Oleh kelompok 1
1. Pikar Chandra Syah Putro (17/413871/TK/46311)
2. Yotam Adiel Haryanto (17/410458/TK/45815)
3. Sekar Ayu Rinjani (17/410451/TK/45808)
4. Wulan Maulia (17/410457/TK/45814)
5. Rodhiya Nailamuna A. (17/413876/TK/46316)
6. Wanda Aldiyanto (17/413880/TK/46320)
7. Chevin Indra Kusuma A. (17/413847/TK/46287)
8. Raden Aufa Dhia A. (17/413873/TK/46313)
9. Heningtyas Putri A. (17/413855/TK/46295)
10. Ashiela Haruni S.P (17/410418/TK/45775)
11. Farhan (17/413853/TK/46293)
12. Onward A.P Manurung (17/413870/TK/46310)
13. Anugrah Joshua (17/413841/TK/46281)
14. Amando Gultom (17/413839/TK/46279)
15. Roland Pattola (17/413878/TK/46318)
1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah:
a) Meningkatkan wawasan dan pemahaman masyarakat umum mengenai proses
terbentuknya dan resiko yang ditimbulkan dari aliran debris
b) Meningkatkan resiliance masyarakat terhadap bahaya aliran debris khusunya yang
tinggal dekat dengan daerah rawan bencana
c) Menyumbangkan ide dan gagasan mengenai upaya mitigasi bencana aliran debris
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Gambar 2.3 Hubungan antara koefisien permeabilitas dengan jarak pengaliran debris
Day meneliti hubungan antara koefisien permeabilitas tanah dengan jarak
pengaliran debris, sebagai analogi potensi terjadinya aliran debris. Berdasarkan
grafik hasil penelitian tersebut dapat ditunjukkan bahwa dengan permeabilitas
tinggi tanah cenderung tidak bergerak jauh yang berarti sulit untuk mengalami
aliran debris. Semakin berkurangnya nilai koefisien permeabilitas maka potensi
terjadinya aliran debris semakin meningkat sampai mencapai titik puncak pada
koefisien permeabilitas 10-4 cm/s dimana tanah bergerak paling jauh
menunjukkan potensi aliran debris yang paling besar. Akan tetapi setelah
melewati nilai 10-4 cm/s berkurangnya koefisien permeabilitas sejalan dengan
semakin rendahnya jarak pengangkutan tanah. Oleh karena itu, Day
menyimpulkan bahwa tanah dengan rentang koefisien permeabilitas 10-2 sampai
10-6 cm/s merupakan tanah yang paling berpotensi untuk menjadi aliran debris.
c) Kuantitas air dalam jumlah yang besar
Johnson and Rodine (1984) mengemukakan parameter utama terjadinya aliran
debris merupakan curah hujan dan intensitas hujan. Semnetara Neary and Swift
(1987) dalam studi kasus aliran debris di selatan Appalachians menyimpulkan bahwa
aliran debris dipicu denganintensitas hujan sebesar 90 -100 mm/jam.
Selain faktor alami, daliran debris juga dapat diakibatkan karena campur tangan manusia
atau faktor buatan antara lain:
a) Penggundulan lahan hutan
b) Perubahan tataguna lahan
Gambar 2.5 Proses keruntuhan dam alam menurut Takahashi dan Kuang
Sedangkan menurut Costa dan Schuster (1988), keruntuhnya dam alam umumnya
disebabkan oleh limpasan air (overtopping) yang diikuti oleh erosi, rembesan (piping)
melalui tubuh dam, dan longsoran (sliding) pada tubuh dam. Sebagian besar
keruntuhan dam alam disebabkan oleh overtopping, hanya sebagian kecil yang
diakibatkan oleh sliding dan piping.
Skala dan prediksi waktu terjadinya aliran debris atau banjir akibat runtuhnya
dam alam merupakan hal penting untuk diketahui sebagai bagian dari usaha mitigasi
bencana sedimen (sediment related disaster).
2.4 Klasifikasi Aliran Debris
Tabel 2. Klasifikasi praktis aliran debris
Sand-gravel type debris flow Mud-flow type debris flow
Komponen material Kurang dari 20% Lebih dari 20%
< 0,1 mm (umumnya < 10 %) (umumnya 30% – 40%)
Batuan Granit palaezoic Debu vulkanik, tertiary.
