Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karuniaNya, tim penyusun dapat menyelesaikan buku Panduan
Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi (PPAM) Edisi I Tahun 2021 RS
Mitra Medika Bondowoso. Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan
Terapi (PPAM) Edisi I Tahun 21 adalah acuan bagi seluruh petugas yang terkait
dengan pemberian antimikroba kepada pasien RS Mitra Medika Bondowoso.
Dengan adanya Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi (PPAM)
Edisi I Tahun 2021 RS Mitra Medika Bondowoso diharapkan terwujud pemberian
antimikroba yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotika.
Infeksi daerah operasi (IDO) merupakan komplikasi bedah yang insidensinya
mencapai 5%. IDO dapat menyebabkan bertambahnya lama rawat dan biaya yang
harus dikeluarkan oleh pasien. Penggunaan antibiotik profilaksis menurut aturan
tertentu diharapakan dapat menghindarkan pasien dari infeksi pasca pembedahan
serta meminimalkan kemungkinan munculnya mikroba resisten dengan jalan
menentukan penggunaan antibiotik tepat indikasi, dosis, tepat waktu serta jenis
yang masih dapat mengendalikan mikroba-mikroba pada daerah target. Selain
pemberian antibiotik profilaksis, tidak kalah pentingnya adalah peningkatan
kualitas sarana penunjang memadai pada pelayanan operasi sehingga pendekatan
aseptik (standard precaution) dapat terlaksana dengan baik dan optimal (ACOG
2009;Eyk et al.2010).
Kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi di dalam
penyusunan panduan ini, kami menyampaikan terima kasih atas saran dan kritik
yang sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa
mendatang.

Bondowoso, Agustus 2022


Penyusun
Tim PPRA

i
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR..............................................................................................
Kata Sambutan Direktur Rumah Sakit...............................................................
Keputusan Direktur Rumah Sakit.......................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................
A. LATAR BELAKANG.........................................................................
B. TUJUAN.........................................................................................
C. DEFINISI........................................................................................
D. DAFTAR SINGKATAN......................................................................
E. MASA BERLAKU.............................................................................
F. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN PANDUAN................................
BAB II. RUANG LINGKUP.............................................................................
A. PANDUAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS TERDIRI .............................
B. KEUNTUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS..............
C. INDIKASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS......................
D. PEMBAGIAN KELAS OPERASI (MAYHALL CLASSIFICATION)..........
E. PEMBAGIAN STATUS FISIK PENDERITA BERDASARKAN SKOR
ASA................................................................................................
F. KEMUNGKINAN KEJADIAN IDO.....................................................
G. KEMUNGKINAN IDO BERDASARKAN KELAS OPERASI DAN
INDEKS RISIKO..............................................................................
H. INDIKASI PENGGUNAAN ANTIMIKROBA........................................
1. ALUR REKOMENDASI PENGGUNAAN ANTIMIKROBA DI LUAR
PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIMIKROBA DAN FORMULARIUM
NASIONAL......................................................................................
BAB III. TATA LAKSANA...............................................................................
A. CARA PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS...............................
B. PEMILIHAN ANTIBIOTIK.................................................................
C. DOSIS, RUTE DAN WAKTU PEMBERIAN ANTIBIOTIK
PROFILAKSIS.................................................................................
ii
D. PEMBERIAN DOSIS TAMBAHAN PADA SAAT OPERASI..................
E. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)..................................
F. DOKTER SEBAGAI PENANGGUNG JAWAB PEMBERIAN
ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DI KAMAR OPERASI.............................
G. PENATALAKSANAAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK YANG
DIREKOMENDASIKAN....................................................................
BAB IV. PENATALAKSANAAN PELAPORAN...................................................
A. DAFTAR KASUS..............................................................................
B. PENATALAKSANAAN KASUS..........................................................
C. PELAPORAN...................................................................................
D. INVESTIGASI..................................................................................
E. INTERVENSI...................................................................................
F. MDRO MRSA DAN TIDAK DITEMUKAN PASIEN KONTAK (SINGLE
CASE).............................................................................................
G. MDRO MRSA ATAU NON MRSA DAN DITEMUKAN PASIEN
KONTAK.........................................................................................
H. KATEGORI KEAMANAN ANTIMIKROBA PADA KEHAMILAN............
1. Daftar Keamanan Obat Antimikroba Pada Kehamilan...............
2. Penyesuaian Dosis Pada Gangguan Ginjal................................
3. Waktu pemberian Antibiotik.....................................................
BAB V. PENUTUP.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting terutama di negara berkembang. Obat yang digunakan secara
luas untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba yang terdiri atas
antibiotika, antivirus, anti jamur, dan antiparasit. Diantara keempat obat
tersebut, antibiotika adalah yang terbanyak digunakan. Berbagai penelitian
menyimpulkan bahwa sekitar 40-62% antibiotika digunakan pada penyakit
yang tidak memerlukan antibiotika. Penggunaan antibiotika bukan tanpa
akibat, terutama bila tidak digunakan secara bijak.
Intensitas penggunaan antibiotika yang tinggi menimbulkan berbagai
masalah baik masalah kesehatan maupun masalah pengeluaran yang tinggi.
Masalah kesehatan yang dapat timbul akibat penggunaan antibiotika tidak
rasional adalah resistensi bakteri terhadap antibiotika, yang mempersulit
penanganan penyakit infeksi karena bakteri. Resistensi tidak hanya terjadi
terhadap satu antibiotika melainkan dapat terjadi terhadap berbagai jenis
antibiotika sekaligus, seperti bakteri MRSA (Methycillin Resistant
Staphylococcus Aureus), ESBL (Extended Strain Beta Lactamase), dsb.
Kesulitan penanganan akibat resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotika
selanjutnya berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas.
Disamping antibiotika yang secara spesifik adalah antibakterial,
penggunaan antijamur juga meningkat terutama pada pasien defisiensi imun
dan akibat pemberian antibiotika lama. Penggunaan antijamur yang
berlebihan dan tanpa indikasi selanjutnya juga akan berakibat terjadi
resistensi terhadap jamur terutama golongan candida. Antivirus dan
antiparasit lebih jarang digunakan tetapi tetap perlu dibuat pedoman
penggunaannya dengan baik.Penggunaan antibiotik yang relatif tinggi
menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi
kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak
pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif
terhadapekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
1
Muncul dan berkembangnya mikroba resisten dapat dikendalikan melalui
dua kegiatan utama, yaitu penerapan penggunaan antimikroba secara bijak,
dan penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten
melaluikewaspadaan standar.

B. TUJUAN
1. Sebagai panduan bagi klinisi dalam pemilihan dan penggunaan antimikroba
secara bijak.
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
3. Untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba

C. DEFINISI
1. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh agen biologi (virus,
bakteri, parasit, jamur), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar)
atau kimia (seperti keracunan)
2. Antimikroba adalah bahan-bahan/obat-obat yang digunakan untuk
memberantas/ membasmininfeksi mikroba khususnya yang merugikan
manusia
3. Antibiotika adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang dalam konsentrasi kecil mempunyai kemampuan
menghambat atau membunuh mikroorganisme lain
4. Antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
yang disebabkan oleh jamur
5. Antivirus adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh virus
6. Antiparasit adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
yang disebabkan oleh parasit
7. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan
daya kerja antimikroba

D. DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
APG : Antegrade Pyelography
2
ARV : Anti Retro Viral
ASA : American Society of Anesthesiologists
ATC : Anatomical Therapeutic Chemical
AUC : Area Under Curve
CD4 : Cluster of Differentiaton 4
CrCl : Creatinin Clearance
CAP : Community-Acquired Pneumonia
Clcr : Creatinine clearance
CMV : Cytomegalovirus
CVP : Central Venous Pressure
DDD : Defined Daily Doses
E. coli : Escherichia coli
ESBL : Extended Spectrum Beta- Lactamase
ESO : Efek Samping Obat
H5N1 : subtype virus influenza
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HSV : Herpes Simplex Virus
G6PD : Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase
IDO : Infeksi Daerah Operasi
IGD : Instalasi Gawat Darurat
ILO : Infeksi Luka Operasi
IM : Intramuskular
ISK : Infeksi Saluran Kemih
IU : International Unit
IV : Intravena
IVFD : Intravena Fluid Drip
KET : Kehamilan Ectopic Terganggu
KHM : Kadar Hambat Minimal
LCS : Liquor Cerebrospinalis/Likuor Serebrospinalis
mg/kg : miligram/kilogram Berat Badan
mgg : minggu
ml : milliliter
MOW : Metode Operasi Wanita (Tubektomi)
3
MDRO : Multidrug -Resistant Organisms
MESO : Monitoring Efek Samping Obat
MIC : Minimal Inhibitory Concentration
MRSA : Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus
ODHA : Orang Dengan HIV-AIDS
PAE : Post-Antibiotic Effect
PBP : Penicillin Binding Protein
PD : Pharmacodynamic
PK : Pharmacokinetic
PPA : Pedoman Penggunaan Antimikroba
PPP : Profilaksis Pasca Pajanan
PPRA : Program Pengendalian Resistensi Antibiotika
PO : per oral
Pre op : pre operasi
RAST : Radio Allergosorbent Test
RCT : Randomized Controlled Trial
RPA : Rekam Pemberian Antibiotika
SC : Sectio Caesar
SMF : Staf Medik Fungsional
SMX : Sulfamethoxazole
STD : Sexually Transmitted Disease
SPO : Standar Prosedur Operasional
TDM : Therapeutic Drug Monitoring
TB/TBC : Tuberculosis
TMP : Trimethoprim
TOA : Tubo Ovarian Abscess
UTI : Urinary Tract Infection
UDD : Unit Dose Dispensing
μg : microgram

4
E. MASA BERLAKU
Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi (PPAM) Edisi I
Tahun 2021 RS Mitra Medika Bondowoso berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal
ditetapkan.

F. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN PANDUAN


1. Kelebihan
Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi (PPAM) Edisi I
Tahun 2021 RS Mitra Medika Bondowoso merupakan daftar antimikroba
yang telah disepakati SMF dengan pertimbangan antimikroba secara ilmiah
dibutuhkan untuk pelayanan di RS Mitra Medika Bondowoso. Penerapan
penggunaan panduan ini akan selalu dipantau. Hasil pemantauan akan
digunakan untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan
untuk menunjang keberhasilan penerapan panduan ini, sekaligus dapat
mengidentifikasipermasalahan potensial dan strategis penanggulangan yang
efektif. Hal ini dapat tercapai melalui koordinasi, pemantauan dan evaluasi
penerapan panduan penggunaan antimikroba.
Apoteker akan mengingatkan dokter dan perawat jika mendapati suatu
penggunaan antimikroba yang hampir mencapai batas pemberian yang
aman. Penggunaan akan dilanjutkan setelah dinyatakan secara tertulis oleh
dokter yang bersangkutan. Peringatan akan ditandai dengan stiker yang
akan ditempatkan pada Lembar Catatan Perkembangan Pasien Terpadu
(CPPT) di rekam medis.

2. Keterbatasan
Panduan ini perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan secara berkala
sesuai dengan usulan materi dari SMF.

5
BAB II
RUANG LINGKUP

A. PANDUAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS TERDIRI


1. Cara identifikasi kasus yang atau tidak memerlukan antibiotik profilaksis.
2. Cara menentukan jenis antibiotik sesuai dengan kasusnya.
3. Cara pemberian antibiotik profilaksis.

B. KEUNTUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


1. Menurunkan angka kejadian mikroba resisten
2. Menekan angka kejadian IDO, morbiditas dan mortalitas
3. Menurunkan kejadian efek samping penggunaan antibiotik
4. Memperpendek lama perawatan
5. Menurunkan pengeluaran biaya bagi penderita

C. INDIKASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


Indikasi penggunaan antibiotik untuk tujuan profilaksis berdasarkan kelas
operasi

D. PEMBAGIAN KELAS OPERASI (MAYHALL CLASSIFICATION)


Antibiotik profilaksis diberikan untuk kasus operasi besih dan bersih
kontaminasi (golongan operasi kontaminasi dan kotor masuk dalam prosedure
antibiotik terapi) :
1. Operasi Bersih
Operasi dilakukan pada daerah dengan kondisi prabedah tanpa
peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, gastrointestinal,
bilier, orofaring urogenital.
2. Operasi Bersih – Kontaminasi
Operasi dilakukan pada daerah dengan kondisi prabedah tanpa
peradangan, membuka traktus respiratorius, gastrointestinal, bilier,
sampai orofaring, serta orofaring urogenital.

6
E. PEMBAGIAN STATUS FISIK PENDERITA BERDASARKAN SKOR ASA
Tabel 1. Skoring ASA
SKOR
ASA STATUS FISIK
1. Penderita normal dan sehat
2. Penderita dengan kelainan sistemik ringan
Penderita dengan kelainan sistemik berat, aktivitas
3.
terbatas
Penderita dengan kelainan berat yang sedang menjalani
4.
pengobatan untuk “life support”

F. KEMUNGKINAN KEJADIAN IDO


Dibawah ini adalah indeks risiko untuk ancaman terjadinya infeksi daerah
operasi (IDO). DM, pre-ekslampsia, lama operasi >3 jam, lupus, hipertensi,
kelainan hepar, ginjal, ASA >2, dll merupakan ko-morbiditas faktor risiko
terjadinya IDO.
Tabel 1 Indeks Risiko
INDEKS RISIKO DEFINISI

0 Tidak ditemukan faktor risiko


1 Ditemukan 1 faktor risiko

2 Ditemukan 2 atau lebih faktor risiko

G. KEMUNGKINAN IDO BERDASARKAN KELAS OPERASI DAN INDEKS RISIKO


Tabel 3. Kelas Operasi
Kelas Operasi Definisi
0 1 2
Bersih 1,0% 2,3% 5,4%
Bersih, kontaminasi 2,1% 4,0% 9,5%
kontaminasi 3,4% 6,8% 13,2%
Prosentase risiko terjadinya IDO berdasarkan kelas operasi dan indeks
risiko digunakan sebagai upaya perbaikan pelayanan. Diharapkan pasien

7
operasi terencana dipersiapkan sebaik baiknya sehingga risiko IDO dapat
ditekan serendah mungkin.
H. INDIKASI PENGGUNAAN ANTIMIKROBA
1. Alur Rekomendasi Penggunaan Antimikroba Diluar Pedoman Penggunaan
Antimikroba Dan Formularium Nasional

CATATAN:
1. Bila terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis, kondisi klinis pasien, hasil
kultur mikrobiologi, dengan pemilihan antibiotika (PPAM/Formularium
Nasional Formularium Pendamping RS), mohon menghubungi PIC SMF
masing–masing.
2. Pengambilan spesimen mikrobiologi harap dilakukan sebelum antibiotika
pertama masuk dan evaluasi tiap 3–5 hari (kondisi klinis, hasil lab. dasar,
kultur spesimen).

8
BAB III
TATA LAKSANA

A. CARA PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


Beberapa prinsip penggunaan antibiotik profilaksis adalah pemilihan yang
tepat, didapatkan konsentrasi antibiotik cukup dalam jaringan pada saat
mulai dan selama operasi berlangsung.

