Anda di halaman 1dari 15

TETRALOGY OF FALLOT

Disusun oleh: Nur Rochayati, S.Kep., Ns

I. DEFINISI
TOF merupakan penyakit jantung bawaan yang sering ditemui. Jenis PJB ini terdiri
gabungan 4 kelainan antara lain; VSD, PS, aorta overriding dan penebalan dinding
ventrikel kanan. Presentasi klinis pada neonatus tergantung pada derajat Right
Ventricular Outflow Tract (RVOT) and kepatenan ductus arteriosus dengan gejala
yang sering ditemui seperti: iritabilitas parosismal, diaphoresis, hipersianotik spell
dan dan gagal jantung (Worku dan Allen, 2020).

II. ETIOLOGI
Pada sebagian kasus penyebab dari TOF tidak diketahui secara pasti,akan tetapi
diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
1) Faktor Endogen:
a. Berbagai jenis penyakit genetik seperti kelainan kromosom
b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi dan penyakit kelainan bawaan lain.
2) Faktor Eksogen
a. Riwayat kehamilan ibu: sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, minum jamu
b. Selama hamil ibu menderita rubella atau infeksi virus lainnya
c. Pajanan terhadap sinar X
d. Gizi buruk selama Hamil
e. Ibu yang alkoholik dan usia ibu di atas 40 tahun

III. MANIFESTASI KLINIS


Presentasi klinis pada neonates tergantung pada derajat RVOTO (Right Ventricle
Outflow Track Obstruction) dan patensi dari duktus arteriosus. Gejala khas yang
muncul pada TOF akan berkembang sebulan setelah kelahiran dan
dikarakteristikan oleh penurunan toleransi terhadap aktivitas serta sianotik spell.
Manifestasi klinis yan muncul pada TOF antara lain:
1. Anak dengan TOF umumnya akan mengalami sesak biasanya terjadi ketika
anak melakukan aktivitas (misal menangis dan mengedan)
2. Berat badan bayi tidak bertambah
3. Pertumbuhan berlangsung lambat
4. Jari tangan tabuh atau clubbing finger dengan kuku seperti gelas arloji
5. Sianosis atau kebiruan muncul saat anak beraktivitas seperti makan/menyusu,
menangis dimana vasodilatasi sistemik muncul dan menyebabkan peningkatan
shunt dari kanan ke kiri. Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan
yang kaya oksigen dimana percampuran darah dialirkan ke seluruh tubuh,
akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan.
6. Sering berjongkok bila berjalan 20-50 meter untuk mengurangi dispneu.
7. Hipertropi gingiva
8. Bunyi jantung saaat auskultasi: Terdengar bising sistolik nada rendah pada sela
iga 4 line parasternalis kiri/ VSD, terdapat bising sistolik nada sedang bentuk
fusiform, amplitude maksimum pada akhir systole berakhir dekat S2 pada sela
iga kiri (stenosis pulmonalis), pada stenosis pulmonalis terdapat bising lemah,
terdengar ada permulaan systole, S2 keras, tunggal, kadang terdengar bising
kontinyu pada punggung (pembuluh darah kolateral).
9. Kadang kadang terdapat hepatomegali dengan hepatojugular reflek.

IV. PATOFISIOLOGI
Karena pada TOF terdapat 4 macam kelainan jantung yang bersamaan
maka:
1. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri atau dari sebuah
defek pada septum, sehingga menerima darah dari kedua ventrikel sehingga
terjadi percampuran yang kaya dan miskin oksigen dalam jantung.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis sehingga darah yang mengalir dari ventrikel
kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui defek septum
ventrikel kemudian ke aorta atau langsung ke aorta
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejunlah besar darah ke dalam
aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga
terjadi pembesaran ventrikel .

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan jumlah hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) yang sesuai
dengan derajat desaturasi dan stenosis. Klien dengan kadar Hb dan
Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi. Pada
umumnya Hb dipertahankan 16-1gr/dl dan hematokrit 50-60%. Nilai
AGD menunjukkan peningkatan tekanan parsial karbondioksida
(PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.
2. Radiologi
Arkus Aorta terletak disebelah kanan pada 25% kasus. Apek Jantung
kecil dan terangkat, vaskularisasi paru menurun. Gambar jantung
seperti sepatu boot.

