Anda di halaman 1dari 14

Judul Modul

Aliran Debris

I. Tujuan Instruksional Umum

Memberikan pengertian tentang kondisi sedimen di daerah pegunungan,


terutama untuk daerah vulkanik tempat terjadinya aliran debris, mengetahui
dan mampu merencanakan pengendalian aliran debris.

II. Pendahuluan

Indonesia sebagai Negara kepulauan tropis dengan kondisi topografi yang berbukit-bukit
di antara dua benua dan dua samudera, semakin banyak terdengar berita-berita
tentang terjadinya tanah-tanah longsor di beberapa tempat, yang sering
menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit serta kerugian moril dan material
yang cukup besar.
Kondisi geologi, geografi, topografi, iklim dan cuaca yang sangat dinamis serta
banyaknya aktivitas manusia di daerah tersebut menyebabkan kawasan ini sangat rentan
dan berpotensi bencana alam yang sangat besar seperti banjir, tanah longsor, tsunami,
letusan gunung api, gempa bumi dan berbagai bencana alam lainnya.
Gerakan tanah berupa longsoran merupakan kejadian alam yang menyangkut perpindahan
massa tanah dalam jumlah besar pada arah tegak, mendatar atau miring dari
kedududkannya semula. Longsoran yang bercampur dengan air (air hujan, air
sungai) dapat bergerak menjadi aliran rombakan tanah (debris flow).

4|Page
Sub Pokok Bahasan I :
Pengantar Aliran
Debris

A. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan sub pokok bahasan pada modul ini peserta didik
diharapkan mampu:
1. Memahami perbedaan sedimen sungai biasa dengan sungai vulkanik,
2. Memahami perbedaan sedimen aliran biasa dan sedimen aliran massa
(debris)

B. Pengantar

Iklim Indonesia adalah tropis basah yang mempunyai dua musim utama
yaitu musim kemarau yang terjadi sekitar bulan April sampai Oktober dan
musim penghujan di sekitar bulan Oktober sampai April. Kombinasi keadaan
alam tersebut, menyebabkan di Indonesia sering terjadi bencana alam, yang
salah satunya adalah bencana alam akibat aliran sedimen, seperti banjir lahar,
tanah longsor, banjir bandang dan sebagainya yang umumnya terjadi pada saat
musim hujan. Bencana ini telah banyak merugikan masyarakat berupa
kerugian harta benda sampai mengakibatkan korban jiwa manusia. Pemerintah
telah banyak melakukan tindakan, baik melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
bersifat teknis seperti pembuatan bangunan-bangunan pengendali banjir lahar
serta kegiatan yang bersifat non teknis seperti mengadakan peramalan hujan
serta pemberitaan banjir. Namun karena luasnya wilayah Indonesia dan juga
keterbatasan sumber daya manusia dan sumber dana, maka belum semua
daerah dapat ditangani secara baik. Oleh sebab itu diharapkan partisipasi aktif
dari masyarakat untuk ikut menangani hal tersebut.

