Anda di halaman 1dari 54

CHEMOTHERAPEUTIC AGENTS AND HOST MODULATION AGENTS

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAM......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5
2.1 ANTIBIOTIK...............................................................................................6
2.1.1 Antibiotik Sistemik...............................................................................9
2.1.2 Antibiotik Lokal..................................................................................21
2.2 ANTISEPTIK.............................................................................................30
2.2.1 Chlorhexidine......................................................................................30
2.2.2 Essential Oils.......................................................................................32
2.2.3 Povidon Iodine.....................................................................................33
2.2.5 Sodium Hypochlorite..........................................................................34
2.2.6 Stannous Fluoride...............................................................................34
2.2.7 Triclosan..............................................................................................34
2.2.8 Baking Soda, Garam dan Hydrogen Peroxide..................................35
2.3 TERAPI HOST MODULASI (HMT)......................................................35
2.3.1 Regulasi Respon imun dan inflamasi................................................37
2.3.2 Regulasi Berlebih Matriks Metalloproteinase (MMP)....................38
2.3.3 Regulasi dari Metabolisme Asam Arakidonat.................................39
2.3.4 Regulasi dari Metabolisme Tulang....................................................41
2.4 RADIKAL BEBAS DAN PENYAKIT PERIODONTAL......................41
2.5 ANTIOKSIDAN DAN PENYAKIT PERIODONTAL..........................43
2.5.1 Vitamin C (Asam Askorbat)..............................................................44
2.5.2 Vitamin E (Alfa Tokoferol)................................................................45
2.5.3 Karotenoid...........................................................................................45
2.5.4 Reduce Glutathione..............................................................................46
2.5.5 Asam Lemak Omega-3.......................................................................46
BAB III KESIMPULAN......................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................50
BAB I

PENDAHULUAN

Berbagai macam penyakit pada jaringan periodontal disebabkan oleh infeksi

oleh bakteri. Bakteri selalu ada di dalam rongga mulut kita, sehingga jika kita sudah

melakukan penyikatan gigi, maka bakteri mulai menempel kembali ke permukaan gigi

segera setelah gigi dibersihkan dan mulai untuk membentuk biofilm. Seiring dengan

berjalannya waktu, plak biofilm supragingival ini menjadi lebih kompleks, yang bila

dibiarkan akan mengarah pada pembentukan bakteri yang lebih patogen. Koloni bakteri

akan tumbuh ke arah apikal dan menjadi subgingiva. Bakteri yang berada di area

subgingiva akan mengeluarkan toksin2 yang merusak tulang periodontal,akibatnya akan

terbentuk poket periodontal. Di dalam poket periodontal, bakteri membentuk biofilm

yang sangat terstruktur dan kompleks. Saat proses ini berlanjut, biofilm bakteri meluas

semakin jauh ke arah subgingiva sehingga pasien tidak dapat mencapainya selama

upaya membersihkan rongga mulut. Selain itu, kompleks biofilm ini sekarang dapat

memiliki kemampuan perlindungan diri dari sistem mekanisme imunologi inang di dalam

poket periodontal sebaik perlindungan dari antibiotik digunakan untuk pengobatan.

Diduga bahwa perlu kekuatan antibiotik yang 500 kali lebih besar dari dosis terapi biasa

yang mungkin diperlukan untuk menjadi efektif melawan bakteri yang telah menjadi

biofilm.1

Untuk menghilangkan bakteri yang berada di dalam poket periodontal ini, perlu

dilakukan perawatan poket periodontal secara mekanis untuk menghilangkan faktor

lokal (termasuk kalkulus yang menampung bakteri) dengan cara mengganggu /

menghilangkan biofilm plak subgingiva itu sendiri. Menghilangkan biofilm secara

mekanik termasuk instrumentasi manual (misalnya, scaling dan rootplaning) dan


menggunakan instrumentasi yang digerakkan mesin (misalnya, scaler ultrasonik), dan

prosedur ini dapat dianggap sebagai "terapi anti infeksi". 1

Terapi antibiotik biasa digunakan karena walaupun scaling dan root planning

telah dapat mengurangi jumlah bakteri dalam poket, tetapi bakteri periodontopatogen

yang berada pada tubulus dentin, gingiva dan sementum masih tertinggal,karena itu

diperlukan agen kemoterapi untuk membantu penyembuhan penyakit periodontal. 4

Banyak agen kemoterapi sekarang tersedia untuk dokter yang mengobati

penyakit periodontal. Terapi anti infeksi sistemik (oral antibiotik) dan terapi anti infeksi

lokal (menempatkan agen anti infeksi langsung ke dalam poket periodontal) dapat

mengurangi kerusakan jaringan periodontium akibat bakteri.

Agen farmakologis yang bersifat mencegah pertumbuhan bakteri adalah

antibiotik bakteriostatik, sedangkan agen farmakologis yang benar-benar membunuh

bakteri adalah antibiotik bakterisida. Contoh antibiotik bakteriostatik meliputi:

tetrasiklin dan klindamisin, sedangkan penisilin dan metronidazol adalah contoh

antibiotik bakterisida.

Bakteri dan produk beracunnya dapat menyebabkan hilangnya perlekatan dan

kehilangan tulang. Selain faktor bakteri dan produk beracunnya, faktor respon

imunologis tuan rumah terhadap infeksi bakteri ini dapat menyebabkan lebih banyak

kerusakan tulang (yaitu, kerusakan tulang tidak langsung) daripada yang disebabkan

oleh bakteri patogen dan produk sampingnya. Respon imunologi ini dapat dipengaruhi

oleh lingkungan (misalnya, penggunaan tembakau), faktor bawaan tubuh (misalnya,

penyakit sistemik), atau faktor risiko genetik. Agen kemoterapi dapat memodulasi

respon imun tubuh terhadap bakteri dan mengurangi respons imunologis yang merusak

diri sendiri terhadap bakteri patogen, sehingga mengurangi kerusakan tulang. Seorang
dokter gigi wajib untuk memberikan nasihat kepada pasien tentang efek dari faktor

sistemik, termasuk mengenai pemberian obat-obatan, stress yang mungkin timbul, dan

penggunaan tembakau. Bab ini mengulas indikasi dan protokol untuk mengoptimalkan

penggunaan agen anti-infeksi dan agen host modulasi yang diberikan secara sistemik

selama pengobatan penyakit periodontal. 1


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Agen kemoterapi merupakan istilah umum untuk zat kimia yang

memberikan manfaat terapeutik klinis. Pemberian agen kemoterapi dapat secara

local ataupun per oral. Agen antimikroba adalah agen kemoterapi yang bekerja

dengan mengurangi jumlah bakteri yang ada. Antibiotik adalah jenis agen

antimikroba alami, semisintetik atau sintetis yang menghancurkan atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme selektif, umumnya pada konsentrasi

rendah.1,3

Antiseptik merupakan agen kemoterapeutik yang digunakan secara topikal

atau digunakan pada subgingiva pada membran mukosa, luka atau lapisan kulit

yang berfungsi untuk membatasi reproduksi atau metabolisme mikroorganisme.

Dalam bidang kedokteran gigi, antiseptik secara luas digunakan sebagai bahan

aktif antiplak, obat kumur dan pasta gigi anti gingivitis.3

Desinfektan adalah agen antimikroba, yang umumnya diterapkan pada

benda mati untuk menghancurkan mikroorganisme.3 Tujuan dari pemberian agen

kemoterapeutik baik secara lokal, oral, atau parenteral adalah untuk mengurangi

jumlah bakteri dalam poket periodontal. Pemakaian antibiotik secara sistemik,

terkadang dibutuhkan sebagai terapi tambahan untuk mengontrol infeksi bakteri

yang disebabkan oleh serangan bakteri pada jaringan periodontal, yang terkadang

tidak terjangkau oleh terapi mekanik sehingga membuat terapi mekanik menjadi

tidak efektif. Pemberian agen antiinfeksi lokal, secara umum diberikan langsung

ke dalam poket, berpotensi untuk memberikan konsentrasi yang lebih besar


langsung ke daerah yang terinfeksi dan mengurangi kemungkinan efek samping

yang terjadi.1

Kita juga memerlukan agen kemoterapi sebagai host modulasi yang

diperlukan untuk mencegah kerusakan tulang periodontal yang diakibatkan respon

host yang berlebihan. Sebagai contoh doxycycline adalah agen kemoterapeutik

yang dapat mengurangi kolagen dan kerusakan tulang melalui kemampuan untuk

menghambat enzim kolagenase. 1,3

2.1 ANTIBIOTIK

Terapi antibiotik biasa digunakan secara lokal atau sistemik untuk

mengontrol bakteri penyebab timbulnya penyakit periodontal. Perawatan

tambahan dengan pemberian antibiotika diperlukan untuk menunjang perawatan

mekanis, karena walaupun perawatan mekanis, yaitu scaling dan root planing

telah dapat mengurangi jumlah bakteri dalam poket, tetapi bakteri

periodontopatogen yang berada pada tubulus dentin, gingiva dan sementum masih

tertinggal.4

Manfaat klinis dari pemberian antibiotik untuk membantu mengendalikan

penyakit periodontal harus mempertimbangkan efek samping yang mungkin

terjadi. Beberapa efek samping termasuk reaksi alergi atau anafilaktik,

superinfeksi dari bakteri oportunistik, perkembangan bakteri resisten, interaksi

dengan medikasi lain, nyeri perut, mual dan muntah. Gangguan gastrointestinal

merupakan reaksi yang tidak diinginkan yang sangat sering terjadi.1

Penggunaan antibiotik secara umum telah meningkatkan jumlah resisten

terhadap bakteri dalam 15-20 tahun terakhir dan kemungkinan akan terus

meningkat karena semakin meluasnya penggunaan antibiotik. Penggunaan


berlebih, salah penggunaan, dan aplikasi profilaktik luas dari obat antiinfeksi

merupakan beberapa faktor yang menyebabkan kedaruratan mikroorganisme

resisten. Pedoman penggunaan antibiotik dalam terapi periodontal adalah sebagai

berikut:1,3

1. Jika setelah dilakukan terapi awal secara mekanik, penyakit tersebut tetap

ada. Sebagai contoh, pasien yang menderita periodontitis kronis sedang

generalis dapat kembali menjadi keadaan jaringan periodontal sehat

setelah terapi awal. Sebaliknya , apabila pasien telah dirawat dan masih

memiliki penyakit aktif, diagnosis dapat berubah menjadi periodontitis

kronis berat generalisata.

2. Jika masih terdapat tanda-tanda aktivitas penyakit seperti kehilangan

perlekatan yang terus berlanjut (probing kedalaman poket), eksudat

purulen, dan perdarahan saat probing. Hal ini terjadi pada kasus refractory

atau aggressive periodontitis.