3. Elektrokardiograpi (EKG)
Deviasi sumbu QRS ke kanan, hipertropi ventrikel kanan, hipertropi
atrium kanan.
4. Echokardiogram
a. Echokardiogram 2 dimensi: Menentukan tipe Ventrikel Septal Defek
(VSD) apakah VSD subaortik atau subarterial doubly commited,
melihat overriding aorta, melihat deviasi septum infundibular ke
anterior
b. Echokardiogram berwarna dan dopler: Melihat aliran dari ventrikel
kanan ke aorta melalui VSD, menghitung perbedaan tekanan
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, berat nya derajat pulmonal
stenosis
5. Kateterisasi
Dilakukan untuk menilai dan mengukur arteri pulmonalis serta cabang
cabang nya, mencari anomaly arteri koroner, melihat ada tidaknya
VSD tambahan, melihat ada tidaknya kolateral dari aorta langsung ke
paru

VI. KOMPLIKASI
Terdapat komplikasi yang serius dari TOF apabila tidak ditangani
dengan segera. Berikut komplikasi dari TOF :
1. Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas
Polisitemia pada PJB sianotik terjadi karena hipoksemia kronik akibat kondisi
pirau kanan ke kiri. Sebenarnya hal ini merupakan respon fisiologik tubuh untuk
meningkatkan kemampuan membawa oksigen dengan cara menstimulasi
sumsum tulag melalui pelepasan eritropoetin ginjal untuk meningkatkan produksi
jumlah sel darah merah (eritrositosis). Pada awalnya polisitemia menguntungkan
bagi penderita PJB sianotik tetapi bila hematokrit makin tinggi akan terjadi
peningkatan viskositas darah yang mencolok dengan akibat perfusi berkurang
sehingga pengangkutan total oksigen pun berkurang yang pada akhirnya
meningkatkan resiko venooklusi/sindrom viskositas. Gejala hiperviskositas akan
muncul bila kadar hematokrit > 65% dengan gejala berupa sakit kepala, nyeri
dada, iritabel, anoreksia, dispnu dan intoleransi aktivitas.
Pengobatan hiperviskositas pada PJB sianotik masih kontroversial. Dari data
yang ada plebotomi berpotensi untuk meningkatkan kemampuan latihan,
mengurang gejala hiperviskositas serta mengurangi penyakit vasooklusi. Tetapi
plebotomi yang dilakukan berulang ulang dan cepat dapat menyebabkan
defisiensi besi sehingga terjadi microcytic erytrocytes yang justru dapat
menginduksi peningkatan viskositas dengan segala konsekuensinya. Oleh karena
itu plebotomi hanya dilakukan untuk mengatasi keadaan akut sindrom
hiperviskositas saja.

2. Stroke/Cerebrovaskular Accident
Insiden stroke/cerebrovaskular accident pada anak dengan PJB adalah 1,5%-
2%. PJB sianotik yang paling sering menyebabkan stroke adalah TOF, Stroke
dapat disebabkan karena trombosis atau emboli. Faktor predisposisi yang
mempermudah terjadinya stroke adalah pirau kanan ke kiri yang memungkinkan
terjadinya paradoksikal emboli ke otak dan peningkatan viskositas darah.

3. Abses Cerebri
Abses serebri adalah infeksi supuratif lokal pada parenkim otak. Abses serebri
merupakan penyulit infeksi yang serius pada PJB sianotik terutama TOF.
mekanisme terjadinya abses serebri adalah secara hematogen. Patogenesis
penting terjadinya abses serebri pada PJB sianotik adalah pirau dari kanan ke kiri
yang menyebabkan tidak terjadinya filterring effect di paru terhadap darah dari
sistem vena sehingga otak menjadi lebih sering terpapar dengan episode
bakterimia Polisitemia juga berperan dalam peningkatan viskositas darah yang
dapat mencetuskan microinfark yang menyediakan tempat yang baik bagi bakteri
untuk berproliferasi dan supuratif. Biasanya lesi berbentuk soliter dan multipel.
Pada stadium awal dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang
non spesifik seperti sakit kepala, letargi dan perubahan tingkat kesadaran..
Dengan progresifnya abses serebri sakit kepla dan letargi akan makin menonjol
dan dapat diikuti defisit neurologik. Tanda-tanda fokal seperti hemiparesis, kejang
lokal, dan gangguan penglihatan. Kuman yang paling sering ditemukan pada
abses serebri dengan penderita PJB adalah strepkokus mileri.
4. Hiperpnea dengan sianosis berat dapat berakibat tidak sadarkan diri dan
meninggal.