5|Page
C. Materi
1. Pendahuluan
Aliran Debris (debris flow) adalah suatu fenomena dari gerakan sedimen
yang berada di tebing gunung atau pada lembah dengan kemiringan lebih dari
15 derajat dan disebabkan oleh hujan di daerah torrent atau akibat salju yang
mencair. Aliran debris merupakan bagian dari peristiwa alam yang sangat
merusak dan mengancam kehidupan manusia. Setiap tahun di berbagai wilayah
dunia, peristiwa pergerakan massa bahan rombakan (debris) ini telah banyak
merugikan manusia, merusak berbagai fasilitas dan kekayaan manusia bahkan
merusak lingkungan alam. Berbagai kegiatan penelitian maupun studi terhadap
peristiwa aliran debris telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan di Eropa,
Amerika dan Asia terutama Jepang.
Gerakan butiran pasir secara individual disebut sebagai gerakan fluvial.
Gerakan sedimen (pasir/lumpur bercampur kerikil dan batu) dalam bentuk
massa yang terdiri dari berbagai ukuran butir disebut dengan gerakan massa
(debris). Suatu proses aliran yang secara struktural merupakan campuran yang
menyatu (coherent mixture) sedimen yang tidak semacam dapat
diidentifikasikan dalam berbagai sebutan dan penamaan, seperti debris flow,
mud flow, debris torrent, mud flood, debris avalanche. Masalah penyebutan
tersebut timbul pada umumnya disebabkan oleh banyaknya variasi proses
geologi yang terkait dengan aliran campuran air dan sedimen tersebut tanpa
batasan yang jelas antara satu dengan yang lain. Para ilmuwan Jepang pada
umumnya kemudian memberikan pengertian pada aliran debris sebagai suatu
tipe aliran dengan kandungan angkutan sedimen yang sangat besar, berbutir
kasar, non-kohesif dan terdiri dari material berbutir kecil sampai besar seperti
pasir, kerikil, bebatuan kecil dan batu-batu besar (sand, gravel, cobbles, dan
boulders). Ada yang mengklasifikasikan aliran debris dalam dua karakteristik
yang berbeda yaitu aliran debris tipe berbatuan (gravel type debris flow)
merupakan aliran debris yang mengandung banyak batu-batu besar dan aliran
debris tipe lumpur (mudflow type debris flow) merupakan aliran debris dengan
kandungan batu besar sedikit dan lebih didominasi oleh kandungan pasir dan
batu-batu kecil.
Aliran debris di daerah vulkanik maupun non-vulkanik dapat diuraikan
sebagai berikut:
Aliran debris (debris flow) adalah aliran campuran antara air (air hujan atau air
yang lain) dengan sedimen konsentrasi tinggi yang meluncur kebawah melalui
lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi, mengalir akibat gaya gravitasi dan
dapat mengalir sangat jauh apabila volumenya sangat besar. Aliran ini

6|Page
seringkali membawa batu-batu besar dan batang - batang pohon, meluncur
kebawah dengan kecepatan tinggi (biasanya masih dibawah kecepatan mudflow)
dengan kemampuan daya rusak yang besar terhadap apa saja yang dilaluinya
seperti bangunan rumah atau fasilitas lainnya sehingga mengancam kehidupan
manusia. Aliran debris tidak terkait langsung dengan letusan gunungapi,
namun dapat terjadi di daerah vulkanik maupun non-vulkanik.

Gambar 1. Aliran debris dan aliran piroklastik

Aliran Lumpur vulkanik (volcanic mud flow) adalah campuran antara air
dengan material vulkanik hasil letusan gunung api yang meluncur kebawah
melalui alur sungai atau alur-alur gunung. Temperatur aliran ini kurang dari
100o celcius tetapi dapat mengandung blok-blok lava panas yang dapat
membakar rumah atau apa saja yang tersentuh. Kecepatan aliran sangat tinggi
dapat mencapai 100 km/jam sehingga sulit untuk menghindar. Daya rusak
aliran tinggi mengakibatkan kerusakan terhadap apa saja yang dilanggarnya.
Aliran Lahar merupakan istilah Indonesia untuk menyebut aliran
lumpur vulkanik dan sudah digunakan secara internasional untuk menyatakan
jenis aliran lumpur vulkanik. Di Indonesia aliran lahar dikenal sebagai aliran
lahar hujan, karena biasanya aliran lahar terbentuk dari air hujan bercampur
endapan material piroklastik hasil letusan gunung api. Jika endapan piroklastik
pembentuk aliran lahar masih panas yang terjadi adalah lahar hujan dengan
temperature tinggi disebut lahar panas, namun jika material piroklastiknya