3. Scaling dan root planing perlu ditambahkan selain pemberian Antibiotik

sistemik untuk meningkatkan tingkat perlekatan. Manfaat yang sama tidak

dapat ditunjukkan ketika antibiotik digunakan sebagai terapi yang berdiri

sendiri. Dimana pada kasus periodontitis agresif mengalami manfaat yang

lebih besar.

4. Pemilihan antibiotik berdasarkan status medis pasien, status gigi, dan obat-

obatan yang sedang dikonsumsi pasien.

5. Pemberian antibiotik yang tepat diawali dengan mengidentifikasi bakteri

yang ada pada sampel plak, dan kemudian dikirimkan ke laboratorium

untuk memeriksa cakupan jenis patogen. Pemberian antibiotik dilakukan


setelah mengetahui jenis antibiotik yang sensitive untuk bakteri patogen

yang ada.

Agen anti infeksi telah digunakan dalam pengobatan penyakit periodontal

dan menunjukkan hasil yang baik, tetapi tidak ada pilihan yang terbaik dari semua

antibiotik yang ada. Untuk mendapatkan hasil yang baik dokter gigi harus

mengintegrasikan riwayat penyakit pasien, juga tergantung pada tanda dan gejala

klinis, serta hasil pemeriksaan radiografi dan mungkin pengambilan sampel

mikrobiologis untuk menentukan rencana terapi periodontal. Dokter gigi harus

memperoleh riwayat medis menyeluruh, termasuk obat-obatan dan kemungkinan

efek samping dari penggabungan obat-obatan, sebelum memberikan terapi

antibiotik.1,5,6

Terdapat beberapa indikasi penggunaan antibiotik dalam perawatan

penyakit periodontal:3

1. Terapi terapeutik; antibiotik digunakan sebagai terapi infeksi klinis yang

menetap seperti pada penderita periodontitis agresif.

2. Terapi profilaktik; antibiotik yang digunakan berperan dalam tindakan

preventif pada seseorang yang memiliki penyakit sistemik tertentu seperti

pada penderita endocarditis.

3. Terapi pre-emptive (pendahulu); antibiotik digunakan sebagai terapi pada

penderita penyakit periodontal berdasarkan indikasi klinis, epidemiologi

dan hasil pemeriksaan laboratorium. Sebagai contoh pada penderita

periodontitis agresif.
2.1.1 Antibiotik Sistemik

Pengobatan penyakit periodontal berdasarkan pada sumber infeksi yang

menimbulkan penyakit. Mikroorganisme penyebab penyakit periodontal

seharusnya diketahui dan pemberian antibiotik yang efektif harus dipilih dengan

penggunaan tes sensitivitas antibiotik.1

Antibiotik ideal untuk digunakan dalam mencegah dan merawat penyakit

periodontal harus spesifik terhadap pathogen periodontal, alogenik, nontoksik,

substantif, tidak dalam penggunaan umum untuk perawatan penyakit lain dan

tidak mahal. Meskipun demikian, antibiotik ideal untuk perawatan penyakit

periodontal belum ada. Meskipun bakteri oral dapat diatasi dengan berbagai

macam antibiotik, tetapi tidak ada satupun antibiotik pada konsentrasi tertentu

dalam cairan tubuh dapat menahan seluruh patogen periodontal. Terkadang

diperlukan kombinasi antibiotik untuk mengeliminasi seluruh patogen dari

beberapa poket periodontal.1

2.1.1.1 Tetracycline

Tetracycline adalah salah satu antibiotik spektrum luas dengan aktivitas

melawan bakteri gram negatif dan gram positif serta infeksi mikoplasma.

Tetrasiklin hidroklorida, doksisiklin, dan minosiklin semuanya adalah tetrasiklin

semisintetik, dengan tetrasiklin HCl yang diturunkan dari oksitetrasiklin.

Tetrasiklin memiliki aktivitas antimikroba, anti kolagenase, anti-inflamasi, anti-

proteolitik, dan fibroblast.1,3

Terlepas dari efek metalloproteinase anti-matriks yang signifikan,

tetrasiklin juga merupakan inhibitor poten dari fungsi osteoklas, yaitu antiresorptif

dengan mengubah konsentrasi kalsium intraseluler dan berinteraksi dengan diduga


reseptor kalsium, mengurangi daerah perbatasan yang berkerut, mengurangi

produksi asam, mengurangi sekresi cathepsin, menghambat osteoklas aktivitas

gelatinase dan menginduksi apoptosis atau kematian sel terprogram dari

osteoklas.3

Tetracycline efektif untuk perawatan periodontal, karena tetracycline

mempunyai konsentrasi dalam celah gingiva sebanyak 2 sampai 10 kali lipat

dalam serumnya. Hal ini memungkinkan dalam konsentrasi obat yang tinggi,

tetracycline dapat sampai ke dalam poket periodontal, sehingga memungkinkan

tetracycline untuk melawan berbagai macam patogen periodontal.1,3

Tetracycline telah diselidiki sebagai terapi tambahan untuk periodontitis

agresif lokalisata.

Gambar 1.Periodontitis Agresif Lokalis

Aggregatibacter Actinomycetemcomitans merupakan bakteri yang paling

sering menjadi penyebab periodontitis agresif lokalisata dan masuk ke dalam

jaringan. Pengambilan kalkulus dan plak secara mekanik dari permukaan akar

tidak menjamin dapat mengurangi bakteri dari jaringan periodontal. Tetracycline


secara sistemik dapat mengurangi bakteri pada jaringan dan telah terbukti

mengurangi kehilangan tulang dan menekan pertumbuhan level dari

Aggregatibacter Actinomycetemcomitans. Kombinasi dari terapi mekanik

memungkinkan pengambilan deposit dari permukaan tulang dan dari terapi

tetrasiklin memungkinkan untuk mengurangi bakteri patogen pada jaringan.1,3

Penggunaan metronidazole atau amoxicillin dengan metronidazole lebih

efektif dalam merawat periodontitis agresif pada anak-anak karena resistensi

terhadap tetracycline meningkat. Pemakaian tetracycline dalam waktu panjang

tidak dianjurkan, karena kemungkinan perkembangan resistensi ikatan bakteri.1

Tetracycline, minocycline, dan doxycycline adalah jenis semisintetik dari

tetracycline yang sudah digunakan pada terapi periodontal.1

a. Tetracycline 250 mg, diberikan 4 kali sehari. Biayanya murah, tetapi

kepatuhan konsumsi obat mungkin tidak terpenuhi karena harus

mengkonsumsi kapsul sebanyak 4 kali sehari. Efek sampingnya,

diskolorasi gigi terjadi saat obat diberikan ke anak-anak usia 12 tahun atau

lebih muda.

b. Salah satu obat yang cukup efektif untuk melawan mikroorganisme dalam

spektrum luas adalah Minocycline. Minocycline diberikan 2 kali sehari,

kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi dapat lebih baik dibanding

tetrasiklin. Minocycline mempunyai efek toksik pada ginjal dibanding

tetracycline dan dapat menyebabkan vertigo yang reversibel. Minocycline

yang diberikan 200 mg per hari selama 1 minggu dapat mengurangi

jumlah bakteri, mengeliminasi spirochaeta selama 2 bulan.


c. Efektifitas dan spektrum Doxycycline sama dengan minocycline.

Doxycycline diberikan 1 kali sehari sehingga pasien lebih patuh dalam

mengkonsumsi. Dosis yang direkomedasikan untuk digunakan sebagai

agen antiinfektif adalah 100 mg 2 kali sehari pada hari pertama,

selanjutnya 100 mg 1 kali sehari; untuk mengurangi nyeri pada lambung

dapat diberikan 50 mg 2 kali sehari. Sebagai sub antimikroba (untuk

menghambat kolagenase bakteri) dosis yang direkomendasikan adalah 20

mg 2 kali sehari. 1
Sebagai sub antimikroba doxycycline memberikan

manfaat dalam perawatan penyakit periodontal.17 Penggunaan doxycycline

20 mg 2 kali sehari untuk sebagai host modulasi agen dalam jangka

pendek (3 bulan) dan jangka panjang (12 bulan) memberikan hasil yang

lebih baik pada pengobatan penyakit periodontal dari pada hanya sekedar

dilakukan scaling dan root planning saja. Dari 190 peserta yang diteliti ada

3 orang yang mundur dengan keluhan, satu dari group yang diberi

doxycycline, dua orang dari group penerima placebo.18

2.1.1.2 Metronidazole

Metronidazol adalah senyawa nitroimidazole yang dikembangkan di

Prancis untuk mengobati infeksi protozoa. Ini adalah bakterisida untuk organisme

anaerobik dan dianggap mengganggu sintesis DNA bakteri dalam kondisi dengan

potensi reduksi yang rendah. Metronidazol bukanlah obat pilihan untuk mengobati

infeksi A. actinomycetemcomitans. Namun, metronidazol efektif melawan A.

actinomycetemcomitans bila digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain.1

Metronidazol awalnya digunakan dalam trikomoniasis dan amoebiasis.

Dosis untuk metronidazol adalah 250 mg tid selama 7 hari. Ini digunakan untuk
mengobati NUG, Periodontitis Agresif bersama dengan Amoksisilin dan

Ciprofloxacin. Disulfiram atau Metronidazol secara ireversibel menghambat

enzim Aldehyde Dehydrogenase (ALDH), yang menyebabkan akumulasi kadar

toksik asetaldehida di hati dan sirkulasi sistemik yang menyebabkan muntah,

gangguan penglihatan, pingsan postural, dan kolaps sirkulasi.3

Pasien yang diberi terapi metronidazole dilarang mengkonsumsi alkohol

atau yang mengandung alkohol, atau setidaknya sampai 1 hari setelah pemberian

obat. Efek samping utama yang terkait dengan Metronidazol adalah efek antabuse

ketika alkohol tertelan, rasa logam, dan intoleransi GIT.3

Studi pada manusia, telah menunjukkan keberhasilan dari metronidazole

pada perawatan gingivitis dan periodontitis. Pemberian secara sistemik (750-1000

mg per hari selama 2 minggu) mengurangi pertumbuhan dari flora anaerob

(spirochaeta) dan menurunkan tanda klinis dan histopatologis dari periodontitis.

Aturan yang umum adalah 250 mg diberikan 3 kali sehari selama 7 hari. Studi

telah menunjukkan bahwa saat dikombinasikan dengan amoxicillin atau

amoxicillin-pottasium clavulanate (Augmentin), metronidazole dapat menjadi

bernilai dalam merawat pasien periodontitis agresif lokalisata atau periodontitis

refraktori.1,3

Metronidazole memiliki efek antabuse sesaat mengkonsumsi alkohol.