VII. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan ini dilakukan terhadap klien dengan TOF yang sering
mengalami spell hipoksik berulang, dan belum dilakukan tindakan pembedahan.
a. Pemberian resusitasi dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi untuk
meningkatkan saturasi darah arterial untuk mencegah kerusakan otak.
Resusitasi cairan juga perlu diberikan agar klien terhindar dari dehidrasi.
b. Betabloker (propanolol)
Pemberian propanolol berfungsi untuk menurunkan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi serta iritabilitas miokard, serta mengurangi spasme
infundibular sehingga dapat mengatasi spell, dipakai untuk mencegah dan
mengobati serangan sianosis. Propnolol dapat diberikan secara intravena
dan oral. Untuk dosis intravena 0,01 mg - 0,25 mg/kg BB, sedangkan untuk
dosis oral 2-6 mg/kg BB/hari dalam 3-4 kali pemberian.
c. Morfin
Pemberian morfin sulfat dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg secara subcutan atau
intravena bertujuan untuk menekan sentra pernafasan dan mengurangi
hiperepnea juga menurunkan tonus simpatik dan menurunkan konsumsi
oksigen.
d. Ketamin
Pemberian ketamin dengan dosis 1-3 mg/kg BB/iv bertujuan untuk
meningkatkan SVR dan memberi efek sedasi pada anak.
e. NaHCO3 atau Natrium Bicarbonat
Natrium bicarbonat merupakan sebuah pengalkali sistemik kuat untuk
mengobati asidosis metabolik berat dengan mengganti ion bikarbonat dan
memulihkan kapasitas buffer tubuh.
f. Phenylephrine
Dalam dosis yang relatif besar (5-10μg / kg IV bolus atau 2-5μg / kg / min)
meningkatkan SVR dan mengurangi R-L shunt. Obstruksi RVOT berat,
pemberian phenylephrine menginduksi meningkatkan PVR memberikan efek
yang sedikit atau tidak berpengaruh dalam meningkatkan ketahanan RV
outflow.

2. Penatalaksanaan Non Medika Mentosa


a. Pemberian posisi knee chest
Tujuan : Untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung/venous returns
serta meningkatkan aliran darah ke paru sehingga terjadi peningkatan
afterload akibat arteri femoralis terlipat karena posisi knee chest.
b. Hindari dehidrasi
c. Memperhatikan kebersihan mulut dan gigi untuk meniadakan sumber infeksi
terjadinya infektif endokarditis dan abses otak
3. Penatalaksanaan Bedah
a. Tindakan Paliatif
1). Anastomose Blalock Taussig
Anastomose subclavia pulmoner dari blalock taussig adalah intervensi
palliative yang umumnya dianjurkan bagi anak yang tidak sesuai bedah
korektif. Arteri subklavia yang berhadapan dengan sisi lengkung aorta
diikat,dibelah dan dianastomosekan ke arteria pulmoner
kolateral.Keuntungan pirau ini adalah kemampuannya membuat pirau
yang sangat kecil,yang tumbuh bersama anak dan kenyataannya mudah
mengangkatnya selama perbaikan definitive. Anastomosis Blalock-
Taussig yang dimodifikasi pada dasarnya sama, namun memakai bahan
prostetik, umumnya poli tetrafluoroetilen. Dengan pirau ini ukurannya
dapat lebih dikendalikan,dan lebih mudah diangkat karena kebanyakan
seluruh perbaikan tuntas dilakukan pada saat anak masih sangat muda.
Konsekuensi hemodinamik dari Blalock-Taussig adalah untuk
memungkinkan darah sistemik memasuki sirkulasi pulmoner melalui
arteri subclavia, sehingga meningkatkan aliran darah pulmoner dengan
tekanan rendah sehingga menghindari kongesti paru. Aliran darah ini
memungkinkan stabilisasi status jantung dan paru sampai anak itu cukup
besar untuk menghadapi pembedahan korektif dengan aman. sirkulasi
kolateral akan muncul untuk menjamin aliran darah arterial yang
memadai.