7|Page
sudah dingin yang terbentuk adalah aliran lahar hujan yang tidak panas
disebut sebagai lahar dingin.
Endapan Piroklastik (Pyroclastic deposit), adalah material hasil letusan
gunung api yang dilepaskan ke udara ketika terjadi letusan dan turun kembali
ke tanah oleh gaya gravitasi kemudian menumpuk sebagai material endapan
piroklastik. Ketika material piroklastik bergerak turun dari udara seringkali
menimbulkan dampak kerusakan di permukaan tanah seperti kebakaran hutan,
rusaknya tanaman pertanian, menghancurkan bangunan rumah, jalan,
jembatan dan bangunan infrastruktur lainnya. Berbagai material halus seperti
butiran halus batu apung (fine grained pumice), lapilli (ukuran butiran 2-64
mm) dan abu vulkanik (diameter butiran < 2 mm) turun kebawah dari kawah
mengikuti arah angin dimana jarak yang dapat dicapai tergantung pada skala
letusan, kondisi alam serta arah dan kecepatan angin. Endapan abu vulkanik
dapat mengurangi daya serap permukaan tanah terhadap air sehingga
meningkatkan limpasan air hujan, yang air hujan tersebut dapat merubah
endapan abu vulkanik di lereng gunung menjadi aliran lumpur. Lontaran blok-
blok vulkanik (volcanic block) dapat terjadi hingga mencapai jarak beberapa
kilometer dari kawah.
Aliran Piroklastik (Pyroclastic flow) yang sering disebut wedus gembel,
adalah merupakan suatu kejadian pergerakan cepat (luncuran) blok lava
bersuhu tinggi dan fragmen-fragmen kecil lainnya menuruni lereng gunung
dengan kecepatan tinggi 10 hingga 300 km/jam sehingga sulit bagi manusia
untuk menghindar ketika aliran piroklastik ini telah terjadi. Luncuran aliran
piroklastik yang besar dapat mencapai jarak hingga 100 km.. Berdasarkan
besarnya volume material yang dikeluarkan dari kawah gunung maka aliran
piroklastik dapat dikategorikan dalam tiga ukuran atau skala yaitu aliran
piroklastik skala besar apabila volume yang dikeluarkan lebih besar 1 km 3,
skala menengah untuk volume antara 0,01 - 1 km3 dan skala kecil untuk volume
lebih kecil 0.01 km3. Sebagai contoh, letusan gunung Unzen di Jepang bulan Mei
1991 menghasilkan volume aliran piroklastik < 0,01 km3 termasuk sekala kecil,
letusan gunung Pinatubo di Philipina bulan Juni 1991 dengan volume 7 km3
termasuk kategori sekala besar.
Aliran Lava (Lava flow), adalah aliran lava panas cair (temperatur
hingga 1.200 oC) yang dalam keadaan tidak mengental kecepatannya dapat
mencapai 30 km/jam atau lebih meskipun pada bidang kemiringan yang landai.
Pada suhu 1000 sampai 1.200 oC aliran lava dapat membakar rumah dan apa
saja benda-benda yang tersentuh maupun yang ada didekatnya. Bahkan
bangunan dapat rusak akibat tekanan aliran lava. Sebagai contoh, aliran lava
gunung Etna di Italia tahun 1669 mencapai kota Catania menyebabkan 10.000
8|Page
orang meninggal, aliran lava gunung Nyiragongo di Afrika tahun 1977 dengan
kecepatan aliran 30 km/jam menewaskan 70 orang meninggal.
Guguran material gunungapi (Mountain collapse), adalah suatu peristiwa
dengan sebagian tubuh gunung api (kubah lava untuk gunung Merapi) runtuh
dan hancur akibat aktivitas vulkanik, kemudian melucur bergerak kebawah
sebagai runtuhan bahan rombakan (debris) atau runtuhan batuan (rock
avalanche). Kecepatan luncuran dapat mencapai 300 km/jam sehingga dalam
volume yang besar sangat merusak dan dapat menimbun perumahan yang
berada di daerah pengendapan material guguran ini.
Guguran kelerengan (Slope collapse), adalah peristiwa dengan sebagian
atau seluruh kelerengan suatu bukit atau dinding kaldera runtuh kebawah
akibat dari air hujan, perubahan permukaan air tanah atau yang sejenis.
Guguran kelerengan termasuk tanah longsor dan luncuran tanah (landslide dan
land slip) berbeda dengan guguran material gunung api (mountain collapse)
karena guguran kelerengan ini tidak ada kaitannya dengan aktivitas gunung
api. Biasanya guguran kelerengan ini tidak mengandung air sebanyak aliran
debris dan massa tanah tidak tercampur sangat sempurna dengan air.
Kecepatan pergerakan materialnya dapat sangat lambat sampai sangat cepat.
Sebagai contoh peristiwa ini adalah runtuhnya lereng kaldera gunung Tateyama
akibat gempabumi tahun 1858. Material sedimen hasil guguran lereng tersebut
mengalir kebawah membentuk dam alam (natural dam/landslide dam) di bagian
hulu sungai Joganji. Dam alam ini kemudian runtuh akibat air hujan
membentuk aliran debris menggenangi dataran Toyama. Kejadian hampir
serupa terjadi di Indonesia, yaitu runtuhnya dinding kaldera gunung
Bawakaraeng yang terletak sekitar 40 km hulu dam Bili-Bili, kabupaten Gowa
propinsi Sulawesi Selatan pada bulan Maret 2004. Peristiwa mengejutkan ini
menghasilkan material sedimen sekitar 200 hingga 300 juta meter kubik atau
sekitar 0,2 hingga 0.3 km3, mencederai 32 orang dan 635 sapi (termasuk yang
hilang), merusak rumah, gedung sekolah, jembatan dan tanah pertanian 1.500
ha. Sekitar 6.335 orang terpaksa diungsikan. Persoalan sangat serius yang
harus diatasi kemudian adalah ancaman endapan material terhadap kelestarian
fungsi waduk Bili-Bili disebelah hilir gunung Bawakaraeng. Pada dasarnya
Aliran Debris adalah aliran campuran sedimen dan air. Aliran campuran ini
mengalir akibat gaya gravitasi, dapat mengalir sangat jauh (mobilitasnya besar)
apabila volumenya semakin besar.