B. PEMILIHAN ANTIBIOTIK
1. Spektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi
2. Toksisitas rendah
3. Berpotensi menekan perkembangan bakteri (kolonisasi)
4. Retensi dalam tubuh sekitar 3 jam
5. Mudah didapat dan harga terjangkau
a. Pilihan antibiotik, antara lain :
1. Pertama Sefalosforin generasi I sefazolin (cephazolin) 1-2g. (I-A)
2. Pilihan lain : Metronidasol 500mg + gentamisin 1.5-3 mg/kgbb)
6. Seksio Cesare tidak direkomendasikan pemberian amoksisilin asam
klavulanat karena adanya beberapa laporan Necrotizing Entero Colitis pada
bayi baru lahir. (ACOG 2003)
7. Antibiotik profilaksis sebaiknya tidak digunakan untuk kepentingan terapi
(Eyk N et al 2008; ACOG 2009; Eyk N 2010)

C. DOSIS, RUTE DAN WAKTU PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS


Antibiotik profilaksis diberikan dosis tunggal sebelum operasi. Penetapan
sefazolin dengan dosis 1000 mg atau 2000 mg tergantung dengan berat badan
pasien. Pemberian antibiotik parenteral atau oral pasca operasi tidak
diperlukan. Konsentrasi puncak (tmax) harus segera dicapai dalam waktu
singkat sehingga pemberian intravena merupakan pilihan yang tepat.
Golongan sefalosforin, dilakukan dilusi dalam larutan normal salin minimal
9
100ml diberikan secara i.v. drip dalam waktu 15-30 menit. Pemberian
antibiotik profilaksis 15-60 menit sebelum insisi, secara praktis diberikan saat
induksi anestesi di kamar operasi. Pada seksio cesarea, pemberian setelah
klem tali pusat tidak dianjurkan karena berpotensi peningkatan risiko IDO
(Costantine et al. 2008; Cartmill 2009).

“There is strong evidence that antibiotic prophylaxis for cesarean


delivery that is given before skin incision, rather than after
cord clamping, decreases the incidence of postpartum
endometritis and total infectious morbidities, without affecting
neonatal outcomes”
(Costantine et al.2009)

D. PEMBERIAN DOSIS TAMBAHAN PADA SAAT OPERASI


Antibiotik durante operasi ditambahkan apabila terjadi pendarahan
>1500ml atau operasi telah berlangsung >3 jam. Karena pada kondisi tersebut
diperkirakan antibiotik dalam jaringan konsentrasi sudah turun.
Pemberian antibiotik pasca operasi untuk kepentingan profilaksis tidak
memberikan arti yang bermakna. Penelitian oleh Gatell dkk, pemberian
antibiotik tambahan pasca operasi pada fraktur tertutup, maupun pemberian
intra operatif tidak memberikan perbedaan yang bermakna dengan pemberian
preoperatif. Pada penelitian skala besar yang melibatkan penderita sejumlah
2652 orang yang dilakukan operasi “hip replacement”, membuktikan tidak ada
beda antara pemberian antibiotik sefuroksim atau sefazolin dosis tunggal dan
dosis triple. Justru kejadian infeksi nampak lebih sering pada pemberian
antibiotik dosis triple. (0,45%; 95% Cl 0,20 to 1,48). Pemberian antibiotik
ulangan pada saat operasi atau pasca operasi perlu pembuktian secara EBM
(Slobogean 2010, Eyk 2012) (I-A).

E. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


1. Memastikan pasien dan diagnosis
2. Menentukan kelas operasi
3. Menentukan indeks risiko
4. Menentukan indikasi penggunaan antibiotik profilaksis
10
5. Mempersiapkan perlengkapan kebutuhan operasi termasuk
pengadaanantibiotik untuk profilaksis (jenis dan dosis)
6. Memperhatikan hal-hal berikut pre-operasi untuk menekan terjadinya
IDO.
AKTIVITAS/ KEADAAN KETERANGAN
Kadar gula darah <200 mg/dl, IDO <1,6%
Oksigenasi (di kamar operasi) Menurunkan IDO 2 kali
Mencegah hipotermi (di kamar Menurunkan IDO 3 kali
operasi)
Cukur  IDO 4 kali lebih rendah dari
Cukur (shave) pada di kerok Cukur dilakukan di area
kamar operasi
Mandi + sabun termasuk “bath bed” Menghilangkan 80% bakteri permukaan
tubuh
Menekan rasa cemas, memperbaiki
Sleep inducer pada pasien terencana
perfusi jaringan
Antiseptik daerah operasi Larutan Iodine atau Khlorheksidin
Prosedur antisepsis petugas Cuci tangan/scrubing, pemakaian
masker, sarung tangan, gaun dan linen
secara standar

F. DOKTER SEBAGAI PENANGGUNGJAWAB PEMBERIAN ANTIBIOTIK


PROFILAKSIS DI KAMAR OPERASI
1. Pemberian antibiotik profilaksis HARUS dilakukan di kamar operasi
2. Tidak diperlukan skin test
3. Apabila ada anamnesis didapatkan riwayat alergi golongan betalaktam
sehingga terjadi spasme bronchus, gatal hebat, syok anafilaksis, maka
antibiotik pengganti golongan Metronidazole, dan atau Gentamycin
4. Dokter operator bertanggungjawab pada antibiotik profilaksis,
pemberiannya bisa dilaksanakan oleh perawat kamar operasi atau tim
anestesi
5. Antibiotik diberikan secara drip dalam 15-30 menit
6. Segera setelah antibiotik profilaksis diberikan, mencatat pada lembar
Rekam Medis jenis obat, rute, dosis, waktu, nama jelas dokter (boleh
singkatan resmi).
Contoh : tgl, 23/10/13. Jam 09.00. AB-profilaksis/sefazolin 1000mg/i.v-
drip. dr. ABC. SpOG)

11
12
G. PENATALAKSAAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK YANG DIREKOMENDASIKAN
1. SMF BEDAH

NO Keadaan Klinik/ Rekomendasi DOSIS Empiris/ Interval Lama KETERANGAN


Penyakit/ Tindakan Antimikroba Dewasa Anak Profilaksi Pemberian
s
1 Seluruh Operasi Cefotaxime IV: Empiris 12 jam 4 hari OP: Oral
Digestif dengan + 400mg + Cefixime, Metronidazol
Indikasi Peritonitis Metronidazole + 8 jam
dan Abses IVFD:
500 mg
2 Appendektomi Cefotaxime IV: 1 Profilaksi OP: Oral
gram s Cefixim,Metronidazol
3 Operasi Bersih : Tidak perlu
Hidrokel/ antibiotik
Parapimhosis/
Fimosis /koreksi
priapismus/
Hipospadia
4 Operasi Cefotaxime, IVFD : Empiris 12 jam 7 hari
Terkontaminasi : 400 mg
Abses dll Metronidazole IVFD : Empiris 8jam 7 hari
500 mg
5 Bersih Cefotaxime, IV : Profilaksi 24 jam 1 hari Dapat dilanjutkan
Terkontaminasi : 25-50 mg/ s 3x24jam
Appendectomi kg/hari
sederhana
6 Eksisi tumor Cefotaxime, IV : Profilaksi 24 jam 1hari
Ceftriaxone 25-50 mg/ s
kg/hari
7 Operasi Bersih : Cefazoline IV : 1 Profilaksis 8 jam 24 jam Dosis pertamam diberikan
Tiroidektomi, Alergi: gram 1 jam sebelum operasi
Mastektomi Gentamicin Dilanjutkan 1 hari paska
Soft Tissue Tumor, operasi. Untuk operasi
Skin Tumor pada penderita yang
sebelumnya menjalani
kemoterapi dan atau
operasi yang berlangsung
lama, antibiotik injeksi
dilanjutkan selama 3-5 hari
8 Seluruh operasi Cefotaxime, IV : 25-50 8 jam 1 hari Dapat dilanjutkan 3x24jam
bedah Ceftriaxone mg/ +
anak dengan indikasi kg/hari 24 jam
Peritonitis, Abses, + + +
IV : 2-2,5
atau Gentamicin 8 jam
mg/
dengan penyulit + kg/hari
Metronidazole +
IVFD :
7,5-15
mg/kg

9 Perforasi atau abses Piperasillin 3 .375 gr Empiris 6 jam


dinding kandung tazobactam (IV)
kemih atau 24 jam
Tigesiklin 200 mg
Atau (IV) dosis
Meropenem / tunggal,
Ampisillin dilanjutk
sulbaktam an 100 8 jam
/atau mg (IV)/ 6 jam
Sefoperazon
Atau 1 gr (IV)/ 12 jam
Doripenem 3 gr (IV)

2 gr (IV)/ 8 jam

1 gr (IV)/
10 Peritonitis Ringan- Moxifloxacin 400 mg (IV) Empiris 24 jam Moxifloxacin 400 mg
Sedang atau 2gr (IV) (PO)/24 jam
Cefoxitin 3.375 gr (IV) 6 jam atau
atau 1,5 gr (IV) Amoxicillin/
Piperacilin/ 2,5 gm (IV) 6 jam clavulanate875/125 mg
tazobactam (PO)/12 jam
Ampicilin/ 500 mg (IV) 6 jam atau kombinasi dengan
sulbactam Levofloxacin 500 mg(PO)/24
atau jam
Ceftazidime/ 8 jam tambah
avibactam Clindamycin 300 mg(PO)/8
tambah 8 jam jam
Metronidazole
11 Peritonitis Berat Ertapenem 1 gr(IV) Empiris 24 jam
atau
Ceftazidime/ 2.5 gr(IV) 8 jam
avibactam
tambah 1 gr(IV)
Metronidazole 24 jam
atau 200 mg
Tigecycline (IV) dosis 24 jam
tunggal,
dilanjutkan
atau 100 mg (IV)
Meropenem
Ampicillin/ 1 gr(IV)
sulbactam 3 gm (IV) 8 jam
atau 6 jam
Doripenem 1 gr (IV)
atau 8 jam
kombinasi
dengan 1 gr (IV)
Metronidazole 24 jam
tambah 1 gr(IV)
Ceftriaxone 24 jam
atau 500 mg (IV)
Levofloxacin 24 jam
12 Tumor dengan Ulkus Cefotaxime, IV : Empiris 8 jam 3-7 hari Dosis pertama diberikan 24
atau terinfeksi Cefazoline 15mg/ + jam sebelum operasi.
+ kg/hari 8 jam Dilanjutkan 3-7 hari
Metronidazole + paskaoperasi.Lama
IVFD : pemberian antibiotik
500 mg tergantung dari assesment
Gentamicin IVFD : IV : Profilaksi 24 jam 1 hari keadaan klinik selama
5mg/kg 2,5mg/k s perawatan paskaoperasi.
g Gentamicin diberikan bila
alergi cefazolin.
13 Laparoskopi dengan Gentamicin IVFD : IV : Empiris 24 jam 1 hari Operasi lebih dari 4 jam
melibatkan saluran 5mg/kg 2,5mg/k ditambahkan antimikroba
kencing/ cerna. g yg sama dengan dosis
Cefotaxime, IV : 1 Empiris 8 jam 1 hari tunggal Penyesuaian dosis
Cefazolin gram pada penderita gagal ginjal
2.SMF BEDAH ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

NO Keadaan Klinik/ Rekomendasi DOSIS Empiris/ Interval Lama KETERANGAN


Penyakit/ Antimikroba Dewasa Anak Profilaksis Pemberian
Tindakan
1. Operasi Bersih : Cefotaxime, IV : IV : Profilaksis 24 jam 1 hari
Patah tulang Cefazolin 2gram 15-20mg/
tertutup dengan kg
pemasangan
implant
Pemasangan Gentamicin/ IV : IV : Bila alergi
Protesa Hypobac 5mg/kg 2,5mg/kg sefalosporin
Artoscopy
Spine
Pemasangan implan
paska debridemen
(Patah tulang
terbuka)
2. Operasi Bersih : Cefotaxime, IV : IV : Profilaksis 24 jam 1 hari
Skin Cefazolin 2gram 15-20mg/
grafting, flap, kg
rekonstruksi tendon
dan neurovaskuler
Gentamicin/ IV : IV : Bila alergi
Hypobac 5mg/kg 2,5mg/kg sefalosporin
3. Patah tulang Cefotaxime IV : IV : Profilaksis 24 jam 1 hari Dapat dilanjutkan
terbuka 2gram 15- 3x24jam
grade I, II kurang 20mg/kg
dari 6
jam
Gentamicin/ IV : IV : Profilaksis Bila alergi
Hypobac 5mg/kg 2,5mg/kg sefalosporin

4. Patah tulang Cefotaxime IV : 2 IV : Empiris 24 jam 3 - 7 hari Kultur diambil


terbuka + gram 15- (Sampai sebelum diberikan
grade III kurang gentamicin 20mg/kg didapatkan antibiotika empiris.
dari 6 IV : hasilkultur)
jam IV : 2,5mg/kg
5mg/kg
5. Patah tulang Ampisilin IV : IV : 15- Empiris 8 jam 3 - 7 hari Kultur diambil
terbuka sulbactam 1gram 20mg/kg (Sampai sebelum diberikan
grade I, II, III lebih + didapatkan antibiotika empiris.
dari Gentamicin/ hasil kultur)
6 jam Hypobac IV :
2,5mg/kg 24 jam
IV :
5mg/kg
6. Operasi bersih Cefotaxime IV : 2 IV : Profilaksis 24 jam 1 hari
Skin grafting dan + gram 15-
flap kulit Gentamicin/ 20mg/kg
Hypobac IV :
IV : 2,5mg/kg
5mg/kg
7. Operasi bersih Cefotaxime IV : 2 IV : Profilaksis 24 jam 1 hari
Skin grafting dan gram 15-
flap , 20mg/kg
implant pada +
prosedur Gentamicin/
rekontruksi jari dan Hypobac IV :
IV : 2,5mg/kg
tangan 5mg/kg
8. Sepsis dengan Ampisilin IV : IV : 15- Empiris 8 jam 3 - 7 hari
patah sulbactam 1gram 20mg (Sampai
tulang terbuka + /kg didapatkan
Gentamicin/ hasil kultur)
Hypobac 24 jam
IV :
IV : 2,5mg
5mg/kg /kg
9. Osteomyelitis dan Ampisilin IV : IV : 15- Empiris 8 jam 3 - 7 hari Terapi dilanjutkan
septic artritis sulbactam 1gram 20mg (Sampai sesuai kultur
+ /kg didapatkan
Gentamicin/ hasil kultur)
Hypobac 24 jam
IV :
IV : 2,5mg
5mg/kg /kg
10. Infeksi Pasca Ciprofloxacin IVFD :4 Empiris 12 jam 7 hari Untuk
Implan 00 mg osteomyelitis TB
IVFD:
750 mg
Levofloxacin

11. Operasi Cefotaxime IV : IV : Profilaksis 24 jam 1 hari Dapat dilanjutkan


terkontaminasi : 2gram 15- 3x24jam
Debridement fraktur 20mg
terbuka jari , /kg
degloving Gentamicin IV : IV : Profilaksis 24 jam Bila alergi
dengan pengotoran 5mg/kg 2,5mg/kg sefalosporin
luas
3.SMF MATA

NO Keadaan Rekomendasi DOSIS Empiris/ Interval Lama KETERANGAN


Klinik/ Antimikroba Dewasa Anak Profilaksis Pemberian
Penyakit/
Tindakan
1 Bleparitis : Topical : Empiris 6 jam 7-14 hari
Anterior Oxyitetra
cycline1% salep
mata
Sistemik: PO : 250- Empiris 24 jam 5 hari
Azithromycin 500 mg
2 Konjungtivitis Sistemik: IM : IM : max. Empiris IM : IM : Single IM :bila tidak ada
: 1 gram 125mg 24 jam dose atau keterlibatan
Gonococcal atau atau atau IV : 3 hari kornea.
Ceftriaxone IV : 1 gram IV : 25-50 IV : 12 IV :
mg/kg jam bila didapatkan
keterlibatan
kornea
Topikal: 1 tetes 1 tetes Hingga 1 5-7 hari
Levofloxacin (mata) (mata) tetes tiap
0.3% jam
Klamidial Sistemik : PO : 500 PO : 12.5 Empiris 6 jam 7 hari
Erythromycin mg mg/kg
Topikal:
Oxytetracycline
1% salep mata

Purulen Akut Topikal: 1 tetes 1 tetes Empiris 4-6 jam 5-7 hari
Levofloxacin (mata) (mata)
0,5%
3 Keratitis Topikal: 1 tetes 1 tetes Empiris Hingga 1 7-14 hari
Bakterial Levofloxacin (mata) (mata) tetes
0,5%

Topikal: 1 tetes 1 tetes Empiris 4-6 jam 7-14 hari


Moxifloxacin (mata) (mata)
0,5%

4 Ulkus Kornea Sistemik: IVFD : 200 Empiris IVFD : 12 IVFD : 5 Bila didapatkan
Bakterial Ciprofloxacin mg jam hari hipopion atau ulkus
atau atau atau luas di sentral
PO : 500 PO : 12 PO : 7-14
mg jam hari
Topikal: 1 tetes 1 tetes Empiris Hingga 1 7-14 hari Pada fase akut
Levofloxacin (mata) (mata) tetes antibiotika topikal
0,5% dapat diberikan
bahkan tiap 5 menit.
5 Selulitis: Sistemik: PO : 625 Empiris 8 jam 5-7 hari
Preseptal Amoxicillin- mg
Topikal: Empiris 6 jam 7-10 hari
Chloramphenicol
6 Selulitis: Sistemik: IV : 1 gram Empiris 24 jam 5 hari
Orbital Ceftriaxone
Topikal: 1 tetes 1 tetes Empiris Hingga 1 10-14
Levofloxacin (mata) (mata) tetes tiap hari
0,5% jam
Topikal: Empiris 6 jam 10-14 ari
Chloramphenicol
4.SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

NO Keadaan Klinik/ Rekomendasi DOSIS Empiris/ Interval Lama KETERANGAN


Penyakit/ Antimikroba Dewasa Anak Profil Pemberian
Tindakan aksis
1 Operasi Elektif No Antibiotik
Bersih
Pemasangan
implant

2 Operasi Elektif Cefotaxime IV : 1 Profilaksi 24 jam 1 hari PO:


Bersih gram s Cefadroxil 2 x
Terkontaminasi : 500mg selama
SCelektif 5 hari
Rekonstruksi tuba
Histerektomi
supravaginal
Kista ovarium
Laparoskopi
(diagnostik/
terapetik)
Surgical
staging,Vaginoplas
ty
MOW
3 Operasi Cefotaxime IV : 1 Profilaksi 24 jam 1 hari PO:
Emergency gram s Cefadroxil 2 x
Bersih 500mg selama
Terkontaminasi 5 hari
SC CITO,
KET,Kista
Ovarium Terpuntir
Kuret,
Abortus (tidak
terinfeksi)
4 Operasi Elektif Ceftriaxon IV : 1 Empiris 12 jam Sampai ada
Terkontaminasi : gram kultur
Fistel vesico vagina
TOA,kista
terinfeksi
Gentamycin IV : 80 Empiris 12 jam Sampai ada
mg kultur
5 Operasi Ceftriaxon IV : 1 Empiris 12 jam Sampai ada
Emergency gram kultur
Terkontaminasi :
Kuret
abortus septik SC
partus
kasep Kista/TOA
pecah
Gentamycin IV : 80 Empiris 12 jam Sampai ada
mg kultur
5. INFEKSI OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
NO Keadaan Klinik/ Rekomend DOSIS Empiris Interval Lama KETERANGAN
Penyakit/ asi Dewasa Anak / Pemberian
Tindakan Antimikro Profilak
ba sis
1 Antibiotika terapi Ceftriaxon IV : 1 gram Empiris 12 jam Sampai ada
Partus kasep kultur
dengan infeksi
Gentamyci IV : 80 mg
n
2 Hamil dengan UTI Ceftriaxon IV : 1 gram Empiris 12 jam Sampai ada
kultur
Gentamyci IV : 80 mg
n
3 Fluor albus STD Clindamici PO : 300 Empiris 8 jam 7 hari
n mg

Fluor albus Non Doxyciclin PO : 100 Empiris 12 jam 7 hari


STD mg
4 Pelvic Inflammation Clindamici PO : 300 Empiris 8 jam 7 hari
Disease Ringan dan n mg
sedang
Doxyciclin PO : 100 Empiris 12 jam 7 hari
mg
5 Pelvic Inflammation Ceftriaxon IV : 1 gram Empiris 12 jam 7 hari
Disease + + +
Berat Gentamici IV : 500 24 jam
n mg +
+ + 8 jam
Metronidaz IV : 500
ole mg
Mastitis Amoxicillin PO : 625 Empiris 8 jam 5 hari
– mg
Clavulanic
Acid
Eritromyci PO : 500 Empiris 6 jam 5 6 jam 5
n mg hari hari
25
6.UNIT INTENSIVE CARE UNIT
N Keadaan Klinik/ Rekomend DOSIS Empiris/ Interval Lama KETERANGAN
Penyakit/ Tindakan asi Dewasa Anak Profilaksi Pemberian
Antimikro s
ba
1 Sepsis : Sebelum Ada Meropene IV : 1 gram Empiris 8 jam 7 hari Sampai kultur
Kultur m keluar
Amikacin IV : 24 jam 7 hari Sampai kultur
15mg/kg/ keluar
hari
2 Infeksi Saluran Meropene IV : 1 gram Empiris 8 jam 7 hari Sampai kultur
Kemih m keluar
3 Pneumonia VAP Meropene IV : 1 gram Empiris 8 jam 7 hari Sampai kultur
m keluar
4 Sepsis Ampicilin IV : 1000 Empiris 6 jam 7-10 hari Antibiotika
+ mg dirubah sesuai
gentamicin dengan hasil kultur
24 jam dan test kepekaan
IV : 160
mg
Ampicilin IV : 1000 Empiris 6 jam 7-10 hari Antibiotika
+ mg dirubah sesuai
Gentamici dengan hasil kultur
n 24 jam dan test kepekaan
+ IV : 160
Metronidaz mg
6 jam
ol
IV : 500
mg
Ceftriaxon IV : 1000 Empiris 8 jam 7-10 hari Antibiotika
+ mg dirubah sesuai
Levofloxaci + dengan hasil kultur
n IV : 750 24 jam dan test kepekaan
mg

27
Meropene IV : 1000 Empiris 8 jam 7-10 hari Antibiotika
m dirubah sesuai
dengan hasil kultur
dan test kepekaan

7.SMF PARU
NO Jenis Penyakit Patogen Rekomendasi Terapi (P.O) Terapi Alternatif (I.V) Terapi alternatif
(P.O)
1. Bronkitis Kronis dengan S. pneumonia Respiratory quinolone* - - Moxifloksasin 400
Eksaserbasi Akut Bakterial H. influenza (PO)/24 jam selama 5 hari mg atau
M. catarrhalis atau Levofloksasin 500 mg
Amoksisilin dengan asam
klavulanat 500/125 mg
(PO)/12 jam selama 5 hari
atau
Klaritromisin 1 gr (PO)/24
jam selama 5 hari
atau
Doksisiklin 100 mg
(PO)/12 jam selama 5 hari
or
Azithromycin 500 mg (PO)
selama 3 hari
2. Lung abscess/ empyema Anaerob oral Klindamisin 600 mg (IV)/8 Meropenem 1 gr (IV)/8 Clindamycin 300 mg
S . aureus jam atau jam atau (PO)/8 jam
K . Piperacillin/ tazobactam Ertapenem 1 gr (IV)/24 atau
pneumoniae 3 .375 gr (IV)/8 jam jam Quinolone (PO)/24
S . pneumoniae jam
3. Pneumonia nosokomial P . Meropenem 1 gr (IV)/8 jam - Levofloxacin 750 mg
aeruginosa* selama 1–2 minggu (PO)/24 jam selama
E . coli Atau Doripenem 1 gr (IV)/8 1–2 minggu
K .pneumonia jam selama 2 minggu atau
e atau Ciprofloxacin 750 mg
S .marcescens Levofloxacin 750 mg (PO)/12 jams selama
(S . aureus)† (IV)/24 jam selama 1–2 2 minggu
minggu
Atau
Piperacillin/tazobactam
4 .5 gr (IV)/6 jam tambah
Amikacin 1 gr (IV)/24 jam
selama 1–2 minggu
4. Pneumonia Komunitas S . Doksisiklin Doksisiklin (IV) selama Amoksisilin
(Community Acquired Pneumonia) pneumoniae 200 mg (IV)/12 jam selama 1–2 minggu klavulanat 2 tablets
H . influenzae 3 hari, dilanjutkan 100 mg atau (PO)/12 jam selama
M . catarrhalis (IV)12 jam selama 11 hari Ertapenem 1 gr (IV)/24 7–10 hari
atau jam selama 1–2 minggu Atau
Respiratory quinolone atau Tigesiklin 200 mg Sefprozil 500 mg
(IV)/24 jam selama 1–2 (IV) dosis tunggal , (PO)/12 jam selama
minggu dilanjutkan 100 mg 1-2 minggu
atau Seftriakson 1 gm (IV)/24 jam selama 1–
(IV)/24 jam selama 1–2 2 minggu
minggu
5. K . Meropenem 1 gr (IV)/8 jam Seftriakson 1 gr (IV)/24 Respiratory quinolone
pneumoniae selama 2 minggu jam selama 2 minggu (PO)/24 jam selama 2
atau atau minggu
Ertapenem 1 gm (IV)/24 Doripenem 1 gr (IV)/8 atau
jam selama 2 minggu jam Doksisiklin (PO)
atau selama 2 minggu
Respiratory quinolone (IV) /
24 jam selama 2 minggu
6. MDR K . Seftazidim avi baktam 2.5 Colistin 5 mg/kgBB
pneumoniae gr (IV)/8 jam selama 1-2 (IV)/ 8 jam
CRE minggu atau
atau Polimksin B 1.25 mg/
Tigesiklin 200 mg (IV) kgBB (IV)/12 jam
dosis tunggal, dilanjutkan
100 mg (IV)/24 jam selama
1-2 minggu
7. Influenza (severe with Influenza A Peramivir 600 mg (IV)/24 - -
simultaneous CAP) pneumonia jam selama 1 hari
atau Oseltamivir 75 mg
(PO)/12 jam selama 5 hari
tambah Amantadin 200
mg (PO/24 jam selama 7–
10 hari
8. Chickenpox pneumonia VZV Asiklovir 5–10 mg/kgBB Valasiklovir 1–2 gr
(IV)/8 jam selama selama (PO)/8 jam selama 10
10 hari hari
9. Aspirasi Oral anaerobes Seftriakson 1 gr (IV)/24 Doksisiklin 200 mg Respiratory
S . pneumoniae jam selama 2 minggu (IV)/12 jam selama 3 quinolone (PO)/24
H . influenzae atau Respiratory quinolone hari, dilanjutkan 100 jam selama 2
M . catarrhalis (IV)/24 jam selama 2 mg (IV)/12 jam selama minggu
minggu 11 hari atau Doksisiklin
200 mg (PO)/12
jam selama 3 hari,
dilanjutkan 100
mg (PO)/12 jam
selama 4–11 hari
atau Amoksisilin 1
gr (PO)/8 jam
selama 2 minggu
10. Tuberculosis (TB) M . INH 300 mg (PO)/24 jam
tuberculosis (dan piridoksin 50 mg
(PO)/24 jam) selama 6
bulan
tambah
Rifampisin 600 mg
(PO)/24 jam selama 6
bulan
tambah
PZA 25 mg/kgBB (PO)/24
jam selama 2 bulan
tambah
EMB 15 mg/kgBB
(PO)/24jam
11. MDR TB M . Bedaquiline (Sirturo) 400
tuberculosis mg (PO)/24 jam (D .O .T .)
selama 2 minggu,
dilanjutkan 200 mg (PO)
3x seminggu selama 22
minggu
BAB IV
PENATALAKSANAAN PELAPORAN

A. DAFTAR KASUS
1. MDRO Non MRSA dan TIDAK ditemukan pasien kontak
2. MDRO MRSA dan TIDAK ditemukan pasien kontak (single case)
3. MDRO MRSA atau Non MRSA dan DITEMUKAN pasien kontak

B. PENATALAKSANAAN KASUS
1. Case Finding:
a. Dokter
1) Lakukan permintaan kultur spesimen klinik berdasarkan indikasi
medis sebelum pemberian antibiotika
2) Lakukan permintaan kultur skrining karier MRSA (swab hidung,
swab tenggorok, dan swab luka terbuka bila ada) yang
3) dilakukan dalam waktu 48 jam masuk rumah sakit (MRS) terhadap
pasien:
 Pasien rujukan
 Pasien pernah MRS dalam 1 tahun terakhir
 Pasien pernah terdeteksi kolonisasi dan atau infeksi MRSA
b. Perawat
1) Lakukan pengambilan dan pengiriman spesimen klinik untuk
pemeriksaan kultur mikrobiologis sesuai yang tertulis
2) Lakukan pengambilan dan pengiriman sampel swab hidung, swab
tenggorok, dan swab luka terbuka (bila ada) untuk
3) pemeriksaan kultur skrining karier MRSA yang dilakukan dalam
waktu 48 jam MRS terhadap :
 Pasien rujukan,
 Pasien pernah mrs dalam 1 tahun terakhir,
 Pasien pernah terdeteksi kolonisasi dan atau infeksi MRSA.

32
2. Unit Laboratorium
a. Lakukan kultur spesimen klinik pasien sesuai dengan permintaan
dokter sesuai dengan Pedoman Praktek Klinik (PPK)
b. Lakukan kultur skrining karier MRSA terhadap sampel swab hidung,
swab tenggorok, dan swab luka terbuka (bila ada) dari:
1) Pasien rujukan,
2) Pasien pernah mrs dalam 1 tahun terakhir,
3) Pasien pernah terdeteksi kolonisasi dan atau infeksi mrsa yang
diambil dalam 48 jam mrs sesuai PPK.

C. PELAPORAN
1. Unit Laboratorium
a. Laporkan hasil kultur spesimen klinik yang menunjukkan MDRO (index
case) kepada dokter dan Komite PPI (laporan ke Komite PPI menggunakan
link WhatsApp) segera setelah hasil ditandatangani oleh DPJP Unit
Laboratorium
b. Laporkan hasil kultur skrining karier MRSA positif kepada dokter dan
Komite PPI (laporan ke Komite PPI menggunakan link Whatsapp) segera
setelah hasil ditandatangani oleh DPJP SMF Unit Laboratorium.
c. Laporkan segera bila didapatkan pemeriksaan mikrobiologi (kultur) :
1) Jika hasil kultur positif pada cairan tubuh yang seharusnya steril
seperti: Cerebrospinal fluid, cairan pericardial, cairan pleura, cairan
peritoneal
2) Hasil kultur darah positif
3) Jika pasien telah mengkonsumsi antibiotic dan pada uji sensitifitas
hasilnya resisten
4) Jika pada hasil kultur ditemukan C.Peringens (specimen luka),
listeria monocytogeneis, Clostridium difteri, E. coli 0157
5) Pada anak < 1tahun di temukan Neisseria gonorrhoe
6) Ditemukan bakteri Methiclillin Resistant Staphylococcus Aureus
(MRSA) atau hasil screening MRSA positif

33
7) Hasil Uji sensitifitas Carbapenem resisten
8) Ditemukan MDRO (Multi Drug Resistant Organisme) dengan variannya
9) Ditemukan Corynebacterium diphteriae pada pengecatan Neisser
10) BTA positif extrapulmoner
11) GeneXpert BTA positif resistant rifampisin

2. Komite PPI
a. Lakukan pencatatan kasus MDRO yang dilaporkan oleh Unit
Laboratorium baik dari kultur spesimen klinik
b. Maupun kultur skrining karier MRSA
c. Informasikan kasus MDRO pada poin 1 kepada IPCN dan IPCLN untuk
segera melakukan investigasi
d. Laporkan kepada Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA)

D. INVESTIGASI
1. Tim PPI (IPCN dan IPCLN)
a. Lakukan telusur terhadap pasien kontak dengan infeksi dan atau
kolonisasi MDRO yang sama dengan index case selama 1minggu terakhir
di ruang rawat yang sama
b. Lakukan konsultasi dengan DPJPUnit Laboratoriumuntuk konfirmasi
poin1.
c. Laporkan kepada Komite PPI dalam 24 jam

E. INTERVENSI
1. MDRO Non MRSA dan TIDAK ditemukan pasien kontak
a. Tim PPI (IPCN dan IPCLN)
1) Lakukan koordinasi dengan kepala ruang dan perawat pelaksana
2) Lakukan cohorting (pemisahan) pasien dengan infeksi dan atau
kolonisasi MDRO dari pasien negatif menggunakanpartisi/sketsel
atau ruang isolasi
3) Berlakukan kewaspadaan transmisi kontak
4) Sosialisasikan kepatuhan hand hygiene

34
5) Sosialisasikan prosedur cleaning dan disinfecting ruang rawat
sesuai SPO Komite PPI tentang Cleaning danDisinfecting Area Pasien
dengan Kolonisasi dan atau infeksi MDRO

b. Kepala Ruang
1) Hitung jumlah alat pelindung diri (masker, sarung tangan, dan
gaun) sesuai kebutuhan terkait kewaspadaan transmisiKontak serta
proses cleaning dan disinfecting area pasien
2) Laporkan kebutuhan alat pelindung diri pada poin 1 kepada
instalasi laundry dan sterilisasi sentral dan instalasiFarmasi
3) Lakukan restriksi kegiatan perawatan oleh perawat terhadap pasien
dengan infeksi dan Atau kolonisasi MDRO

2. Instalasi Laundry dan Sterilisasi Sentral


a. Siapkan kebutuhan gaun terkait kewaspadaan transmisi kontak
b. Siapkan alat dan bahan cleaning dan disinfecting area pasien

3. Instalasi Farmasi
a. Siapkan kebutuhan masker dan sarung tangan terkait kewaspadaan
transmisi kontak serta untuk cleaning dandisinfecting area pasien
b. Siapkan disinfektan yang dibutuhkan untuk disinfeksi area pasien.

F. MDRO MRSA DAN TIDAK DITEMUKAN PASIEN KONTAK (SINGLE CASE)


1. Dokter
 Lakukan permintaan kultur skrining karier MRSA (swab hidung dan
swab tenggorok) dari pasien dengan infeksi dan atau kolonisasi MRSA
berdasarkan hasil kultur spesimen klinik
2. Perawat
 Lakukan pengambilan dan pengiriman sampel kultur skrining karier
MRSA (swab hidung dan swab tenggorok) daripasien dengan infeksi dan
atau kolonisasi MRSA berdasarkan hasil kultur spesimen klinik.

35
3. Unit Laboratorium
 Lakukan kultur skrining karier MRSA terhadap sampel swab hidung
dan swab tenggorok dari pasien dengan infeksidan atau kolonisasi
MRSA berdasarkan hasil kultur spesimen klinik.
 Laporkan hasilnya kepada dokter dan Komite PPI (laporan ke Komite PPI
melalui link whatsapp) segera setelahditandatangani oleh DPJP Unit
Laboratorium.

4. Dokter, Perawat, dan Instalasi Farmasi


a. Lakukan tindakan eradikasi terhadap pasien dengan hasil skrining
karier MRSA positif (sesuai SPO Komite PPI tentangSkrining dan
Eradikasi MRSA) meliputi:
1) Pasien mandi dan keramas dengan sabun chlorhexidine gluconate
4% dua kali sehari selama 7 hari
2) Pemberian mupirocin salep hidung 2% dua kali sehari selama 7
hari (bila hasil kultur swab hidung menunjukkanpositif MRSA)
3) Pemberian cotrimoxazole 2x960 mg selama 7 hari (bila kultur swab
tenggorok menunjukkan positif MRSA danpasien tidak alergi
cotrimoxazole)
4) Bila terdapat luka terbuka dengan hasil kultur luka menunjukkan
positif MRSA maka irigasi luka dengan kombinasiNaCl 0,9% steril
dan chlorhexidine gluconate 1,5% setiap 3 hari sebanyak 7 kali.
Bila terdapat kemajuan hasil terapimaka irigasi dilanjutkan sampai
14 kali. Catatan: untuk luka di bagian kepala dan atau luka pada
pasien pediatric perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.

G. MDRO MRSA ATAU NON MRSA DAN DITEMUKAN PASIEN KONTAK


1. Komite PPI (segera setelah mendapat laporan investigasi dari Tim PPI)
a. Laporkan Kejadian Transmisi MDRO di suatu ruang rawat kepada
Direktur dan Bidang Pelayanan Medik beserta rekomendasilangkah–
36
langkah yang harus ditempuh untuk memutus rantai transmisi
meliputi:
 Tidak menerima pasien baru di ruang rawat tersebut untuk
keperluan cleaning dan disinfecting, serta untuk melindungipasien
baru dari infeksi dan atau kolonisasi MDRO karena ruang rawat
dinyatakan dalam kondisi tidak aman
 Pelaksanaan cleaning dan disinfecting ruang rawat secara intensif
sesuai SPO Komite PPI, diikuti dengan kultur swablingkugan ruang
rawat setelah proses cleaning dan disinfecting selesai dilakukan
 Pemberlakuan kewaspadaan transmisi kontak
 Untuk MDRO MRSA, dilakukan skrining karier MRSA (kultur swab
hidung dan swab tenggorok) untuk pasien dengan risiko kontak dan
petugas kesehatan termasuk peserta didik dan tenaga outsourcing,
serta keluarga terdekat petugas kesehatan(suami/istri) di ruang
rawat tersebut
b. Lakukan sosialisasi dan monitoring proses cleaning dan disinfecting
ruang rawat sesuai SPO Komite PPI
c. Lakukan sosialisasi dan monitoring kewaspadaan transmisi kontak di
ruang rawat
d. Bila MDRO adalah MRSA : lakukan tindak lanjut untuk petugas
kesehatan dengan hasil skrining positif karier MRSA sesuaidengan
SPO Komite PPI tentang Skrining dan Eradikasi MRSA :
 Informasikan kepada petugas kesehatan tersebut dan atasan
langsungnya secara confidential untuk mendapatkan terapieradikasi
dan libur kerja selama dilakukan terapi eradikasi
 Laporkan kepada Direktur dan Bidang Pelayanan Medik apabila
status ruang rawat sudah bebas dari MDRO target berdasarkan
hasil kultur mikrobiologis
 Laporkan kepada Direktur dan Bidang Pelayanan Medik apabila
status rawat sudah bebas dari MDRO target berdasarkan
hasilkultur mikrobiologis

37
2) Bidang Pelayanan Medik (dalam 24 jam)
a. Lakukan rapat koordinasi dengan satuan kerja terdampak, Komite PPI,
KPRA, KFT, Bidang Penunjang Medik, dan Bidang Keperawatan setelah
mendapatkan laporan kejadian transmisi MRDO dari Komite PPI
b. Tentukan langkah–langkah yang ditempuh manajemen RS Mitra
Medika Bondowoso dan kebutuhan anggaran terkait kejadian
transmisi MDRO berdasarkan rekomendasi Komite PPI dalam rapat
koordinasi tersebut
c. Tentukan alternatif alur pelayanan dan penempatan pasien
d. Kirim surat edaran terkait kejadian transmisi MDRO dan langkah–
langkah yang ditempuh manajemen RS Mitra Medika Bondowoso
kepada pihak–pihak yang berkepentingan yang ditentukan dalam rapat
koordinasi tersebut
e. Lakukan rapat koordinasi dengan satuan kerja terdampak, Komite PPI,
KPRA, KPRS, Bidang Penunjang Medik, dan Bidang Keperawatan
untuk mengevaluasi upaya penanggulangan MDRO yang telah
dilakukan dan mengembalikan alur pelayanan normal
f. Kirim surat edaran apabila ruang rawat dinyatakan aman untuk
menerima pasien baru dan menjalankan pelayanan normal setelah
menerima laporan dari Komite PPI
3) Bidang Keperawatan
Lakukan koordinasi dengan satuan kerja terdampak :
 Atur pola ketenagaan perawat selama proses pembersihan ruang rawat
 Atur pola pelayanan dan penempatan pasien berdasarkan rapat
koordinasi dengan Bidang Pelayanan Medik

Bila MDRO MRSA atau Non MRSA : lakukan skrining MDRO target pada
lingkungan ruang rawat setelah proses pembersihan selesai dilakukan (kultur
swab lingkungan). Laporkan hasil temuan yang didapat kepada Direktur dan
Direktur Pelayanan Medik

38
H. KATEGORI KEAMANAN ANTIMIKROBA PADA KEHAMILAN
 Kategori A : pada studi terkontrol pada wanita gagal menunjukkan resiko
pada janin pada trimester 1, dan tidak ada bukti resiko pada trimester
selanjutnya. Kemungkinan bahaya pada janin sedikit.
 Kategori B : dari hasil studi reproduksi pada hewan tidak menunjukkan
resiko pada janin, tetapi tidak ada studi terkontrol pada ibu hamil; atau
studi pada reproduksi hewan menunjukkan efek samping (penurunan
fertilitas) yang tidak terkonfirmasi pada studi terkontrol pada trimester
pertama wanita (dan tidak ada bukti pada resiko trimester selanjutnya).
 Kategori C : studi pada hewan menampakkan adanya efek samping pada
janin (embryogenic, teratogenic, atau lainnya), dan tidak ada Studi
terkontrol pada wanita, atau studi pada wanita dan hewan tidak tersedia.
Obat hanya diberikan jika potensial manfaat lebih besar daripada resiko
pada janin.
 Kategori D : terjadi resiko pada janin, tetapi manfaat pemberian pada ibu
hamil mungkin lebih diterima meskipun resikonya (misal,obat dibutuhkan
dalam situasi menyelamatkan nyawa atau untuk penyakit yang serius
dimana obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
 Kategori X : studi pada hewan atau manusia menunjukkan
ketidaknormalan pada janin, ada bukti resiko pada janin berdasarkan
pengalaman, atau keduanya; dan resiko penggunaan obai ini pada wanita
hamil jelas lebih banyak daripada manfaatnya.
Obat dikontraindikasikan pada wanita yang mungkin akan hamil.

39
1. Daftar Keamanan Obat Antimikroba Pada Kehamilan

40
2. Penyesuaian Dosis Pada Gangguan Ginjal

41
42
3. Waktu pemberian Antibiotik

43
Keterangan :AC : Ante Coenam (sebelum makan) DC : Durante Coenam
(bersama makan) PC : Post Coenam (sesudah makan)

BAB V
44
PENUTUP

Antibiotik profilaksis diperlukan untuk mencegah terjadinya Infeksi


Daerah Operasi (IDO) maupun komplikasi lainnya. Paradigma baru pemberian
antibiotik profilaksis dan empiris sudah teruji secara multi senter sehingga
panduan ini juga berlaku secara universal di semua pelayanan medis terutama
menyangkut prosedur pembedahan. Keamanan dan mutu layanan diharapkan
tetap terpelihara dan tidak kalah pentingnya kontribusi dalam menekan
munculnya mikroba resisten yang semakin tinggi di rumah sakit.
Panduan Umum Penggunaan Antibiotik yang diterbitkan Kemenkes 2011
merupakan acuan pembuatan panduan ini diharapkan dapat dilaksanakan
dengan sebaik baiknya pada pelayanan di Rumah Sakit Mitra Medika
Bondowoso.

DAFTAR PUSTAKA
45
Apprasial of Guideline for Research & Evaluation (AGREE) Instrument September
2001

ACOG Practice Bulletin Clinical Management Guidelines for Obstetrician-


Gynecologists number 104, May 2009

ACOG Practice Bulletin Clinical Management Guidelines for Obstetrician-


Gynecologists number 47, Oct 2009

AHRQ- National Guideline Clearinghouse. (2009) NGC-7227 – Antibiotic


Prophylaxis for Gynecology Procedure.

ASHP Therapeutic Guideline on Antimicrobial Prophylaxis in Surgery. 2000

Bramono K, Suyoso S, et al. 2013. Dermatomikosis Superfisialis Edisi ke 2.


Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Berek JS. 2007. Berek and Novak’s Gynecology. Philadelphia : Lippincott Williams
& Wilkins

Creasy RK, Resnik R, Lams JD, Lockwood CJ, Moore TR. 2009. Creasy & Resnik’s
Maternal–Fetal Medicine 6th Edition vol I & 2.Saunders Elsevier

Cartmill C, Lingard L, Regehr G, Sherry, Espin, Bohnen J, Baker R and Rotstein L.


(2009) Timing of surgical antibiotic prophylaxis administration: Complexities of
analysis BMC Medical Research Methodology, 9:43

Costantine MM, MD; Rahman M, MBBS, MPH PhD; Ghulmiyah L, MD: Byers BD,
DO; Longo M, MD, PhD;Wen T, MD: Hankins GDV, MD, Saade GR, MD (2008) :
Timming of perioperative antibiotics of Obstetrics & Gynecology

Drug in Pregnancy and Lactation. 6th edition. (2002)

Eyk N, Schalkwyk J, Halifax. (2010) Antibiotic Prophylaxis in Obstetric Procedures


JOGC.

Eyk N, Schalkwyk J, Halifax. (2010) Antibiotic Prophylaxis in Gynecology


Procedures JOGC.

Horsager R, Roberts S, Rogers V, Munos PS, Worley K, Hoffman B. 2014. Williams


Obstetric 24th Edition : Study Guide. McGraw-Hill Professional

Gagliardi AR, Fenech D, Eskicioglu C, Nathens AB, and McLeod R. (2009) Factors
influencing antibiotic prphylacxis for surgical site infection prevention in general
surgery: a review of the literature Can J Surg, Vol.52, No.6
Guideline for Antimicrobial Therapy (2000) Christian Medical College and Hospital
Velore-632004. Tamilnadu. India.
46
Goldsmith LA, Katz SI, et al. 2012. Ftzpatricks’s Dermatology in General Medicine
8th Edition. New York : The McGraw-Hill Companies Inc

Hadi U (2009) Antibiotic usage and antimicrobial resistance in Indonesia. Desertasi


Phd

Hadi U. (2013) Pengendalian Muncul dan Berkembangnya mikroba kebal


antibiotik. AUP

Kumarasamy KK, Toleman MA, Walsh TR, Bagaria J et al. (2010) Emergence of a
new antibiotic resistance mechanism in India, Pakistan, and the UK: a molecular,
biological, and epidemiological study the lancet.com / infection Vol 10 September

Laporan AMRIN Study Fase I. 2001-2002

Mc Graw-Hill. 2007. Lange Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and


Gynecology 10th Edition. A Lange Medical Book Brigss GG, Freeman RK, Yaffe SJ.
2005. Drugs in Pregnancy and Lactation 7th Edition.Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins

Michael S. Whiteley R, Marra CM. 2014. Infection of The Central Nervous System
4th Edition. Philadelphia : Wolfels Kluwer Health

National Guideline (2013) “Antibiotic prophylaxis for gynecologic procedures.”


Retrieved 7/11

Paterson DL (2006) Resistance in gram-negative bacteria: Enterobacteriaceae AJIC


Vol.34 No. 5 Supplement 1

Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Kemenkes. 2011

PressSamuel MA, Roper AH Samuel. 2010. Manual of Neurologis Therapeutics.


Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins Kluwer Peterson. 1998. Oral and
Maxillofacial Surgery 3rd Edition. Mosby

SIGN (2008) Surgical Prephylaxis – A National Clinical Network

Slobogean GP, Brien P, and Braure CA. (2010) Single-dose versus Multiple-dose
Antibiotic

Prophylaxis for the surgical Treatment of Closed Fractures A cost-effectiveness


analysis Acta Orthopaedica 81

Tenover FC. (2006) Mechanisms of Antimicrobial Resistance in Bacteria The


America Journal of Medicine, Vol 119 (6A)

Workowski KA, Bolan GA. 2015. Center for Disease Control and Prevention MMWR
Recommendations and Reports : SexuallyTransmitted Disease Treatment
Guidelines. Atlanta : The Center for Surveillance, Epidemiology, and Laboraty
47
Services, Centers forDisease Control and Prevention (CDC), U.S Department of
Health and Human Services

48

Anda mungkin juga menyukai