Gejala yang timbul adalah kram yang parah, mual dan muntah. Produk yang

mengandung alkohol harus dihindari saat terapi metronidazole. Metronidazole

juga menghambat metabolisme dari warfarin. Pasien dengan terapi antikoagulan

harus menghindari penggunaan metronidazole, karena dapat memperpanjang

waktu protrombin. Hal ini juga harus dihindari pada pasien yang mengkonsumsi
lithium. Obat ini memproduksi rasa logam pada mulut sehingga dapat

mempengaruhi kepatuhan.1

2.1.1.3 Penicillin

Penicillin merupakan terapi pilihan untuk pengobatan berbagai macam

infeksi pada manusia dan merupakan antibiotik yang paling sering digunakan.

Penicillin merupakan derivat alami dan semisintetik dari kultur penicillium.

Penicillin menghambat produksi dinding sel bakteri dan bersifat bakterisidal.

Penicillin selain amoxicillin dan amoxicillin-clavunate potassium (augmentin)

belum terbukti dapat meningkatkan perlekatan periodontal dan penggunaannya

dalam terapi periodontal belum dapat disimpulkan.1

Efek samping dari penicillin adalah reaksi alergi (hampir 10% pasien

alergi terhadap penicillin) dan resistensi dari bakteri. Amoxicillin dapat berguna

untuk perawatan pada pasien dengan periodontitis agresif baik lokal maupun

generalis. Amoxicillin merupakan penicillin semisintetik dengan perluasan

spektrum antiinfeksi yang meliputi bakteri gram positif dan gram negatif. Obat ini

menunjukkan absorpsi yang sangat baik setelah diberikan secara oral. Amoxicillin

rentan terhadap enzim penicillinase yang merupakan β-laktamase yang dihasilkan

oleh beberapa bakteri yang memecah struktur cincin penicillin sehingga menjadi

tidak efektif.1

Dosis yang dianjurkan adalah 500 mg sebanyak 3 kali sehari selama 8

hari. Kombinasi dari amoxicillin dengan clavulanate potassium membuat agen

anti infeksi ini resisten terhadap enzim penicillinase yang dihasilkan oleh

beberapa bakteri. Kombinasi ini dapat digunakan untuk perawatan pasien

periodontitis agresif lokalisata atau periodontitis refraktori. Bueno, dkk.


melaporkan bahwa augmentin menahan kehilangan tulang alveolar pada pasien

dengan penyakit periodontal yang refraktori ke perawatan dengan antibiotik lain,

termasuk tetracycline, metronidazole, dan clindamycin.1 Pada beberapa penelitian

dilaporkan antibiotic yang paling banyak digunakan adalah amoxicillin,

metronidazole, penisilin dan ampisilin terbukti efektif terhadap bakteri penyebab

periodontitis.12,15

2.1.1.4 Cephalosporins

Famili β-laktam yang dikenal sebagai cephalosporin memiliki aksi dan

struktur yang serupa dengan penicillin. Obat ini digunakan dalam pengobatan dan

resisten terhadap sejumlah β-laktamase yang secara normal aktif terhadap

penicillin. Cephalosporin biasanya tidak digunakan untuk merawat infeksi gigi.

Penicillin lebih unggul daripada cephalosporin dalam aksi terhadap bakteri

patogenik periodontal. Pasien yang alergi terhadap penicillin dapat juga alergi

terhadap seluruh produk β-laktam. Efek samping yang ditimbulkan oleh

cephalosporin antara lain ruam, urtikaria, demam dan gangguan gastrointestinal.1

2.1.1.5 Clindamycin

Dosis yang digunakan untuk Clindamycin adalah 150 mg sebanyak 4 kali

sehari selama 10 hari atau 300 mg diberikan 2 kali sehari selama 8 hari.

Clindamycin efektif terhadap bakteri anaerob dan efektif untuk pasien yang alergi

terhadap penicillin. Clindamycin menunjukkan efektivitas pada pasien dengan

periodontitis refraktori. Ini adalah kloroderivatif dari linkomisin. Ini memblokir

sintesis protein dengan mengikat ribosom bakteri 50S dan mengganggu transfer

peptidil. Efektif melawan bakteri anaerob. Efek samping utama yang terkait
dengan Clindamycin adalah kolitis ulserativa pseudomembran (karena hasil

pertumbuhan berlebih dari Clostridium difficile penghasil toksin) dan hepatitis.1,3

Efek samping dari clindamycin yaitu pseudomembranous colitis tetapi

insidensi lebih tinggi dengan cephalosporin dan ampicillin. Pemberian

clindamycin kontraindikasi untuk pasien dengan riwayat colitis. Diare atau keram

yang terjadi saat terapi clindamycin dapat diindikasi sebagai colitis dan pemakaian

clindamycin harus dihentikan. Apabila gejala tetap ada, maka pasien harus dirujuk

ke internis.1

Terdapat beragam laporan mengenai resistensi dan efektifitas penggunaan

clindamycin terhadap bakteri penyebab penyakit periodontal.13,14

2.1.1.6 Ciprofloxacin

Ciprofloxacin adalah kuinolon yang aktif melawan bakteri batang gram

negatif, termasuk semua bakteri fakultatif dan beberapa patogen anaerob putatif

pada periodontal. Ciprofloxacin merupakan satu-satunya antibiotik pada terapi

periodontal yang membuat semua ikatan dari Aggregatibacter

actinomycetemcomitans menjadi rentan. Pemakaian ciprofloxacin biasanya

dikombinasikan dengan metronidazole.1

Efek samping dari ciprofloxacin adalah mual, sakit kepala, rasa logam di

mulut dan rasa tidak nyaman di daerah abdominal. Kuinolon menghambat

metabolisme dari teofilin dan pemberian bersamaan kafein dapat menyebabkan

toksisitas. Kuinolon juga dilaporkan meningkatkan efek dari warfarin dan

antikoagulan lainnya.1,3
2.1.1.7 Macrolides

Macrolide dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisidal tergantung

konsentrasi dari obat dan sifat alamiah dari mikroorganisme. Antibiotik macrolide

yang digunakan untuk perawatan periodontal yaitu erythromycin, spiramycin, dan

azithromycin.1

Erythromycin tidak berkonsentrasi dalam cairan sulkus gingiva dan tidak

efektif terhadap sebagian besar patogen periodontal putatif. Untuk alasan ini,

erythromycin tidak direkomendasikan sebagai terapi tambahan periodontal.1

Spiramycin aktif terhadap organisme gram positif dan diekskresi dalam

konsentrasi tinggi dalam saliva. Digunakan sebagai tambahan untuk perawatan

periodontal di Kanada dan Eropa, tetapi tidak tersedia di US. Spiramycin memiliki

efek minimal dalam meningkatkan perlekatan jaringan.1

Azithromycin adalah anggota kelas azalide dari macrolide. Efektif

terhadap anaerob dan basili gram negatif. Setelah dosis 500 mg sebanyak 4x

sehari selama 3 hari, tingkat signifikan dari azithromycin dapat terdeteksi hampir

di seluruh jaringan dalam 7-10 hari. Konsentrasi azithromycin dalam spesimen

jaringan lesi periodontal secara signifikan lebih tinggi daripada gingiva normal.

Azithromycin menembus fibroblas dan fagosit dalam konsentrasi 100-200 kali

lebih besar daripada kompartemen ekstraseluler. Azithromycin secara aktif dibawa

ke daerah inflamasi oleh fagosit selama proses fagositosis. Terapi yang dianjurkan

adalah dosis tunggal 250 mg sehari selama 5 hari setelah dosis awal 500 mg.1

2.1.1.8 Terapi Kombinasi Antibiotik

Infeksi periodontal dapat berisi berbagai jenis bakteri, maka tidak ada satu

jenis antibiotik yang dapat dengan efektif melawan seluruh patogen tersebut
secara bersamaan. Campuran dari infeksi diantaranya adalah berbagai bakteri

aerob, mikroaerofilik, dan anaerob, dapat berupa gram negatif dan gram positif.

Pada kasus ini,perlu untuk menggunakan lebih dari satu antibiotik, baik secara

berseri atau dengan kombinasi antibiotik. Sebelum kombinasi antibiotik

digunakan, patogen periodontal yang akan diterapi harus diperiksa dahulu, dan

harus diidentifikasi, perlu juga dilakukan tes kerentanan antibiotik.1

Antibiotik yang bersifat bakteriostatik (misalnya tetracycline) secara luas

dibutuhkan untuk menghambat keefektifan dari bakteri. Fungsi dari antibiotik

bakteriostatik tidak sebaik antibiotik bakterisidal (misalnya amoxicillin) yang

diberikan secara bersamaan. Ketika kedua tipe ini dibutuhkan untuk terapi, lebih

baik diberikan menurut serialnya, bukan dikombinasikan.1

Rams and Slots, meneliti terapi kombinasi menggunakan metronidazole

sistemik bersamaan dengan amoxicillin, amoxicillin-clavulanate (Augmentin),

atau ciprofloxacin. Kombinasi metronidazole-amoxicillin dan metronidazole-

Augmentin menunjukkan eliminasi sangat baik terhadap berbagai mikroorganisme

pada adult periodontitis dan periodontitis agresif lokalisata yang tidak berhasil

dirawat dengan tetracycline dan debridemen mekanis. Metronidazole-amoxicillin

dan metronidazole-Augmentin mempunyai efek tambahan mengenai penekanan

bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans.1


Gambar 1. Antibiotik Sistemik yang mendukung terapi periodontal.1

Kombinasi metronidazole-ciprofloxacin efektif untuk melawan

Aggregatibacter actinomycetemcomitans; target metronidazole pada anaerob

obligat, dan target ciprofloxacin pada anaerob fakultatif. Kombinasi ini

mempunyai kekuatan yang baik untuk infeksi “campuran”. Terapi antibiotik

sistemik dikombinasikan dengan terapi mekanis cukup efektif untuk melawan

infeksi periodontal yang sulit dan infeksi periodontitis agresif lokalisata, meliputi