9|Page
2. Ciri – Ciri Aliran Debris
Karakteristik aliran debris sangat berpengaruh terhadap kerusakan
yang ditimbulkan. Beberapa ciri aliran debris penyebab besarnya kerusakan
yang ditimbulkan antara lain adalah:
1. Aliran debris mengalir menuruni lembah atau kelerengan dengan kecepatan
sangat tinggi. Untuk aliran debris tipe batuan (gravel type debris flow)
dengan kandungan batu-batu besar dapat mencapai kecepatan 5 - 10 m/dtk,
sementara itu aliran debris tipe Lumpur (mudflow type debris flow) dengan
kandungan batu sangat sedikit mengalir dengan kecepatan 10 - 20 m/dtk.
2. Aliran debris mengandung batu-batu besar dan seringkali juga membawa
batang-batang kayu. Batu besar yang terbawa di bagian depan aliran debris
dapat mencapai diameter beberapa meter, sedangkan batang kayu hutan
yang terbawa mencapai panjang 10 meter, sehingga bagian depan aliran
debris ini akan mempunyai kekuatan yang sangat besar.
3. Aliran debris terjadi secara mendadak dan cepat sekali, tidak dapat diduga
sebelumnya karena tanda-tanda awal akan terjadi aliran debris sangat sulit
dideteksi. Setelah terjadi baru terdengar suara gemuruh. Hal inilah yang
menyulitkan bagi penduduk untuk menghindar dan mengungsi karena
sulitnya memberikan peringatan secara dini (early warning sistem),
sehingga ketika mengetahui kedatangan aliran debris dan akan menghindar
sudah terlambat.
Beberapa kondisi yang mempengaruhi dapat terbentuknya aliran debris
adalah kemiringan dasar lembah atau alur harus lebih curam dari, merupakan
kondisi kemiringan untuk dapat terbentuknya aliran debris. Tersedia sumber
material sedimen di bagian hulu alur, di lereng-lereng atau disekitar puncak
gunung sebagai bagian dari bahan pembentuk aliran debris. Adanya air, baik air
hujan atau air yang lain dalam jumlah yang cukup banyak dan tercurah
kedalam alur atau lembah.

3. Sumber Terjadinya Aliran Debris


Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya aliran debris:
(1) Kemungkinan 1: Terjadi longsoran yang besar dengan daerah tampungan
hulu yang besar. Saat hujan besar di hulu akan menyebabkan aliran yang
besar ke hilir yang sekaligus dapat mengangkut hasil longsoran atau
aliran debris.
(2) Kemungkinan 2: Terjadi longsoran pada daerah tebing terjal, membendung
sungai dan mengakibatkan adanya tampungan air. Dengan hujan yang
terus terjadi, maka tampungan akan semakin membesar dan dapat

10 | P a g e
mengakibatkan jebolnya pembendungan hasil endapan longsoran tebing
tersebut, sehingga terjadi banjir sekaligus aliran debris.
(3) Kemungkinan 3: Banjir besar abnormal yang menyebabkan gerusan pada
dasar sungai dan longsoran tebing kanan kiri sungai.
(4) Kemungkinan 4: Terjadinya letusan gunung api. Magma yang keluar dari
kawah merupakan rombakan batuan sehingga terakumulasi di hulu. Bila
terjadi hujan yang besar dan terus menerus, maka dapat mengakibatkan
longsor atau runtuhnya endapan-endapan debris tersebut.

