NPM:21090038
2. Penegertian kemantangan
Kematangan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau peserta didik telah
mencapai titik dimana seseorang tersebut telah mampu mengendalikan diri baik itu
kematangan emosi maupun kematangan biologis (telah melewati masa
remaja/pubertas) dengan melewati berbagai rangkaian macam proses pendewasaan.
Dengan prinsip ini berarti apa yang sudah dicapai pada saat-saat yang lalu
Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang
dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda
secara kualitatif. Menurut penelitiannya tahap-tahap perkembangan individu/pribadi
serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu. Jean Piaget
menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan
dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan
respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini
berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki
struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.
Pada tahap ini tingkah laku anak ditentukan oleh perasaan (senses) dan aktivitas
motorik. Kesan (impression) anak tentang dunia dibentuk oleh persepsi mengenai
perasaannya dan oleh manipulasi dari lingkungannya. Pembentukan konsep/ide pada tahapan
ini terbatas kepada objek yang bersifat permanen atau objek yang tampak dalam batas
pengamatan anak. Perkembangan skema verbal dan kognitif masih sangat sedikit dan tidak
terkoordinaikan.
Pada tahap ini, skema kognitif anak berkembang, terutama berkenaan dengan
keterampilan berpikir dan memecahkan masalah. Perkembangan keterampilan berpikirnya
yaitu berkenaan dengan keterampilan menggolonggolongkan (mengklasifikasi) berdasarkan
ciri dan fungsi sesuatu; mengurutkan sesuatu misalnya dari yang terkecil ke yang terbesar;
membandingkan bendabenda; memahami konsep konservasi, yaitu kemampuan memahami
bahwa sesuatu itu tidak berubah walaupun misalnya sesuatu itu dipindahkan tempatnya, tali
yang dilingkarkan panjangnya tidak berubah walaupun ditarik menjadi memanjang, dsb.,
memahami identitas, yaitu kemampuan mengenal bahwa suatu objek yang bersifat fisik akan
mengambil ruang dan memiliki volume tertentu, dan kemampuan membandingkan pendapat
orang.
Pada tahap ini anak memiliki kecakapan berpikir simbolik, tidak tergantung kepada
keberadaan objek secara fisik. Anak pada tahapan operasi formal mampu berpikir logis,
matematis, dan abstrak. Anak bahkan mungkin dapat memahami hal-hal yang secara teortis
mungkin terjadi sekalipun ia belum pernah melihat kejadiannya secara nyata.
TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN
Menurut Jumbur dan Moh. Surya (1975) ada sembilan jenis kebutuhan manusia, yaitu :
A. Kebutuhan untuk memperoleh kasih sayang
B. Kebutuhan untuk memperoleh harga diri
C. Kebutuhan untuk memperoleh prestasi dan posisi
D. Kebutuhan untuk memperoleh penghargaan yang sama dengan orang lain
E. Kebutuhan untuk memperoleh kemerdekaan diri
F. Kebutuhan untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
G. Kebutuhan untuk dikenal orang lain
H. Kebutuhan untuk merasa dibutuhkan oleh orang lain
Kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompoknya. (Tim Pembina mata kuliah PPD,
UNP, 2007).
1. Pengertian intelegensi
Kata intelegensi berasal dari bahasa Inggris, yaitu intelegensi yang berawal pula dari
bahasa Latin, yaitu intellectus dan intellegere atau intelligentia. Menurut beberapa
sumber disebutkan bahwa Charles Darwin merupakan tokoh yang memperkenalkan
teori intelegensi. Akan tetapi, beberapa sumber lain menyebutkan bahwa Spearman
dan Wynn Jones Pol yang pertama kali mengemukakan teori intelegensi pada tahun
1951.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), intelegensi ialah daya
reaksi atau disebut pula sebagai penyesuaian yang tepat serta cepat, baik itu dalam
fisik maupun mental pada pengalaman yang baru, dan membuat pengalaman serta
pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang siap untuk digunakan jika dihadapkan
pada suatu fakta atau kondisi yang baru, dan bisa pula dikatakan sebagai kecerdasan.
2. faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik
Faktor Internal
Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi
pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya
sendiri. Hal ini juga bisa terjadi karena faktorgenetika
(hereditas).
Faktor internal bisa dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a.Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktorinidibedakan menjadi dua macam, yaitu keadaan tonus jasmani dan
keadaan fungsi jasmani.keadaan tonus jasmani maksudnya dalam hal perbedaan porsi
tubuh. !eperti tinggi kurus, tinggi gemuk, pendek kurus, pendek gemuk, dll. Hal ini
sangat berpengaruh pada fisiologis siswa itu sendiri. Terutama untuk siswa yang
kurang lengkap anggota badannya cacat.keadaan fungsi jasmani maksudnya dalam hal
penyakit. siswa yang terkena penyakit dalam yang parah dengan siswa yang terkena
penyakit ringan akan berpengaruh pada fisiologis siswa tersebut.
b. Faktor Psikologis
dalam hal kejiwaan, kapasitas mental, emosi, dan intelegensi setiap orang itu berbeda.
kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi
akan berkemampuan berbahasa secara baik. oleh karena itu kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan sosial anak
sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal
utama dalamkehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja
yang berkemampuan intelektual tinggi, berbeda dengan anak yang mempunyai daya
intelektual kurang, mereka selalu tampak murung, pendiam, mudah tersinggung
karenanya suka menyendiri, tingkat kecerdasan yang lambat dan temperamen.
Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah :
kecerdasan/intelegensi siswa
motivasi
minat
sikap
bakat
Faktor Psikologis
.kondisi fisik dan psikis individu sangat berkaitan. kondisi fisik yang tidak sempurna atau
cacat juga berkaitan dengan persepsi individu terhadap kemampuan dirinya. Begitupun
dengan ketidakmampuan intelektual yang diulas sebelumnya dapat disebabkan karena
kerusakan sistem syaraf , kerusakan otak atau mengalami retardasi mental
Dalam hal kejiwaan, kapasitas mental, emosi, dan intelegensi setiap orang itu berbeda.
kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecah
kanmasalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan sosial anak.b eberapa faktor
psikologis yang utama mempengaruhi proses perkembangan siswa,hormone, intelegensi,
motivasi, sikap, dan bakat
Faktor Eksternal
Yaitu hal – hal yang datang atau ada diluar diri siswa/peserta didik yang meliputi lingkungan
(khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungan
a) faktor biologis
Bisa diartikan, biologis dalam konteks ini adalah faktor yang berkaitan dengan keperluan
primer seorang anak pada awal kehidupanya: Faktor ini wujudnya berupa pengaruh yang
datang pertama kali dari pihak ibu dan ayah.
b) Faktor Physis
Maksudnya adalah pengaruh yang datang dari lingkungan geografis, seperti iklim keadaan
alam, tingkat kesuburan tanah, jalur komunikasi dengan daerah lain, dsb.
d) Faktor Cultural
Di Indonesia ini, jika dihitung ada berpuluh bahkan beratus kelompok masyarakat yang
masing masing mempunyai kultur, budaya, adat istiadat, dan tradisi tersendiri, dan hal ini
jelas berpengaruh terhadap perkembangan anak – anak.
e) Faktor Edukatif
f) Faktor Religious
Sebagai contoh seorang anak kyai, sudah pasti ia akan berebeda dengan anak lain yang tidak
menjadi kyai, yang sekedar terhitung orang beragama, lebih – lebih yang memang tidak
beragama sama sekali, ini adalah persoalan perkembangan pula, menyangkut proses
terbentunya prilaku seorang anak dengan agama sebagai faktor penting yang
mempengaruhinya karena pondasi agama merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dan berperan penting sebagai media kontrol dalam perkembangan peserta didik.
USAHA YANG DILAKUKAN GURU UNTUK MENGEMBANGKAN INTELEGENSI
PESERTA DIDIK
Saat pembelajaran tatap muka kembali dilaksanakan, alangkah baiknya jika Anda mengukur
kembali kemampuan siswa-siswi Anda di sekolah. Anda bisa melakukan asesmen diagnostik
atau pemetaan kemampuan belajar siswa.
Asesmen ini bisa Anda lakukan dengan cara memberikan soal yang terstruktur dan sesuai
kompetensi siswa, untuk mengukur pemahaman mereka terhadap materi yang sudah
dipelajari sebelumnya. Hasilnya bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk pengajaran
selanjutnya. Anda juga bisa melakukan pendampingan lebih pada siswa yang membutuhkan
atau kurang memahami materi tersebut.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Saat kegiatan belajar mengajar, Anda bisa mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan
mereka. Kemampuan siswa bisa Anda ketahui melalui hasil penilaian assessment atau latihan
soal yang sudah Anda berikan sebelumnya.
Pengelompokan ini bukan berarti membeda-bedakan siswa antara siswa pintar dan kurang
pintar, tetapi bisa dijadikan sebagai indikator keberhasilan guru selama mengajar, apakah
masih banyak siswa yang masih belum paham atau sudah paham semua. Sehingga guru bisa
menciptakan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan kemampuan siswa di setiap
kelompoknya. Ini bertujuan untuk memperbaiki kemampuan siswa dan menciptakan
pembelajaran yang lebih efektif bagi seluruh siswa kedepannya.
Bagi kelompok siswa yang memiliki kemampuan akademik yang baik dan mendapatkan nilai
assessment di atas rata-rata, guru bisa memberikan pengajaran normal sebagaimana mestinya.
Hal ini dikarenakan siswa tersebut berarti memiliki pemahaman dan penyerapan materi yang
baik.
Sebaliknya, bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang dan mendapatkan nilai
atau hasil asesmen di bawah rata-rata, guru harus memberikan perhatian khusus kepada
mereka. Artinya, guru bisa menjelaskan kembali materi yang sudah pernah disampaikan
namun belum dipahami dengan baik oleh siswa tersebut untuk mengejar ketertinggalan.
Hal tersebut memang cukup sulit bagi guru, karena artinya Anda harus mengejar lebih ekstra.
Namun tak ada salahnya untuk dicoba guna meningkatkan kemampuan siswa-siswi Anda di
kelas, membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran dengan baik serta agar siswa bisa
siap menerima materi baru.
Setelah mengelompokkan siswa dan mengajar sesuai kebutuhan mereka, maka langkah
selanjutnya yaitu dengan memantau perkembangan pembelajaran siswa. Pemantauan ini
ditujukan untuk mengetahui apakah sudah ada peningkatan dalam diri siswa atau masih
merasa kesulitan. Sehingga Anda bisa menilai apakah kegiatan pembelajaran yang dilakukan
sudah berjalan baik atau belum, apa saja yang masih kurang dan harus diperbaiki di
kedepannya.
Untuk memantau kemampuan siswa, Anda bisa melakukan asesmen dan evaluasi secara
berkala. Jika hasilnya cukup baik dan terdapat kemajuan pada siswa, maka siswa tersebut
bisa lanjut mempelajari materi baru atau pindah ke kelompok belajar yang lebih tinggi.