Aggregatibacter Actinomycetemcomitans.1

Secara umum, indikasi pengunaan antibiotik kombinasi dimaksudkan

untuk tujuan berikut:3

1. Untuk mencegah adanya resistensi bakteri pada penggunaan antibiotik

tunggal

2. Untuk menurunkan dosis antibiotik tunggal dengan cara memanfaatkan

interkasi diantara 2 jenis obat antibiotik dalam membunuh bakteri patogen

3. Untuk meningkatkan jangkauan antibiotik dalam membunuh bakteri

baktogen dengan jumlah banyak yang tidak dapat dilakukan oleh

antibiotik tunggal
2.1.2 Antibiotik Lokal

Pemberian antimikroba lokal tersedia sebagai terapi tambahan pada

skeling dan root planning serta sebagai alat bantu untuk mengontrol pertumbuhan

bakteri pada membran barier. Penggunaan antibiotik lokal harus berdasarkan

pertimbangan dari temuan klinis, riwayat gigi dan medis dari pasien, bukti-bukti

ilmiah, pilihan pasien, keutungan dan kerugian dari terapi alternatif antibiotik

lokal.1 Antimikroba lokal harus memiliki kriteria berikut:3

1. Mampu menghambat atau membunuh bakteri patogen putative

2. Memiliki kemampuan untuk mencapai daerah terinflamasi

3. Harus memiliki konsentrasi yang adekuat

4. Harus mampu berada pada daerah terinflamasi dalam waktu yang cukup

lama

5. Harus tidak memberi efek berbahaya kepada jaringan periodontal

Gambar 2. Klasifikasi antibiotik lokal3

2.1.2.1 Subgingival Chlorhexidine

Penggunaan Chlorhexidine gluconate ke dalam subgingiva telah

menunjukkan hasil klinis yang positif. Periochip adalah sebuah chip kecil (4,0

x5,0 x0,35mm) yang terdiri dari matriks gelatin biodegradasi terhidrolisis,


berikatan dengan glutaraldehid dan juga mengandung gliserin dan air, di mana 2,5

mg chlorhexidinegluconate telah tergabung per chip. Chip ini bersifat retentif

pada situasi lembab. Chip ditempatkan segera setelah skeling dan root planning.

Chip mudah ditempatkan ke dalam poket periodontal sedalam 5 mm atau lebih.1

Penempatan Chlorhexidine chip tidak menyebabkan pewarnaan, hanya

keluhan ringan seperti sakit ringan dan sedikit inflamasi pada 24 jam pertama

setelah penempatan chip.1,3

Gambar 3. Penempatan periochip pada subgingiva3

Setelah disetujui oleh FDA maka produk antimikroba dilepaskan ke pasaran,

untuk digunakan secara klinis di Amerika, beberapa produk disetujui digunakan di

negara lain.

PerioCol-CG adalah chip 10-mg kecil (4 × 5 × 0,25–0,32 mm) yang dirancang

sebagai matriks kolagen di mana klorheksidin glukonat (2,5 mg) tergabung dari

larutan klorheksidin 20% bahan aktif. Chip ini dirancang untuk dimasukkan ke

dalam jaringan pokel periodontal dan diserap kembali setelah 30 hari, tetapi tepi

koronalnya menurun dalam waktu 10 hari. Bahan ini melepaskan klorheksidin in

vitro pada tingkat sekitar 40% sampai 45% dalam 24 jam pertama, diikuti oleh

rilis selama 7 sampai 8 hari, dan memiliki umur simpan 2 tahun.


Chlo - Site
Chlo-Site adalah gel xanthan, terdiri dari polimer sakarida sebagai bahan tiga

dimensi yang mengandung 1,5% klorheksidin dalam 0,5 mL gel, yang disuntikkan

ke dalam poket periodontal (Gambar 4). Produk gel itu disterilkan dengan radiasi

gamma pada 2,5 Mrad dan dikemas secara individual untuk aplikasi dalam jarum

suntik 0,25 mL dengan jarum keluar samping yang tumpul.

Gel mengandung dua jenis klorheksidin: pelepasan lambat klorheksidin

diglukonat (0,5%) dan klorheksidin lepas cepat dihydrochloride (1,0%). Gel

tertahan di dalam poket dan tidak mudah copot oleh GCF atau saliva. Gelnya

hilang dari saku dalam 10 hingga 30 hari dan dilaporkan mencapai konsentrasi

klorheksidin dalam GCF lebih dari 100μg/mL untuk rata-rata 6 hingga 9 hari dan

untuk mempertahankan konsentrasi yang efektif selama minimal 15 hari.1

Gambar 4, Kemasan gel Chlo-Site ditunjukkan (kiri). Gel xanthan dengan


klorheksidin dimasukkan ke dalam saku periodontal (kanan). (Dicetak ulang dari
Gill, et al: Manajemen nonsurgical periodontitis kronis dengan dua agen
pengiriman obat lokal-studi perbandingan. J Clin Exp Dent 3:e424–e429, 2011.)1
2.1.2.2 Fiber Tetracycline (Actisite)

Fiber tetracycline atau actisite mengandung polymer ethylene vinyl

acetate(diameter 0.5 mm) yang mengandung tetracycline (12,7 mg per 9 inchi).

Daerah optimal untuk dapat mengaplikasikan fiber tetracycline yaitu dengan

kedalaman poket 5 mm atau lebih. Fiber fleksibel ini ditempatkan di dalam poket

periodontal hingga mengisi 1 mm di apikal margin gingiva, kemudian margin

gingiva ditutup dengan isocyanacrylate. Konsentrasi tetracycline bertahan dan

mencapai 1300 µg/ml, dimana diatas 32 µm/ml – 64 µm/ml diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan patogen yang telah diisolasi dari poket periodontal

selama 10 hari.1

Studi menunjukkan bahwa fiber tetracycline yang diaplikasikan dengan

atau tanpa skeling dan root planing, dapat mengurangi kedalaman dari probing,

perdarahan saat probing, patogen periodontal, dan memberikan keuntungan pada

perlekatan jaringan periodontal. Efek yang diberikan lebih baik dibandingkan

perawatan periodontal yang hanya dengan skeling dan root planing saja atau

dengan fiber plasebo. Tidak terdapat perubahan resistensi antibiotik terhadap

tetracycline setelah terapi fiber tetracycline pada putatif patogen periodontal.1,3

Kerugian dari fiber tetracycline adalah waktu yang dibutuhkan untuk

penempatan fiber lebih lama dan dibutuhkan keahlian khusus. Setelah 10 hari,

diperlukan pasien datang kembali untuk melepaskan fibernya dan penempatan

fiber pada 12 gigi atau lebih dapat menyebabkan oral kandidiasis pada beberapa

pasien. Pada beberapa penelitian berkumur dengan 0,12% Chlorhexidine setelah

penempatan fiber dapat meningkatkan berkurangnya bakteri pathogen.3,5


Gambar 5. Penempatan fiber tetracycline.3

2.1.2.3 Subgingival Doxycycline

Subgingival doxycycline tersedia dalam bentuk gel yang dimasukkan

dalam syringe, dengan 10% doxycycline (Atridox). Atridox ini adalah satu-satunya

antibiotik lokal yang diterima oleh American Dental Association (ADA). Atridox

ada dalam 2 syringe yang kemudian dicampurkan dan didorong sebanyak 100 kali

sebelum digunakan. Kemudian kanula tumpul 23-gauge ditempelkan pada

syringe dan diaplikasikan ke dalam poket periodontal. Produk ini juga tersedia

dalam 1 syringe.1,3

Level doxycycline hyclate di dalam cairan gingiva 250 µm/ml pada hari

ke 7 di dalam poket, aplikasi lokal dari doxycycline memperlihatkan peningkatan

transisi dari resistensi mikroba oral dan tidak ada pertumbuhan yang berlebih pada

patogen asing. Pemberian Atridox sebagai monoterapi memberikan hasil yang

setara dengan perawatan hanya dengan skelling dan root planing. Hasil yang lebih

baik didapatkan dari mengkombinasikan kedua terapi tersebut. Evaluasi dari

pemberian Atridox ini dilakukan dalam 3 sampai 6 bulan.1,5,6


Parameter klinik yang dijadikan ukuran saat kontrol adalah kedalaman saat

probing, perdarahan pada probing, perlekatan jaringan secara klinis dan kesehatan

gingiva.1

Gambar 6. Produk Atridox dalam 2 syringe.2

Gambar 7. Pemberian Atridox gel ke dalam subgingiva dengan syringe.2

2.1.2.4 Subgingival Minocycline (Arestin)

Arestin terdiri dari antibiotik minocycline hydrochloride dalam polimer

bioabsorbable dari lactide polyglycolide. Minocycline 2% dikapsulkan ke dalam

bioresorbable microspheres dalam bentuk gel. Arestin merupakan terapi

tambahan pada skelling dan root planning. Microsphere digunakan secara

subgingival menggunakan tabung plastik sekali pakai dengan memasukkan

ujungnya ke dasar poket periodontal. Materialnya bioadhesif bila kontak dengan

kelembaban dan tidak memerlukan adhesif tambahan atau dressing periodontal


untuk mempertahankan gel. Pasien sebaiknya diinstruksikan untuk menghindari

sikat gigi selama 12 jam, dengan tidak membersihkan daerah interproksimal

selama 10 hari. Tidak perlu tambahan kunjungan untuk melepaskan material

karena ini dapat diabsorbsi sendiri.1,3

Dibandingkan saat kontrol skeling dan root planing tanpa terapi irigasi

pada subgingiva, penggunaan Arestin memberikan peningkatan perlekatan gingiva

yang lebih baik. Ukuran kontrol klinis yang dipakai yaitu kedalaman saat probing,

perdarahan saat probing dan tingkat perlekatan jaringan.1,6

Gambar 8. Bentuk sediaan Arestin.2

Gambar 9. Pemberian Arestin pada subgingiva.1

Sebuah penelitian diadakan di Niigata University Medical and Dental

Hospital di Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh
pemberian tambahan minocycline lokal pada parameter mikrobiologis sampel

plak subgingiva pada poket residual periodontal. Sepuluh pasien periodontitis

kronis di bawah kelompok terapi periodontal suportif direkrut. Setelah

debridement subgingiva, baik gel minocycline 2%, Periocline™, (Grup Uji) atau

plasebo (Grup Kontrol) diberikan ke lokasi yang dipilih seminggu sekali selama

tiga minggu. Plak subgingiva dikumpulkan pada awal, dan pada empat minggu

dan delapan minggu.