Proses gerakan debris berdasarkan kemiringan atau sudut lereng adalah


sebagai berikut:
(1) 0o – 3o = sedimen mengendap
(2) 3 – 10
o o = debris mengendap
(3) 10 – 15 = sebagian debris mulai mengendap
o o

(4) 15o – 20o = debris mulai bergerak


(5) > 20o = proses terjadinya debris

4. Angkutan Sedimen Bahan Hasil Letusan


Sifat pengaliran pada alur sungai di pegunungan yang dilewati bahan
hasil letusan, dibagi menjadi 3 yaitu:
(1) Aliran lahar (Debris Flow)
(2) Aliran lumpur (Mud flow)
(3) Aliran muatan dasar (Bed Load Flow)

a. Aliran lahar (Debris Flow)


- Merupakan bentuk aliran yang bukan disebabkan tractive force, tetapi
karena tenaga sedimen.
- Pengangkutan ini merupakan bentuk pengangkutan kolektif, pasir dan
batu mengalir bersama.
Sifat pengalirannya digunakan formula pendekatan oleh Takahashi:

C* σ  ρw  tan Ø
tanθ 
 h
C* σ  ρw   ρw 1  
 d

 = sudut kemiringan dasar sungai


Ø = sudut geser alam
C* = konsentrasi butiran pada endapan Vs/V (Vs = volume solid; V = volume
air)
11 | P a g e
 = kerapatan debris (ton/m3)
h = kedalaman aliran
d = diameter rata-rata dasar sungai
Perhitungan rapat jenis dan volume aliran lahar menurut Takahashi:
ρd tanθ
Cd 
σ  ρd  tanØ  tan θ
Cd ≤ 0,8C*

Qs = C*/ (C* - Cd) Cd. Qw

dengan:
Cd = rapat jenis aliran lahar (ton/m3)
Qw= debit aliran sungai (m3/det)
Qs = debit sedimen (m3/det)

b. Aliran lumpur (Mud Flow)


- Aliran lumpur merupakan aliran yang mempunyai konsentrasi sedimen
tinggi dengan pengangkutan massa yang tidak komplit.
- Beberapa menunjukkan aliran kolektif dan sebagian lain menunjukkan
pengangkutan individu.
Aliran lumpur terjadi bila:

C* σ  ρw  tan Ø C* σ  ρd  tan Ø
 tanθ 
 h  h
C σ  ρw   ρw 1  
*
C* σ  ρd   1  
 d  d1 
dengan:
d = kerapatan material (ton/m3)
d1 = diameter rata-rata dasar sungai

Debit aliran lumpur


Qs = 5,5 tan2  Qw
dengan:
Qw = debit aliran sungai (m3/det)
Qs = debit aliran lumpur (m3/det)

12 | P a g e
c. Aliran muatan dasar (Bed load flow)
Aliran muatan dasar merupakan perhitungan pengangkutan yang
disebabkan oleh tractive force dan merupakan pengangkutan individu.
‫ ٭‬Aliran muatan dasar terjadi bila:
C* σ  ρd  tan Ø
tanθ 
 h
C* σ  ρd   1  
 d1 
‫ ٭‬Perhitungan aliran muatan dasar
a. Meyer-Peter-Muller (MPM)
qb / (∆ g d3)1/2 = 8 (τ*e – 0,047)3/2

dengan:
τ*e = τ* (nb/n)3/2
n = u*2/(∆ g d)
nb = 0,0192 (d90)1/6
τ* = h I/∆d
h = {n.Q/B (I)1/2}0,6
qb = angkutan dasar per unit lebar (m3/det/m’ )
nb = kekasaran dari kecepatan miring, dianggap dasar rata dan
licin (m.det)
n = kekasaran sesungguhnya
h = kedalaman aliran (m)
Q = debit aliran sungai (m3/det)
d90 = diameter butiran (cm)
I = tan θ = slope dasar sungai
ρs  ρw
∆ =
ρw