Begitupun sebaliknya, jika siswa masih belum ada kemajuan signifikan, maka harus belajar
lebih keras lagi.
Selanjutnya, guru juga harus memantau pemulihan siswa terhadap pembelajaran keterampilan
dasar ketika kembali sekolah tatap muka. Keterampilan dasar yang dimaksud seperti
keterampilan literasi dan numerasi, serta materi lainnya yang belum dikuasai siswa. Dengan
memiliki keterampilan dasar yang baik, siswa akan mudah menyerap materi selanjutnya.
PERKEMBANGAN MORAL
1. Pengertian moral
Secara umum, pengertian moral adalah suatu hukum perilaku yang diterapkan kepada
setiap individu dalam bersosialisasi dengan sesamanya sehingga terjalin rasa hormat
dan menghormati antar sesama.
2. Tahapan perkembangan moral
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh
Lawrence Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan
dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat
teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan
usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas
berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan
dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya
berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,
walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kolhlberrg mengelompokkan tahapan-tahapan perkembangan moral ke dalam tiga
tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti
persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif,
adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupun
demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang
waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap
memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam, dan
terintegrasi dibanding tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapannya yaitu :
a. Tingkat Pra-konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak,
walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini.
Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu
tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari
dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk
egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi
langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan
dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras
hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak
tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini
bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor
yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-
konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan
dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua,
perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
b. Tingkat Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang
di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya
dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap
ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial.
Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena
hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya.
Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut,
karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga
menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam
bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa
terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada
hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan
memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini mereka
bermaksud baik.
Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi
sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral
dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti
dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme
utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus
fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga
akan begitu – sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan.
Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan
menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari
yang baik.
c. Tingkat Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari
tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu
adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif
seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat hakekat diri
mendahului orang lain ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar
dengan perilaku pra-konvensional.
Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat
dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan
dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti
kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, sejalan
dengan itu hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku.
Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu
demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut
diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan
yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.
Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan
prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan
komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi
hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk
tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang
absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional. Hal ini bisa dilakukan
dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain,
yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama. Tindakan yang
diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara
tapi selalu menjadi hasil, seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena
ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya. Walau
Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia merasa kesulitan untuk menemukan
seseorang yang menggunakannya secara konsisten. Tampaknya seseorang akan sulit
dalam mencapai tahapan ini.
KONSEP DIRI
Konsep diri adalah gagasan atau keseluruhan gambaran tentang diri sendiri yang mencakup
keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri
atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang
diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana
yang kita harapkan.
Konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu “self concept” istilah self dalam
psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan perasaan seseorang terhadap diri sendiri dan
sesuatu keseluruhan proses psikologi yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri
Hurlock3 berpendapat bahwa konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang
dirinya. Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri
mereka sendiri, karakteristik fisik, psikologi, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai dalam
hubungannya dengan individu lain, terutama dengan orang-orang terdekat, maupun yang
didapatkan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan. Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat
membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan sebenarnya.
Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja.
Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu
bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak
kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui
pengaruhnya pada konsep diri.
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa,
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
baik. Remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah
dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung kurang bisa menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun
perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan sumber yang
memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik
menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah
dukungan sosial.
c. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja
mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutanseks membuat remaja sadar diri dan hal ini
memberi akibat buruk pada perilakunya.
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau
mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh.
e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga
akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola
kepribadian yang sama.
f. Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama,
konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman
tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri
kepribadian yang diakui kelompok.
g. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-
tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dari identitas yang memberi
pengaruh yang baik pada konsep dirinya.h. Cita-citaBagi remaja yang mempunyai cita-cita
yang tidak relistik, akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak
mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas
kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya akan lebih banyak
mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.
Remaja
Menurut Hurlock istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang
berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”. Sedangkan Piaget mengemukakan
bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam
masyarakat dewasa10. Sedangkan Hall mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu
tahap perkembangan yang dikarakteristikkan sebagai “storm and stress’, tahap dimana
remaja sangat dipengaruhi oleh mood dan remaja tidak dapat dipercaya.
Havighurst mengatakan bahwa terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dipenuhi
pada masa remaja, yaitu 8 :
1) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria
maupun wanita
5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya
Menurut Calhoun & Acocella (1995), konsep diri merupakan gambaran mental terhadap
diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri, pengharapan bagi diri dan penilaian
terhadap diri sendiri. Salah satu ciri dari konsep diri yang negatif akan terkait secara langsung
dengan pengetahuan yang tidak tepat terhadap diri sendiri, pengharapan yang tidak realistis
atau mengada-ada, serta harga diri yang rendah. Untuk menghindari hal tersebut, Sheerer
(dalam Cronbach, 1963) memformulasikan ciri-ciri konsep diri positif yang selanjutnya
mengarah pada penerimaan diri individu, sebagai berikut:
menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan manusia
lainnya,
mampu menempatkan dirinya pada kondisi yang tepat sebagaimana orang lain, sehingga
keberadaannya dapat diterima oleh orang lain
memiliki obyektivitas terhadap setiap pujian ataupun celaan, dan tidak mengingkari atau
merasa bersalah atas dorongan-dorongan emosi yang ada pada dirinya.
1. Usia
Adaya perbedaan usia menentukan perbedaan bagaimana konsep diri akan dibentuk. Hal
ini disebabkan karena adanya perbedaan pengalaman yang diperoleh seseorang sehingga akan
semakin mempengaruhi luasnya wawasan kognitif. Selanjutnya akan menentukan bagaimana
persepsi seseorang terhadap pengalamannya dan akhirnya turut juga berpengaruh dalam
mempersepsi dirinya.
2. Peran Sexsual
Peran seksual adalah pengetahuan individu sendiri apakah ia termasuk laki-laki ataukah
perempuan. Peran seksual akan mempengaruhi perkembangan konsep diri individu. Itu
berarti, peran seksual yang diterapkan pada seorang anak lambat-laun akan membentuk
konsep diri anak.
Misalnya, seorang anak perempuan tunggal yang mempunyai beberapa saudara laki-laki,
dapat dimungkinkan bahwa lambat laun akan berperilaku seperti layaknya laki-laki, bahkan
konsep dirinya juga dibangun dalam kerangka konsep laki-laki. Perbedaan peran kedua jenis
kelamin tersebut mengakibatkan adanya perbedaan perilaku terhadap laki-laki dan
perempuan. Perbedaan perilaku terhadap kedua jenis kelamin ini telah diterapkan sejak diri
pada kehidupan anak.
Orangtua akan memberikan perlakuan yang berbeda antara anak laki-lakidan perempuan.
Orangtua mengajarkan anak laki-laki untuk bersikap sebagai makhluk kuat, mandiri,
bertanggung jawab, dan harus melindungi perempuan dan anak-anak. Orangtua mengajarkan
anak perempuan untuk bersikap lemah lembut, emosional, patuh, pasif, dan harus dilindungi.
Perbedaan perilaku tersebut akan membentuk konsep diri sesuai dengan jenis kelaminya.
3. Keadaan Fisik
Keadaan fisik merupakan faktor yang dominan bagi seseorang, khususnya bagi seorang
wanita. Ini disebabkan keadaan fisik memegang peranan penting dalam pembentukan konsep
diri. Gambaran fisik dipahami melalui pengalaman langsung dan persepsinya mengenai
tubuhnya sendiri. Adanya ketidaksempurnaan tubuh seseorang, akan mempengaruhi konsep
diri secara tidak langsung. Dengan kata lain, proses evaluasi tentang tubuhnya didasarkan
pada norma sosial dan umpan balik dari orang lain. Penilaian yang positif terhadap keadaan
fisik seseorang baik dari diri sendiri maupun dari orang lain sangat membantu perkembangan
konsep diri yang positif.
E. Usaha guru dan orang tua dalam menunjang perkembangan konsep diri.
Menuru Mudjiran 2007, usaha guru untuk mengembangkan konsep diri pada siswa
nya yaitu:
1. Memberikan penguatan dan menciptakan situasi belajar yang memberi kesempatan bagi
siswa memperoleh penguatan.
2. Memberi sokongan dan menciptakan situasi yang menyebabkan keputusan atau kegiatan
siswa tersokong dan di setujui.
3. Selalu berfikir positif tentang penampilan, prestasi belajar dan permasalahan siswa.
4. Menciptakan situasi yang memungkinkan siswa merasa sukses melalui pengalaman belajar
yang sukses yaitu belajar dengan siswa aktif.
5. Menghargai usaha siswa melebihi hasil, bukan memberikan penghargaan dari apa yang
bukan hasil usaha mereka.
6. Berusaha mengembangkan bakat dan keterampilan para siswa, sehingga mereka merasa
berguna dan berarti.
8. Tidak suka bahkan tidak ingin memberikan penilaian sebelum siswanya memahami dan
menguasai berbagai konsep yang di ajarkan.
9. Hubungan sosial guru dan siswa yang hangat bukan mengkritik, mencela atau
menghukum.
10. Lingkungan sekolah membuat program-program penampilan fisik untuk remaja pria dan
wanita.
11. Lingkunga sekolah yang menimbulkan perasaan sukses dalam diri setiap siswa dengan
berbagai cara.
12. Berfikir positif dalam menilai menapilkan fisik dan psikis siswa.
KREATIVITAS
A. Pengertian kreativitas
Dalam bahasa inggris, istilah kreativitas berasal dari kata tocreate, yang artinya
menciptakan. Kemudian dalam bahasa indonesia, kata kreatif dinyatakan mengandung makna
(1) memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan, (2) bersifat (mengandung)
daya cipta. Sementara istilah kreativitas mengandung arti (1) kemampuan untuk
menciptakan; daya cipta (2) perihal berkreasi.
Salah satu tafsiran tentang hakikat kreativitas dikemukakan oleh ausubel, Creative
achievement… reflectsa rare capacity for developing insights, sensitivities, and
appreciations ini a circumscribed content area of intelectual or aristic activity. Berdasarkan
rumusan tersebut, maka seseorang yang kreatif adalah yang memiliki kemampuan kapasitas
tersebut (pemahaman, sensitivas, dan apresiasi), dapat dikatakan melebihi dari seseorang
yang tergolong intelegen. Pembahasan tentang kreativitas bertalian dengan aspek-aspek abilet
kreatif, mempelajari kemampuan-kemampuan tersebut, serta mengembangkan dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Kreativitas merupakan salah satu potensi anak yang harus dikembangkan sejak dini.
Setiap anak memiliki bakat kreatif. Bila ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat
dikembangkan. Oleh karena itu perlu dipupuk sejak usia dini. Melalui aktivitas pembelajaran
yang sitematis dari pendidik, maka potensi kreativitas peserta didik akan berkembang secara
optimal. Dan kreativitas seorang guru dalam mebuat rencana pembelajaran siswa juga harus
diperhatikan untuk membantu perkembangan dari kreativitas peserta didik.
Adapun beberapa ahli yang telah merumuskan pengertian dari aktivitas yaitu, sebagai
berikut:
a. Menurut sudarsono, kreativitas adalah kempuan untuk menciptakan, kemampuan
mencapai pemecahan masalah atau jalan keluar yang sama sekali baru, asli dan imajinatif
terhadap masalah yang bersifat pemahaman, filosofi, estetis ataupun lainnya.
b. Menurut supriadi (dalam Faisal Abdullah) mengutarakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia
menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berfikir tingkat tinggi, yang
mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berfikir, ditandai oleh suksesi,
diskontinuitas, deferensiasi, dan integrasi antara setiap perkembangan.
c. Menurut Utami Munnandar ( dalam Faisal Abdullah) memberikan beberapa pengertian
kreativitas menurut para ahli salah satunya merupakan kemampuan untuk membuat
kombinasi baru berdasarkan data, informasi, dan unsur-unsur yang ada. Hal ini
mengartikan kreativitas adalah sebagai daya cipta seperti yang telah disebutkan diatas.
d. Menurut Torrance (dalam Faisal Abdullah), kreativitas adalah proses
kemampuan individu untuk memahami kesenjangan atau hambatan dalam
hidupnya, merumuskan hipotesis baru, dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya.
e. Menurut Semiawan (dalam Faisal Abdullah) mengemukakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam seni, atau dalam
permesinan, atau dalam metode-metode baru.5
f. Menurut Nawawi Elizabeth Hurlock (dalam Trianto Ibnu Badar), kreativitas
adalah suatu proses yaung menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu
gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru.6
g. Menurut David Campbell, kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan
hasil yang sifatnya, pertama, Baru (novel) yaitu inovatif, belm ada
sebelumnya, segar, menarik, aneh, dan mengejutkan. Kedua, berguna (useful)
lebih baik atau banyak. Ketiga, dapat dimengerti (understandable) hasil yang
sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. Peristiwa-peristiwa
yanug terjadi begitu sajau, tak dapat dimengerti, tak dapat diramalkan, tak
dapat di ulangi mungkin saja baru dan berguna , tetapi lebih merupakan hasil
keberuntungan (luck), bukan kureativitas. 7 Berikut ini akan dijelaskan
pendapat para ahli mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong
kreativitas.
h. Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan menyebutkan kreativitas adalah
kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru, baik yang benar-benar
baru sama sekali maupun yang merupakan modifikasi atau perubahan dengan
mengembangkan hal-hal yang sudah ada.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah
kemampuan seseorang dalam menciptakan dan melahirkan karya atau ide-ide yang baru
B. Perkembangan Kreativitas
Pengembangan kreativitas adalah upaya untuk memperluas ciri-ciri khas yang
dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
sama sekali beru atau kombinasi dari karya-karya atau ide yang telah ada sebelumnya
menjadi suatu hal yang baru. Perlunya pengembangan kreativitas pada peserta didik adalah
untuk meningkatkan cara berfikir yang kreatif, dalam aritu kemampuan untuk menemukan
cara-cara baru yang dapat memecahkan suatu permasalahan. Dan perkembangan kreativitas
penting untuk mewujudkan dirinya dan merupakan kebutuhan pokok manusia, terutama bagi
peserta didik.
Proses perkembangan kreativitas para peserta didik dibimbing oleh pendidik agar
memiliki cara berfikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah. Karena itu, melalui
proses belajar mengajar tertentu harus diupayakan tercapainya tujuan-tujuan tersebut.
Pendidik perlu menyediakan kondisi-kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya
penambahan aspek keluwesan, keahlian, dan kuantitas dari kemampuan kreativitas yang
dimiliki oleh para siswa.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang kreatif dapat diciri-
cirikan sebagai berikut :
c. peserta didik mampu untuk menyelesaikan masalah dengan ide-ide, gagasan atau cara
yang baru.
d. Peserta didik mampu untuk menjelaskan ide-ide kreatif yang diungkapkannya dengan
caranya sendiri. Dia mampu menjawab pertanyaan yang sehubungan dengan hal-hal
yang dia kemukakan.
e. Peserta didik mampu membuat ide-ide yang diciptakannya diterima dan mempengaruhi
orang yang ada disekitarnya
f. Peserta didik memiliki karya ide-ide yang cermelang, imajinasi yang tinggi, selau
berorientasi kedepan dam giat dalam belajar dan bekerja.
g. Peserta didik menghargai waktu dan menggunakannya sebaik-baiknya.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kreativitas Peserta Didik
Menurut Hurluock, mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat
meningkatkan beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu:
a. Waktu, untuk dapat menjadi kreatif. Kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian
rupa sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi mereka untuk bermain dengan gagasan,
konsep, dan mencobanya dalam bentuk baru dan orisional.
b. Kesempatan menyendiri. Hanya apabila tidak mendapatkan tekanan dari kelompok
sosial, anak dapat menjadi kreatif.
c. Dorongan terlepas dari beberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa.
Untuk menjadi kreatif maka mereka harus terbebas dari ejekan dan kritis yang sering kali
dilontarkan pada anak yang tidak kreatif.
d. Sarana. Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harusu disediakan untuk
merangsang dorongan eksperimen dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari
semua aktivitas.
e. Lingkungan yang merangsang. Lingkunugan rumah ada sekolah harus merangsang
kreativitas. Ini harus dilakukakan sendiri mungkin sejak masa bayi dan dilanjutkan
hingga nama sekolah dengan menjadikan kreativitas, suatu pengalaman yang
menyenangkan dan dihargai secara sosial.
f. Hubungan anak dan orang tua yang tidak posesif. Orang tua yang tidak terlalu posesif
terhadap anak, mendorong anak untuk mandiri.
g. Cara mendidik anak. Mendidik anak secara demokratis dan permisif di rumah dan
sekolah meningkatkan kreativitas, sedangkan cara mendidik otoriter untuk mandiri.
h. Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. Kreativitas tidak muncul dalam
kehampaan. Makin banyak pengetahuan yang diperoleh anak semakin baik dasar-dasar
untuk mencapai hasil yang kreatif.
E. Upaya Guru dan Orang Tua Dalam Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik
Sepuluh poin diatas, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka peserta didik dapat
menjadi siswa yang aktif , kreatif dan beprestasi.
Upaya yang dapat dilakukan pendidik dalam mengembangkan kreativitas peserta didik
dengan cara sebagai berikut:
5) Memberikan peserta didik kesempatan untuk menyelesaikan masalah dalam
pembelajaran dengan cara yang mereka anggap baik dan benar. Namun pendidik harus,
terus mengawasi dan mengarahkan peserta didik.
6) Menciptakan kondisi-kondisi dimana peserta didik dapat berkerja sama dengan yang
lainnya dalam memecahkan masalah.
7) Memberikan apresiasi terhadap peserta didik yang dapat menyelesaikan suatu masalah.
Apresiasi tersebut dapat berupa nilai plus dalam belajar.
8) Menciptakan lingkungan yang baik dalam belajar sehingga peserta didik merasa nyaman
agar dapat fokus pada pelajaran dan permasalahan yang dihadapinya dalam belajar.
9) Memberikan dorongan untuk tetap aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu masalah.
Sedangkan orang tua, juga memiliki peran yang penting dalam perkembangan kreativitas
dari peserta didik. Karena orang tua adalah orang yang memberikan dan menyediakan segala
sesuatu yang peserta didik butuhkan dirumah. Maksudnya orang tua adalah orang yang akan
memfasilitasi dan mengawasi peserta didik dalam pengembangan kreativitas dilingkungan
keluarganya. Maka upa yang dapat dilakukan dalam mengembangkan kreativitas peserta
didik adalah sebagai berikut:
c. Menyediakan atau memfasilitasi peserta didik dalam pembelajrannya dirumah.
Karena peserta didik yang memiliki ide atau kemampuan menciptan hal yang
dianggapnya baru. Namun, jika peserta didik tersebut tidak memiliki hal-hal yang
dianggapnya perlu dalam menjalankan ide tersebut maka peserta didik tidak dapat
melakukan ide tersebut. Tetapi orang tua harus selalu mengawasi anaknya dalam
melakukan hal-hal yang dianggapnya baru. Contohnya peserta didik yang ingin
membuat masakan yang dia pelajari di buku pelajaran memasak namun dia tidak
memiliki alat dan bahan-bahannya, maka dia tidak dapat menjalankan ide nya.
d. Mengawasi dan mengarahkan kreativitas anak tetap pada hal-hal yang positif. Karena
hal-hal yang dipelajarinya dilingkungan diluar rumah, tidak selalu hal-hal yang positif
atau baik. Maka orang tua harus dapat mengarahkan anaknya dalam hal-hal yang baru
dia ketahui.
e. Memberikan dorongan terhadap hal-hal yang disukainya. Namun orang tua tidak
dapat memaksakan kehendaknya terhadap anak karena akan mematikan ide atau hal-
hal yang ingin dia pelajari.
BAKAT KHUSUS
2.1 Pengertian Bakat Khusus Beberapa pengertian bakat menurut para ahli yaitu :
1. Menurut S.C. Utami Munandar (1985) Bakat (aptitude) pada umumnya diartikan
sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu di kembangkan dan di
latih agar dapat terwujud. Berbeda dengan bakat, “ kemampuan” merupakan daya
untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan.
Kemampuan menunjukkan suatu tindakan (performance) dapat di lakukan sekarang,
sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat di
lakukan di masa yang akan datang.
2. Kartini Kartono (1979) Bakat adalah mencakup segala faktor yang ada pada
individu sejak awal pertama dari kehidupannya, yang kemudian menumbuhkan
perkembangan keahlian, kecakapan dan keterampilan khusus tertentu. bakat bersifat
laten potensial (dalam arti dapat mekar berkembang) sepanjang hidup manusia dan
dapat di aktifkan potensinya.
3. Suganda Purbakatja (1982) Bakat sebagai “benih dari suatu sifat, yang baru akan
nampak nyata, jika mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk berkembang”.
4. Dyke Bingham (dalam Ny. Moesono : 1989) Bakat adalah suatu kondisi atau
serangkaian karakteristik dari kemampuan seseorang untuk mencapai sesuatu dengan
sedikit latihan (khusus) mengenai pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian
respon, misalnya kemampuan berbahasa, kemampuan mengarang lagu dan lain-lain.
5. Sarlito Wirawan Sarwono (1979) Bakat adalah kondisi dalam diri seseorang yang
memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan pengetahuan
dan keterampilan khusus.
4 Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat di tarik kesimpulannya bahwa
bakat adalah :
a. Bakat merupakan kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu
dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud.
b. Bakat tidaklah diturunkan semata, tetapi merupakan interaksi dari faktor keturunan
dan faktor lingkungan, artinya dibawa sejak lahir berupa potensi dan berkembang
melalui proses belajar, dan memiliki ciri khusus.
c. Orang yang berbakat dalam bidang tertentu diperkirakan akan mampu mencapai
prstasi tinggi dalam bidang itu. Jadi prestasi sebagai perwujudan bakat dan
kemampuan.
d. Bakat mencakup cirri-ciri yang dapat member kondisi atau suasana memungkinkan
bakat tersebut terealisasi, termasuk intelegensi, kepribadian, interes, dan keterampilan
khusus. Bakat adalah suatu kapasitas adalah potensi kemampuan untuk berkembang.
2.2 Jenis-jenis Bakat Khusus Conny Semiawan dan Utami Munandar (1987)
mengklasifikasikan jenis-jenis bakat khusus, baik yang masih berupa potensi maupun
yang sudah terwujud menjadi lima bidang, yaitu :
1. Bakat akademik khusus
2. Bakat kreatif – produktif
3. Bakat seni
4. Bakat psikomotorik
5. Bakat sosial Sehubungan dengan cara berfungsinya, ada dua jenis bakat yaitu :
Ø Kemampuan pada bidang khusus ( talent ) seperti pada bakat music, bakat menari,
olah raga dan lain – lain. 5 Ø Bakat khusus yang dibutuhkan sebagai perantara untuk
merealisir kemampuan khusus misalnya bakat melihat ruang (dimensi) dibutuhkan
untuk merealisasi kemampuan di bidang teknik arsitek. Bakat bukanlah merupakan
trait atau sifat tunggal, melainkan merupakan sekelompok sifat yang secara bertingkat
membentuk bakat. Misalnya dalam bakat musik terdapat kemampuan membedakan
nada, kepekaan akan keserasian suara, kepekaan akan irama dan nada. Bakat baru
muncul atau teraktualisasi bila ada kesempatan untuk berkembang atau
dikembangkan, sehingga mungkin saja terjadi seseorang tidak mengeahui dan tidak
mengembangkan bakatnya sehingga tetap merupakan yang latent. Selain itu Raven
(dalam pali, 1995) juga mengelompokkan bakat khusus seseorang sebagai berikut :
a. Bakat pemahaman verbal
b. Kemampuan numerikal
c. Skolastik
d. Bakat kerani (kesekretariatan)
e. Pemahaman mekanik
f. Tilikan (pandangan) ruang atau berfikir 3 dimensi
g. Bakat bahas
2.3 Hubungan antara bakat khusus dengan Kreativitas Dari hasil-hasil penelitian
Keberbakatan dan Anak Berbakat, Renzulli dkk (1981) menarik kesimpulan bahwa yang
menentukan keberbakatan seseorang adalah pada hakekatnya tiga kelompok (cluster) ciri-ciri,
yaitu :
2. kreativitas
2.4 Hubungan Bakat Khusus dengan Prestasi Akademik Perujudan nyata dari bakat dan
kemampuan adalah prestasi (Utami Munandar 1992), karena bakat dan kemampuan
sangat menentukan prestasi seseorang. Orang yang memiliki bakat matematika
diprediksi mampu mencapai prestasi yang menonjol dalam bidang matematika.
Prestasi yang menonjol merupakan cerminan dari bakat khusus. Bakat khusus yang
memproleh kesempatan maksimal dan dikembangkan sejak dini serta didukung oleh
fasilitas dan motivasi yang tinggi, akan dapat terealisasi dalam bentuk prestasi unggul.
Contoh konkret bakat yang tidak memperoleh kesempatan maksimal untuk
berkembang adalah hasil penelitian yaumil agoes akhir (1999) yang menemukan
bahwa sekitar 22% siswa SD dan SLTP menjadi anak yang Underachiever. Artinya,
prestasi belajar yang mereka peroleh berada dibawah potensi atau bakat intelektual
yang sesungguhnya mereka miliki. Bakat memang sangat menentukan prestasi 7
seseorang, tetapi sejauh mana itu akan terwujud menghasilkan suatu prestasi, masih
banyak variable yang menentukan. Atau bias juga dikatakan bahwa bakat
memungkinkan, pengetahuan pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar bakat
dapat terwujud. 2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus 1.
Variabel-variabel dalam diri siswa a. Interes atau minat, minat seseorang akan
berpengaruh terhadap pengembangan bakatnya. Seseorang yang berminat terhadap
hitung menghitung, berpotensi menjadi ahli matematika. Tes bakat tertulis yang
terkenal adalah tes bakat differesial. Ada delapan sub tes tersebut, yaitu :
• Tes bakat verbal adalah tes yang dipergunakan untuk mengungkap atau mengukur bakat
seseorang dalam berbahasa, seberapa baik seseorang dalam mengerti ide-ide dan konsep-
konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata, seberapa mudah seseorang dapat
berpikir dan dapat memecahkan masalahmasalah yang dinyatakan dalam bentuk kata-
kata.
• Tes bakat numerikal adalah tes yang dipergunakan untuk mengungkap atau mengukur
bakat seseorang dalam berpikir dengan angka-angka, seberapa baik seseorang mengerti
ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka, seberapa mudah
seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah dengan angka.
• Tes bakat skolastik adalah tes bakat yang dipergunakan untuk mengukur bakat
seseorang dalam mata pelajaran persiapan akademis dan sejenisnya
. • Tes bakat berpikir abstrak adalah tes yang dipergunakan untuk bakat seseorang dalam
memecahkan masalah meskipun tanpa petunjuk yang berupa kata-kata maupun angka-
angka.
• Tes bakat klerikal adalah tes yang digunakan untuk mengukur bakat seseorang dalam
memecahkan hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas ketatausahaan, 8 seberapa cepat
dan teliti seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugas tulis menulis.
b. Motivasi, rendahnya motivasi akan menyebabkan bakat tidak akan berkembang atau
tidak menonjol. Motivasi berkaitan dengan “tujuan”. Jika kurang motivasi, sedikit saja
ada halangan, sudah cukup untuk menghilangkan semangat berlatih.
c. Value, yaitu bagaimana seseorang memberi arti terhadap pekerjaan itu. Misalnya bila
seseorang memberi arti negatif terhadap pekerjaan musi, kurang dihargai, maka bakat itu
juga terhambat berkembangnya.
d. Kepribadian, anak yang berkembang sesuai bakatnya akan memiliki kepribadian yang
lebih positif dibandingkan dengan anak yang tidak sesuai bakatnya. Keadaan ini
disebabkan oleh sukses-sukses yang dialaminya, serta enggunaan bakatnya
mempengaruhi penyesuaian emosionalnya.
e. Konsep diri, ada pengaruh timbal balik antara kepribadian dengan konsep diri.
2. Variabel lingkungan yang mempengaruh bakat khusus Menurut Sarlito (1977) terdpat
sejumlah variabel lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya bakat pada diri
seseorang. Variabel-variabel tersebut adalah :
d. Besar atau banyaknya latihan, pengembangan bakat melalui proses training atau
latihan.
2.6 pengembangan anak. Selain itu ada juga beberapa cara lain yang bisa dilakukan orang
tua untuk membantu pengembangan bakat adalah :
a. Patoklah prestasi akademis yang tinggi namun realistis buat anak.
b. Tanamkanlah rasa optimis kepada mereka bahwa mereka bisa mencapainya.
c. Bicara dan bermain dengan anak, untuk meningkatkan kemampuan komunikasi.
d. Berceritalah mengenai berbagai peristiwa yang sedang terjadi, apa saja yang terjadi
di lingkungan sekitar. Saat berbicara mengenai rutinitas harian Anda, jelaskan apa
yang Anda lakukan dan mengapa. Doronglah anak untuk bertanya untuk Anda jawab,
atau bisa juga bantu dia untuk menjawabnya sendiri.
e. Perhatikan apa yang mereka suka lakukan, seperti hobi menggambar, melukis, atau
menggunakan angka-angka. Bantu mereka mengembangkan kesukaan itu, dan cari
tahu bagaimana mereka bisa mengikuti lomba di lingkungan sekitar atau di tingkat
kota.
f. Bawa anak ke tempat-tempat dimana mereka bisa mempelajari hal baru, seperti
pentas musik, museum atau galeri seni.
g. Cari anggota keluarga yang bisa menjadi mentor membantu anak mengembangkan
bakat mereka
PERILAKU MENYIMPANG
A. Pengertian Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.Dengan kata lain penyimpangan (deviation)
adalah segala pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak
masyarakat.
Menurut buku Psikologi Olahraga: Pengembangan Diri dan Prestasi (2021) karya Dian
Permana dan Arif Fajar Prasetyo, perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai kesusilaan atau kepatutan.
Menurut James W. Vander Zanden, perilaku menyimpang adalah perilaku yang
dianggap sebagian besar orang sebagai hal tercela dan di luar batas toleransi. Dilansir dari
buku Sosiologi Komunitas Menyimpang (2018) karangan Suardi, Dwi J. Narwoko
mendefinisikan perilaku menyimpang sebagai perilaku warga masyarakat yang dianggap
tidak sesuai kebiasaan, tata aturan, atau norma sosial yang berlaku.
Perilaku menyimpang menurut Emile Durkheim dalam Soerjono Soekanto menyatakan
bahwa kejahatan kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai aturan di dalam
masyarakat. Perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan
keresahan dalam masyarakat. Perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan
melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Sebaliknya, perilaku menyimpang
yaitu perilaku yang disengaja dan meninggalkan keresahan pada masyarakat. Perilaku
menyimpang disebut juga dengan tingkah laku bermasalah. Tingkah laku bermasalah
masih dianggap wajar jika hal ini terjadi pada remaja. Maksudnya, tingkah laku ini masih
terjadi dalam batas ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat adanya
perubahan secara fisik dan psikis. Perilaku menyimpang adalah setiap tindakan yang
melanggar keinginan-keinginan bersama sehingga dianggap menodai kepribadian
kelompok yang akhirnya si pelaku dikenai sanksi. Keinginan bersama yang dimaksud
adalah sistem nilai dan norma yang berlaku. Perilaku menyimpang merupakan perilaku
yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas
toleransi.Menurut Dimiyati, perilaku menyimpang anak/remaja ditinjau dari segi
pendidikan yaitu mereka dianggap mengganggu proses pembelajaran di sekolah, tidak
mentaati peraturan yang berlaku mengalami kesulitan dalam pergaulan dan aspek lain
yang mengganggu serta merugikan dirinya sendiri atau merugikan orang lain.Secara
umum, peserta didik yang melakukan atau mengatakan sesuatu yang pada pokoknya
mengganggu atau merugikan orang lain maupun dirinya sendiri sering dideskripsikan
sebagai manifestasi dari penyimpangan perilaku. Istilah penyimpangan perilaku sering
digunakan secara bergantian merujuk pada istilah gangguan emosional (emotional
disturbance) dan ketidakmampuan penyesuaian diri (maladjustment) dengan berbagai
bentuk variasinya. Hal ini dapat dicermati melalui gejala perilaku atau partisipasi peserta
didik di kelas, situasi bermain, kemampuan berkomunikasi atau interaksi sosial; agresi
fisik, ancaman, perilaku destruktif, tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma;
kelambatan dalam prestasi dan keterampilan akademik; perasaan takut, rasa bersalah dan
ekspresi verbal lainnya.