Gambar 10. Skema penelitian16

Dalam studi percontohan ini, ditunjukkan bahwa pemberian lokal gel

minocycline 2%, Periocline, formulasi minocycline lepas-lambat , jelas efektif

dalam mengurangi tidak hanya bakteri kompleks spesifik bacteria

(Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola and Tannerella forsythia) tetapi

juga bakteri terkait periodontitis yang muncul. 2% minosiklin penggunaan gel

juga dikaitkan dengan peningkatan Kesehatan - bakteri terkait. Hasil ini

diperlukan dalam perawatan penyakit periodontal. Durasi efeknya setidaknya

empat minggu tetapi tidak dipertahankan selama interval SPT biasa/historis


delapan minggu atau lebih. Meskipun komposisi bakteri kembali ke keadaan

disbiotik delapan minggu setelah baseline dalam 2% minocycline kelompok yang

diobati , data menunjukkan menunjukkan BOP tetap rendah setelah delapan

minggu, menunjukkan bahwa komposisi bakteri tidak menyebabkan inflamasi dan

berbeda dari komposisi awal. Walaupun keterbatasan penelitian ini adalah jumlah

peserta yang sedikit, yang dapat menyebabkan rendahnya kekuatan statistik, dan

penelitian ini memiliki durasi pendek (delapan minggu), temuan ini baru dan

mungkin penting dalam rencana perawatan di masa depan.16

2.1.2.5 Subgingival Metronidazole

Medikasi topikal yang mengandung oil-basesmetronidazole 25% dental

gel (glyceryl mono-oleata dan sesame oil), diaplikasikan dengan konsistensi

kental ke dalam poket menggunakan syringe, kemudian akan cair karena kena

panas tubuh dan membentuk kristal bila terkena air. Sebagai prekursor, preparat

metronidazole-benzoat diubah menjadi substansi aktif oleh enzim esterase dalam

GCF. Aplikasi gel dengan interval satu minggu pada studi klinis, ada

memperlihatkan metronidazole gel memiliki hasil yang setara dengan skeling dan

root planningtetapi tidak menunjukkan manfaat tambahan dengan skelling dan

root planning.1,6

2.1.2.6 Subgingival Moxifloxacin

Moxifloxacin adalah sintetik fluoroquinolone generasi ke-4 dengan

aktifitas antibakterial spektrum luas. Antibiotik ini menghambat replikasi sel

dengan memodifikasi girase DNA dan topoisomerase IV. Karena moxifloxacin

memiliki aktifitas antimikrobial terhadap bakteri aerob dan anaerob, termasuk


sejumlah patogen periodontal, dan telah diperkenalkan sebagai agen pengantar

lokal untuk perawatan penyakit periodontal destruktif. Studi terkini di Eropa

menyatakan bahwa agen pengantar lokal 0.4% moxifloxacin dapat

menguntungkan sebagai tambahan perawatan skeling dan root planning untuk

perawatan periodontitis. Harus dicatat bahwa reduksi inkremental rata-rata pada

kedalaman probing saat dibandingkan dengan plasebo adalah 0.4 mm, yang

serupa dengan reduksi yang ditemukan dengan agen pengantar lokal yang tersedia

secara komersil. Obat ini tidak tersedia di Amerika Serikat, tetapi tersedia di

negara-negara lain.1

2.2 ANTISEPTIK

Banyak agen antiseptik yang digunakan untuk terapi pada rongga mulut,

keefektifan agen antiseptik oral melawan penyakit periodontal dinilai berdasarkan

beberapa kriteria, yaitu: tidak toksik, tidak diabsorbsi oleh sistem pencernaan,

resistensi bakteri terhadap obat rendah, dan substantivitas. Substantivitas adalah

kemampuan obat diserap pada permukaan jaringan dan lepas pada jumlah yang

dapat memberikan efektif terapi.3

Gambar 11. Aksi dari agen antiseptik3

2.2.1 Chlorhexidine

Chlorhexidine dikembangkan oleh Imperial Chemical Industries, Inggris

pada tahun 1940-an dan dipasarkan pada tahun 1954 sebagai antiseptik untuk luka

pada kulit. Penghambatan plak oleh Chlorhexidine pertama kali diselidiki oleh
Schroeder pada tahun 1969, tetapi studi definitif dilakukan oleh Loe dan Schiott

pada tahun 1970. Chlorhexidine tersedia dalam tiga bentuk, diglukonat, asetat,

dan garam hidroklorida. Chlorhexidine adalah pelopor dan tolak ukur yang

dibandingkan dengan sebagian besar agen antiplak supragingiva topikal lainnya.3

Instruksi yang diberikan kepada pasien setelah meresepkan obat kumur

klorheksidin adalah bahwa pasien diminta untuk menyikat dengan pasta gigi

setidaknya setelah setengah jam karena pengikatan klorheksidin kationik ke

komponen anionik dari pasta gigi. Ada pengurangan aktivitas dengan mengurangi

jumlah situs kationik aktif. Para pasien disarankan untuk menghindari asupan teh,

kopi, dan anggur merah selama penggunaan. Corosdyl yang tersedia di Inggris

mengandung 0.2% chlorhexidine dan 10 ml volume/bilas direkomendasikan dan

obat kumur chlorhexidine yang tersedia di AS adalah Peridex dan di India

PerioGard yang mengandung 0.12% chlorhexidine dan 15 ml volume/bilas

dianjurkan.3

Obat kumur chlorhexidine tersedia dalam larutan 0.2% digunakan

sebanyak 15 ml selama 30 detik 2x sehari. Pada penggunaan obat kumur dengan

chlorhexidine, pasien diinstruksikan untuk menjeda 30 menit setelah menyikat

gigi dan kumur dengan chlorhexidine, karena interaksi antara

chlorhexidinedengan sodium lauryl sulfate dan fluoride yang terkandung dalam

pasta gigi dapat mengurangi efektivitas. Penyembuhan luka akan lebih cepat bila

chlorhexidine kumur digunakan sebelum ekstraksi, skeling dan root planning atau

bedah periodontal. Berdasarkan penelitian, penggunaan chlorhexidineaman dan

efektif sebagai obat kumur, tapi ada beberapa efek samping yang tidak diharapkan
yaitu staining, pembentukan kalkulus, perubahan rasa sehingga chlorhexidine

jarang digunakan untuk terapi jangka panjang.5

Penggunaan Chlorhexidine juga sudah direkomendasikan oleh World Health

Organisation (WHO) dan Assosiation Dental America (ADA).

Penelitian tentang efektifitas Chlorhexidine sudah banyak dilakukan, salah satu

perusahaan farmasi memodifikasi Chlorhexidine dengan Digluconate (DG) untuk

menambah efektifitasnya. Chlorhexidine-DG dikemas dalam bentuk obat kumur (Mouth

Rinse). Mekanisme kerjanya adalah, dengan muatan + (Kationik) dan muatan - (Anionik)

yang merupakan modifikasi Chlorhexidine-DG memiliki ikatan rangkap yang dapat

merusak permukaan sel sehingga bakteri, Jamur dan Virus tidak mengenali dan akan

memberi efek resistensi yang rendah. sehingga akan menghambat pertumbuhannya,

selanjutnya akan membuat kehancuran/akan mati. Obat kumur Chlorhexidine-DG juga

dibuat tanpa alkohol.

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan mengenai Efektifitas

Chlorhexidine-DG terhadap Indeks Kebersihan Gigi Pegawai Poltekkes Kemenkes RI

Medan pada th 2018 dengan populasi 459 orang pada 100 orang sampel, dapat

dikemukakan beberapa kesimpulan yaitu: Plak Indeks rata-rata sebelum berkumur

Chlorhexidine-DG 1,36 dan Plak Indeks rata-rata sesudah berkumur dengan

Chlorhexidine-DG 0,16, plak Indeks rata-rata sebelum berkumur dengan air mineral 1,54,

Plak Indeks rata-rata sesudah berkumur dengan air mineral 0,62, Chlorhexidine-DG dan

air mineral sama-sama efektif terhadap Kebersihan Gigi serta Chlorhexidine-DG lebih

efektif dalam mempengaruhi kebersihan gigi daripada Air Mineral. 11


2.2.2 Essential Oils

Listerine merupakan salah satuessential oil yang telah lama digunakan

mengandung thymol (0,064%), eucalyptol (0,092%), menthol (0,042%) dan

methylsalicylate (0,06%) dalam larutan hydrochloride dan asam benzoat (0,15%).

Mekanisme kerja dari essential oil adalah mengganggu dinding sel dan

menghambat enzim bakteri. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan

listerine sebagai obat kumur menunjukkan penurunan jumlah plak gingivitis

sebanyak 34% bila digunakan 2x sehari setelah menyikat gigi. Kelebihan listerine

yaitu tidak ada perubahan rasa atau staining. Kekurangan listerine adalah

konsentrasi alkohol yang tinggi (21,6% sampai 26,9%) yang menyebabkan

serostomia dan memberikan sensasi terbakar, terutama pada pasien dengan

sensitivitas terhadap alkohol.3,5

2.2.3 Povidon Iodine

Povidon Iodine dikalsifikasikan sebagai iodofor, terbentuk dengan

menambahkan polyvinyl-pyrolidone pada iodine, merupakan antimikroba yang

larut dalam air dan efektif melawan banyak tipe organisme, termasuk bakteri,

virus dan jamur. Penggunaan povidon iodine 5% yang telah dilarutkan sebagai

obat kumur selama 30 detik dapat menurunkan jumlah streptococcus pada saliva,

dan bakteri tidak kembali menempel selama 90 menit. Povidon iodine bila

digabungkan dengan hidrogen peroksida dapat menurunkan skor perdarahan

gingiva secara signifikan. Povidon iodine tidak dianjurkan pada pemakaian jangka

panjang karena dapat menimbulkan efek toksik dan membentuk stain pada gigi.

Namun, stain pada gigi dapat dihilangkan dengan profilaksis.5


2.2.4 Sanguinarine

Sanguinarine adalah ekstrak alkaloid herbal dari tanaman Sanguinaria

Canadensis atau bloodroot. Tersedia dalam bentuk pasta gigi dan obat kumur bila

ditambah dengan zinc chloride. Memiliki efek substantivitas yang rendah dan Ph

3,0 pada obat kumur dan 4,0 pada pasta gigi. Mekanisme kerja sanguiarine

dengan cara merusak permukaan sel bakteri dan mengurangi kemampuan agregate

bakteri. Pada sebuah studi, penggunaan sanguiarine dalam bentuk pasta gigi dan

obat kumur selama 6 bulan mengurangu plak sebanyak 17%-42% dan

berkurangnya gingivitis sebanyak 18%-57%.5

2.2.5 Sodium Hypochlorite

Sodium hypochlorite biasanya digunakan sebagai bahan irigasi pada

perawatan endodonti,merupakan salah satu antimikroba yang paling awal

digunakan pada perawatan periodontal sebagai bahan irigasi subgingiva. Sodium

hypochlorite efektif melawan bakteri, virus dan jamur serta mudah untuk akses

saat diaplikasikan dan biaya murah. Kekurangannya adalah berbau, beberapa efek

korosif pada logam dan pemutih jika tumpah pada permukaan. Sodium

hypochlorite jarang digunakan dalam periodontik saat ini.5

2.2.6 Stannous Fluoride

Stannous flouride telah digunakan sebagai agen anti karies, beberapa studi

menunjukkan stannous fluoride juga berperan dalam menekan jumlah plak dan

gingivitis. Stannous flouride diedarkan dalam bentuk gel dan efektif pada

konsentrasi 0,3%-0,4%. Memiliki substantivitas yang moderat dalam jangka yang

terbatas.5

2.2.7 Triclosan
Triclosan telah digunakan sebagai agen antimikroba topikal dalam

berbagai jenis produk, termasuk sabun, antiperspiran dan pasta gigi,

merupakanbisphenol dengan aktivitas antimikroba spektrum luas. Pada simple

solution, biasanya konsentrasi tinggi 0,2% dan dosis 20 mg 2x

sehari.Triclosanbila dikombinasikan denganzinc citratedapat memberikan efek

antiplak dan efek antikalkulus. Gabungan triclosan dan copolymer pada pasta gigi

menunjukkan pengurangan gingivitis sebanyak 20% dan pengurangan plak

sebanyak 25%.5

2.2.8 Baking Soda, Garam dan Hydrogen Peroxide

Baking soda, garam dan hydrogen peroxidetelah diakui bermanfaat

sebagai bagian dari terapi periodontal pada keye’s technique. Skeling dan root

planning dikombinasi dengan sistem perawatan dirumah menggunakan pasta

baking soda, hydrogen peroxide sebagai pasta gigi dan irigasi larutan garam

jenuh. Hydrogen peroxide bersifat bakterisid dengan cara melepaskan O2

menyebabkan oksidasi pada sel.5

2.3 TERAPI HOST MODULASI (HMT)

Prinsip dari terapi host modulasi tidak mematikan mekanisme pertahanan

normal atau inflamasi, sebaliknya memperbaiki proses inflamasi yang berlebihan

untuk meningkatkan peluang penyembuhan luka dan stabilitas periodontal.1

Host didefinisikan sebagai organisme yang mana parasit dapat

memperoleh makanan. Modulasi didefinisikan sebagai perubahan fungsi atau

status dari sesuatu dalam merespon suatu stimulus atau perubahan kimia atau

lingkungan fisik.7
Terapi host modulasi merupakan sarana merawat host dari interaksi antara

host dan bakteri. Respon host bertanggung jawab untuk sebagian besar kerusakan

jaringan yang terjadi sehingga menyebabkan adanya tanda-tanda klinis

periodontitis (yaitu, kehilangan perlekatan jaringan ikat dan tulang). Terapi host

modulasi adalah konsep perawatan periodontal yang bertujuan mengurangi

kerusakan jaringan dan memulihkan jaringan periodontal dengan cara mengurangi

aspek destruktif yang diakibatkan oleh respon host, dan meningkatkan regenerasi

jaringan periodontal.1

Terapi host modulasi dapat digunakan untuk mengurangi tingkat

berlebihan dari enzim, sitokin dan prostanoid. Terapi host modulasi juga dapat

memodulasi osteoklas dan fungsi osteoblas tetapi seharusnya tidak berdampak

pada jaringan normal. Terapi host modulasi adalah kunci untuk menghadapi

berbagai faktor risiko yang memiliki efek buruk pada respon host

(merokok,diabetes) atau tidak dapat diubah (faktor genetik). Selain itu, agen host

modulasi dapat digunakan untuk meningkatkan kadar proteksi seseorang atau

mediator antiinflamasi. Penggunaan terapi host modulasi secara sistemik untuk

pengobatan kondisi periodontal pasien juga dapat memberikan manfaat untuk

gangguan inflamasi lainnya seperti arthritis, penyakit kardiovaskular, kondisi

kulit, diabetes, rheumatoid arthritis dan osteoporosis.1

Terapi host modulasi adalah obat-obatan yang diberikan sebagai bagian

dari terapi periodontal dan digunakan sebagai tambahan perawatan periodontal

konvensional seperti skeling, root planning, dan pembedahan. Beberapa obat-

obatan yang digunakan sebagai agen host modulasi seperti nonsteroidal

antiinflamatory drugs (NSAID), bisphosphonate, tetrasiklin (doksisiklin) serta


agen baru yang menargetkan sitokin spesifik untuk manajemen kondisi medis,

sehingga mungkin saja periodontal mengalami manfaat dari obat sistemik ini

untuk manajemen dari kondisi inflamasi kronis lainnya.1

Kerusakan jaringan periodonsium merupakan hasil interaksi host antara

biofilm plak dan respon host, sehingga diarahkan untuk merubah reaksi individual

terhadap invasi bakteri. Oleh karena itu, berbagai terapi host modulasi

dikembangkan untuk menghambat penyebab kerusakan jaringan periodontal.

Aspek-aspek spesifik patogenesis penyakit untuk modulasi, yaitu: regulasi respon

imun dan inflamasi, regulasi dari produksi berlebih dari matriks

metalloproteinase, regulasi dari metabolisme asam arakidonat dan regulasi dari

metabolisme tulang.7

Gambar 12. Patogenesis penyakit periodontal dengan pendekatan terapi host

modulasi.7

2.3.1 Regulasi Respon imun dan inflamasi

Grup kecil mikroorganisme periodontal dengan biofilm plak biasanya

dikaitkan dengan inisiasi dan progresi penyakit. Beberapa organisme yang


berpengaruh kuat terhadap hal ini adalah Porphyromonas Gingivalis,

Actinobacillus Actinomycetemcomitans, dan Bacteroides Forsythus. Awal mula

terjadi penyakit dengan adanya interaksi mikroba yang terdiri dari antigen,

lipopolisakarida (LPS) dan faktor virulensi lain, menstimulasi respon host yang

menyebabkan penyakit, baik yang terbatas pada gingiva (gingivitis) atau

berkembang menjadi periodontitis.7

Aktivitas host memiliki aspek proteksi dan dekstruksi. Aspek proteksi dari

respon host termasuk rekrutmen neutrofil, produksi antibodi proteksi dan

kemungkinan pelepasan berbagai sitokin antiinflamatori termasuk TGF-β

(mengubah faktor pertumbuhan β) dan interleukin (IL-4, IL-10 dan IL-12). Di sisi

lain, respon host dapat mengganggu mekanisme homeostatik karena adanya

bakteri yang persisten dan menyebabkan pelepasan mediator termasuk sitokin

proinflamatori (IL-1, IL-6 TNF-α), Matriks Metalloproteinase (protease) dan

prostaglandin E2 (PGE2), yang dapat menyebabkan kerusakan matriks

ekstraselular pada gingiva untuk menstimulasi resorpsi tulang. Meski demikian,

terdapat kumpulan lain dari sitokin, yang dapat menekan kerja sitokin

proinflamatori, yaitu IL-4, IL-10, IL-11 dan TGF-β. Saat dimasukkan untuk

tujuan terapi, terdapat masalah karena terapi modulasi sitokin seperti mengetahui

metode ideal untuk menjaga atau menahan sitokin dalam periode waktu lama dan

juga memahami inplikasi sistemik dengan tingkat sitokin yang merubah

homeostasis jaringan.7

2.3.2 Regulasi Berlebih Matriks Metalloproteinase (MMP)

Matriks Metaloproteinase adalah famili dari zink dan kalsium

endopeptidase yang disekresi atau dilepaskan oleh berbagai sel host (neutrofil dan
makrofag) dan sel residen (fibroblast, epitelial, osteoblas dan osteoklas) yang

ditemukan dalam periodonsium. Fungsi utama matriks metalloproteinase adalah

untuk menurunkan tingkat konstituen matriks ekstraselular seperti laminin,

kolagen, fibronektin, dan lainnya.7

Hipotesis mengenai patogenesis penyakit periodontal adalah bahwa sel

host yang di stimulasi secara langsung atau tidak langsung oleh komponen

biolfilm plak sekresiMMP, dimana berkaitan dengan remodelling jaringan ikat

yang berubah dan resorpsi tulang alveolar. Meski demikian, beberapa patogen

periodontal (Porphyromonas Gingivalis, dan Actinobacillus

Actinomycetemcomitans) memproduksi MMP termasuk kolagenase.

Bagaimanapun, diyakini bahwa MMP endogenus bukannlah merupakan

proteinase bakteri yang terutama bertanggung jawab terhadap kerusakan. Hal ini

lebih lanjut menekan peran dari pendekatan host modulasi pada terapi

periodontal.7

Beberapa inhibitor matriks metalloproteinase yang secara besar diteliti

adalah famili dari antibiotik tetrasiklin yang dapat menahan MMP pada host

dengan mekanisme tidak bergantung dengan sifat antimikrobialnya.

Perkembangan dari terapi host modulasi, menggunakan tetrasiklin terutama

melibatkan penggunaan dari doksisiklin yang dosis dikurangi (periostat 20 mg)

dosis ini dilaporkan tidak mengeluarkan efek antimikrobial tetapi secara efektif

menurunkan tingkat MMP. Dosis berkurang ini telah dianggap sebagai doksisiklin

dosis subantimikrobial (SDD).7

Dosis doksisiklin dalam bentuk kapsul 20 mg digunakan dua kali sehari

selama 6 sampai 9 bulan telah digunakan untuk terapi tambahan pada perawatan
periodontitis. Mekanismenya dengan cara menekan aktivitas kolagenase yang

diproduksi oleh polymorfonuclear leucocytes (PMNs), doksisiklin tidak

menghasilkan efek antibakteri dan tidak merusak mikroflora normal pada dosis

ini. Pada penelitian Caton et al, menunjukkan berkurangnya kedalaman probing

dan meningkatkan perlekatan klinis dengan tambahan doksisiklin bila

dikombinasikan dengan root planning.1,6

2.3.3 Regulasi dari Metabolisme Asam Arakidonat

Jalur kerusakan lain pada patogenesis penyakit periodontal adalah sintesis

dan pelepasan prostaglandin dan metabolik asam arakidonat lain pada jaringan

periodontal. Asam arakidonat dapat dimetabolisme melalui siklooksigenase dan

lipoksigenase. Produk akhir dari siklooksigenase termasuk prostaglandin,

prostasiklin dan tromboksan, serta hasil akhir dari lipoksigenase yaitu leukotrin

dan asam hidroksieikosatetranoik lain.7

Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) menghambat

pembentukan prostaglandin, termasuk prostaglandin E2, yang diproduksi oleh

berbagai sel residen dan tipe sel infiltrasi dalam periodonsium (termasuk neutrofil,

makrofag, fibroblas dan sel epitelial) dalam merespon lipopolisakarida (LPS).1

NSAIDs merupakan obat-obatan yang biasanya digunakan dalam bidang

kedokteran gigi sebagai penghilang rasa sakit, tetapi obat-obatan ini juga

mencegah proses antiinflamasi berhubungan dengan siklooksigenase seperti

prostaglandin, tromboksan dan produksi prostasiklin dengan cara mengganggu

metabolisme asam arakidonat.6

NSAIDs biasanya digunakan setelah prosedur bedah periodontal untuk

mengurangi rasa sakit dan inflamasi pasca bedah. Sebagai contoh ibuprofen
menunjukkan keberhasilan menghambat produksi prostaglandin E2 pada jaringan

periodontal setelah operasi, berkontribusi pada proses penyembuhan. Tetapi,

penggunaan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) jangka panjang dapat

menyebabkan komplikasi gastrointestinal, pada beberapa kasus dapat

menyebabkan ulserasi mukosa lambung. Flurbiprofen merupakan salah satu

NSAIDs yang menghambat migrasi PMN, mengurangi permeabilitas vaskular,

dan menghambat agregasi platelet. Pada salah satu studi, William et al,

menunjukkan bahwa flurbiprofen dapat menghambat kehilangan tulang alveolar.

Pada beberapa studi menyebutkan bahwa penggunaan doxycycline dan

flurbiprofen secara bersama-sama dapat meningkatkan efek antikolagenase

doxycycline.1,6

2.3.4 Regulasi dari Metabolisme Tulang

Kerusakan tulang alveolar adalah tanda khas dari penyakit periodontal.

Penggunaan obat bone-sparing yang menghambat resorpsi tulang alveolar

merupakan bidang lain dalam host modulasi.11 Bisfosfonat adalah obat kelas baru

digunakan untuk merawat osteoporosis, dimana dapat juga memiliki efek

bermanfaat pada periodonsium. Bisfosfonatmelalui mekanisme kelasi dari kation

kemungkinan dapat menahan aktifitas matriks metaloproteinase (MMP) sehingga

menahan aktivitas osteoklastik.7

Beberapa bisfosfonat memiliki efek yang tidak diinginkan menghambat

kalsifikasi tulang dan mendorong perubahan jumlah sel darah putih. Juga ada

laporan baru-baru ini nekrosis avaskular dari rahang setelah terapi bisfosfonat,

dengan risiko yang dihasilkan dari nekrosis tulang setelah ekstraksi gigi. Laporan

terbaru bisfosfonat terkait osteonekrosis rahang, terutama terkait dengan


pemberian intravena bisfosfonatdaripada pemberian oral, telah menghambat

perkembangan bisfosfonat sebagai terapi host modulasi untuk mengendalikan

periodontitis. Seperti NSAIDs, saat ini tidak ada obat bisfosfonat yang disetujui

dan diindikasikan untuk pengobatan penyakit periodontal.1

2.4 RADIKAL BEBAS DAN PENYAKIT PERIODONTAL

Radikal bebas adalah famili dari spesies yang sangat reaktif dan beragam,

mampu mengekstrak elektron dan mengoksidasi berbagai biomolekul penting

untuk fungsi sel dan jaringan, yang tidak hanya mencakup oksigen tetapi jga

nitrogen dan klorin.14 Produk radikal bebas umumnya reactive oxygen species

(ROS). Radikal bebas diproduksi terus menerus oleh tubuh normal dari oksigen.

Oksigen adalah unsur yang sangat diperlukan bagi kehidupan termasuk sel. Ketika

sel-sel menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi, radikal bebas

diproduksi dari mitokondria.8

Dalam sel normal ada keseimbangan antara pembentukan dan

penghilangan radikal bebas. Namun jika keseimbangan ini dapat bergeser ke arah

pembentukan berlebih dari radikal bebas atau kadar antioksidan berkurang,

keadaan ini disebut stres oksidatif dan dapat menyebabkan kerusakan sel yang

serius jika stres yang besar dan berkepanjangan. Stres oksidatif memainkan peran

utama dalam pengembangan penyakit kronis dan degeneratif seperti kanker,

arthritis, penuaan, gangguan autoimun, kardiovaskular dan penyakit

neurodegeneratif.8

Radikal bebas merupakan molekul yang terbentuk secara bebas dan

mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Keadaan tersebut

menyebabkan radikal bebas memiliki reaktivitas kimia yang sangat tinggi


kerusakan, bahkan radikal bebas juga membawa kebaikan kepada tubuh manusia.

Antara lainnya adalah radikal bebas merupakan senyawa penting dalam proses

pematangan sel dalam tubuh. Selain itu, leukosit mengeluarkan radikal bebas

untuk memusnahkan mikroorganisme patogen sebagai salah satu mekanisme

pertahanan tubuh melawan infeksi.8

Radikal bebas sangat reaktif dan mampu merusak hampir semua jenis

biomolekul (protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat). Radikal bebas memiliki

daya tarik khusus terhadap lipid, protein dan asam nukleat (DNA). Radikal bebas

dapat merusak membran sel dan lipoprotein, proses ini yang disebut peroksidasi

lipid. Protein juga dapat rusak oleh radikal bebas, yang mengarah ke perubahan

struktural dan hilangnya aktivitas enzim. Radikal bebas dapat menyebabkan

kerusakan DNA yang dapat menyebabkan mutasi sel. Tubuh memiliki beberapa

mekanisme untuk melawan serangan ini dengan menggunakan enzim perbaikan

DNA dan antioksidan.8

Radikal bebas di dalam tubuh sangat bebas dan berusaha untuk mencapai

kestabilan dengan menyerang molekul yang terdekat untuk merusak bentuk

molekul tersebut. Hal ini menyebabkan rentannya seorang terkena berbagai

penyakit salah satunya adalah penyakit di dalam bagian mulut khususnya yang

paling sering terjadi adalah penyakit periodontal.8

2.5 ANTIOKSIDAN DAN PENYAKIT PERIODONTAL

Penyakit periodontal adalah proses penyakit inflamasi yang dihasilkan dari

interaksi antara serangan bakteri dan respon host. Radikal bebas bertanggung

jawab untuk respon inflamasi. Patogen periodontal dapat menyebabkan radikal

bebas berlebih sehingga menyebabkan kerusakan kolagen dan jaringan


periodontal. Ketika radikal bebas dimusnahkan oleh antioksidan, kerusakan

kolagen dapat diminimalkan. Radikal bebas yang dilepaskan sebagai hasil dari

pembersihan dan pembunuhan bakteri. Jaringan periodontal tergantung pada

antioksidan alami untuk mengatasi stres oksidatif dan mempertahankan

homeostasis. Peningkatan radikal bebas memerlukan kebutuhan tinggi zinc,

tembaga, selenium, nutrisi yang terlibat dalam pertahanan antioksidan. Sistemik

glutathione (GSH) menurun dengan inflamasi. Fungsi GSH termasuk pertahanan

antioksidan dan regulasi imun. Mikronutrien seperti vitamin A, vitamin C,

vitamin E, beta karoten dapat habis selama inflamasi. Dalam sebuah studi Sagan

et al menyarankan bahwa vitamin C memasuki mitokondria dan melindungi

terhadap cedera oksidatif. Vitamin C mendukung fungsi kekebalan tubuh dan

terlibat dalam pemeliharaan integritas struktural dan fungsional dari jaringan

epitel dan parameter fisiologis atau metabolisme yang relevan dengan kesehatan

periodontal.9

Antioksidan adalah zat yang dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang

disebabkan oleh radikal bebas. Antioksidan berinteraksi dan menstabilkan radikal

bebas serta dapat mencegah beberapa kerusakan dari penyebab radikal bebas

lainnya. Sumber antioksidan bisa eksogen dan endogen. Antioksidan endogen

dapat diklasifikasikan sebagai antioksidan enzimatik dan non-enzimatik.

Antioksidan enzimatik terdiri dari glutatione peroksida (GPx), dismutase

superoksida (SOD), katalase (CAT), dan reduce glutathione(GRx) yang berfungsi

melindungi sel dari tekanan oksidatif. Sedangkan antioksidan non-enzimatik

terdiri dari glutathione merupakan antioksidan yang sangat penting dan banyak

terdapat di sitoplasma, Bilirubin yaitu antioksidan yang terdapat di dalam darah,


Melatonin yaitu sejenis hormon yang merupakan antioksidan kuat dan Co-enzim

Q yang berperan sebagai antioksidan yang larut di dalam menbran

lemak.Antioksidaneksogen adalah senyawa yang tidak dapat diproduksi dalam

tubuh dan harus diberikan melalui makanan seperti vitamin E, vitamin C,

karatenoid, dan elemen (Se, Cu, Zn, Mn).8

2.5.1 Vitamin C (Asam Askorbat)

Vitamin C (asam askorbat) adalah antioksidan yang kuat melindungi dari

radikal bebas terhadap oksidan pada asap rokok.Vitamin C juga menghasilkan

tokoferol dari radikal tokoferol yang membentuk permukaan membran. Meskipun

hubungan yang jelas antara plasma sebagai asam askorbat dan periodontitis tidak

dilakukan studi epidermalogical pada asupan vitamin C yang menunjukkan

hubungan positif antara rendahnya asupan vitamin C dan periodontitis menurut

Legott, et al (1991) dan Nishada et. Al (2000). Asam askorbat satu-satunya

antioksidan dalam plasma yang juga dapat melindungi terhadap kerusakan

peroksidatif yang disebabkan oleh pelepasan oksidan dari neutrofil aktif.7

2.5.2 Vitamin E (Alfa Tokoferol)

Alfa tokoferol umumnya dianggap sebagai lipid yang paling penting dan

antioksidan efektif larut dalam lemak. Hal ini penting dalam menjaga integritas

membran sel terhadap peroksidasi lipid.14 Vitamin E dikatakan membatasi reaksi

rantai radikal bebas dan menstabilkan struktur membran, tetapi molekul memiliki

mobilitas terbatas yang mengurangi keefektifan. Studi tentang jaringan gingiva

memberikan efek memperingan dari vitamin E pada inflamasi dan kerusakan


kolagen. Level gingiva juga lebih rendah pada vitamin E antara penderita dengan

penyakit periodontal bila dibandingkan dengan kontrol yang sehat menurut Cohen

et al (1993); Offenbacher et al (1990); Asman et al (1999).8

2.5.3 Karotenoid

Karotenoid memberikan proteksi oleh pembentukan singlet oxygen dan

radikal peroksil. Karotenoid hanya berasal dari makanan (sayuran hijau, tomat,

buah-buahan) berfungsi sebagai pengurangan perangkap/trapping antioksidan.