b. Ashida-Takahashi-Mizuyama

qb Δ g d 
12  24 (tanθ) 2 *
 
1

τ 1,5 tanθ 2 x
1

3 2 1

Cosθ

 τ*c  τ*c 
1 2 * 1 * 
 τ  τ 

13 | P a g e
 
 2 u   SS1 tanθ  2
α = 
1


 1 SS1 tan θ 

dengan:
qb = jumlah angkutan dasar per unit lebar (m3/det/m)
S = berat spesifik
d = diameter rata-rata butiran (m)
τ c = 0,042 x 10(1,72 tanФ)
*

RI
τ* =
Δd
R = h bila B  10 h
u = koefisien geser kinematik material dasar
= 0,425

Aliran debris adalah aliran banjir yang mengandung campuran lumpur


yang pekat dan disertai bebatuan bermacam-macam ukuran, danterkadang juga
kayu dari pohon-pohon yang tumbang. Aliran debris biasanya terjadi karena
hujan yang cukup lama dan lebat di daerah hulu sungai yang biasanya berupa
lingkungan hutan yang rusak. Aliran debris dapat pula disebabkan oleh adanya
tanah gerak atau tanah longsor didaerah hulu sungai, yang kemudian
membendung aliran sungai. Pada saat bendungannya jebol akan terjadi aliran
banjir dengan debit serta kecepatan yang sangat besar dalam waktu yang cukup
singkat, seperti yang terjadi di Kali Dinoyo, Kabupaten Jember pada Januari
2006. Banjir tersebut hanya memakan waktu sekitar 15 menit namun telah
menghancurkan desa-desa di sepanjang sungai serta memakan korban jiwa
yang tidak sedikit. Contoh lain adalah banjir yang terjadi di Kali Mujur di
Lereng Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang pada Mei 1981. Ketinggian
banjir lebih dari 10 m dan memakan korban jiwa lebih dari 300 orang.