2). Anastomose Waterston Cooley


Anastomose ini merupakan prosedur paliatif yang digunakan untuk bayi
yang menurunkan aliran darah paru, seperti tetralogy fallot. Prosedur ini
merupakan prosedur jantung tertutup yaitu aorta desenden posterior
secara langsung dijahit pada bagian anterior arteri pulmoner kanan
membentuk sebuah fistula. walaupun pirau ini sulit diangkat selama
perbaikan definitive, pirau ini pada umumnya telah menggantikan cara
anastomose Potts-smith yang merupakan pirau end to end antara aorta
desenden dan arteri pulmoner kiri, karena secara tehnis paling mudah
dilakukan.
b. Tindakan Definitive
Tindakan ini juga disebut sebagai tindakan koreksi total dari tetralogy fallot.
Syarat operasi koreksi total adalah ukuran arteri pulmonalis kanan dan kiri cukup
dan memenuhi kriteria yang diajukan oleh kirklin yang disesuaikan dengan berat
badan selain itu ukuran dan fungsi ventrikel kiri harus baik agar mampu
menampung aliran darah dan memompanya setelah terkoreksi. Pada operasi
total korektif ini, jika sebelumnya terpasang pirau atau shunt, shunt ini harus
diangkat, kemudian obstruksi aliran keluar dari ventrikel kanan dihilangkan dan
dilebarkan menggunakan dakron dengan dukungan pericard. Katup pulmoner di
insisi, defek septum ventrikel ditutup dengan dacron.

