sebatas untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Dari proses perenungan atau refleksi yang dilakukan, Pak Hendra
mengidentifikasi ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya nilai
hasil belajar siswa pada pelajaran IPA, antara lain: (1) kurangnya alat
peraga dan media pembelajaran yang ia gunakan menyebabkan penjelasan
materi tidak menarik bagi siswa, bahkan objek yang dipelajari sering terlihat
abstrak; (2) lemahnya stimulus yang diberikan sehingga siswa cenderung
pasif; (3) ia merasa jarang mengaitkan materi IPA dengan lingkungan sekitar
siswa; dan (4) lemahnya umpan balik yang diberikan kepada siswa.
Untuk memecahkan masalah ini, Pak hendra segera membaca dan
melakukan kajian terhadap buku-buku pembelajaran untuk mencari dan
menemukan alternatif yang tepat untuk memecahkan masalah yang ia
hadapi. Dari beberapa alternatif yang ada, Pak Hendra memutuskan untuk
mengadakan pembelajaran perbaikan dengan menggunakan pendekatan
kontekstual menggunakan metode pembelajaran di laur kelas (outdor study).
Ada beberapa pertimbangan mengapa Pak hendra memilih penerapan
10
B. Perencanaan Tindakan
1. Merumuskan Hipotesis Tindakan
2
Secara etimologi, hipotesis berasal dari bahasa Yunani, hypo berati “di bawah” dan thesis “berarti pendirian,
pendapat yang ditegakkan, kepastian. Banyak ahli memberi batasan tentang istilah hipotesis, salah satunya
Fraenkel Wallen (1990: 40) mengatakan bahwa hipotesis adalah suatu prediksi tentang kemungkinan hasil
dari suatu penelitian. Lebih lanjut, hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu
permasalahan yang diajukan di dalam penelitian. Hipotesis ini belum tentu benar. Benar atau tidaknya sebuah
hipotesis itu tergantung dari hasil pengujian data empiris. Dalam perumusannya, hipotesis dirumuskan oleh
seorang peneliti berdasarkan kajian terhadap berbagai teori (ditambah hasil penelitian-penelitian terdahulu)
secara mendalam, kritis dan terarah, sehingga sebagian orang juga mengartikan hipotesis sebagai sebagai
jawaban yang bersifat teoretis dan dapat dikatakan benar setelah dapat dibuktikan secara empiris.
12
3
Instrumen atau panduan observasi aktivitas/kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang
paling umum (bukan satu-satunya) digunakan adalah lembar APKG2. APKG2 merupakan singkatan dari Alat
Penilaian Kinerja Guru 2 yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas. APKG2 diisi melalui observasi langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru, dengan memberikan tanda centang pada kolom yang sesuai. Alat Penilaian Kemampuan Guru 2
merupakan instrumen atau panduan observasi aktivitas/kemampuan guru yang sudah standar/baku dan telah
banyak digunakan dalam penelitian-penelitian tindakan, maupun penelitian evaluasi kompetensi pedagogik
guru. APKG2 dengan mudah dapat diperoleh melalui modul-modul pelatihan kompetensi guru atau dapat
diakses di internet. Salah satu alamat website yang dapat digunakan untuk mengakses APKG2 adalah
http://ppl.um.ac.id/2015/08/18/unduh-form-apkg-1-dan-apkg-2-paud/.
16
C. Pelaksanaan Tindakan
D. Observasi Tindakan
4
Model Analisis Interaktif atau Interactive Model of Analysis merupakan salah satu model analisis data yang
banyak digunakan untuk menganalisis data kualitatif dalam suatu penelitian. Model ini dikembangkan oleh
Milles dan Hubberman (1994: 12). Teknik analisis data model Analisis Interaktif dari Milles dan Hubberman
terdiri dari empat tahap, yakni: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan
kesimpulan dan verifikasi.
18
5
Pada siklus 2 dalam PTK terjadi revisi atau modifikasi rencana tindakan pertama sesuai dengan keadaan
atau hasil refleksi pada siklus 1. Alur pelaksanaan pada siklus 2 memuat langkah-langkah yang sama dengan
langkah-langkah yang ada pada siklus 1, yakni perencanaa (berdasarkan hasil refleksi siklus 1), pelaksanaan
tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Demikian seterusnya hingga masalah yang dihadapi dapat
terpecahkan.
19
Referensi
Fraenkel, Jack. R and Norman E. Wallen. 1990. How to Design and Evaluate
Research in Education. USA: San Fransisco State University.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1994. Qualitative Data Analysis. London:
Sage Publishers.
Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen Dikti.
Sudarsono, F.X. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
https://karyatulisilmiah.com/identifikasi-masalah-penelitian-tindakan-
kelas/
http://zulfaidah-indriana.blogspot.com/2013/07/perencanaan-planning-
penelitian.html
https://www.kerjausaha.com/2016/10/contoh-rumusan-masalah-dalam-
ptk.html