5. Bencana Aliran Debris Dan Karakteristiknya


Di Indonesia, peristiwa alam berupa aliran bahan rombakan atau aliran
debris yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia, kerugian harta dan
benda bahkan kerusakan lingkungan yang kemudian disebut sebagai bencana
aliran debris sudah sangat sering terjadi. Setiap tahun terutama pada awal dan
pertengahan musim hujan hampir setiap hari di halaman surat kabar selalu
dihiasi dengan berita kejadian bencana alam tanah longsor, banjir bandang,
14 | P a g e
banjir lahar dan sebagainya yang semuanya sebenarnya dapat disebut sebagai
bencana alam akibat dari pergerakan (movement) atau aliran (flow) sedimen
atau sediment related disaster yang di lapangan lebih dikenal sebagai bencana
aliran debris.
Aliran sedimen atau aliran debris merupakan aliran massa yang
terbentuk dari bahan rombakan (runtuhan) yang disebut debris dan media
pencampuran air, mengalir menuruni lembah dari bagian hulu menuju bagian
hilir dengan kecepatan dan kekuatan daya rusak sangat tinggi.
Beberapa cirri-ciri dari bencana aliran debris ini adalah:
1. Terjadi banyak korban jiwa manusia.
2. Rumah dan fasilitas umum banyak yang rusak akibat serangan aliran
debris.
3. Diperluklan waktu dan dana yang besar untuk merekonststruksi daerah
yang rusak akibat banjir aliran debris.
Bencana akibat aliran debris atau secara umum seringkali disebut
bencana sedimen (sediment related disaster) jika diperhatikan ternyata
mempunyai karakteristik atau ciri tersendiri misalnya dampak bencana akibat
aliran debris akan dirasakan lebih lama (long-lasting effects) daripada bencana
banjir biasa. Pada kejadian bencana banjir (flood disaster) misalnya akibat
meluapnya sungai Ciliwung yang sering disebut sebagai banjir rutin Jakarta
atau banjir akibat meluapnya sungai Bengawan Solo, banjir akibat meluapnya
sungai Brantas dan sebagainya, pada umumnyayang terjadi adalah kenaikan
sementara muka air atau disebut banjir.
Pemulihan kepada kondisi semula akibat bencana banjir (flood disaster)
secara relatif tidak berlangsung lama jika dibanding akibat bencana aliran
debris. Pada bencana aliran debris sejumlah massa tanah, pasir, batu-batu besar
dan kecil akan merubah samasekali kondisi muka lahan atau alur sungai yang
ditutupnya ketika banjir. Sulitnya mngembalikan kondisi lahan seperti semula
berdampak pula terhadap pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Bahkan seringkali terjadi satu kelompok permukiman tersapu oleh banjir aliran
debris ini. Lemahnya sistem social masyarakat dan sulitnya mempridiksi
kadatangan aliran debris merupakan pula faktor penyebab semakin
meningkatnya ancaman bencana aliran debris ini.
Di Jepang sebagai akibat mahalnya harga tanah di kota menyebabkan
makin banyak orang memilih untuk tidak tinggal di kota sehingga daerah
permukiman mulai banyak menyebar di daerah perbukitan, pegunungan atu di
puncak-puncak bukit dimana orang tidak pernah tinggal disana sebelumnya. Di
Indonesia hal yang sama sudah sejak lama terjadi hingga sekarang. Banyak
permukiman berada di daerah pegunungan, lahan berlereng terjal, daerah kipas
15 | P a g e
penyebaran dan daerah lainnya yang merupakan daerah rawan terhadap
ancaman berbagai macam bencana seperti tanah longsor atau letusan
gunungapi.
Kondisi geologi yang kompleks, topografi yang tidak datar maupun
kondisi curah hujan yang tinggi, banyaknya gunungapi aktif, ditambah tingkat
kepadatan penduduk yang sangat tinggi terutama di Jawa memaksa Indonesia
harus siap menerima kenyataan sebagai daerah dengan tingkat kerawanan
terhadap bencana alam terutama bencana alam akibat aliran debris cukup
tinggi bahkan sangat tinggi.
Di Jepang dengan kondisi alam yang serupa dengan Indonesia, sampai
dengan tahun 1990 korban meninggal akibat bencana alam tercatat 60%
disebabkan oleh pergerakan sedimen termasuk aliran debris dan tanah longsor,
sisanya oleh peristiwa bencana alam lainnya seperti banjir dan sebagainya
(Sabo Works Upstream issued by PWRI Ministry of Construction, Government of
Japan, Nov 1996).
Pada tahun-tahun sebelumnya beberapa catatan terhadap korban
meninggal dan luka-luka dikemukakan sebagai berikut, tahun 1976 sebanyak
50,8% oleh aliran debris, 27% oleh tanah longsor dan 22,2% akibat banjir. Tahun
1968 sebanyak 79% akibat aliran derbris, 2,6 % akibat tanah longsor dan 18,4%
akibat banjir , dan seterusnya hingga tahun 1976 tercatat 30,8% akibat aliran
debris, 34,6% akibat tanah longsor dan 34,6 akibat banjir. Terlihat bahwa secara
rata-rata korban meninggal dan terluka akibat bencana aliran debris dan tanah
longsor mencapai lebih dari 65 % dari seluruh jumlah korban bencana yang
terjadi di Jepang. (Debris Flow and Disaster, Masayuki Watanabe,1981, Erosion
Control Department of PWRI-MOC, Japan)

16 | P a g e
Gambar 2. Dokumentasi kondisi bencana aliran debris

Di Indonesia dengan kondisi alam yang serupa dengan jumlah kepadatan


penduduk yang jauh lebih besar, meskipun belum ada pendataan dan stastitik
resmi tentang hal ini akan tetapi diyakini bahwa nilai 60 % korban jiwa
meninggal dalam peristiwa bencana alam disebabkan oleh aliran debris
terlampaui (peristiwa bencana Tsunami NAD tidak termasuk). Apalagi tingkat
pemahaman dan kesadaran masyarakat di daerah rawan bencana terhadap
bencana alam itu sendiri masih sangat kurang, sehingga tingkat kerawanan
terjadinya korban jiwa akibat bencana alam akan tinggi.

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai