MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah toksikologi
jurusan teknologi laboratorium medik
Disusun oleh
Jl. Raya Babelan KM 9,6, Kelurahan Kebalen, Kecamatan Babelan, Bekasi Utara 17610
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan keterbatasan dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya
yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
pembaca, serta dapat dijadikan pedoman bagi pembaca untuk lebih mendalami
materi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1
D. Manfaat....................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Pengertian Biotransformasi.......................................................................2
B. Enzim Biotransformasi..............................................................................3
C. Tahapan Reaksi Biotransformasi...............................................................6
D. Faktor yang Mempengaruhi Biotransformasi..........................................11
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................13
A. Kesimpulan............................................................................................13
B. Saran.......................................................................................................13
DAFTAR REFERENSI.......................................................................................14
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam tubuh, suatu senyawa xenobiotik akan mengalami
mekanismebiotransformasi. Dengan mekanisme tersebut diharapkan senyawa
xenobiotikyang masuk dapat diekskresikan dari tubuh. Hasil metabolisme ini ada
yangbersifat menjadi tidak toksik dan ada juga yang menjadi lebih aktif
(Siswandono,2000). Dalam biotransformasi toksikan, dibentuk sejumlah metabolit
elektrofilikyang sangat reaktif. Beberapa metabolit ini dapat bereaksi dengan
unsur-unsur seldan menyebabkan kematian sel atau pembentukan tumor (Lu,
1995).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini yaitu :
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Biotransformasi
B. Enzim Biotransformasi
a. Reaksi fase I (Reaksi penguraian), yaitu: pemutusan hidrolitik, oksidasi dan
reduksi. Umumnya reaksi fase I mengubah bahan yang masuk ke dalam sel
menjadi lebih bersifat hidrofilik (mudah larut dalam air) daripada bahan asalnya.
b. Reaksi fase II (Reaksi konjugasi), terdiri dari reaksi sintesis dan konjugasi. Oleh
reaksi konjugasi maka zat yang memiliki gugus polar (-OH, -NH2, -COOH),
dikonjugasi dengan pasangan reaksi yang berasal dari tubuh sendiri dan lazimnya
diubah menjadi bentuk yang larut dalam air, dan dapat diekskresikan dengan baik
oleh ginjal. Reaksi fase II ini merupakan proses biosintesis yang mengubah bahan
asing atau metabolit dari fase I membuat ikatan kovalen dengan molekul endogen
menjadi konjugat.
Reaksi penguraian (fase 1) biasanya disusul oleh reaksi konjugasi (fase 2).
A. REAKSI PENGURAIAN
1. Pemutusan hidrolitik
Bila suatu molekul dihidrolisis ia dipecah menjadi dua molekul karena
pengambilan satu molekul air. Contohnya adalah pemutusan ester oleh esterase
dengan pembentukan alkohol dan asam. Namun dalam keadaan tertentu stabilitas
ester yang toksik dapat merupakan kerugian, misalnya ester ftalat yang digunakan
sebagai peliat (plasticizer) pada pembuatan bahan plastik. Ester ini sangat lipofil
dan dapat berdifusi keluar dari wadah plastik, misalnya ke dalam bahan makanan
yang mengandung lemak yang disimpan didalamnya atau wadah plastik yang
digunakan pada transfusi darah. Bila peliat ini stabil terhadap berbagai esterase,
maka organisme tidak mampu untuk menguraikannya menjadi alkohol dan asam
dan tidak dapat menguraikannya.
Senyawa-senyawa demikian yang stabil terhadap hidrolisis enzimatik dan
sekaligus peliat yang lipofil, memperlihatkan kecenderungan tertimbun dalam
jaringan lemak organisme.
Mamalia memperlihatkan kadar esterase yang tinggi di dalam plasma dan
di hati. Jadi kapasitas hidrolisis esternya tinggi tetapi sebaliknya pada serangga.
Keadaan ini telah dimanfaatkan pada pengembangan jenis insektisida
organofosfat yang bekerja selektif. Zat ini mengandung suatu gugus ester
tambahan dalam molekul fosfat organik yang dihidrolisis oleh esterase menjadi
asam karboksilat dan alkohol. Mamalia mampu untuk mendetoksifikasi dengan
cepat zat tersebut dengan hidrolisis. Karena serangga lebih sedikit esterasenya,
maka mereka tidak mampu untuk mendetoksifikasi senyawa ini. Tetapi ada pula
usaha untuk pengembangan senyawa fosfat organik dengan toksisitas yang lebih
tinggi pada manusia, seperti pengembangan senyawa fosfat organik sebagai gas
saraf.
Kecuali ester, amida juga dapat dihidrolisis oleh pengaruh katalisis
amidase dengan pembentukan asam dan amina. Dalam hal ini stabilisasi mungkin
dilakukan dengan memasukkan gugus amino dari substituen alkil yang
bertetangga. Pada umumnya amida asam lebih stabil daripada ester karenanya
juga lebih lambat dihidrolisis. Selain itu plasma mengandung relatif lebih sedikit
amidase dibandingkan dengan esterase.
2. Oksidasi
Enzim yang berperanan pada oksidasi zat asing berada di dalam sel,
terutama di dalam retikulum endoplasma sel hati. Penyelidikan di bidang ini
sering dilakukan dengan mikrosoma, yang diperoleh dari retikulum endoplasma
setelah homogenisasi sel hati. Substrat yang paling cocok untuk reaksi oksidasi ini
adalah senyawa alkohol, aldehida, asam karboksilat, senyawa dengan rantai
samping alifatik yang tidak bercabang dan amina alifatik.
Senyawa asam fenilalkil karboksilat, fenilalkilamina dan sebagainya
dengan rantai samping yang panjang tidak bercabang, dioksidasi menjadi asam
benzoat, bila rantai sampingnya mengandung atom karbon berjumlah ganjil dan
menjadi asam fenilasetat, bila rantai sampingnya mengandung atom karbon
berjumlah genap. Proses demikian merupakan mekanisme detoksifikasi yang
penting.
Proses penguraian secara oksidasi yang serupa berperanan pada proses
self-purification sungai dan kanal. Sabun yang klasik, yaitu garam natrium dan
kalium dari asam-asam lemak yang panjang, tidak bercabang, merupakan substrat
yang baik untuk banyak mikroorganisme yang terdapat di dalam air. Mula-mula
deterjen sintetik dibuat dari parafin (hidrokarbon) yang bercabang banyak yang
dihasilkan sebagai produk samping pada pengilangan minyak bumi karena tidak
cocok untuk dipakai sebagai bahan bakar. Zat hidrokarbon yang bercabang ini
tahan terhadap proses oksidasi yang berperanan dalam self-purification air,
sehingga merupakan deterjen kuat yaitu deterjen yang tidak dapat diuraikan.
Mereka menyebabkan pencemaran air yang berat dan terus menerus yang nampak
dari pembentukan busa dalam sungai dan kanal. Salah satu tanda pertama dari
pencemaran air oleh deterjen adalah menghilangnya serangga yang bergerak di
atas air. Deterjen menurunkan tegangan permukaan, sehingga serangga tenggelam
ke dalam air dan mati terbenam. Solusinya adalah dengan menggunakan deterjen
dengan rantai samping yang tidak bercabang, jadi zat yang dapat diuraikan secara
biologi. Deterjen lunak yaitu deterjen yang dapat diuraikan sudah banyak
digunakan sekarang.
Oksidasi xenobiotika selanjutnya dapat menghasilkan pembentukan
peroksida tokson atau pembentukan H2O2. Peroksida ini kemudian menyerang
substrat biologi dan dengan cara ini menimbulkan lesi kimia, misalnya
methemoglobinemia.
3. Reduksi
Sebagai reaksi biotransformasi, reaksi reduksi relatif jarang terjadi.
Senyawa nitro dapat direduksi menjadi amina dan senyawa azo diuraikan melalui
reduksi menjadi amina yang sesuai. Senyawa keton dan aldehida yang tahan
oksidasi mungkin terjadi reduksi menjadi senyawa alkohol yang sesuai.
B. REAKSI KONJUGASI
Reaksi konjugasi yang penting adalah konjugasi dengan asam glukuronat,
asam amino (terutama glisina), asam sulfat, dan asam asetat. Kecuali pada
konjugasi dengan asam asetat atau reaksi metilasi, pada konjugasi selalu
dimasukkan gugus asam ke dalam molekul yang meningkatkan sifat hidrofil
secara nyata. Konjugat asam ini cepat diekskresikan oleh ginjal melalui proses
aktif. Reaksi konjugasi bersifat sebagai reaksi detoksifikasi, karena produk
konjugasi hampir selalu tidak aktif secara biologi. Namun dalam beberapa kasus
konjugat dapat dihidrolisis kembali menjadi senyawa asalnya. Hal ini sering
terjadi bila konjugat bersama empedu, mencapai usus.
1. Konjugasi dengan asam glukuronat
Senyawa alkohol sekunder dan tersier – yang dapat cepat dioksidasi –
dikonjugasi dengan asam glukuronat. Gugus OH-fenolik, gugus karboksil dan
gugus NH2 juga dapat dikonjugasi dengan asam glukuronat. Asam glukuronat
adalah suatu asam yang relatif kuat, yang mengandung gugus OH-alkohol
tambahan dan karena itu sangat hidrofil. Pada pembentukan glukuronida sifat ini
dipindahkan ke metabolit.
5. Metilasi
Metilasi jarang terdapat dalam lingkup reaksi biotransformasi. Contohnya
adalah pembentukan N-metilnikotinamida dari nikotinamida. Basa amonium
kuaterner yang dibentuk dengan cara ini adalah hidrofil dan dapat diekskresikan
secara aktif. Reaksi ini menghasilkan suatu bioinaktivasi dan menjadi suatu
detoksikfikasi meskipun produk yang dihasilkan lebih kurang hidrofil dari zat
asal.
6. Asetilasi
Xenobiotika dengan gugus amino yang tidak dapat diuraikan secara
oksidasi, sering diasetilasi. Contohnya adalah senyawa amina aromatik, yaitu
gugus amino langsung terikat pada cincin aromatik dan senyawa alkilamina yang
gugus aminonya terdapat pada atom karbon tersier. Asetilasi sulfonamida
menghasilkan penurunan kehidrofilan, sehingga menimbulkan komplikasi
kristaluria sebagai kerja samping sulfonamida. Asetilasi dapat mengurangi daya
kerja, karena gugus amino yang biasanya bermakna untuk aktivitas biologi
tertutup karena asetilasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR REFERENSI