Peran karotenoid dalam penyakit periodontal telah terbatas pada sindrom

papillon-Lefevere menurut Lundgren et al. Penelitian genetik terbaru telah

menunjukkan bahwa defek pada enzim fungsional PMN bertanggung jawab untuk

sindrom. Yang rusak enzim cathepsin C adalah sentral untuk generasi dari spesies

oksigen reaktif menurut Hartel et al (1999); Toomes et al (1999). Level tinggi

stres oksidatif telah dibuktikan dalam sindrom papillion-Lefevere menunjukkan

peran potensial dari antioksidan (Baltino et al).8,9

2.5.4 Reduce Glutathione

Reduce glutathione berfungsi sebagai antioksidan dan modulator dari

fungsi kekebalan tubuh. Meningkatnya glutathionetelah ditunjukkan untuk

memblokir spesies oksigen reaktif yang dimediasi hubungan dari nuklear faktor

K ᾶ dan untuk memblokir produksi sitokin pro-inflamatori menurut Schreck et al

(1991). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa kerusakan jaringan

mempengaruhi mikroorganisme melalui produksi sitokine dengan menurunkan

glutathione atau dari mencegah pembentukan glutathione dari cystine menurut

Perrson et al (1990).8

2.5.5 Asam Lemak Omega-3


Asam lemak Omega-3 adalah suplemen diet minyak ikan telah

menunjukkan untuk melindungi tikus terhadap resiko infeksi dengan berbagai

bakteri patogen ekstraseluler, mengatur serum trigliserida dan kadar kolesterol,

menghambat sintesis mediator lipid dari inflamasi (PGE2, asam arakidonat,

siklooksigenase 5-lipoksigenase), mengubah fungsi sel dari leukosit

polimorfonuklear, memodulasi proliferasi limfosit dan produksi sitokin serta

meningkatkan kapasitas antioksidan host endogenus, contohnya SOD dan

katalase.

Efek ini telah diusulkan untuk menjelaskan sifat anti-inflamatori yang kuat

dari asam lemak omega-3 pada manusia, primata dan model penyakit hewan

pengerat. Sementara banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir telah

berfokus pada efek menguntungkan dari minyak ikan, terutama komponen asam

lemak omega-3, pada berbagai penyakit inflamasi kronis (penyakit

kardiovaskuler, rheumatoid arthritis), dan beberapa studi telah meneliti

dampaknya pada lesi imunoinflamatori kronis penyakit periodontal. Dalam studi

baru-baru ini, asam eicosapentaenoic (EPA) dan asam docosahexaenoic (DHA),

asam lemak polyunsaturated omega-3 (PUFA) hadir dalam minyak ikan, yang

terbukti menurunkan aktivasi osteoklas in vitro. Campan et al (1996) melaporkan

bahwa gingivitis pada eksperimental manusia muncul untuk dimodifikasi oleh

asam lemak omega-3, meskipun tidak tersedia kesimpulan yang pasti. Hal ini juga

telah dilaporkan bahwa level n-6 PUFA dalam serum lebih tinggi pada penderita

periodontitis, menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara asam lemak n-6 dan

n-3 berkontribusi pada kerentanan terhadap kehilangan tulang.


Aplikasi topikal dari asam lemak n-3 dan n-6 gagal menghambat

perkembangan dari gingivitis eksperimental, osteoklas dan pre-osteoklas diikuti

pulpa terekspos, secara signifikan mengurangi level jaringan gingiva dari

mediator inflamatori lipid di LPS-induced periodontitis eksperimental, dan

aktivitas osteoklastik berkurang serta resorpsi tulang alveolar. Meskipun

Rosentein menyarankan bahwa suplemen diet asam lemak pada adult

periodontitis berkorelasi dengan peningkatan inflamasi gingiva. Perawatan pada

tikus dengan minyak ikan secara signifikan mengurangi osteoklas dan pre-

osteoklas diikuti pulpa terekspos, secara signifikan mengurangi level jaringan

gingiva dari mediator inflamatori lipid di LPS-induced periodontitis

eksperimental. Hipotesis diuji dalam penelitian ini adalah bahwa suplemen diet

minyak ikan akan memodulasi respon host terhadap Porphyromonas Gingivalis

ditentukan oleh penurunan resorpsi tulang alveolar pada tikus.10


BAB III

KESIMPULAN

Agen kemoterapeutik adalah istilah umum untuk zat kimia yang

memberikan manfaat terapeutik secara klinis. Agen kemoterapeutik dapat berupa

antibiotik, antiseptik dan desinfektan. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh

suatu mikroba, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba lain.

Antibiotik pada perawatan periodontal dapat berupa antibiotik sistemik dan lokal.

Antibiotik sistemik yang biasanya digunakan pada perawatan periodontal adalah

tetracycline, metronidazole, penisilin, cephalosporin, clindamycin,

ciprofloxacin,macrolides dan terapi kombinasi.Pemberian antibiotik lokal sebagai

terapi tambahan pada perawatan skeling dan root planning serta sebagai alat bantu

untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pada membran barier.

Antiseptik adalah banyak digunakan untuk terapi pada rongga mulut.

Keefektifan antiseptik melawan penyakit periodontal dinilai berdasarkan beberapa

kriteria yaitu tidak toksis, tidak diabsorbsi oleh sistem pencernaan, resistensi

bakteri terhadap obat rendah, dan substantivitas.

Salah satu agen kemoterapeutik berkerja dengan cara terapi host modulasi

yang merupakan konsep perawatan periodontal yang bertujuan mengurangi

kerusakan jaringan dan memulihkan jaringan periodontal dengan cara mengurangi

aspek destruktif yang diakibatkan oleh respon host, dan meningkatkan regenerasi

jaringan periodontal. Terapi host modulasi yaitu dengan pemberian obat-obatan

sebagai tambahan perawatan periodontal konvensional seperti skeling, root

planning, dan pembedahan.


Prinsip terapi host modulasi adalah tidak mematikan mekanisme

pertahanan normal host, sebaliknya memperbaiki proses inflamasi yang

berlebihan untuk meningkatkan peluang penyembuhan luka dan stabilitas

periodontal. Obat terapi host modulasi yang satu-satunya yang diterima oleh FDA

US adalah doksisiklin dosis subantimikrobial (SDD) sebagai agen host modulasi

pada penyakit periodontal dan menjadi terapi tambahan efektif dalam berbagai

penyakit periodonsium.

Selain itu, dalam keadaan normal, tubuh menghasilkan radikal bebas

secara terus menerus sehingga tubuh memerlukan proteksi berupa antioksidan

yang bisa diproduksi dari tubuh maupun diluar tubuh. Kurangnya asupan

antioksidan dan kadar antioksidan rendah dapat menyebabkan penyakit.

Ketersediaan antioksidan dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung

vitamin A, vitamin C, vitamin E, beta karoten, elemen (Se, Cu, Zn, Mn), asam

lemak omega 3.
DAFTAR PUSTAKA

1. Newman M, Takei H, Klokkevold P. Newman and Carranza’s Clinical

Periodontology. 13th ed. Newman M, Takei H, Klokkevold P, editors.

Philadelphia: Elsevier; 2019. p :1191

2. Rateitschak EM, Wolf HF. Color Atlas of Dental Medicine:

Periodontology: Periodontology [Internet]. 2011. 544 p. Available from:

https://books.google.com/books?id=hx-5BNBiVeMC&pgis=1

3. Bathla S, Bathla M. Periodontics Revisited. 1st ed. Periodontics Revisited.

New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2011.

4. Krismariono A. Antibiotika sistemik dalam perawatan penyakit periodontal

( systemic antibiotics on periodontal treatment ). Periodontic.

2009;1(1):15–9.

5. Rose LF, Mealey BL, Genco RJ, Cohen DW. Periodontics: Medicine,

Surgery and Implants. St. Louis, Missouri: ELSEVIER MOSBY; 2004.

6. Lang NP, Lindhe J. Clinical Periodontology and Implant Dentistry, 6th

Edition. 6th ed. Vol. 26, Implant Dentistry. Wiley-Blackwell; 2017. 808–

809 p.

7. Shantipriya R. Essential of Clinical Periodontology and Periodontics. India:

Jaypee Brother Media Publisher; 2008. 494 p.

8. Shinde A, Ganu J, Naik P. Effect of Free Radicals & Antioxidants on

Oxidative Stress: A Review. J Dent Allied Sci. 2012;1(2):63.

9. Bhuvaneswari P. Antioxidants in oral healthcare. J Pharm Sci Res.

2014;6(4):206–9.
10. Golub LM, Lee HM. Periodontal therapeutics: Current host-modulation

agents and future directions. Periodontol 2000. 2020;82(1):186–204.

11. H. Adriana, S. R. Ety, Penggunaan Chlorhexidine Kumur dalam Perbaikan

Indeks Kebersihan Gigi Pegawai Poltekkes Kemenkes RI Medan, Jurnal

Kesehatan Gigi 6 Nomor 2 (2019) 99-103.

12. F. Nur, Z. N. Sarah, Profil peresepan antibiotik golongan penisilin di Apotek

Sakti Farma periode Januari 2020 - Maret 2020.

13. E. R. Irene, A. Harun, Rahmasari, Effectiveness of Clindamycin in

Treatment of Periodontitis, Indian Journal of Public Health Research &

Development.2019;10 (8).

14 Kaligis FR., Fatimawali., Lolo WA. Identification of bacteria on dental

plaques Patients in the Puskesmas Bahu and test for resistance to

chloramphenicol and linkosamide (clindamycin) antibiotics. Jurnal ilmiah

farmasi; 6(3):223-232.

15. A.D. Utari, D.Eka, Busman. Uji Sensitivitas Beberapa Antibiotika

Terhadap Isolat Kuretase Pasien Periodontitis Yang Datang Ke RSGM

BAITURRAHMAH Pada Tahun 2016. Jurnal B-Dent, Vol 4, No.1, Juni

2017 : 67 – 71

16. M. Haruna at all, Impact of Local Drug Delivery of Minocycline on the

Subgingival Microbiota during Supportive Periodontal Therapy: A

Randomized Controlled Pilot Study.2020. Dent. J. 2020, 8, 123

17. Philip M. Preshaw, Subantimicrobial dose doxycycline as adjunctive

treatment for periodontitis. Journal of clinical Periodontology. Vol 31, 2

August 2004
18. Thomas Z, Subantimicrobial Dose Doxycycline — Host Modulation in the Treatment of

Periodontitis. https://www.oralhealthgroup.com/features/subantimicrobial-dose-doxycycline-host-

modulation-in-the-treatment-of-periodontitis/
https://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/fda/fdaDrugXsl.cfm?setid=bff3f426-
44fc-4dbf-96df-df44011103e8&type=display
dosis doxycycline

Anda mungkin juga menyukai