Koefisien kecepatan Kurang dari 5 % Lebih dari 5 % , umumnya
aliran ( 10 – 15) %
Perilaku di lokasi dam Terjadi akumulasi pasir Terjadi lompatan (tidak selalu)
(berhenti).
Sumber material dan Dari deposit material dasar sungai Dari longsoran dan letusan
gerakan kemiringan > 15o gunungapi
Karakteristik aliran Batas bagian depan endapan Batas bagian depan endapan tidak
tampak jelas jelas
Sumber : Hiroshi Ikeya, 1981. Survey on methods of copying with debris flow.
BAB 3
MANAJEMEN RESIKO BENCANA
BAB 4
PRA BENCANA
Gambar 4.3 Penggunaan jaring besi tegangan tinggi untuk menangkap aliran debris
4.2 Kesiapsiagaan
Masyarakat sebagai individu maupun masyarakat secara keseluruhan dapat
berperan secara signifikan dalam upaya mitigasi bencana terhadap lahar hujan yang
terjadi. Hal ini sesuai dengan upaya mitigasi yang harus mendudukan masyarakat
sebagai subjek bukannya objek penanggulangan bencana. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam mitigasi yang megikut sertakan peran masyarakat diantaranya adalah:
tidak tinggal dalam bantaran sungai,
melakukan reboisasi dibagian hulu,
ikut serta dan aktif dalam pelatihan dan penyuluhan tanggap bencana dalam upaya
mitigasi bencana.
BAB 5
TANGGAP DARURAT
Kegiatan tanggap darurat bencana merupakan kegiatan yang dilakukan pada saat
bencana terjadi, meliputi kegiatan evakuasi terhadap masyarakat yang terdampak. Kegiatan
evakuasi dapat efektif bila sistem peringatan dini berjalan dengan baik sehingga terdapat
selang waktu antara evakuasi dengan datangnya bencana.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat pada saat terjadi bencana antara lain:
1. Tidak berjalan dekat saluran aliran debris dan jembatan yang dilalui aliran debrih
2. Hubungi instansi yang berhubungan dengan penanggulangan bencana
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan institusi terkait pada saat terjadi
bencana antara lain:
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya
2. Penetapan status darurat bencana
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terutama yang dekat dengan tanggul aliran
4. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang diungsikan, misalnya sembako, selimut,
pakaian, air bersih, dan lainnya.
BAB 6
PASCA BENCANA
BAB 7
PENUTUP
Aliran debris adalah bencana yang dapat terjadi dan meningkat probabilitas
kejadiannya ketika musim penghujan. Aliran debris dapat menyebabkan tertimbunnya jalan
oleh material yang di bawa, merusak jembatan, dan bangunan bangunan lainnya yang
dilalui sepanjang aliran debris. Perlu adanya mitigasi bencana untuk meminimalisir dampak
dari bencana tersebut. Oleh karena dampak akibat bencana tersebut tidak hanya kerugian
materiil tapi juga bias menyebabkan kerugian jiwa.
Adapun mitigasi pra bencana yang dilakukan berupa upaya konstruktif dan non
konstruktif. Pada tanggap darurat dilakukan pengevakuasian serta pemberian logistik pokok
terahadap korban. Pada pasca bencana dilakukan rehabilitasi psikologi dan sosial
masyarakat, serta rekonstruksi bangunan yang terdampak aliran debris.
DAFTAR PUSTAKA
Djojosoedarso, S., 2003. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Edisi Revisi. Salemba Empat,
Jakarta, ISBN 979- 691-171-X.
Haryono, Djoko L., dan Ahad L. 2008. Mitigasi Bencana Aliran Debris Sungai Belanting
Secara Non Struktural Desa Belanting Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok
Timur – Nusa Tenggara Barat. Yogyakarta.
Hardjosuwarno, Sutikno, dkk. 2012. Pengembangan Sistem Prakiraan dan Peringatan Dini
Aliran Debris di Kali Putih, Kabupaten Jember. Yogyakarta.
Juani, Rohman & Dorojatun, Helvita. 2019. Manajemen Resiko Bencana Untuk
Pembangunan Infrastruktur. Jakarta.
Kusumosubroto, Haryono. 2011. Presentasi Aliran Debris dan Lahar.
https://www.scribd.com/doc/268347175/Phenomena-Aliran-Debris-Dan-Faktor-
Pembentuknya diakses pada tanggal (1 September 2019)