VII. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


1) Pengakajian
a. Keluhan utama
Menanyakan tentang keluhan yang dirasakan oleh pasien sehingga
membutuhkan pertolongan. Keluhan tersebut antara lain sesak nafas, sianosis,
sulit menyusu dan berat badan sulit naik.
b. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga pasien meminta
pertolongan. Tanyakan adanya keluhan sesak, kapan keluhan dirasakan,
keadaan yang dapat mengurangi atau memperburuk sesak, adakah usaha
mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah
usaha tersebut.
c. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Tanyakan
pada pasien atau keluarga tentang obat yang biasa diminum pada masa lalu.
d. Riwayat keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga pasien.
e. ADL
1. Aktivitas
Keletihan, malaise, keterbatasan gerak atropi otot, kontraktur/kelainan
pada sendi dan otot, dispneu pada aktivitas dan istirahat.
2. Kardiovaskuler
Riwayat gagal jantung, masalah tekanan darah, nadi, pengisian kapiler,
warna kulit pucat/sianosis.
3. Pernafasan
Dispneu, penyakit pernafasan kronis, peningkatan frekuensi pernafasan,
nafas sesak, bunyi nafas bersih atau mengi, sputum bersih atau merah
muda.
4. Integritas ego
Faktor stres akut/kronik seperti takut lingkungan asing, kecemasan, kurang
kontak, gelisah dan fokus pada diri sendiri.
5. Nutrisi
Nyeri/kenyamanan, penurunan berat badan, kekeringan pada membran
mukosa, dehidrasi, kesulitan mengunyah, mual, anoreksi. Kulit kering/
berkeringat, dan penurunan turgor kulit.
6. Adanya nyeri yang dirasakan, lokasi, kualitas nyeri. Wajah meringis,
merintih, kehilangan kontak mata.
7. Higiene
Ketergantungan pada orang lain, berbagai kesulitan untuk melaksanakan
aktivitas perawatan pribadi.
f. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem kardiovaskuler
Pada pasien post operasi, pengkajian sistem kardiovaskuler ditujukan
untuk menilai cardiac output yang adekuat, dapat dinilai dari:
a) Tekanan darah baik arteri ataupun manual
b) Heart rate (frekuensi dari gambaran EKG)
c) Pulmonal arteri pressure
d) Central venous pressure
e) Suhu tubuh central atau perifer
f) Produksi urin (0,5-1 cc/kg/jam)
g) Warna kulit, mukosa, bibir, konjungtiva dan adanya edema
h) Penggunaan inotropik dan sedasi
i) Perfusi perifer
2. Sistem respirasi
a) Auskultasi suara nafas di kedua lapang paru
b) Kaji frekuensi nafas, pergerakan dada, benntuk dada, cuping hidung
c) Pastikan kedalaman ETT, fiksasi di bibir
d) Pastikan humidifikasi berfungsi dengan baik
e) Kaji warna kulit, respon nafas, saturasi oksigen
f) Cek analisa gas darah dan elektrolit setelah 25-35 menit pasien
terpasang ventilator (memonitor adanya hipoksemia dan gangguan
asam basa serta elektrolit)
3. Sistem urologi
a) Monitor hasil laboratorium, ureum, blood urea nitrogen, creatinin ( pe
dan post op)
b) Monitor urin output tiap jam (monitor jumlah, warna, dan kepekatan)
c) Monitor cairan yang keluar baik produksi urin meupun produksi
drainage
d) Monitor cairan yang masuk (cairan pemeliharaan, obat-obatan, flushing,
cairan kristaloid, koloid dan transfusi darah)
e) Kaji adanya riwayat CRF/CKD
f) Total cairan maintenance post operasi jantung
4. Sistem neurologi
a) Monitor tingkat kesadaran
b) Nilai pupil (ukuran dan reflex cahaya)
c) Monitor pergerakan ekstremitas
d) Monitor kemampuan verbal dan non verbal
e) Kaji riwayat stroke, epilepsi/kejang
5. Sistem gastrointestinal
a) Auskultasi bising usus
b) Palpasi abdomen (datar, supel, distensi)
c) Biarkan NGT terbuka dan cairan mengalir secara pasif
d) Kolaborasi dengan tim medis jika cairan berwarna hitam, merah dan
kental.
6. Sistem integumen
Turgor kulit pasien, temperatur dan warna kulit, keadaan kulit, keluhan
gatal. Adanya bekas luka atau kelainan. Kondisi kulit di area insersi alat
invasif, pembengkakan dan kemerahan. Keadaan tekstur rambut dan
kebersihan.
7. Sistem muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan tangan dan kaki, adanya kelemahan atau
parestesia. Riwayat fraktur, kelaianan bentuk tulang, dan sendi. Keadaan
tonus otot dan kekuatan keempat ekstremitas.
8. Psikososial
Kebutuhan spiritual, kemampuan toleransi aktifitas pasien untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perasaan pasien tentang kondisinya saat
ini, kemungkinan ansietas, menolak ansietas, menolak dan marah dengan
kondisinya serta keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien. Aktifitas
sehari-hari yang biasa dilakukan klien dan rutinitas berolahraga atau
sosialisasi.
9. Status nutrisi
Kebiasaan makan tiap hari, selera nafsu makan, makanan kesukaan.
Adakah riwayat alergi, pantangan atau diet khusus. Selama dirawat di
rumah sakit adakah perubahan pola dan porsi makan atau penggunaan alat
bantu.
10. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a. Hematologi (Hb, Ht, leukosit, trombosit)
b. Analisa gas darah
c. Elektrolit (Na, K, Cl, Ca, Mg)
d. Fungsi ginjal (ureum, BUN, kreatinin)
e. Koagulasi ( PT, APTT, TT, Fibrinogen)
2) Elektrokardiogram
Mengidentifikasi ada atau tidaknya aritmia
3) Foto thorax
Untuk melihat posisi alat-alat yang terpasang seperti ETT, CVP,
NGT, selang WSD, pacemaker wire TPM. Juga untuk melihat
kelainan jantung dan paru seperti pembesaran jantung, tamponade,
edema paru, pneumothorax, hematothorax.
4) Echocardiografi
Untuk mengevaluasi hasil operasi dan menilai fungsi jantung dan
nilai hemodinamik.

2) Diagnosa keperawatan
Rumusan diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan TOF
adalah sebagai berikut:
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload, afterload
dan kontraktilitas
2) Nyeri akut berhubungan dengan trauma operasi, agen cedera fisik
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum
4) Risiko gangguan keseimbangan caiaran dan elektrolit berhubungan dengan
diuresis osmosis atau perdarahan
5) Risiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi pembedahan
6) Risiko gangguan perfusi ginjal berhubungan dengan berkurangnya curah
jantung, hemolisis atau terapi obat vasopressor
7) Gangguan irama jantung berhubungan dengan penurunan fungsi miokard,
imbalance elektrolit
8) Risiko infeksi berhubungan dengan terpasang alat-alat invasif, luka operasi

Anda mungkin juga menyukai